Story Behind Photo Profile

7 0 0
                                    

"Ayolah, ngerjain di sana aja, sambil ngopi. Ya?" Amel menarik-narik lenganku, memasang wajah memelas. "Aku bosen banget di kampus, kosan, kampus, kosan. Gitu terus. Mana yang dikerjain rumus mulu. Bisa botak lama-lama."

Aku tertawa. "Ini udah botak." Aku menunjuk kerudung yang dipakainya. Otomatis ia menggeplak lenganku keras.

"Sakit, Mel." Aku mengusap-usap lengan. Gadis ini memang suka merajuk, tapi sekalinya mengkal, pukulannya tidak main-main. Beneran sakit. "Kamu dulu ikut bela diri ya?"

"Cuma bentar sih, taekwondo," sahut Amel. "Kenapa? Mau sparring? Tapi udah lama aku nggak tanding, dan cuma inget teknik-teknik dasar."

Buru-buru aku menggeleng. Aku saja tidak pernah menekuni salah satu cabang bela diri, hanya ikut-ikutan di silat beberapa kali, tapi tidak mendalaminya.

"Ya udah, ayo berangkat. Ke Janji Suci coffee shop!"

Tanpa persetujuanku, ia sudah melenggang duluan menuju rute ke tempat parkir. Kedai kopi itu terletak di salah satu mal terbesar kota ini. Itu berarti kami akan mengerjakan tugas di mal. Ini agak mustahil, pasti ujung-ujungnya aku akan jadi ekor Amel. Kira-kira dia suka belanja tidak, ya? Apa dia suka kepincut beli baju atau skincare? Sepertinya ia tidak terlalu suka berdandan, tapi bisa saja dia suka beli yang lain. Sepatu? Makanan?

"Za! Mikir apaan, sih? Cepetan keluarin motormu ini. Mau aku yang nyetir?" gerutu Amel.

"Lho, kamu nggak bawa motor?"

Amel berdecak. "Kalo kita berangkat sendiri-sendiri, bukan kerja kelompok namanya. Motorku biar aja di sini, nggak bakal ilang juga."

Aku menghela napas, kemudian mengangguk. Rasa-rasanya aku selalu kesulitan memenangkan perdebatan dengan Amel. Entah karena aku menganggapnya lebih pandai, atau karena usia kami beda setahun, atau karena ia memang pandai berdiplomasi.

"Kita ajak Rangga juga, yuk?" usulku.

Amel naik ke boncengan sambil tampak berpikir. "Boleh, sih. Dia juga pinter dan cepet ngerjain tugas."

Diam-diam aku bersyukur dalam hati. "Kamu yang chat dia, ya?"

"Oke." Amel bergerak memindah tas jadi di belakang punggungku, sementara aku menjalankan motor menuju gerbang.

Di gerbang, kulihat May tengah ngobrol bersama dua teman ceweknya, terlihat akan keluar kampus. Otomatis aku menyapa, "May!"

Ia menoleh, tersenyum sambil membetulkan letak kacamatanya. "Eh, Kak Eza. Kak ... Amel?" Ia menyipitkan mata, memastikan pandangannya benar.

Amel menyahut, "Hai, Maya. Kita duluan, ya."

May menatapku lagi, kali ini agak mengernyit. Aku hanya menggeleng, memberi tanda bahwa ini tidak seperti yang dia pikirkan. "Ya udah May, salam buat Dee, ya." Usai mendapat anggukan, aku pun berlalu memasuki jalan besar.

Amel diam saja sepanjang perjalanan, baru ketika di mal ia bilang, "Rangga nggak bisa dateng katanya. Sibuk di HIMA."

Aku menatapnya sekilas, sebelum kembali fokus berjalan. Rangga memang anggota HIMA, tapi setahuku dia seksi leha-leha, alias nyaris tidak pernah berkontribusi kecuali di acara besar. Namun, menepis kecurigaan, aku mengikuti langkah Amel yang lebih cepat.

Sebelum tiba di kafe yang dimaksud, Amel menghentikanku dengan menarik jaketku.

"Bentar, bentar."

Aku menoleh, mendapati kami ada di depan toko baju. Tuh kan, jangan-jangan benar dugaanku.

"Kamu mau beli baju?" tanyaku memastikan.

Amel menggeleng. "Nggak suka beli baju di mal aku, mah. Ini lho, kacanya bagus buat foto. Foto bentar ya?" Ia sudah mengeluarkan ponsel tanpa menungguku menjawab. Aku pun menyingkir, memberinya spasi untuk bisa terlihat penuh di kaca itu.

"Lho, sini, Za. Kamu nggak keliatan dong."

"Kan kamu mau foto?"

Amel menatapku dengan heran. "Ya iya, foto sama kamu. Sini." Ia menarikku dan mengarahkan ponsel ke depan wajah kami, tapi tidak sampai menutupi fitur kami di cermin itu.

"Za, senyum dikit, kek."

Terpaksa, aku menurut biar ini cepat selesai. Klik. Dua foto didapat. Amel tersenyum puas.

"Ngomong-ngomong, kamu suka kopi yang pahit atau manis?"

Aku berpikir sejenak, tapi malah yang terbesit di kepalaku bahwa Dee tidak terlalu suka kopi, tapi dia suka kopi instan yang mereknya 78 degrees. "Sama aja sih, tapi jangan pahit-pahit banget."

Ia manggut-manggut. Kami tiba di kafe dan memesan. Tak seperti dugaanku, Amel bekerja cepat dan tidak melirik gerai-gerai di sekitar yang menjual makanan, baju, dan aksesoris. Buku juga tidak.

"Kamu suka baca, Mel?" tanyaku saat kami sudah hampir selesai mengerjakan tugas, tinggal mengoreksi sekali lagi.

Amel mendongak dari angka-angka di kertas. "Nggak begitu. Aku lebih suka nonton film daripada baca buku. Kalo kamu, Za?"

"Aku lebih suka komik."

"Aku juga suka baca komik, tapi di Webtoon," Amel nyengir.

"Sama, sih, sesekali baca di situ juga. Kamu suka yang judulnya apa?"

"The Death, Call from An Angel, sama Lie. Komik detektif semua, apalagi kreator dari US, keren-keren." Amel menjawab dengan semangat. "Kalo kamu?"

"Aku ... suka Secret Agency, Blind Love, sama buku komik Miiko."

Amel menghentikan ketikannya di laptop. Terdiam sebentar, ia lalu tertawa kecil. "Wah, nggak nyangka ya Za, kamu penyuka genre romance?"

"Slice of life juga," sahutku cepat. Agak defensif.

"Oke, oke. Aku nggak ngeremehin lho, cuma agak kaget." Amel tersenyum, lalu menyedot Americano yang dipesannya. Aku sendiri memesan caramel macchiato.

Dipikir-pikir, aku sebenarnya jarang membaca komik—lebih sering menonton anime Jepang. Namun, gara-gara Dee yang selalu heboh kalau komik favoritnya di Webtoon update (dan kalau sudah begitu, dia pasti kehilangan sifat irit bicaranya sementara), aku jadi ketularan. Ya, untuk novel sastra, aku sudah mencoba memahami bacaan Dee, tapi otakku tidak nyampai.

Jadi, judul-judul yang kusebutkan itu ... sebenarnya kesukaan Dee, yang kebetulan saat kubaca cocok dan menjadi seleraku juga. Aku menyeringai mengingatnya.

"Eh, Za? Pinjem hape dong? Hapeku lobet ternyata. Butuh kalkulator." Amel menadahkan tangan.

Aku menyerahkan ponsel, lalu kembali bekerja. Tanpa kutahu, saat itulah Amel mengganti sesuatu di ponselku tanpa seizinku.

***

Thank you untuk 500 viewers di cerita ini! Jadi, udah pada tahu kan, sejarah di balik foto profilnya Eza? Maafkan ya, bakal slow update karena masih gali ide buat ngelanjutin novel ini. Mohon dukungan dan doanya <3

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Guilty (Un)PleasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang