Merapi Membara, Sambungan dar...

By IgnDwiatmoko

3.6K 105 47

Ini adalah cerita sambungan dari Bara Asmara di Kaki Bukit Menoreh. Kisah cinta, berbalut sejarah dan beberap... More

Ontran Ontran Menoreh
Bab 2
BAB 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
BAB 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20

Bab 16

87 4 0
By IgnDwiatmoko


Srintil, heran khayalannya meronta - ronta ketika bicara tentang kekagumannya pada Joko Nunggal. Dan selalu saja lamunannya tentang perasaannya dan hasrat mudanya yang memang kadang datang tanpa diundang. Selain peristiwa bulanan yang menguras tenaganya, ia juga kadang dikepung oleh hasrat alami yang dimiliki manusia, sejak zaman purba naluri itu sepertinya susah terelakkan. Selalu ada ketertarikan pada lawan jenis.

Mungkin saja perempuan lebih bisa menyembunyikan hasrat itu, namun bukan berarti akan terbendung. Ada saatnya hasrat meronta dan ia membiarkan dirinya terjebak dalam hasrat itu dengan berkhayal hingga akhirnya ia bergetaran dan merasakan kenikmatan yang dirindukan.

Srintil, adalah perempuan yang beranjak dewasa, tubuhnya sedang matang – matangnya dan hasrat tentang cinta dan naluri purbanya susah terbendung. Tapi situasi saat ini tidak memungkinkan. Situasi sedang genting dan ia harus siap membantu pengungsi tenang. Merapi rupanya mulai mereda amarahnya. Mereka menunggu sampai tidak ada gejolak lagi. Sudah semalaman para pengungsi hanya duduk di pategalan, perutnya mulai keroncongan, rasa haus mulai naik ke kerongkongan, sementara persediaan air bersih menipis. Hampir semua air dan aliran sungai keruh dan bercampur dengan abu Merapi. Tentunya tidak memungkinkan air diminum, bisa – bisa mereka malah keracunan. Satu – satunya cara adalah mencari ke rumah penduduk, simpanan air yang ada di dapur yang ditampung di tempayan atau gerabah. Yang tertutup dan tidak terkena abu.

Ada caranya lagi adalah dengan mengambil kelapa di pohon. Tapi siapakah relawan yang mau naik memanjat kelapa?

Salah seorang dari pengungsi meskipun terlihat lelah dan lemas mau naik. Ia terbiasa memanjat kelapa di desanya. Dengan cekatan ia naik memanjat pohon kelapa. Hampir seluruh kelapa baik yang muda maupun yang tua berjatuhan. Rasanya cukup untuk sedikit menolong rasa lapar dan haus.

Srintil takut jika kelaparan maka emosi naik dan mereka saling berebut makanan yang hanya sedikit. Maka ia harus memikirkan apa yang mereka lakukan untuk makan saat matari merangkak di pucuk langit. Tidak mungkin ada warung dan penjual makanan keliling, mereka pasti sudah lari atau bersembunyi di rumah masing - masing.

Bencana alam selalu merepotkan manusia, mereka tiarap dan diam di rumah bagi mereka yang jaraknya cukup jauh, lari tunggang langgang jika tempatnya ada di dekat pusat bencana. Bahkan bisa dipastikan kalau mereka yang ada di dekat bencana tidak sigap mengungsi, maka mereka tinggal sejarah, menjadi korban dari bencana. Bisa dibayangkan bahwa lava dan awan panas itu akan membuat manusia gosong dan akhirnya menjadi debu. Rohnya pindah ke dunia lain dan menjadi warga Merapi yang susah dilihat oleh mata biasa manusia, hanya orang tertentu yang mempunyai kemampuan untuk melihat roh jin dan makhluk dari alam lain.

Di Merapi ada istilah mati kalap. Mereka hilang tanpa jejak. Kata orang ia pindah ke dimensi lain. Setelah bencana para korban ada yang akhirnya bedol desa, sebab desanya hancur lebur, lenyap dan hanya muncul padang pasir, dan bebatuan yang tersisa. Tidak mungkin tinggal di situ dan ia harus mencari tempat yang masih luas dan aman untuk bisa mendirikan bangunan. Namun pasti tidak semudah itu.Sebab banyak tanah sudah dikuasai oleh Kerajaan atau kesultanan Mataram. Kalau mau mendirikan rumah harus ijin. Bisa jadi mereka yang tidak mempunyai tempat tinggal akan ditampung di tanah perdikan.

Hampir sepanjang tahun Merapi pasti berulah dan penduduk di sebelah menyebelah gunung sudah hapal. Tapi mereka tidak pernah takut untuk kembali. Sebab selalu setelah bencana berbagai ganjaran rejeki datang, petani semangat lagi bercocok tanam karena dipastikan tanahnya subur makmur. Maka meskipun disarankan pindah mereka tetap kembali dan selalu kembali.

***

Joko Nunggal menemukan kampung terdekat. Dengan mengetuk pelan – pelan Joko Nunggal memastikan ia harus sopan pada mereka.

"Siapa?"

"Saya, salah satu pengungsi letusan Merapi."

Seseorang terdengar mendekat ke pintu. Pelan – pelan membuka pintu dan mempersilahkan masuk.

"Boleh tahu Kisanak punya keperluan penting."

"Ya, langsung saja ya bapak, saya salah satu pengungsi yang ingin membantu mereka yang saat ini istirahat di sebuah pategalan kurang lebih 4 kali sepelemparan tombak. Mereka hanya membawa badan dan terburu – buru keluar dari daerah bencana. Kami memerlukan pertolongan darurat terutama masalah makan dan minum yang tidak sempat kami pikirkan. Bisakah warga sini menolong mereka. Kalau saya tidak masalah karena sebetulnya saya hanya pendatang yang menolong mereka menjauh dari bencana."

"Oh, sebaiknya Kisanak saya antarkan ke kepala dusun di sini. Hari ini sebagian penduduk lebih banyak di rumah. Mereka takut keluar karena bencana Merapi. Takutnya mungkin terkena debu yang membuat pedih mata. Sudah terbiasa kami membantu para pengungsi. Kami siap menampung mereka karena mereka adalah saudara kami juga."

"Terimakasih. Bapak."

"Baiklah mari kisanak saya antarkan ke rumah Kepala Dusun."

"Mari."

Joko Nunggal dan lelaki yang namanya Sarju itu mendatangi kepala dusun. Kurang lebih cuma ratusan langkah. Mereka disambut kepala dusun. Langsung Kang Sarju menyampaikannya ke kepala dusun.

"Sebaiknya, Nak Joko. Para pengungsi itu dibawa ke sini saja, tidak jauh khan kami akan mendirikan dapur umum untuk membantu mereka supaya bisa makan teratur, sebelum mereka siap kembali ke rumah mereka yang terkena bencana."

"Silahkan Nak Joko kembali ke lokasi pengungsian sementara itu, bawa ke sini. Oh, Kang Sarju, kamu ikut nak Joko. Kami akan menghubungi warga agar siap – siap menyambut mereka."

"Baik, Pak Bayan, saya ikut bersama nak Joko ini."

Joko Nunggal dan Sarju akhirnya kembali sebentar ke rumah Kang Sarju. Kang Sarju pamit mau mendatangi pengungsi pada istrinya. Setelah pamit segera bergegas mereka menuju ke tempat pengungsian.

Jalan setapak dilalui oleh kedua orang itu dan tidak seberapa lama mereka bisa menemui para pengungsi itu yang tampak duduk – duduk setelah sedikit minum air kelapa dan buahnya.

Sarju merasa kasihan dengan keadaan para pengungsi yang hanya membawa perbekalan seadanya. Bahkan ada yang hanya memakai baju yang melekat di badannya saja.

"Maaf, ya Kang kalau seandainya kami merepotkan kalian, kami terpaksa makan dan minum buah kelapa di depan, siapa tahu ada yang punya."

"Oh, tidak usah dipikirkan. Sebagai sesama ciptaan Tuhan wajib manusia untuk saling tolong menolong. Kami juga sering dibantu kok dengan masyarakat pegunungan yang memberi pasokan kayu bakar yang sangat diperlukan untuk memasak makanan."

"Terimakasih, kami selama beberapa hari akan merepotkan dusun panjenengan karena kami butuh tempat untuk berteduh dan sekedarnya."

"Tidak usah dipikirkan, kewajiban kami membantu. Untuk itu siap – siap saja panjenengan sedoyo menuju dusun kami, tidak jauh kok."

Akhirnya para pengungsi itu bersiap – siap untuk melakukan perjalanan menuju dusun terdekat. Mereka melangkah dengan bergegas, namun ada beberapa orang tua yang tidak bisa berjalan cepat, dengan saling bergantian mereka menggedong orang tua yang kepayahan ketika berjalan. Srintil mendekat ke Joko Nunggal.

"Apakah mereka siap menampung kita, Kakang."

"Tenang, mereka menyambut kita.Kamu tidak usah khawatir.Oh ya Srintil kamu sudah makan."

"Sudah, kami makan buah kelapa dan minum airnya. Lumayan buat mengganjal perut kami yang keroncongan, Kakang sendiri sudah makan belum."

"Tadi di kepala dusun sempat disuguhi singkong. Saya makan sedikit. Ya sudah yang penting kita harus memastikan mereka bisa makan hari ini. Masalah lain kita pikirkan belakangan."

Kembali sambil berjalan Srintil dipenuhi oleh angan – angan dan khayalan, tidak terasa jalan yang penuh dengan debu dan jalan kecil tegalan membuat setiap orang harus memperhatikan jalannya. Srintil orangnya gesit, tapi saat melamun dan pikirannya penuh, terkadang tersandung dan hampir jatuh tersungkur.

"Srintil, Kamu itu kalau jalan jangan sambil melamun, jangan – jangan kamu ingat kekasihmu di dusunmu."

"Ih, Kakang. Siapa pula yang punya pikiran tentang kekasih, siapa yang mau sama saya."

"Wah, banyak dong, kamu itu khan cantik, manis dan cekatan siapa yang tidak mau hayooo."

Bersemu merah pipi Srintil mendengar pujian Joko Nunggal.

"Termasuk kamu khan Kakang." Srintil berkata pelan.

"Kamu tadi ngomong apa kok tidak jelas."

" Eeee ,,,, enggak aku tidak ngomong apa –apa. "

"hahahaha..... aku tahu... tapi nanti aku perlu waktu untuk ngobrol khusus denganmu."

Tambah merah muka Srintil dan ia hanya berjalan sambil tertunduk. Malu rasanya perasaannya diketahui Joko Nunggal.

Continue Reading

You'll Also Like

49.6K 5.3K 45
Derau; Bunyi gemuruh hujan dibawa angin.
525K 78.6K 109
"Became the Most Popular Hero is Hard" adalah judul novel yang saat ini digemari banyak pembaca karena memiliki visual karakter dan isi cerita yang m...
149K 11.4K 39
[COMPLETE] ✓ #1-qiankun (07/01/21) #3-Jaehyun (23/02/21) Warning 🔞 "She's virgin, have fun!"
Jenderal's Wife By rumira

Historical Fiction

292K 21.5K 24
Oliver Maxcmilian Grant, merupakan Jenderal paling di takuti di kerjaan Engrasia yang di kenal sangat tegas dan kejam dalam membasmi musuh musuhnya...