Ocho

997 129 1
                                    

Ketika kamu mencintai seseorang, akan ada perasaan aneh yang menstimulus dirimu untuk berbuat sesuatu diluar kendali. Menyanyangi, melindungi, merasakan apa yang sudah menjadi hati kita dambakan.
Seseorang itu yang seakan merubah semua perilaku kita. Menimbulkan dopamin tersendiri yang membuat jantung berdetak kencang dan merasa gelisah serta cemas yang keterlaluan.

Delka merasakannya. Ia cemas pada Ashel. Matanya tak berhenti menatap perempuan yang kini masih terbaring lemas karena sakit di tempat tidur. Sudah sepuluh menit ia berdiri setelah kembali masuk ke kamar yang penuh aroma Ashel. Tapi kakinya tak mampu berjalan mendekat, seakan ada sekat yang membatasi hatinya dengan sosok itu. Seperti ada perasaan yang ingin mendobrak.

Di malam yang dingin itu, hatinya menghangat. Ia memberanikan melangkah lebih dekat dengan sosok yang sudah membuat perubahan pada sikapnya belakangan ini. Apa boleh ia mengharapkan sesuatu yang lebih? Menawarkan semua yang ada dalam dirinya untuk melindungi Ashel seorang? Bahkan nyawa nya sekalipun?

Delka terduduk dilantai dengan menopang wajah di atas kasur tepat di bawah wajah Ashel. Menumpu kepalanya dengan tangannya sambil tersenyum damai. Namun dibaliknya ada rasa cemas yang semakin menguar dan membuatnya bergumam sambil digerogoti kantuk yang semakin berat.

"Aku takut Ashel. Aku takut tidak bisa melindungimu."

•••

Pagi cerah untuk seorang putri tidur yang baru saja bangkit dari mimpi indahnya. Ashel terasa lebih segar hari ini, padahal kemarin ia baru saja merasakan tubuhnya lemas karena demam tinggi. Tapi entah mengapa sosok Delka membuatnya menjadi seperti anak kecil. Bahkan tawanya kemarin bisa sangat lepas menggoda pengawalnya itu. Bisa dipastikan Ashel membayangkan wajah kesal yang sangat lucu. Andai saja dia bisa melihat wajah Delka.

Ah tapi kalau diingat-ingat, Ashel menjadi malu sendiri.

Ashel bangkit dari kasurnya, ia mendudukkan diri di sisi ranjang sambil merasakan terpaan angin yang masuk menyelinap dari balik jendelanya yang sudah terbuka. Wajahnya tersenyum, tak ada lagi pucat bibir merah nya sudah memberikan tanda-tanda kehidupan bahwa Ashel dalam keadaan baik hari ini. Apalagi jika dengan kehadiran pengawal pribadinya setiap hari.

Oh ingatkan Ashel, untuk mengompres pipi nya dengan es. Rasanya seperti terbakar karena terlalu panas setiap mengingat sang pengawal pribadinya.

Ashel meraih tongkatnya diatas nakas dan merentangkannya lalu berdiri untuk segera mandi. Tapi baru beberapa langkah, kakinya tersandung sesuatu yang besar dan keras. Tapi terasa sedikit empuk seperti otot dan tulang. Tunggu, kenapa ada hal semacam itu di kamar nya?

Ashel merendahkan tubuhnya perlahan meraba sekitar. Alisnya bertaut saat tangannya merasakan kain tebal pada sebuah lengan kekar seseorang. Seperti jaket? Ia lalu meraba lebih keatas dan mendapati surai lembut yang dipastikan dimiliki seorang laki-laki karena potongannya yang terasa pendek. Tangan lentiknya turun meraba wajah sosok itu, merasakan dahi, hidung, pipi yang sedikit berisi dan yang terakhir bibir tipis yang sangat lembut.

Tangannya terhenti saat merasakan bibir itu bergerak seakan mengecap jemari lentiknya, dan Ashel baru tau sosok itu adalah Delkatama ketika suara geraman serak khas bangun tidur keluar dari sosok itu. Bahkan sekarang dirinya mematung saat kepala itu terangkat, masih dengan jarinya yang meraba bibir tipis Delka.

"Selamat pagi Ashel. Kamu mau mandi? Biar ku siapkan air hang-eum?"

Ashel semakin mematung. Dirinya tidak tau apa yang ada di sekitarnya, tapi dia merasa telah melakukan hal yang tidak-tidak dan memungkinkan menimbulkan kesalahpahaman. Pipinya sudah terasa panas sejak suara Delka menyapa paginya. Bahkan bibirnya terbuka sedikit karena terlalu kaget saat menyadari dia sudah menyentuh wajah Delka dengan kurang ajar.

Tuna Netra (Delshel) [End] ✓Where stories live. Discover now