Chapter 7: Death

1.6K 35 2
                                    

Harry’s POV

“Halo Tuan Styles. Apa yang anda lakukan di sini sendiri?” tanya sebuah suara yang berdiri tak jauh dariku.

“Berhentilah bersikap sok formal, Lou,” balasku pada laki-laki bermata biru yang terus tersenyum tanpa henti. “Aku nggak ingin bercanda,” lanjutku lalu kembali menundukkan wajahku.

“Hm? Memangnya ada apa? Tumben kau seperti itu. Biasanya selalu berisik. Apa lagi dengan Yuka,” balasnya melipat kedua tangannya di dadanya. Nama itu lagi.

“Kau jangan berpura-pura nggak tahu, Mr. Tomlinson. Kau punya kekuatanmu sendiri,” lanjutku. Ya, memang. Setiap malaikat level A yang memiliki poin lebih diberi sebuah kemampuan khusus oleh bos. Kalian bisa memilih dan meminta kekuatan yang kalian inginkan. Sedangkan Louis, di antara kami berempat, aku, dia, Zayn, dan Liam, baru Louis yang berhasil mendapat poin lebih sehingga mendapatkan kekuatan yang dia inginkan. Membaca pikiran. Hebat.

“Baiklah aku menyerah untuk membodohimu. Jadi, ada apa dengan Yuka? Kau cemburu lagi melihatnya dengan Niall?” tanyanya langsung ke inti topik.

“Um, ya… kurasa,” balasnya berdiri dari tempat duduk dan mulai berjalan menyusuri lorong bersama Louis.

“Hah, dasar. Hei, kau masih punya kesempatan. Lagi pula kan sebulan lagi–“ PLAK. Tamparan keras dari tangan kananku mendarat di pipi kiri Louis. Wajahnya terlihat sangat terkejut.

“Jangan kau gunakan kematian Niall sebagai sebuah alasan!” teriakku masih penuh emosi. Louis mulai memalingkan wajahnya.

“Maaf, bukan maksudku unyu bicara begitu….” Suasana tiba-tiba menjadi sunyi. Tidak ada di antara kami berdua yang mulai membuka sebuah percakapan ataupun menggerakkan anggota tubuh.

“Uh, Lou, aku bingung harus melakukan apa,”

“Maksudmu? Bingung karena Yuka atau Niall?” Louis menaikkan sebelah alisnya lalu kembali duduk di sebuah sofa merah.

“Keduanya kurasa,” balasku. Louis hanya terus menatapku aneh. “Um, yah, kau tau kalau aku suka Yuka. Aku ingin melihatnya bahagia. Tapi aku…”

“Cemburu. Lama banget kau mengucapkan kata itu doang,”

“Oke, aku cemburu. Yuka begitu menyukai Niall,”

“Dan Niall? Dia suka Yuka juga?” tanya Louis membuatku terdiam sesat. Kubanting tubuhku di atas sofa.

“Entahlah. Aku nggak pernah bisa membaca gerak-gerik dan pikirannya,” kutatap Louis. Kurasa dia mengerti maksudku.

“Jujur saja, keriting, aku pernah beberapa kali berusaha untuk membaca pikiran laki-laki bermata biru itu. Dan yah, semua usahaku gagal,”

“Mungkin kau sedang gak konsentrasi?”

“Bodoh, ratusan kali aku sudah berusaha membaca pikirannya. Bahkan sampai pagi ini aku masih gagal,”

“Pagi ini? Kapan? Di mana?” tanyaku sedikit merasa aneh.

“Pagi ini di rumah sakit. Bahkan aku melihatmu menangis, hahahaha,” tawanya keras. Sialaaaaannnnn!

“Mengapa kau sangat penasaran dengan aktivitas seseorang, sih, bodoh?!” seruku dengan wajah memerah menahan malu.

“Bukan urusanmu, wee,” Louis memeletkan lidahnya. Ingin rasanya kutarik keluar lidah itu.

“Harry! Louis!” teriak seseorang yang berdari menuju ke arah kami. Itu Yuka.

“Yuka? Apa yang kau lakukan di sini?” tanyaku padanya.

“Dasar idiot! Kan kau yang menyuruhku kemari!” omelnya dengan wajah sedikit kesal dan aneh. Oh iya, aku merasa bodoh…

Voice of The SkyOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz