Dua satu

63 19 6
                                    

Tepat pada pukul sebelas malam tubuh Darrel mengejang. Alif dan Wira segera menyiapkan mobil dan pergi ke dokter saat itu juga. Vino yang menuturi dari belakang sembari membawa Al-Qur'an terus ia bacakan. Dalam pikirannya hanya satu, meminta kepada Tuhan untuk tidak sekarang.

"Ya Allah ...." Alif mengusap dadanya. Memandang Darrel Sendu yang berada di pangkuannya.

Sesampainya di sana, Darrel langsung di tangani oleh dokter. Alif hanya bisa menunggu dari luar. Namun, beberapa saat dokter Haris_yang menangani Darrel keluar memasang raut muka serius.

"Kondisinya Semakin buruk, jika tidak cepat mencari pendonor Darrel tidak dapat bertahan lama." ujar dokter Haris.

"Gue yang bakalan jadi pendonor ambil semua yang Darrel butuhin." Alif menggebu-gebu seperti orang gila.

"Gue gak bisa Lif! Darrel larang gue dan ini amanah!"

"Anak gue mau mati, dan Lo masih mikirin ini?!"

"Kita cari dulu pendonor yang lain kalau gak ketemu maka jalan terakhir lo yang bakal donorin." Haris menepuk pundak Alif memberikan pengertian.

Vino memeluk Al-Qur'an, ia terus meminta pada Tuhan jika bisa ingin sekali penyakit itu di pindahkan padanya. "Mih, aku aja pendonor nya."

Dengan penuh rasa sesak Wira berjongkok di depan Vino memeluknya erat-erat. "Nggak sayang ... Kita cari dulu ya."

"Kak Darrel bakalan sembuh kan, Mih?" tanya Vino penuh harap. "Aku gak mau kayak di film-film, kalau dokter udah ngomong kayak gitu tuh kakak bakal men-" Wira membungkam mulut Vino memeluknya lagi. Ia tidak bisa menahan tangisnya.

Ini di luar dugaan... Wira kira Darrel sudah sembuh sepenuhnya total. Namun diam-diam Darrel menahan sakitnya sendiri dan selalu berkata padanya bahwa tubuhnya sudah tidak merasakan sakit kembali.

Sumsum tulang belakang, penyakit yang di derita Darrel sekitar lima tahun lalu. Penyakit ini diakibatkan karena cedera kecelakaan. Tepat dimana ulang tahun Darrel yang ke sebelas, nyawa Darrel sempat tidak tertolong namun pada saat itu Tuhan masih memberikan kesempatan untuk hidup.

Karena kecelakaan tersebut tulang belakang Darrel mengalami kerusakan yang membuat Darrel harus melakukan kemoterapi secara diam-diam. Hanya ia dan keluarganya lah yang tau.

Sangat susah untuk mencari pendonor bagi Darrel. Orang yang mendonorkan biasanya berasal dari keluarganya sendiri dan sangat kecil kemungkinan bisa mendapatkan dari orang asing. Sebab orang yang mendonorkan harus benar-benar siap dan menerima efek jika nanti menjadi pendonor.

***

Ara berlari kecil menuju rumah Darrel, gadis itu langsung membuka pintu dan menuju kamar Darrel. Jangan heran, Ara mempunyai kebebasan untuk masuk kapan saja. Itu kata Darrel dulu.

Dari sejak memasuki rumah ini seperti ada yang berbeda, Sangat sepi. Namun ia tetap melanjutkan langkahnya dan membuka pintu kamar si pemilik. Matanya mengitar ke arah penjuru, ia tidak menemukan pemilik nya.

"Darrel! Ayok sekolah, gue pengen nebeng nih." Dengan perasaan gembira Ara hanya berfikir cowok itu sedang mengumpat karena masih marah padanya. "Ahh udahlah Rel marahnya. Gue bener-bener minta maaf nih."

Beberapa kali memanggil tidak ada jawaban. Ia turun ke bawah dan menanyakan pada pembantu. Dan mendapatkan kabar bahwa Darrel beserta keluarganya liburan ke luar negeri.

Tanpa berpamitan?

"Lo gak pamit dulu sama gue Rel. Segitu marahnya ya," gumam Ara.

Deringan ponsel di sakunya membuat Ara menghela napas panjang dan mengangkat telpon tersebut.

"Ra, hari ini ada ulangan gak? Gue males Sekol-"

"Darrel pergi keluar negeri Zal."

"Hah?"

"Gue gak tau ... Dia gak bilang ke gue sama sekali."

"Iya nanti gue tanyain, sekarang lo sekolah dan izinin gue ya. Sumpah males banget gue."

"Iyaaaaaa,"sewot Ara menutup telepon tersebut.

***

Di dalam ruangan Darrel masih tidak sadarkan diri sementara Alif sedari tadi menelpon kepada teman-temanya untuk meminta tolong mencari pendonor sumsum tulang belakang.

Tidak lama ada reaksi kecil dari Darrel, pria itu menggerakkan jarinya nyaris membuat Alif melemparkan handphone lalu menghampiri Darrel.

Alif menekan tombol yang ada di ruangan itu yang berguna untuk memanggil dokter kapan saja. Saat dokter tiba, ia memeriksa Darrel dan tersenyum menampakan kabar gembira.

"Untuk saat ini kondisi Darrel membaik, kalian berdoa saja semoga Darrel bisa bertahan lebih lama selagi menunggu orang yang akan mendonorkan untuk sumsum tulang belakang." Dokter tersebut menepuk pundak Alif dan pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Tersisa hanyalah Alif dan keluarganya, sedikit ada ketenangan dalam mereka. Setidaknya Darrel sudah agak membaik.

***

Dua jam kemudian, Darrel membuka matanya. Vino dengan raut bahagianya memeluk Darrel erat. "Kak, aku janji gak bakal nakal lagi asal Kakak sembuh. Habis ini..
Aku gak bakalan ngumpetim sempak kakak deh, aku janji."

Sayu-sayu Darrel tersenyum ia menepuk kepala vino pelan. "Gue pegang janji lo," balas Darrel di balik masker oksigen.

"Mih ... pengen pulang." Meskipun tidak jelas tetapi Wira paham apa yang di katakan Darrel. Lantas ia hanya menggeleng lembut.

"Minggu depan kita pulang," bujuk Wira.

"Janji?"

"Iya janji."

***

Tepat yang di janjikan Wira, hari ini Darrel di izinkan pulang. Walaupun sebenarnya Wira dan Alif Sanga berat hati untuk mengizinkan Darrel beraktivitas kembali.

"Aku libur dulu sekolah ya Mih," Pinta Darrel. "Aku belum siap ketemu Ara, Dia pasti bakalan banyak tanya kalau ketemu ntar," lanjutnya.

"Seenak dan senyaman kamu aja sayang," ucapnya penuh lembut.

"Pengen tidur tapi pengen di ceritain cerita, terus kepalaku pengen di elus-elus. Kayak aku ngelus-ngelus mamat Mih  kayaknya enak banget, soalnya Mamat kalau aku gituin suka tidurnya tuh nyenyak."

Wira sekali lagi menuruti putranya yang manja, bahkan lebih manja dari putra keduanya. Darrel memang sudah besar, namun sikapnya seperti anak kecil berusia lima tahun. "Butuh asupan kasih sayang Mamih, kalau nggak dapet aku lemes." Begitu katanya.

Keduanya pun berjalan menuju kamar Darrel. Kamar yang terasa dingin karena jarang di tempati, setelahnya Wira menepuk-nepuk kasur dengan sapu lidi. Lantas menidurkan Darrel seperti yang di inginkan anaknya itu.

Air mata Darrel menetes perlahan, menatap kosong ke arah langit sembari merasakan hangatnya tangan Wira.

"Aku belum mandi Mih, gantengku pasti ilang," celetuknya. Yang namanya Darrel tetap Darrel, selalu mementingkan paras dan image nya. Sampai-sampai Wira mengetuk kening Darrel karena tidak habis pikir.

"Udah, udah. Masih gantengan kamu kok ketimbang Mamat."

Muka Darrel berubah flat. "hilihh."

*
*
*
*

Haii...apa kabar, maaf maaf maaf karena baru up.  Selamat membaca 😇
Up lagi nggak?

Darrel HandsomeWhere stories live. Discover now