TUJUH BELAS

16.3K 766 36
                                    

"Assalamualaikum .... "

Aila megucapkan salam dengan riang, ia senang sekali melihat ada Irham yang langsung mengoceh bahasa bayi saat melihatnya datang.

"Waalaikumsallam. Waah lihat ada siapa itu yang datang?"

Aila gegas berlari lalu menyalami punggung tangan Gus Zidan dan Ayana, lalu ia menghampiri Irham yang duduk di atas karpet permadani yang mengoceh dengan bahasanya. "Gus kecil kangen Aila tidak?"

"Cacacaca!!"

"Amih, katanya Irham apa?" ia bertanya dengan polosnya kepada Ayana yang teryawa dengan kelucuan Aila dan Irham.

"Irham juga kangen Aila katanya."

Sontak saja Aila bersorak riang. "Kangen ya hehe. Amih, Umi dimana?" tanyanya.

"Mas, Mbak." Gus Ikmal menyapa kedua iparnya.

Gus Zidan membalas sapaan iparnya dengan anggukkan pelan. "Ashilla di kamarnya Ik, sama Ummah." Gus Zidan tahu jika kedatangan Ikmal dan Aila adalah untuk bertemu dengan Ashilla.

Aila menatap ke arah Gus Zidan, "Abi, kenapa Umi di kamar? Umi sakit ya Abi?"

Gus Zidan tersenyum, seraya mencoleh hidung Aila. "Iya sayang, Umi Aila lagi kurang sehat. Siapa tahu, kalau melihat Aila bisa sembuh."

"Begitu ya Abi?"

Gus Zidan kembali mengangguk. Aila berjongkok agar tingginya sejajar dengan Irham yang masih mengoceh. "Gus kecil, Aila tinggal dulu ya. Aila mau lihat Umi dulu."

Ayana, Gus Zidan, dan juga Gus Ikmal hanya tertawa saja melihat ke-randoman Aila. Gus kecil juga malah menyahut dengan bahasanya sendiri, hingg Aila menggaruk tengkuknya. "Gus Kecil bilang apa sih? Aila pusing, ndak ngerti. Mau ketemu Umi aja dadahhh!!!"

Aila meraih tangan sang ayah dan menariknya untuk segera pergi menemui Uminya yang sudah sangat ia rindukan.

"Assalamualaikum Umiii!!"

Ada Ummah Aini, dan Abah Yai Muzaki di dalam kamar, yang langsung menyahuti salam dari Aila. "Wa'alaikumsallam. Aduuhh ada si cantik juga ternyata."

Aila tersenyum lebar, menunjukkan giginya yang rapi, lalu menyalami tangan kakek dan neneknya.

"Sudah pulang sekolah nduk?"

"Sudah Abah." sahutnya, ia menghampiri sang Umi yang duduk bersandar di atas ranjang. "Umiii, mau salim."

Ashilla tersenyum, mengulurkan tangannya kepada Aila dan anak itu langsung menyalaminya.

Gus Ikmal juga menyalami tangan kedua tangan mertuanya. Ia terpaku melihat wajah Ashilla tanpa cadar untuk pertama kali. Ia akui, jika Ashilla memiliki paras yang cantik, dan senyum yang menawan dan itu sedikit menggetarkan hatinya.

Gus Ikmal mengerutkan kening, melihat wajah Ashilla yang terlihat pucat. Apa ia sakit?

"Abah. Boleh Aila minta tolong?"

Abah Yai Muzaki mengangguk. "Boleh, cucu cantik Abah mau minta tolong apa?"

"Mau naik ke ranjang Umi hehe."

Abah Yai Muzaki dengan senang hati mengangkat tubuh Aila ke atas ranjang Ashilla membiarkan ibu dan anak itu saling berdekatan, setelahnya Ummah Aini dan Abah Yai Muzaki pamit untuk keluar dari kamar putrinya

Kini tinggallah Aila, Ashilla dan juga Gus Ikmal di dalam ruangan yang di dominasi warna peach dan putih itu. Gus Ikmal duduk di sebuah kursi di depan kaca rias, memperhatikan wajah Ashilla yang tampak pucat meski coba menutupinya dengan tersenyum.

"Umii. Umi sakit ya? Tadi Abinya Gus kecil bilang Umi sedang kurang sehat."

Ashilla tersenyum, mengangkat tubuh Aila ke atas pangkuannya. Di pandanginya wajah putrinya yang menggemaskan karena tampak sangat mengkhawatirkannya. Ia berjanji akan tetap sehat untuk terus bisa bersama dengan Aila kesayangannya ini.

"Umi ndak kenapa-napa kok sayang. Umi hanya sakit kepala saja. Maaf ya, Umi ndak bisa jemput kamu..."

Aila yang duduk di pangkuan Ashilla dengan saling berhadapan itu kembali menatapnya dengan sangat khawatir. Bahkan anak kecil itu tampak menyentuh keningnya. "Sekarang kepala Umi masih sakit tidak?"

Ashilla mengangguk.

"Mau Aila pijat ndak Umi?"

"Hm, kamu memangnya bisa memijat sayang?"

Aila mengangguk. "Bisa Umi. Sini Aila pijat!"

Ala bangun dari pangkuannya. Ashilla memajukan tubuhnya, tidak lagi bersandar pada kepala ranjang. Sementata itu Aila berdiri di belakang tubuhnya dan mulai memijat kepalanya. "Eyang juga kalau sakit kepala selalu Aila pijat Umi, dan langsung sembuh lho."

Kedua mata Ashilla terpejam, menikmati pijatan pada kepalanya. "Hm, oh ya?"

"Iya Umi. Semoga setelah di pijat Aila Umi bisa sembuh lagi."

Ashilla tak bisa menyembunyikan perasaan harunya. Sekali lagi, ia bersyukur menjadi ibu sambung dari anak kecil yang pintar dan ceria ini.

Gus Ikmal terdiam menyaksikan interaksi keduanya. Aila dan Ashilla sudah seperti anak dan ibu kandung, mungkin jika orang lain yang tidak mengetahui, akan mereka jika mereka adalah ibu dan anak kandung.

Aila memijat kepala Ashilla dengan penuh percaya diri bahwa dia bisa menyembuhkan sang Umi, Gus Ikmal malah merasa terasingkan. Melihat bagaimana Ashilla yang tertawa geli karena pijatan Aila, dan Aila yang terus meminta maaf karena tidak memijatnya dengan benar. Sungguh pemandangan yang menggemaskan, hanya saja hatinya terlalu keras, dan lebih memilih berpura-pura buta dan tuli.

"Bagaimana Umi? Sudah sembuh, kan sekarang? Hihi"

Ashilla terkekeh pelan. "Waah iya. Alhamdulillah sakit kepala Umi sudah sembuh lho."

Aila tersenyum lebar, kembali duduk di pangkuan Uminya dengan saling berhadapan. "Asiiik. Kalau sudah sembuh, berarti Umi bisa pulang dong?"

Senyum di wajah Ashilla meredup. Pulang?

Aila yang melihat Uminya terdiam, tiba-tiba merasa sedih. "Umi ndak mau pulang ya?" Wajah Aila tampak tertunduk, dengan kedua mata yang berkaca-kaca.

Gus Ikmal menghembuskan napas, menghampiri Aila yang masih menunduk. Ia duduk di sisi ranjang, dan mengusap kepala Aila. "Lho. Aila kan tadi sudah dengar kata Abinya Gus kecil, kalau Umi kurang sehat."

Ashilla melirik sekilas kepada suaminya. Kamu pasti senang, kan Gus tidak ada saya di rumah?

Aila juga menatap sang ayah. "Jadi, Umi ndak bisa pulang ya Baba?"

Gus Ikmal mengangguk, lantas mengangkat tubuh Aila dan menggendongnya. "Inggih sayang. Umi harus banyak istirahat."

Namun Aila mulai menangis dan mengeluarkan rengekannya. "Ndak mau. Aila mau sama Umiiii."

"Ssstt. Iya nanti kamu sama Umi kok. Karena kita akan menginap di rumah Abah."

Kedua mata Ashilla melotot. Apa ia tidak salah dengar? Mereka akan menginap? Itu artinya ia, dan Gus Ikmal harus tidur bersama?

Sembari menghapus air mata Aila, tanpa sengaja kedua matanya menemukan sebuah strip obat yang cukup sangat familier untuknya yang terletak di atas nakas tempat tidur.

Itu obat tidur?

Tentu, Gus Ikmal sangat familier. Karena ia juga pernah mengalami kesulitan tidur setiap malam sampai harus mengkonsumsinya. Kemudian tatapannya beralih kepada sang istri yang masih terlihat pucat. Apa ia kesulitan tidur? Tapi kenapa? Apa ia memiliki semacam trauma, atau kenangan buruk?

Tanpa ia sadar, bahwa sosok Ashilla yang sudah menjadi istrinya selama satu bulan itu perlahan membuatnya tertarik sedikit demi sedikit.

Ashilla [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now