bagian 40

38.9K 3.5K 851
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
[Allahumma shalli alaa Muhammadinin 'abdika wa rosulika nabiyyil ummi wa'alaa aalihii wa sallim.]

*****

Happy reading

"Anak-anakku sekalian, Ada satu nasehat dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Bunyinya kayak gini. Jalani lah kehidupan di dunia ini tanpa membiarkan dunia hidup didalam hati mu. Karena ketika perahu berada di atas air, ia mampu berlayar dengan sempurna tapi ketika air tersebut masuk kedalam perahu maka tenggelam lah perahu tersebut."

"Maknanya kata Imam Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhah memberikan nasihat kepada kita bahwa saat menjalankan kehidupan di dunia ini, Janganlah membawa dunia ke dalam kehidupan kita. terutama kepada orang-orang yang percaya dan mengharapkan kehidupan setelah dunia tentunya."

"Ali bin Abi Tholib, kembali memberikan perumpamaan yang jelas, bahwa dunia ini diibaratkan sebagai lautan, sedangkan petualangan menjalani kehidupan diibaratkan sebagai Perahu yang mengarungi lautan tersebut. jika kita hendak selamat dalam perjalanan mengarungi lautan maka Jangan membiarkan air laut itu masuk ke dalam perahu kita yang tentunya akan membuat kita tenggelam di Luasnya lautan.

Begitupun dengan kehidupan dunia saat kita hidup dan menjelajahi kehidupan di alam dunia ini tentunya kita jangan terlalu terlena dengan manis dan indahnya kehidupan dunia."

"Karena bagi orang-orang yang meyakini kehidupan setelah dunia, tentunya ada hal yang lebih abadi alam yang lebih kekal garis batas kehidupan dunia maka dari itu, jangan membawa duniawi ke dalam kehidupan kita agar perjalanan dunia kita selamat sampai tujuan."

"Masyaallah..." semua orang yang berada di dalam masjid bergumam sambil mengangguk. Adapun sebagian santri yang menulis diatas kertas, semua kajian dari Gus Ilham.

"Jadi singkat nya begini kejarlah akhirat mu, maka dunia mu pun akan mengejar mu. Tetapi ketika kamu mengejar dunia mu maka akhirat mu akan tertinggal."

"Sampai disini ada yang mau ditanyakan?" Tanya Gus Ilham.

Semua terdiam sejenak sambil saling menatap satu sama lain. Akhirnya mereka sepakat menggeleng tanda tak ingin bertanya lagi.

"Alhamdulillah, kalo semuanya sudah paham. Mudah-mudahan kajian sore ini bermanfaat bagi kita dan mudah-mudahan menjadi syafaat kepada kita semua di kemudian hari. Aamiin ya rabbal alamin. Wabillahit taufiq wal hidayah, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."

Gus Ilham mengakhiri kajian, ia langsung di sugukan dengan banyak makanan dan buah-buahan. Tak lupa air minum pun langsung diberikan.

Gus Ilham terdiam, menatap semua makan dan minum dihadapannya. Ia teringat satu kejadian saat guru besar Habib Umar Bin hafidz menangis saat sesudah majelis. Ketika ditanya, mengapa ia menangis.

Beliau menjawab. "Kita berdakwah disambut makanan. Sedangkan dulu, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Ia di sambut dengan lemparan batu."

Tangis Gus Ilham pecah, ia kuasa lagi harus menahan tangisnya dihadapan para santri-santri. Tentu saja hal itu membuat para santri yang tadinya ribut, mendadak hening.

Gus Iksan, orang yang berada di sampingnya pun, mengernyit heran. Ia kali pertama adiknya menangis.

Dengan perasaan takut. Gus Iksan menyentuh bahu Gus Ilham.

"Gus?"

"Eh, maaf." Gus Ilham menarik tissu yang sudah di siapkan. Ia bersembunyi di belakang abangnya, untuk menghapus air matanya.

Aisyah Aqilah || TERBITWhere stories live. Discover now