He's Dangerous

By wanodyakirana

9.9K 2.1K 7.1K

[Mature Content] "Jung, kau memang berbahaya." Nyatanya, Jeon Jungkook memang sinting. Lebih dari apa pun, Le... More

2. Treason
3. Risk
4. The Plans That Failed
5. Circulation Of Money
6. Jungkook is Back
7. The Quandary
8. Who is He?
9. Hiraeth
10. Craftiness
11. Tacenda
12. Bamboozle
13. Strange
14. Peace Agreement
15. Decero: Start From Zero
16. Bae Soora's Death
17. Hidden Facts
18. Leira Becomes A Suspect
19. He's Dangerous
20. Traitor's Neighbor
21. The Right Hand
22. Feeling Relieved
23. The Last Wedding Gift
24. Now It's All Over
25. Wherever I May Go

1. Comfort

1.6K 220 522
By wanodyakirana

Entahlah, ini sedang apa. Leira tidak bisa mendeskripsikan dengan tepat apa yang sedang mereka lakukan sekarang. Begini—pertama, ada senter yang menyala. Kedua, mereka bergelung di dalam selimut. Ketiga, mereka terkekeh bersama. Kebiasaan yang tak akan pernah hilang, dan tak akan pernah bosan untuk dilaksanakan.

Menonton film di dalam kegelapan yang mereka ciptakan.

Awal mulanya, Jeon Jungkook yang mengusulkan ide ini. Ia mengajak istrinya untuk melihat drama di dalam selimut. Awalnya juga, Jung hanya coba-coba saja, tidak tahu kenapa, ia malah ketagihan, begitupun istrinya. Katanya, lebih seru menonton drama di dalam selimut daripada di bioskop. Karena, ada sensasi tersendiri yang mereka ciptakan.

"Ini yang kumalas darimu. Jangan meraba yang tidak-tidak, Jung!" protes Leira. Tidak sekali Jung begini, mungkin ini sudah kesepuluh kalinya, sampai-sampai Leira lelah mengingatkan.

Alih-alih menanggapi Leira protes, Jung malah tertawa kecil. Tangannya beralih mengusak rambut Leira hingga berbuah decakan kecil yang mengudara dari mulut istrinya. Oh, lagi-lagi, Jung membuat jengkel Leira di tengah malam sunyi ini.

Perlu digarisbawahi, Jung sangat jail.

"Kita akhiri menonton film malam ini. Aku mengantuk, mau tidur." Leira mematikan laptop. Lalu, membuka selimut, dan menyalakan lampu di atas nakas.

"Kau ini kebiasaan. Selalu saja memutuskan apa pun secara sepihak, padahal aku belum menyetujui untuk mematikan filmnya," decak Jung.

Leira tidak peduli Jung mengomel. Ia membenarkan posisi bantal, lalu menggelung tubuhnya dengan selimut. Sedangkan Jung hanya melongo, saat melihat Leira mengabaikannya. Tidak semudah itu tidur nyenyak. Nyatanya, Jung menarik tangan Leira hingga istrinya duduk. Sontak Leira terkejut dan mengumpat. "Sialan. Gila, kau tidak bisakah membiarkanku tidur nyenyak?"

Tawa Jung mengudara. "Salah sendiri mengabaikanku."

"Jung, tolong, tutup mulutmu. Aku sudah mengantuk dan ingin tidur." Super susah sekali mempunyai suami bertipe seperti Jung ini. Amat mendominasi. Terkadang jail, terkadang manja, terkadang manis, dan terkadang pahit. Seperti bunglon, selalu berubah-ubah sesukanya.

Tanpa instruksi, Jung merapatkan pinggang Leira, membuat wanita itu gugup seketika. Perlahan, Jung memainkan helaian rambut Leira, lalu menyisipkannya ke belakang telinga. Leira menelan ludah samar ketika Jung mulai mendekatkan wajahnya.

Leira memejamkan matanya, membiarkan Jung mendekatkan wajah mereka atau lebih tepatnya—menjamah bibir ranum milik istrinya. Leira merasa jika wajah Jung semakin dekat, sampai-sampai ia meremas sprei saking gugupnya. Ternyata Jung hanya sekedar meniup wajah Leira tanpa menyentuh barang sedetik pun.

Hal itu sukses membangkitkan rasa kesal Leira. Padahal, ia amat merindukan sentuhan dari seorang Jeon Jungkook. Entah apa yang terjadi, akhir-akhir ini Jung berbeda. Kini suaminya jarang menyentuhnya, bahkan tak pernah sekalipun mengajak bercinta. Selalu saja Leira yang meminta kepuasan, memang benar—Jung mengiyakan, namun Jung tak pernah melaksanakan.

Percuma mengingat kejadian semalam yang membuat Leira merajuk hingga saat ini. Harus terima kenyataan, kalau semalam Jung hanya jail padanya. Suaminya itu tidak merasa bersalah, padahal sudah diberi kode keras oleh Leira. Tetapi, Jung tidak peka.

Lebih baik segera menata meja makan daripada melamun tidak jelas. Selagi Jung masih bersiap di kamar, Leira sedang menyiapkan sarapan untuk suaminya sebelum pergi ke kantor.

"Heh! Kenapa buru-buru sekali, sih? Makan dulu sebelum pergi, Jung," panggil Leira saat melihat Jung memasang jas dengan cepat tanpa mau singgah ke dapur sebentar.

Jung memutar badan saat suara Leira masuk ke rungunya. Ia hampir melupakan sarapan. Ah, ralat, susu maksudnya. Jung tidak bisa pergi ke kantor tanpa meminum susu. Baginya, susu adalah imun tubuh yang membangun semangatnya. Agak aneh juga, biasanya orang dewasa rata-rata minum kopi atau teh di pagi hari, kalau Jung lebih memilih susu. Bahkan, sebelum tidur ia juga harus meminum susu.

"Hampir saja lupa." Jung duduk dengan nyaman.

"Dasar pelupa!" ejek Leira.

Leira menatap Jung, gugup. Ia ragu ingin bertanya atau tidak. Ia tidak tahu ini situasi yang tepat atau tidak. Leira takut, karena belum tentu Jung merespons dengan baik. "Hm, soal kemarin, apa kau masih mempertimbangkannya?"

Well, Leira menyesal telah bertanya. Jung sama sekali tidak peduli, sekedar menganggukkan kepala saja tidak, apalagi bicara. Membiarkan beberapa detik berlalu, akhirnya Jung menatap Leira. "Akan kuusahakan." Lihatlah, Leira tersenyum sumringah.

Kalau boleh jujur, Jung ingin sekali membantu istrinya. Namun, situasi lagi-lagi merumitkannya. Di satu sisi, Leira terus bertanya masalah yang sama. Di satu sisi, Jung juga butuh uang banyak demi menutupi hutang perusahannya agar tidak diambang kebangkrutan.

Dari segi ekonomi pun, mereka terbilang cukup. Tidak miskin, juga tidak terlalu kaya. Kalau seandainya Leira meminta uang dengan nominal puluhan juta, mungkin Jung akan memberikan tanpa keberatan. Masalahnya, yang diminta Leira itu sepuluh milliar untuk mengembangkan restoran miliknya.

Bisa diakui juga, Jung memang dari keluarga amat kaya raya. Namun, orangtua Jung tidak serta-merta mewariskan seluruh harta kepada anak tunggalnya ini. Lebih banyak didonasikan ketimbang diberikan kepada Jung. Keputusan sang orangtua, pun diterima Jung dengan lapang dada.

"Sebentar, dasimu belum rapi." Leira langsung membenarkan dasi Jung yang sedikit miring ke kiri. Jung tersenyum manis, pun mencium kening Leira sebelum masuk ke dalam mobil. "Hati-hati. Jangan pulang terlalu malam, Sayang."

"Aku berangkat dulu. Jaga dirimu, Sayang," ucapnya sebelum lenyap dari pandangan Leira.

Wanita itu bersidekap sambil menunggu mobil suaminya menjauh. Menarik napas dalam, sekon berikutnya senyum Leira mengembang. Saat ia membalik tubuhnya, Leira dikejutkan dengan kehadiran seorang wanita yang tengah berdiri di belakangnya sambil melambaikan tangan. Wanita ini belum pernah Leira temui, agaknya dia baru pindah kemari.

Dia tersenyum manis. "Seo Dalmi, tetangga barumu." Dalmi mengulurkan tangan.

"Park Leira. Sejak kapan pindah kemari? Aku baru melihatmu hari ini saja soalnya," balas Leira tak kalah ramah.

"Kemarin malam. Aku belum sempat menyapa penghuni di sini, baru kau saja yang pertama kali kukenal." Leira mengangguk, pun menyodorkan secangkir teh setelah mereka masuk ke dalam rumah Leira. Dalmi mengimbuhi, "Omong-omong, yang tadi itu suamimu? Dia tampan, cocok sekali denganmu yang cantik," pujinya terang-terangan.

Leira hanya terkekeh. "Iya. Dia suamiku, Jeon Jungkook. Kami sudah menikah selama empat tahun. Kalau kau, tinggal dengan siapa? sendiri?"

Dalmi menggeleng. "Bersama suamiku juga, Kim Taehyung. Dia sudah berangkat tadi pagi karena ada meeting mendadak."

Selang beberapa menit, Leira mendengar suara knalpot mobil yang terparkir di depan rumahnya. Agaknya, Jung pulang lagi. Mungkin suaminya itu meninggalkan barang yang membuatnya harus pulang kembali.

Leira beranjak guna membukakan pintu. "Sayang ... kenapa kau pula—" Mata Leira terbelalak lebar. "Ji-Jimin?" Sumpah. Leira terkejut dengan keberadaan Jimin yang tiba-tiba mendatangi rumahnya.

Jimin melipat tangan, menyenderkan punggungnya ke pintu. "Secinta itukah, dirimu pada Jungkook?"

Leira mendekat ke arah Jimin. Wanita itu berjinjit, membisikkan sesuatu di telinga Jimin dengan suara sangat pelan sekali. "Sedikit, lebih banyak untukmu."

Oh, tentu saja Jimin langsung memberikan senyum menawannya. Sehingga kedua mata itu lenyap membentuk bulan sabit, ciri khas Jimin sekali. "Ada siapa? Kenapa berbisik?" Jimin penasaran.

"Tetangga baru."

Leira sedikit terkejut saat Dalmi tiba-tiba berada di sampingnya. Wanita itu tersenyum, lalu memeluk Leira sebentar, dan berpamitan pulang. "Terima kasih atas waktu luangnya. Kapan-kapan aku berkunjung lagi, ya!" Dengan senang hati Leira akan menerima kunjungan Dalmi kembali.

Jimin berdeham. Merasa situasi sudah aman, dan tidak ada orang lain selain mereka berdua, Jimin mengelus pipi Leira. "Aku merindukanmu, makanya datang ke sini tanpa mengabari." Jimin menghela napasnya. "Jadi, kekasih tampanmu ini tidak perlu disuruh masuk dan duduk, begitu?"

"Jim, tumben sekali kau merindukanku? Ah, tunggu, kau merindukanku atau merindukan tubuhku, hm?" cetus Leira, ia mengangkat satu alis.

Jimin menggaruk belakang tengkuknya. Serindu-rindunya Jimin pada tubuh Leira, tapi sumpah—Jimin lebih merindukan Leira berada di sampingnya ketimbang saat melakukan seks di atas ranjang. Daripada Jimin bergeming dan tidak tahu harus menimpali apa, lebih baik pria itu segera merangkul bahu Leira, lalu masuk ke dalam. Tidak enak jika ada tetangga yang melihat kemesraan mereka.

Bisa diperjelas, kalau mereka sering berselingkuh di rumah saat Jung tidak ada.

Jimin mendesah ketika berhasil merebahkan tubuhnya di sofa. Pun, menarik Leira ke dalam dekapannya. "By the way, keputusan suamimu ada perkembangan atau tidak?"

"Akan diusahakan, katanya. Aku tidak tahu pasti dia akan memberikan uang itu atau tidak, tapi Jung tidak pernah sekalipun menolak permintaanku. Seandainya dia jadi memberikan uangnya padaku, nanti kita akan pergi bersama, kok."

"Ya sudah, jangan dipikirkan dulu. Kau ada sampanye? Rasanya sudah lama sekali kita tidak minum bersama, hm," saran Jimin, tangannya tak berhenti memainkan rambut Leira. Kepala wanita itu menengadah, mengamati Jimin seksama.

Agaknya, wanita itu setuju dengan Jimin. Lama sekali mereka tidak minum bersama, lagi pula mereka sekarang jarang bertemu. Ini kesempatan emas untuk menghabiskan waktu berdua dengan Jimin di rumah. Minum sampanye sambil menghitung pemasukan dari restoran Leira, kurang lebih bulan ini untung dua kali lipat. Mau mengingatkan juga, jika Jimin bekerja sebagai manajer di restoran kekasihnya.

Rupa-rupanya, ada yang mengacaukan kemesraan mereka. Sialan. Ternyata mobil Jung masuk ke dalam garasi, suami Leira pulang di saat yang tidak tepat. Sontak Leira mendorong Jimin untuk mencari tempat persembunyian agar tidak ketahuan Jung.

Jimin sempoyongan berlari mencari tempat, bingung mau bersembunyi di mana. Akhirnya, Jimin masuk ke dalam ruang penyimpanan sepatu.

Leira terlihat santai saat Jung baru membuka pintu. Berlagak terkejut ketika suaminya pulang mendadak. "Ada apa? Kau tadi baru berangkat, dan kenapa pulang lagi?" Di balik ketenangannya, Leira mati-matian menyembunyikan rasa gugup. Bahkan, ia tak segan menggerutu di dalam batin atas kepulangan Jung.

"Dompetku ketinggalan di kamar." Jung berlari ke kamar dengan cepat. Leira mengembuskan napas lega. Setidaknya, ia ada jeda untuk mengeluarkan kegugupannya. Semoga saja, Jung lekas ke kantor dan tidak menyadari ada sesuatu yang janggal.

Jung mencium kening Leira lagi, hendak pergi, namun mengurungkan niatnya. "Ada tamu yang datang? Mobil di depan milik siapa?" Baiklah, doa Leira agaknya tidak dikabulkan Tuhan.

"Tidak ada. Aku juga tidak tahu mobil itu milik siapa," jawabnya santai, sedikit gugup juga.

Jung menyipitkan matanya. "Kau habis minum sampanye dengan siapa? Gelasnya kok ada dua."

Tetap tenang, pelan-pelan Leira memikirkan alasan yang masuk akal di kepala. "Ah ... aku minum sendiri, kalau gelasnya tadi kemasukan lalat. Jadi, aku mengganti gelas yang baru."

"Kalau begitu, aku berangkat dulu. Hari ini mungkin aku lembur, kau tak apa sendirian di rumah, Sayang?" Jung membelai lembut rambut Leira. Sebenarnya, Leira tak apa ditinggal sendirian, lagi pula ada Jimin yang menemaninya. Lantas Leira mengembuskan napas panjang, saat Jung sudah benar-benar pergi dari rumah ini. Kali ini Dewi Fortuna sedang berpihak padanya, seandainya tidak, bisa-bisa pernikahannya dengan Jung berakhir detik ini juga.

Jimin pun ikutan lega. Setidaknya, sampai detik ini, Jung tidak tahu jika istrinya sedang menjalin hubungan dengan teman dekatnya. Memang, Jimin teman dekat Jung dari zaman SMA.

Continue Reading

You'll Also Like

Menik (Completed) By Dee_ane

Historical Fiction

82.5K 15K 53
19 Oktober 2022 --> short list The Wattys Award 2022 genre historical fiction 19 Nov 2022 --> Winner The Wattys Award 2022 genre historical fiction D...
1.3K 228 5
Suatu hari, di mana Marion hampir mati sore itu, Taehyung datang bagai tokoh heroik yang menyelamatkannya. Tidak sulit baginya untuk jatuh cinta pada...
288 54 7
Sepenggal kisah rumit dan pelik antara Jean dengan laki-laki bernama Taehyung. 100% murni tulisan tangan author
8.6K 1K 5
Di tengah gejolak panas dunia bisnis, Hasa yang dianggap sasaran empuk, suatu hari membawa seorang pria berpakaian serba hitam yang diperkenalkan seb...