Part 22

1.4K 65 1
                                    

857 words

▪︎▪︎▪︎

Sekolah heboh dengan berita penangkapan kepala keluarga kelas atas sekaligus penguasa ternama, Arnando Hatmono. Yang ditangkap malam kemarin di kediamannya karena kasus penggelapan pajak dan kekerasan pada anak.

Geava dan Shena syok karena mereka tidak pernah tahu jika Alura mendapatkan kekerasan dari ayahnya sendiri. Keduanya langsung diserang perasaan bersalah karena tidak pernah menyadari luka yang Alura dapat dari keluarganya. Gadis itu sangat pandai menutupi masalahnya. Keduanya rasa tidak. Alura tidak pandai menutupi lukanya. Tapi merekalah yang kurang peka. Geava dan Shena merasa tidak pantas lagi menyebut diri mereka sebagai teman Alura. Sama sekali tidak pantas.

Tidak hanya Alura yang tidak masuk, Neo juga tidak masuk ke sekolah. Kedua kursi mereka sama-sama kosong.

Setelah membahas masalah Alura dengan Shena, Geava memutuskan untuk mencari Garka. Ia sudah mengirimkan pesan tapi belum dibalas. Geava sendiri sebenarnya tidak yakin apa Garka datang ke sekolah atau tidak. Tapi, meskipun Garka selalu membolos, lelaki itu selalu datang ke sekolah. Jadi, hari ini pun lelaki itu pasti datang ke sekolah. Geava hanya harus menemukannya.

Ini pertama kalinya bagi Geava, mencari Garka tanpa lelaki itu memintanya lebih dulu.

Geava berhenti mencari dan mengecek ponselnya kembali. Matanya berbinar kala Garka akhirnya membalas pesannya dari dua menit yang lalu.

[Nomor tidak dikenal] : atap

Tanpa membalas pesan itu, Geava segera pergi ke atap.

▪︎▪︎▪︎

Geava membuka pintu atap dan angin segar langsung menyambutnya. Gadis itu langsung melangkah ke tempat yang biasanya Garka gunakan untuk membolos, yaitu di samping tumpukan kursi-kursi dan meja usang. Langkah Geava berhenti tepat di samping laki-laki yang sedang berbaring dengan menggunakan kedua tangannya sebagai bantal.

"You came." Garka bangkit setelah melihat kedatangan Geava dan beralih posisi menjadi duduk.

Geava mengambil tempat duduk di samping lelaki itu. Sedikit menjaga jarak tentunya.

"Apa lo tahu Gar selama ini?" tanya Geava langsung.

"Tahu apa?" Garka menyandar pada dinding di belakangnya. Penampilan laki-laki itu tidak pernah baik. Baju dikeluarkan, rambut berantakan, dan tidak memakai dasi.

"Soal Alura yang dapat kekerasan dari papanya? Apa lo tahu?" perjelas Geava.

"Iya," jawab Garka. "Gue tahu, tapi cuman sebatas tahu."

"Terus kenapa sekarang Neo juga ga masuk?"

Garka menatap gadis itu dengan serius. "Kenapa? Lo khawatir sama dia?"

"Gue cuman penasaran apa Neo juga terlibat," papar gadis itu. Tidak ingin membuat Geava salah mengira.

"Hm. Gue ga tahu."

Liar. He knows everything.

Geava terdiam, memikirkan semuanya. Ia harap dimanapun mereka sekarang baik Alura dan juga Neo, keduanya baik-baik saja. Alura selalu bersikap misterius selama ini. Tapi tidak pernah Geava kira, rahasia Alura akan meledak sebesar ini. Lalu Geava pikir, Neo sudah pasti terlibat. Lelaki itu juga ikut menjadi sosok penuh teka-teki setelah ia berpacaran dengan Alura. Jika dipikir-pikir, semuanya bisa dikaitkan. Masalah Alura dan kedekatan Alura dengan Neo. Geava mengerjab, itu dia. Mungkin Neo dekat dengan Alura karena lelaki itu tahu apa masalah Alura.

Geava menghela nafasnya, gadis itu memejamkan matanya. Kepalanya sakit memikirkan semuanya.

"Lo suka sama Neo?"

Deg.

Suara berat itu mengejutkan Geava hingga ia jadi sedikit berjingkat. Masalahnya Garka bertanya tepat di dekat telinganya.

Geava mendelik dan sontak bergerak menjauh sambil memegangi telinga kanannya yang jadi terasa geli.

"Jawab pertanyaan gue."

Geava menelan ludah. Lagi-lagi, Garka mengeluarkan hawa mencekam yang membuat Geava seolah kehilangan pasokan oksigen.

Tapi Geava pikir, ini bukan saatnya untuk membahas hal itu.

"Sebelum gue dateng ... lo lebih dulu punya perasaan sama Neo. Iya kan?"

Mulut Garka memang selalu menyebalkan. Tapi kali ini Geava tidak bisa membantah ucapan Garka.

"Hm?" Garka memiringkan kepala menunggu jawaban gadis itu. Tapi Geava membuang pandangan tidak mau menatap ke arahnya.

"Di antara gue sama Neo. Siapa yang lebih lo pilih?" Garka mengangkat dagu Geava dan membawa wajah gadis itu untuk menghadapnya. Geava bingung harus menjawab seperti apa agar Garka tidak marah padanya. Dia merasa terancam dengan hawa dingin dan mencekam milik cowok itu.

"Jawab."

"Gar, stop. Gue ga bisa jawab. Gue kenal Neo lebih dulu."

"Gue pacar lo."

"Iya. Tapi kan..."

"Jadi lo lebih pilih Neo?"

"Apasih? Kan Neo udah sama Alura."

"Gue gak ngerti kenapa cewek kayak lo sama Alura milih cowok kayak dia."

"Ya emang, apa yang salah sama Neo? Dia baik, seenggaknya dia enggak kayak lo yang ga tahu aturan."

"Jadi gue jahat, terus Neo baik?" tanya Garka, terdengar lebih dingin.

"Iya," balas Geava kesal. "Terus Neo juga manis gak kayak lo yang galak, nyebelin, kejam lagi!"

Garka tersenyum tipis dan meletakkan dagunya di bahu gadis itu. "Lupain soal Neo. Jangan bicarain soal dia lagi."

"Berat, ih." Geava merasa risih. Karena apa yang Garka lalukan membuatnya gugup.

"Tahan."

Geava bisa mendengar lelaki itu menghela nafasnya. Geava memejamkan mata, merasa frustasi. Tapi sedetik kemudian, dia kembali membuka matanya dengan gugup saat merasakan nafas hangat Garka ada di sekitar telinga kanannya. Sampai akhirnya Geava dibuat melotot karena Garka tiba-tiba menggigit telinganya.

"Gar!!! Gue pukul ya lo!" Geava mendelik dan bergerak mundur.

"Silahkan," ujar Garka enteng.

Geava berdecak dan hendak pergi tapi Garka menahan tangannya. Geava ingin protes tapi saat ia merasakan bibir lelaki itu kembali ada di dekat telinganya, pikiran Geava mendadak tumpul.

"Kalo lo sentuh Neo, semili aja. Gue pastiin, gue bakalan bunuh dia."

Rasanya, Geava lupa bagaimana caranya bernafas.

▪︎▪︎▪︎

GARKA : Bad MissionWhere stories live. Discover now