TIGA PULUH TUJUH

15.9K 632 6
                                    

Setelah dari klinik, ia mampir ke sebuah baby shop untuk membeli satu buah baju bayi, sepatu, kotak kado, dan sebuah kartu ucapan bertuliskan "Hello Daddy!" Ia akan memberikan kejutan kepada sang suami.

Sampai di kamar, ia menyusun barang-barang itu ke dalam kotak, bersamaan dengan testpack dua garis merah, dan satu foto hasil USG nya.

Ia menunggu kedatangan sang suami, benar-benar tidak sabar menunggu reaksi sang suami saat mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung buah hati mereka.

Pintu kamarnya tiba-tiba saja terbuka, memunculkan wajah penuh khawatir milik Gus Ikmal. "Sayang? Gimana hasil pemeriksaannya? Kamu baik-baik aja kan sayang?"

Ashilla terkekeh.

"Kok malah ketawa sih sayang?" Gus Ikmal masih terlihat begitu khawatir, istrinya itu justru malah tertawa.

"Aku ndak apa-apa Mas. Cuma kecapean aja kok hehe."

Gus Ikmal menghela napas, menarik tubuh Ashilla ke dalam pelukannya. Demi apa pun ia sangat khawatir sejak istrinya itu meminta izin untuk pergi ke klinik. Apalagi ia juga tahu akhir-akhir ini ada banyak yang berubah dari istrinya.

"Mas khawatir kamu kenapa-napa lho sayang."

"Aku nggak kenapa-napa Mas. Lepas dulu Mas, aku punya hadiah buat Mas."

Gus Ikmal melepaskan pelukannya. "Hadiah? Kenapa tiba-tiba kasih hadiah?"

Ashilla tidak menjawab, ia mengambil sebuah kotak yang ia letakkan di atas tempat tidur. "Ini coba buka, cocok nggak hadiahnya sama Mas,"

Gus Ikmal menerima kotak berukuran cukup besar itu, dan membukanya. Kedua matanya melebar melihat isi dari kotak pemberian istrinya.

Perasaan haru, dan bahagia menelusup ke dalam hati. Sebuah test pack garis dua, dan sebuah foto USG yang di cetak, cukup membuatnya paham dengan apa yang terjadi.

Ashilla, cintanya itu tengah mengandung.

"Alhamdulillah Ya Allah." ucapnya. Ia sangat berterima kasih karena di berikan kepercayaan sekali lagi untuk menjaga malaikat kecil yang di titipkan sang pencipta titipkan kepadanya.

Gus Ikmal mengecup kening Ashilla dengan bibir yang terisak haru, lalu ia berjongkok wajahnya sejajar dengan perut Ashilla yang masih rata, ia mengecupnya penuh kasih seraya memejamkan mata, mengucapkan rasa syukur tanpa henti.

"Assalamualaikum, anak Baba. Selamat datang, sehat-sehat terus ya kamu di dalam perut Umi. Baba, dan Umi menunggu kelahiran kamu sayang."

Cup

Gus Ikmal mengecup perut rata sang istri yang masih berbalut gamis. Sebelum akhirnya kembali memeluk sang istri dan menangis sampai kedatangan Aila dan Abi Muslih datang karena ikut khawatir dengan keadaan Ashilla.

"Baba sama Umi kok menangis? Ada apa?" Aila langsung masuk, ia sedikit mendorong tubuh sang ayah untuk menjauh dari sang ibu.

"Baba nakalin umi ya?"

Ashilla menggeleng, ia berjongkok untuk menggendong Aila. Namun, Gus Ikmal yang mengambil alih.

"Kenapa Ik?" Abi Muslih bertanya.

Dengan menggendong Aila, Gus Ikmal memberikan sebuah kotak yang sudah terbuka itu kepada Abi Muslih.

"Itu kado ya Baba? Kenapa sudah di buka? Siapa yang ulang tahun?" Anak lima tahun itu sangat penasaran dengan isi kotak yang di pegang oleh sang kakek.

"Alhamdulillah. Nduk? Sampeyan hamil?" tanya Abi Muslih setelah melihat isi kotak itu.

Ashilla mengangguk. "Inggih Abi. Abi akan jadi kakek lagi."

Abi Mislih memeluknya, seraya memberikan kecupan pada pucuk kepalanya. "Berapa minggu nduk?"

"Dua minggu Abi."

"Apasih? Aila ndak ngerti kenapa semuanya menangiiiis?"

Abi Muslih terkekeh. Ia berbalik menatap Aila yang tampak mulai kesal dan merengek karena tidak mengerti dengan situasi yang tengah terjadi. "Lho, sudah besar kok merengek terus. Kamu itu udah mau punya adik lho nduk."

"Adik?" tanyanya, seraya menatap sang ayah. "Benar, Baba?"

Gus Ikmal mengangguk. "Iya sayang."

"Adik bayinya mana? Kok ndak ada!!"

Semua orang terkekeh. "Sayang, adik bayinya masih ada di dalam perut Umi." ucap Ashilla.

Mata Aila melebar. "Di perut? Umi makan adik bayinya ya? Huwaaa umi jahat, umi makan adik bayi akuuuuu...."

Lagi-lagi ucapan Aila mengundang tawa. Apalagi anak itu sekarang mulai mengamuk karena mengira Ashilla benar-benar memakan adiknya.

Satu persatu, mulai dari Gus Ikmal, Abi Muslih, dan Ashilla mulai memberikan pengertian kepada Aila dan anak itu mulai paham.

*****

"Sudah masuk frame semua belum?" Ashilla, dan Gus Ikmal saat ini tengah berada di ruang tamu, melakukan panggilan video bersama dengan keluarga dari pihak Ashilla.

Kamera ponsel milik Gus Zidan memunculkan Ummah dan Abahnya yang baru saja bergabung di sofa bersama Gus Zidan, Ayana, dan Irham.

"Ada apa toh dek? Tumben banget ngajak video call formasi lengkap begini?"

Ashilla dan Gus Ikmal terkekeh, mendengar protesan dari Gus Zidan.

"Hehe. Ummah, Abah, Mbak, dan Mas Zidan. Shilla ada kabar yang mau di sampaikan."

"Kabar apa dek? Kamu sama Ikmal baik-baik aja kan?" Ummah Aini angkat bicara.

"Kenapa ketawa sih? Kabar opo sih? Ummah sudah penasaran sekali."

Gus Ikmal dan Ashilla saling memandang, kemudian mengangkat benda yang berada di belakang punggung mereka, dan menunjukkannya pada kamera.

Dapat mereka lihat, jika seluruh keluarga Abah Muzaki tampak terkejut. "Alhamdulillah!!"

Ashilla, dan Gus Ikmal meletakkan benda di tangan mereka.

"Alhamdulillah. Asyiik Irham ada temannya nanti." Ucap Ayana. "Bener kan feeling Mbak, kalau sampeyan itu lagi hamil?"

Ashilla terkekeh, ia ingat sekali bagaimana ngototnya Ayana yang sangat yakin jika dirinya hamil.

"Berapa minggu dek usianya?" tanya Abah Muzaki.

"Dua minggu Abah."

"Owalah masih kecil sekali. Ik, tolong jagain Shilla ya, dia itu anaknya suka grasak-grusuk ndak jelas." Papar Ummah Aini.

Gus Ikmal mengangguk. "Insyaallah Ummah."

"Ummah maluu iihh." rengeknya, yang mengundang tawa.

"Wah, asiiik Ham nanti kita beliin kostum hulk aja ya," celetuk Gus Zidan yang semakin membuat Ashilla merengek.

Ia ingat betul perkataan kakaknya ketika ia iseng membelikan kostum aneh-aneh untuk Irham. Kakaknya bilang akan membalas perbuatannya jika ia memiliki anak, dengan membelikan kostum Hulk, dan kostum yang jelek-jelek.

Pembicaraan berlanjut dengan Ummah Aini, dan Abah Muzaki yang memberikan wejangan untuk putrinya agar tidak terlalu aktif, mengingat sekarang ada satu nyawa yang harus di jaga.

Ada Gus Zidan yang sesekali membuat Ashilla kesal, telepon itu terputus karena suara tangis Aila terdengar.

Ashilla [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now