DUA PULUH ENAM

19K 773 42
                                    

Pukul dua pagi, Gus Ikmal yang terbiasa bangun untuk shalat malam itu terbangun. Bibirnya menyunggingkan senyum lebar, perasaannya lega karena Ashilla kini sudah memaafkan dirinya, dan bahkan setuju untuk memperbaiki hubungan mereka. Gus Ikmal masih tersenyum melihat sosok cantik Ashilla yang masih terpejam dengan rambut hitamnya yang tergerai.

Setelah dua bulan Ashilla tidak pernah memperlihatkan mahkota hitamnya yang indah, malam ini akhirnya ia bisa melihat kecantikan Ashilla tanpa kerudung dan bahkan mendekapnya semalaman.

Ini benar-benar seperti mimpi baginya.

Ia mengusap surai hitam Ashilla, saat melihat kedua mata yang terpejam itu perlahan terbuka. "Mas? Ini jam berapa?" tanyanya dengan parau.

Gus Ikmal mengulas senyum, tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. "Masih jam dua malam sayang. Mau bangun, dan tahajud ndak?"

Ashilla menggeleng, "Libur dulu deh kayaknya Mas. Badanku sakit semua..."

Gus Ikmal terkekeh, membubuhkan satu kecupan singkat pada kening sang istri."Ya ndak apa-apa. Maaf nggih sudah buat kamu kesakitan seperti ini."

"Mas bicara apa toh? Kenapa malah minta maaf, ya ndak apa-apa. Sudah nggih jangan menyalahkan diri sendiri." Ashilla tersenyum lembut, seraya mengusap sisi wajah suaminya.

"Mas mau izin ke masjid dulu nggih? Boleh sayang?"

Ashilla mengangguk. "Sampai subuh?"

Gus Ikmal mengangguk, setiap malam memang suamimya itu akan menghabiskan waktu dengan bertadarus di masjid sampai subuh, dan akan pulang ke rumah setelah menunaikan shalat subuh.

"Kalau ndak boleh, Mas ndak akan pergi kok."

"Boleh Mas."

"Kamu ndak apa-apa di tinggal?"

Ashilla terkekeh melihat wajah penuh khawatir sang suami, "Ndak apa Mas. Wes Mas mandi dulu, nanti Shilla siapkan pakaiannya." Ashilla hendak terbangun, namun Gus Ikmal menahannya.

"Kamu tidur saja nggih. Mas siapkan pakaian Mas sendiri saja, kamu lebih baik istirahat."

Ashilla hendak protes, namun Gus Ikmal membungkam bibirnya dengan ciuman singkat, jadilah ia hanya bisa memberengut saat suaminya berjalan ke arah lemari, mengambil pakaiannya sendiri dan membawanya ke kamar mandi.

Ya sudah, Ashilla menghela napas dan kembali memejamkan matanya.

Beberapa saat setelah menyelesaikan segala urusannya di kamar mandi, Gus Ikmal keluar dari kamar mandi dengan memakai pakaian lengkap hanya tersenyum melihat sang istri yang kembali terlelap.

"Sayang, Mas berangkat dulu ya."  ia mendekat dan membubuhkan kecupan singkat di keningnya, dan menyusap pucuk kepala sang istri yang tampak tetap terlelap dan tidak merasa terganggu.

Ia benar-benar merasa jika ini semua seperti mimpi, Ashilla yang memaafkannya, dan bahkan menjalankan kewajibannya sebagai istri dengan memberikan haknya. Sebenarnya, ia sudah di maafkan saja sudah sangat bersyukur. Tapi Ashilla tentu paham tentang agama, tentang wajibnya memberikan haknya meski sudah terlambat karena semua yang terjadi sebelumnya.

Setelah ini, ia bersumpah akan menjadi suami dan imam yang baik untuk Ashilla.

Sekali lagi, Gus Ikmal menatap wajah damai Ashilla sebelum akhirnya keluar dari dalam kamar dan menuju ke masjid.

Tak lama waktu subuh pun datang, Gus Ikmal bergegas pulang ke rumah karena ia akan shalat subuh berjamaah untuk pertama kalinya dengan Ashilla.

“Assalamualaikum,” begitu ia membuka pintu ia tidak menemukan sang istri di dalam kamar. “Ashilla!” ia berteriak mencari Ashilla ke dalam kamar mandi namun sayang tidak ada tanda-tanda keberadaan Ashilla disana.

Matanya tertuju pada nakas samping tempat tidur. Ada sebuah kartu kredit atas nama dirinya, kartu yang ia berikan kepada Ashilla sebagai nafkah pernikahan itu tergeletak di atas sana, dengan sebuah surat.

Gus Ikmal meremas surat yang sudah si bacanya dengan wajah yang berkaca-kaca, ia berlari ke arah kamar Aila berharap Ashilla ada disana, namun ia tidak menemukannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gus Ikmal meremas surat yang sudah si bacanya dengan wajah yang berkaca-kaca, ia berlari ke arah kamar Aila berharap Ashilla ada disana, namun ia tidak menemukannya.

Bahkan kediaman Abinya sudah heboh oleh dirinya yang mencari Ashilla.
Rasanya tidak mungkin. Ashilla tidak mungkin pergi, mereka berdua sudah berjanji akan memperbaiki pernikahan mereka.

Ia kembali ke kamar membuka lemari pakaian, kedua kakinya melemas tidak ada satu helai pun pakaian dan barang-barang Ashilla yang tertinggal.

Ashilla benar-benar pergi meninggalkannya.

Tubuhnya melemas, dadanya begitu sangat sesak. Ia baru saja merasa melayang karena bahagia, dan sekarang ia di hempaskan begitu saja. Ia mulai menangis seraya memukuli dadanya yang begitu sesak, seharusnya ia sudah menduga tidak mungkin Ashilla akan memaafkannya semudah itu, mengingat luka yang di berikannya begitu dalam.

Atau bahkan, ia tidak pantas untuk di maafkan?

"Ya Allah Ashilla ... Saya harus mencari kamu kemana, sedangkan kamu meminta saya untuk tidak mencari kamu. Saya mohon kembalilah Shilla .... "

Di tengah-tengah tangisnya Abi Muslih datang, ia terkejut melihat putranya yang menangis dengan bersandar pada sisi ranjangnya.

"Ik? Ada apa?" ia juga melihat pintu lemari putranya yang terbuka, dan terlihat kosong di bagian pintu lainnya.

"Ik?" Abi Muslih merangkul putranya, Gus Ikmal langsung memeluk snag ayah dan menumpahkan tangisnya.

"Abi. Shilla pergi Abi ... Shilla meninggalkan Ikmal sendirian Abi .... "

Abi Muslih mengeratkan pelukannya kepada snag putra yang tampak sangat tidak berdaya. Ia jelas terkejut tidak pernah menyangka jika suatu saat Ashilla akan meninggalkan putranya seperti ini.

Ia juga mengerti, pasti sangat sulit berada di posisi Ashilla yang memiliki trauma besar, dan putranya malah menambah luka dan rasa trauma itu pada Ashilla.

"Ashilla pergi Abi ... Ashilla pergi .... "

Abi Muslih tidak bisa berkata-kata, ia hanya memberikan usapan lembut pada punggung putranya. Ia juga sama kehilangannya dengan Ikmal, apalagi Ashilla hampir dua puluh empag jam bersamanya dan Aila di rumah.

Bagaimana perasaan Aila nanti saat tahu jika Uminya pergi meninggalkannya?

Aila, Ikmal, dan juga Abi Muslih semuanya benar-benar telah kehilangan sosok Ashilla yang selama ini banyak memberikan warna di kehidupan mereka.

Ya, karena kehadiran Ashilla se-istimewa itu bagi mereka.

Ashilla [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang