Epilog

1.3K 167 11
                                    

Satu hari sebelumnya

"Halo Del, gila lu yak suruh gue beli bunga tiap hari. Bisa-bisa gue jadi tukang kebun lama-lama anjir."

Delka terkekeh mendengar suara dari seberang panggilan yang tak lain adalah sahabatnya saat dijakarta dulu. Ia sangat merindukan Zaizan yang sudah banyak membantunya selama enam tahun ini. Lelaki jempol itu juga yang membantunya memantapkan diri untuk bertemu dengan sang pujaan hati lagi. Berkat rasa rindu yang sangat menguar dari hatinya, Delka tidak bisa melepas bayang-bayang Ashel selama enam tahun berada di kampung halaman.

"Tunggu sebentar lagi bro... lu gak bakal jadi tukang bunga lagi dah."

Suara helaan napas berat terdengar dari Zaizan. Juga ucapan yang selalu disertai dengan suara iba dan khawatir.

"Lu tau, setiap bunga yang dateng... Ashel kelihatan senang tapi habis itu dia murung. Lu mau nyiksa dia gimana lagi njir?"

"Gue gak nyiksa ya! Gue cuma mau kasih tau kalau ada yang jagain dia dari luar sini."

Zaizan terkekeh mendengar protesan Delka yang sangat sensitif mengenai Ashelnya. Selalu tidak berubah, sangat pekerja keras dan keras kepala.

"Ya ya... cepet balik jakarta dah lu. Giliran lu yang harus jagain Ashel secara langsung."

"Pasti." Delka tersenyum saat membayangkan bagaimana ia bisa merengkuh kembali sosok cantik yang menginvasi otaknya selama enam tahun ini. "Jangan lupa surat yang udah gue kirim kemarin!"

"Iya, dah gue tutup."

Delka memasukan ponselnya ke dalam ransel. Mata tajamnya menatap sekeliling tempat ramai itu. Penuh penumpang yang bersiap diri untuk melakukan penerbangan ke luar kota. Delka menghela napas yakin, berbalik badan sejenak dan melambaikan tangan dengan senyuman lebar pada dua perempuan yang ia miliki sebagai keluarga. Juga yang mendukung nya selama enam tahun meninti karir di kampung halaman.

Kini saatnya ia kembali ke rumah yang sesungguhnya. Ashel Khawijaya.

•••

"Gimana bunga krisannya. Suka gak?"

Kini mereka berdua duduk bersebelahan di taman gedung pameran. Ashel menunggu jam pameran Delka selesai dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Delka sempat meminta Ashel untuk pulang terlebih dahulu dan ia berencana untuk mengunjungi mansion keluarga Wijaya esoknya. Tapi perempuan cantik itu bersikeras menunggu sang kekasih hati. Lihat, betapa rindunya Ashel untuk menunggu sosok pria yang telah mengisi hatinya. Bahkan setelah enam tahun.

Tapi mari kita kembali melihat bagaimana wajah Ashel yang terkejut saat mendengar pertanyaan Delka.

"B-bunga krisan." Delka mengangguk dan tersenyum simpul dengan wajah tenang yang membuat Ashel semakin berpikir keras. "Bunga krisan yang setiap hari aku terima? Itu dari kamu?"

Delka mengangguk lagi. Ashel melongo saat mengetahui siapa pengirim bunganya. Delka terkekeh melihat wajah lucu yang Ashel buat. Enam tahun benar-benar merubah segalanya. Terutama wajah cantik nan manis Ashel yang rasanya tidak ada bedanya malah semakin mempesona. Rasa cinta itu bahkan semakin besar kala melihat wajah sang pujaan hati.

"Iya, aku yang kirim untuk kamu setiap hari... sebagai tanda kalau aku mau ngelindungi kamu dari jauh."

Ashel berdecih. Melindungi apanya? Batin nya bahkan sudah tertawa melihat bagaimana angkuh dan jeleknya wajah Delka yang sayangnya tampan, saat menepuk dada dengan bangga di depannya. Saat kalimat 'melindungi' itu muncul. Kalau saja ada benda empuk yang bisa dilempar pada pria tampan itu, pasti sudah dilakukan oleh Ashel.

Tuna Netra (Delshel) [End] ✓Where stories live. Discover now