Indonesia, 2029 Abdi Sankara berusaha melarikan diri dari kejaran hukum atas kejahatan yang tak pernah ia lakukan. Ia memilih menjadi buronan ketimbang kacung Pak Presiden yang menitahkannya untuk menghentikan penyidikkan dugaan kasus korupsi besar-besaran yang melibatkan besan si Kepala negara. Memilih untuk tidak turut serta atas konspirasi yang dibuat, Abdi lantas bermain kucing-kucingan dengan para apparat. Setidaknya sampai pemilihan umum usai diselenggarakan dan dia bisa bernapas lega ketika pasangan calon yang ia harapkan memenangkan pilpres. Namun, bagaimana jika dalam hari-hari yang menentukan itu, kematian terus saja mengintainya? Ayahnya sudah menjadi korban, dan Abdi tidak akan bisa mati dengan tenang jika ia tidak sempat membuka kasus korupsi dan kejanggalan kematian ayahnya itu. Kehilangan satu-satunya manusia yang ia sayang membuat Abdi begitu bernafsu untuk memenangkan permainan sembunyi-sembunyian ini. Dia akan menuntaskan kesumatnya kepada Sang Presiden, meskipun ia harus mengorbankan banyak hal dari dirinya. Bukan perkara mudah untuk membongkar konspirasi dan kasus pelanggaran ham yang melibatkan politik tingkat tinggi. Abdi bisa saja menuruti titah sang presiden, dan menjilat kakinya kalau perlu. Tapi dia memilih mati daripada melakukan itu. Abdi melakukan semua ini bukan hanya semata-mata karena idealisme. Tidak. Ini lebih dari itu. Ini adalah dendam kesumat yang harus dibayar lunas oleh Sang Presiden.