Chapter 9: The Level S

1.5K 39 5
                                    

Yuka’s POV

            Angin malam memang tidak baik untuk tubuh. Menurutku, sih, tidak baik karena kurasa angin laut mulai membawa udara dingin dari samudera luas ke daratan. Apalagi kotaku berada tidak jauh dari pantai. Tapi entahlah. Itu kan hanya teoriku saja. Aku juga tidak sepintar itu jika membahas masalah geografi dan astronomi.

            Aku di sini. Duduk sendiri di atap sebuah rumah tepat di depan rumah Niall. Memperhatikan gerak-geriknya dari balik jendela bertirai transparan itu. yah, hanya sebuah bayangan yang bergerak mondar-mandir yang dapat kulihat. Aku mencintainya. Aku tahu itu.

‘Yuka, aku menyukaimu. Semenjak sepuluh tahun yang lalu…’

Argh, kenapa suara itu terus bergema di kepalaku! Hentikan, kumohon! Aku…

“Bodoh!” aku berteriak sekuat yang aku bisa. Kepalaku pusing memikirkan semua ini. Harry… kenapa kau sebegitu bodohnya? Kenapa kau baru mengatakan semuanya sekarang? Mengapa kau sangat bodoh, dasar bodoh! Dia teman terbaikku. Harry adalah teman terbaik yang pernah aku punya. Dia yang terbaik… sebagai temanku. Mengapa aku tidak pernah sadar. Mengapa aku tidak pernah sadar dengan semua gerak-geriknya. Seharusnya aku menyadarinya, dasar perempuan super bodoh! Aku telah menyakitinya. Menyakiti perasannya. Merusak pertemanan kami. Sekarang apa? Semuanya hancur! Rusak! Ingin rasanya aku mengulang waktu. Ingin rasanya aku mengubah takdir. Tuhan, kumohon. Kembalikan aku pada masa sepuluh tahun yang lalu. Kembalikan masa-masa di mana Niall belum mewarnai setiap hariku. Kembalikan masa-masa di mana aku dan Harry masih menjadi partner yang benar-benar saling melengkapi.

“Kau kenapa? Menangis?” tanya sebuah suara dari belakangku. Kulihat Gerald baru saja menyentuhkan kakinya di atas atap ini. Segera kuusap kedua mataku yang perlahan mulai berkaca-kaca.

“Nggak. Nggak kenapa-napa,”

“Ayolah, aku tahu semuanya,” Gerald duduk di sebelahku dan melihat lurus ke depan. Sialan. Kekuatan level S. aku benci itu. “Kau memperhatikan laki-laki itu lagi?” aku hanya mengangguk.

“Sebegitukah kau mencintainya?” tanyanya melipat kedua kakinya. Kurasakan wajahku mulai memerah. Aku kembali meangguk.

“Maksudku laki-laki di sana. Bukan si pirang itu,” lanjutnya membuatku bingung. Aku melihat ke arah Gerald. Matanya terfokus pada sesuatu di depan sana. Kualihkan pandanganku mengikuti pandangannya dan kulihat Harry sedang terbang menjauh bersama partner penggantiku.

“A-aku gak menyukainya!” aku berteriak keras. Jangan sampai Harry melihatku. Gerald hanya menatapku polos dengan kedua bola mata birunya. Perlahan dia mendekatkan dirinya denganku. Aku berusaha menjauh. Wajahnya tidak jauh dari wajahku. Apa maunya. Apa yang akan dia lakukan padaku. Kututup mataku dan kurasakan sebuah bisikan di telingaku.

“Kalau kau nggak menyukainya, kenapa detak jantungmu berdetak lebih kencang ketika aku menyebut namanya? Kenapa banyak sekali namanya di pikiranmu sekarang? Kau nggak akan bisa berbohong di hadapanku. Aku tahu semuanya, Yuka. Aku tahu semua perasaanmu padanya selama ini,” semua perkataannya membuatku semakin membatu ketika dia menjauhkan mulutnya dari telingaku dan kembali duduk seperti semula. A-apa-apaan ini. Aku tidak menyukai Harry. Aku suka Niall. Harry hanya temanku. Aku tidak boleh menyukainya!

Gerald memutar badannya dan duduk menghadapku. “Aku tahu kau menyukai si pirang itu. Aku juga tahu kau menyukai si keriting itu. Aku –“

“Aku nggak suka Harry! Aku nggak suka Harry… Aku…” air mataku tiba-tiba menetes dari sebelah mataku. Bodoh, kenapa kau harus menangis.

“Kau nggak bakal tahu, Yuka. Kau hanya melaksakan apa yang otakmu perintahkan. Hatimu hanya memberikan separuh perintah itu. Aku bisa melihatnya dari sini. Di hatimu ada dua nama yang berdiri kokoh. Niall dan Harry. Niall si manusia itu dan Harry si malaikat level A berambut keriting itu. Hatimu hanya menunjukkan rasa sayangmu pada Niall. Tidak pada Harry. Hatimu selalu menyembunyikan itu semua. Dia terkunci. Dan kau tidak pernah berusaha untuk membukanya. Kau nggak pernah mencoba membuka hatimu pada Harry. Kau nggak pernah berusaha membuka hatimu pada Harry sedalam dia membuka hatinya padamu. Kau hanya selalu menganggapnya sebatas teman. Kau nggak pernah menyadari bahwa kau sebenarnya mempunyai perasaan pada laki-laki itu. Atau bisa kubilang…. Kau nggak pernah ingin tahu kalau kau memiliki perasaan pada Harry,” air mataku mulai kembali turun dari mataku. Tapi aku merasakan sesuatu yang aneh. Mata kiriku tidak mengeluarkan air mata. Hanya mata kananku yang mengalir.

Voice of The SkyWhere stories live. Discover now