30

1.6K 204 10
                                    

Gata telah menyelesaikan pemakaman orang tua Binar yang berlangsung lancar di pemakaman kampung Giardi. Warga dan teman-teman sekelas wanita itu ikut hadir melayat layaknya pemakaman jenazah baru.

Hubungan dengan Binar pun masih tetap dingin. Mereka tidak bertegur sapa tetapi bisa bersikap begitu hangat saat di depan keluarga. Itu bisa terjadi tanpa perencanaan.

Gata juga memutuskan untuk tidak lagi pergi pulang Jakarta-Malang setiap hari. Bukan menghindari Binar, tetapi sibuk menstabilkan nilai perusahaan.

Beberapa investor menarik uang dan sebagian lagi hanya mengurangi. Keterlibatan Atmadja dengan mavia membuat para penanam modal itu ragu. Takut jika GiNus Group terlibat dengan bisnis gelap yang akan merugikan perusahaan.

Bahkan dua bulan hampir berlalu, pemberitaan masih saja awet. Terlebih lagi saat sidang mulai digelar dan pemberitaan kembali naik. Menjadi perbincangan hangat di publik.

Hanya weekend saja ia pulang ke Malang dan itu tidak membuat komunikasi dengan Binar. Wanita itu kadang sibuk dengan pekerjaannya dan kadang keluar melakukan penelitian untuk bahan-bahan skripsinya.

"Karena kebetulan weekend nanti tidak ada yang harus saya urus, saya ingin mengambil—"

"Nggak ada cuti. Pasti ada aja yang harus lo urus!" pangkas Gata sambil menutup macbooknya.

Jam makan siang sudah tiba. Gata meraih jas yang ia gantung pada sandaran kursi kebesarannya lalu beranjak keluar ruangan. Ingin makan siang di sebuah rumah makan sambil menunggu investor baru.

Prioritasnya untuk saat ini adalah perusahaan. Beberapa bulan lalu mentalnya benar-benar diuji. Urusan pribadi dan perusahaan sebisa mungkin diselesaikan. Ternyata, urusan pribadi malah membuatnya makin tak keruan. Ia pun memutuskan untuk fokus dengan perusahaan lebih dulu.

Ribuan karyawan bergantung pada GiNus. Jika salah membuat kebijakan ataupun keputusan, akan membuat banyak orang kehilangan pekerjaan.

"Kalau berhubungan dengan urusan pribadi Anda, pasti tidak pernah selesai, Pak." Loni mengiringi langkah Gata.

"Nah! Itu lo tahu."

"Saya sekretaris pribadi, Pak. Bukan asisten pribadi apalagi pasangan Anda yang harus selalu ada untuk Anda."

"Tiket udah dipesan, lo bakal ikut ke Malang," imbuh Gata.

"Saya hanya pesan tiket pesawat untuk Anda, Pak."

Langkah Gata berhenti seketika. Ia menatap sekretarisnya dan tidak melihat sebuah gurauan di sana.

"Saya serius. Saya tidak akan ikut Anda ke Malang."

Gata mengabaikan itu dan kembali melanjutkan langkah.

"Jika tidak ada hambatan, Anda bisa ikut Nona Binar pulang besok siang."

Kalimat Loni membuat Gata melirik penasaran.

"Saya dapat kabar dari Pak Erwanto kalau hari ini dan besok, istri Anda menjadi saksi di persidangan."

Setelah proses rekonstruksi dan semua alat bukti lengkap, berkas Atmadja diambil alih oleh kejaksaan negeri Jakarta dan saat ini persidangan akan digelar di Ibu Kota.

Dengkusan dengan senyuman masam menjadi respon pertama Gata atas ucapan Loni. "Apa dia benar-benar nggak tahu dia itu milik siapa?"

"Bukankah kalau tidak tahu harusnya diberitahu, bukan didiamkan?"

"Lo nggak tahu, Lon. Diem aja," sahut Gata.

Sentakan Binar terlalu keras untuk tidak bisa didengar Loni yang tidur di sofa yang tidak jauh dari kamarnya. Sekretaris itu tahu tetapi Gata tidak mau membahas bagaimana ia sangat terluka dengan sikap dan ucapan Binar.

Last Project [END- TERBIT]Where stories live. Discover now