20

1.8K 203 31
                                    

Irama detak jantung mulai meningkat usai mendengar ucapan Atmadja. Gata memicingkan mata bukan karena tangan yang sedang mencengkeram leher maupun luka bahu yang menabrak dinding, ia hanya sedang menyelidiki kebenaran.

"Aku yang memerintahkan Bustara membunuh anak kecil itu. Aku yakin, di leher istrimu ada bekas sayatan Bustara."

Keraguan pun terkikis. Kini, ia tahu alasan kenapa Atmadja tidak mau menindak Bustara. Hal yang mengejutkan lagi karena pria itu tahu bekas luka di leher Binar.

Satu fakta lagi yang membuat pembuluh darah Gata berdenyut dan memanas. Tangan gemetar begitu hebat dan Gigi mengeras menahan sebuah ledakan di dada.

"Kenapa kaulakukan itu?" Gata tidak lagi memedulikan perihal sopan santun.

"Dia hanya akan jadi perusuh di masa depan."

Jawaban itu membuat Gata memejamkan mata dan mengambil napas dalam-dalam. Ia tidak mau membuat kerusuhan dan menarik perhatian Binar.

"Kau menikahkan dia denganku, Bangsat!" geram Gata melepas giginya yang mengerat. Otot lehernya pun terlihat jelas menegang.

"Ya. Biar aku mudah mengawasinya. Dia tidak boleh dimanfaatkan orang untuk menjatuhkanku."

"Pergilah. Aku akan cari kebenarannya sendiri!" Gata meninggalkan pria tua itu dan masuk ke rumah.

Loni langsung menghampiri dan memapahnya. Pria itu jadi saksi perdebatan singkanya dengan Atmadja.

Rasa sakit di bahunya tidak terasa. Pikirannya terlalu carut marut oleh ungkapan Atmadja. Ingin sekali menepis semua itu cukup masuk ke logika.

"Cari informasi lebih detail lagi tentang Bustara, Atmadja dan Neizimar. Pastikan semua orang-orang yang kaupilih tidak bisa dipercaya," perintah Gata pada Loni saat mereka sudah masuk kamar.

"Baik, Pak."

"Kau sudah cari tahu keberadaan Bustara sekarang?"

Sekretarisnya menggeleng. "Saya tidak tahu keberadaannya."

"Atmadja sudah membereskannya lebih dulu," decak Gata dengan dengkusan kasar.

Loni tidak memberi respon. Pria itu mengalihkan perhatian pada bahu Gata. "Lukanya merembes, Pak! Harus segera diganti. Saya turun dulu ambil P3K sambil menunggu dokter datang."

Pria itu pergi dan Gata melihat bahunya dari pantulan standing mirror di sudut kamarnya. Ia lepas kemejanya agar bisa benar-benar memastikan. Baru ia melempar kemejanya ke sebuah sofa, seseorang mengetuk pintu kamar.

Awalnya Gata mengira itu Loni yang ia herankan cepat sekali datangnya. Ternyata bukan. Seorang wanita meringis saat pintu terbuka, tetapi hilang seketika saat melihat keadaan Gata.

"Mas! Kok berdarah kasanya!" seru Binar menghampiri Gata. "Tadi di jalan sandaran terus, sih! Kan udah kubilang sandaran aja di aku."

"Tubuhmu kecil, nggak asik!"

Binar langsung menyilangkan tangan di dada. "Apa maksudmu kecil? Kok kamu main fisik sih, Mas!"

Gata memindai tubuh Binar dari kepala sampai ke bawah. "Aku bilang tubuhmu." Lalu berhenti di dada Binar lalu menegaskan, "Bukan dadamu!"

Wanita itu meringis malu dan mengikuti Gata yang pergi ke tepi tempat tidur. "Aku ambilin P3K, ya."

"Udah diambilin Loni."

"Perhatian sekali dia."

"Jelas. Mana bayarannya murah lagi. Nggak kayak ...." Gata melirik Binar. Wanita itu hendak memukulnya tetapi ia cegah. "Gue terluka, Bin. Jangan macem-macem."

Last Project [END- TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang