Guardian Angel

14 2 0
                                    

May masih tidak banyak bicara denganku. Namun, sifat usilnya sudah mulai kembali. Siang itu, aku sedang mengajari Sha berhitung, ketika ada suara kendaraan menderum di depan rumah.

Mulanya aku kira itu tukang pos yang mengantarkan paket. Namun, saat mendengar suara salamnya, otomatis gerakan tanganku yang hendak memakai jilbab sebelum keluar langsung terhenti.

“Assalamualaikum.” Suara salam itu kembali berulang, membuatku cepat-cepat memakai jilbab dan keluar.

Kulihat, Sha sudah lebih dulu di teras, meninggalkan tugas yang kususunkan untuknya.

“Dee ada, Dek?”

Sha mendongak dengan tatapan aneh. “Kak Dee nggak suka sama Kak Eza.”

Aku mematung di ambang pintu. Eza tampak seperti seseorang yang baru saja tersedak.

“Beneran. Kak Dee marah-marah terus kalo Kak May singgung tentang Kak Eza,” lanjut Sha tanpa rasa berdosa.

Aku buru-buru menghentikan percakapan absurd itu dengan melangkah ke teras hingga padangan Eza tertumbuk ke arahku. Ekspresinya terlihat bingung.

“Sha, kan tadi tugasnya belum selesai. Ayo kerjain dulu.”

“Sha capek.”

Aku menghela napas. “Nanti Kak Dee bacain cerita baru kalo Sha selesai.”

Si gadis kecil langsung berbinar-binar. Ia melangkah masuk dan mengerjakan tugasnya di ruang tamu. Hanya karena ada Sha, aku bisa mempersilakan Eza masuk meski tanpa pengawasan Papa dan Mama yang hari ini sama-sama bekerja.

“Ada apa ke sini?” tanyaku tanpa basa-basi.

Sikap santai Eza hilang entah ke mana. Dia tampak agak canggung ketika duduk di sofa berseberangan denganku.

“Maaf, aku salah paham soal Hanan.” Eza menatap mataku setelah sesaat mengedarkan pandang ke sekeliling rumah.

“Salah paham?”

Eza mengangguk yakin. “Tadi kan kamu sendiri yang chat aku, bilang kalo Hanan itu temen  dan ketua BEM kampusmu.”

Aku melotot kaget. Kapan aku mengirim pesan seperti itu? Apalagi sedari tadi aku hanya bersama Sha dan meninggalkan ponselku di kamar. Berpikir sejenak, aku langsung curiga pada satu nama.

“Bentar ya, Za.” Aku masuk dan mengambil ponsel di kamar. Terlihat chat teratas adalah dari Eza. Begitu mengeklik, kutemukan obrolan itu.

Dee: Sebenernya Hanan itu bukan pacar atau crush kok. Cuma temen. Ketua BEM kampus.

Eza: serius?

Dee: Ya...terserah klo gak percaya.

Eza: Kamu ada di rumah sekarang?

Chat terakhir tidak ada balasan dan diikuti dengan beberapa panggilan yang tidak terjawab.

Aku melirik kesal pada pintu kamar May sebelum keluar lagi ke ruang tamu.

“Za, mamaku pulang bentar lagi,” ujarku setelah menengok jam dinding.

Eza menyatukan kedua tangannya sembari menatapku lurus-lurus. “Nggak bisa ya, kita kayak dulu lagi?”

Aku meringis. “Dulu yang mana?”

“Ya... waktu kita sahabatan tanpa ada embel-embel lainnya. Nggak ribet soal perasaan.” Kalimat yang dilontarkannya menurutku sangat aneh.

“Emang sejak kapan kamu mendekatiku tanpa tendensi apa-apa?” Aku menatapnya tenang, meski dalam dadaku bergemuruh. Aku tidak pernah seberani ini padanya, tapi kurasa aku harus memutus semua rantai tarik ulur yang kami jaga bertahun-tahun.

Guilty (Un)PleasureWhere stories live. Discover now