14 | Lunatic

2.1K 330 258
                                    

Paru-parunya nyeri jika ia bernapas.

Semua menjadi rumit dan memburuk, apa yang sempat ia khawatirkan dulu akhirnya terjadi. Mata itu membuatnya sakit karena memandangnya dengan penuh luka. Ia bahkan ingin gila saat tatapan itu terus menghukumnya dengan perasaan bersalah.

Derap langkah belasan orang disertai teriakan semakin memekakkan telinga di belakang sana. "Tae! Kita tidak punya waktu lagi."

Gwangtae menarik pintu mobil hingga terbuka. Namun untuk terakhir kali, ia sempatkan memandang ke seberang sana sebelum mereka benar-benar pergi.

"Moon Gwangtae!!" peringatkan Jinyoung.

Gwangtae mengambil napas panjang. Begitu pria itu masuk, Jinyoung segera melajukan mobil bersamaan dengan sebuah bis kota yang melintas di samping mereka.

Bahkan hingga ujung jalan, pun ekor matanya tidak sudah mengamati sosok gadis yang lama-kelamaan mengecil kemudian menghilang.

Jinyoung berdeham. "Kau sedih?" tanyanya.

Gwangtae terdiam beberapa menit sebelum menghela napas lelah. "Tidak juga." Namun Jinyoung, orang yang telah menghabiskan seluruh hidup dengannya, tahu bahwa pria Moon itu tidak bicara sejujurnya. Mungkin memang tidak sepenuhnya merasa seperti itu, namun perasaan tersebut memang mengganggunya.

"Aku sudah katakan kemarin, aku saja yang ambil alih," ucap Jin. "Kita memiliki beberapa opsi untuk memasuki The Kims, jika kau ingat. Selain menyamar menjadi putera si tua Kim, aku juga teman kencan buta puterinya. Kemarin saat kami berkenalan, ternyata ia tidak buruk juga. Lumayan untuk gadis muda yang gampang jatuh cinta." Gwangtae mengepalkan kedua tangan diatas paha seraya memejam mata.

Jinyoung melirik pria Moon itu sekali lagi sambil melajukan mobil lebih cepat menuju Gyeonggi-do dimana kelompok mereka menunggu. "Tapi, aku memang harus melakukan ini." Gwangtae bicara kembali setelah berpikir cukup lama.

"Aku harus mengakhiri hidupku yang seperti ini, Kak. Tidak bisa selamanya begini. Ayah Lee telah berjanji, ini akan menjadi tugas terakhirku jika berhasil, dan beliau juga mengatakan akan memberi tahu dimana ibuku berada." Gwangtae memandang sebuah jalan kecil, dimana ia dan Soyoung pagi tadi baru saja dari sana. Ya, jalan menuju kuil tempat mereka berdoa untuk keselamatan, umur panjang serta hubungan mereka.

Ia meringis pahit. "Dan aku akan menjemput ibuku bersama Chaewon, setelahnya kami pergi ke tempat yang baru, dunia yang baru." Jinyoung mengangguk, semua yang Gwangtae katakan benar. Ia juga pernah bermimpi memiliki keluarga kecil dan bahagia di masa depan

Tidak bisa mereka hidup tidak normal selamanya. Kerap kali membahayakan diri bahkan orang terkasih, terus berpindah tempat dan mengganti identitas karena menghindari buruan pihak berwajib.

"Bagaimana dengan Leera?" tanya Jinyoung yang membuat Gwangtae terdiam kembali. Ia tidak memiliki jawaban akan hal itu. Keduanya hening hingga mereka sampai di sebuah area serupa gudang bekas tersembunyi. Dimana orang-orang telah berkumpul telah menunggu mereka.

"Kalian datang, anakku." Seorang pria tua muncul dari belakang mereka, mengenakan tongkat karena sebelah kakinya yang invalid. Pria itu masih terlihat gagah di usia yang ke 65 tahun, malah tampan. Orang-orang mengenalnya dengan Lee Mujin, pencuri elite paling dicari seantaro Korea. Banyak orang menyebutnya pria seribu bayangan, ia ahli menyamar dan begitu manipulatif. Memiliki anggota yang ia sebut sebagai anaknya untuk diberikan misi.

"Ayah, kami datang." Keduanya membungkuk hormat kala kakek tua itu mengambil tempat di depan mereka. "Kau mendapatkannya?" Gwangtae maju dan mengeluarkan sebuah benda dari sakunya. "Kau memang terbaik, anakku. Moon Gwangtae!"

[]

Soyoung menatap jauh dan nanar, kepada matahari yang mulai turun perlahan. Hampir setengah hari ia berada disini, dari langit masih berwarna biru terang hingga kini menjadi jingga dan mulai meredup.

Lies, Secrets and Untouchable Stepbrother Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt