Arrogant vs Crazy

By yurriansan

790K 72.9K 3.3K

Cari duit tidak segampang yang ada di drama atau novel. Dalam dunia khayalan, perempuan bisa jadi 'barang ma... More

1||Siapa yang Mendesah di Kamar
2. Lepas Perawan jadi Jutawan
3. Day 1
4. Viano Gila
5. Pernyataan Perang
6. Senjata Makan Tuan
7. Raja
8. Ngobrol Sama Bocil
9. Ternyata, Dia Bapaknya
10. Ribut Terus!
11. Makan Bareng, Jangan?
12. Anak atau Ibu
13. E kuadrat K
14. Kejam Amat, Pak!
14. Tidak Bisa Akur
15. Ini Lembur?
Please, Jangan Baper!
18. Viano Marah
19. Gantian Marahnya
20. Beneran Mundur
21. Saingan
22. Inspeksi
23. Hak Mutlak untuk Sombong
24. Pillow Talk
25. Titip Raja
26. Misalkan
27. Viano lagi Kesambet
28. Kasihan si Kevin
29.Pada Ajak Jalan
30. Diam-diam Bucin
31. Bospret Dilema
Ayah yang Baik
33. Tipe Suami Idaman
34. Masalah Goyang
35. Kualat sama Viano
36. Kalah sama Nasi Padang
37. Sama-sama Jomlo
Siapa yang Bego?
Kita Udah Kawin, Pak?
41. Kenapa pada Tegang?
42. Si Bos Lagi Sedih
43. Saya Suka Sama Bapak
44, si bos memang sadis
45. Mau Romantis, ada aja Halangannya
46. Masih Ditunggu, lho!
47. Bapak Tega, deh!
48. Mirip Drama Korea
49. Namanya Nesta!
50. Kalian Kenapa?
51. Viano Sudah Tua
52. Sudah Tua, tapi Puber
54. Entahlah
55. Dipermalukan
56. Ayo Kita ....
57. Masih Saja Susah
58. Baik-baik saja, 'kan, Pak?
59. Takut Kehilangan Bapak
60. Ivan Kejang-kejang
61. Panggil 'Mas' aja, Gimana
62. Ini Calonnya, Pak
63. Damai sama Lusi
64. Bulan Madu bukan Transmigrasi
65. Fix, Serombongan
66. Menuju akhir
67 Ceritanya Mau Malam Pertama
68. Sejak Bunyi Pertama
Promosi Gooddreamer
Gabung grup wa
Haruskah Ivan Mengejar Lusi?

53. Diundang ke Pesta Mamanya Viano

7.6K 755 12
By yurriansan

"Seneng amat." Kevin berkomentar soal Nesta yang kelihatan kegirangan setelah bertemu Viano.

"Gimana nggak seneng," katanya sambil berjalan menuju meja kasir. Menyimpan lebih dulu di laci bawah meja map coklat yang tadi dia terima.

"Aku baru bebas dari bencana kelaparan, Vin."

"Emang, itu apa?" Mata Kevin menyorot pada laci bawah meja, tempat di mana Nesta menyimpan yang dia pegang tadi.

"Ijazah yang ditahan di perusahaan Pak Viano." Nesta berjoget kegirangan.

"Berarti udah aman, dong, dari utang perusahaan?"

Nesta mengangguk dengan senyum semringah.

"Selamat, ya, kalau gitu. Aku ikut senang."

"Makasih, Vin."

Nesta benar-benar harus bersyukur atas apa yang dia dapat hari ini. Hampir saja dia mau minta jatah mie menjelang kadaluarsa ke Kevin. Harganya bisa diskon 30%. Lumayan, 'kan, buat stock satu bulan ke depan.

"Berarti, habis ini kamu bisa cari kerja di tempat lain yang gajinya lebih besar, Nes."

"Kayaknya aku nggak bakal cari kerja di tempat lain, deh. Soalnya udah nyaman banget kerja sama kamu."

"Oh, ya?" Kevin menaikkan dua alis.

"Yang paling penting sekarang, ijazah udah di tangan. Aku tinggal fokus untuk ngumpulin uang buat kuliah."

"Rencananya, tahun depan aku mau daftar kuliah," sambung Nesta.

Kevin yang sedang memeriksa data di komputer membulatkan mata.

"Bagus, dong. Kamu masih punya niat mau kuliah."

Nesta menyunggingkan senyuman. Sepertinya, Kevin salah sangka soal niatan Nesta. Dia kuliah bukan karena mau tambah pintar atau seperti orang-orang pada umumnya--ingin menambah wawasan.

Faktanya, Nesta mau kuliah karena dia ingin satu level lebih layak untuk mendekati Viano. Secara, saat ini pendidikannya cuma sebatas SMA. Sedangkan Viano sudah lulus S2 dari luar negeri pula.

Maka dari itu, paling sedikit kalau sudah bisa jadi sarjana dia masih dapat kesempatan dan terhitung layak untuk mendekati Viano.

"Tapi, kamu udah lewat dari tiga tahun masa lulus SMA. Berarti enggak bisa daftar PTN."

"Hooh!" Nesta mengangguk. "Daftar swasta juga nggak apa-apa, yang penting tetep kuliah dapat gelar sarjana terus layak, deh, untuk deket sama Pak Viano." Mesam-mesem sendiri Nesta.

Kevin langsung terdiam. Dia tarik lagi kata-kata sebelumnya. Nesta tidak bagus kuliah lagi karena niatnya mau mendekati Viano.

***

Satu hari setelahnya ....

Ada yang berbeda hari ini. Tumben Lusi mau menjemput Raja pulang sekolah. Biasanya, kalau Viano mau menjemput dia malah menyarankan sopir saja.

Raja berlari kecil dari koridor kelas menuju gerbang sekolah, tempat di mana Lusi menunggu.

"Kenapa, Tante Lusi yang jemput?" Bukan menyapa lebih dulu, Raja malah protes.

Sudah rela berdiri sepuluh menit menunggu dia, tanggapannya malah begini?

Oh, God! Dalam hati, ingin sekali memarahi anak di depannya. Tahan. Lusi harus banyak sabar demi menarik simpatik Viano. Gampang, deh, kalau sudah berhasil jadi istri, tinggal jewer kuping itu anak. Beres.

"Tante Lusi lagi nggak banyak kerjaan, makanya mau jemput kamu."

"Suster Mia, mana?" Malah menanyakan di mana pengasuhnya.

Benar-benar Raja menunjukkan sikap skeptis pada Lusi.
Baik, tahan amarah. Harus mengendalikan emosi demi hubungan yang lebih baik bersama Viano.

Pelan-pelan dia tarik sudut bibir. Matanya dibuat menyipit supaya bisa menampilkan kesan natural.

"Suster Mia hari ini nggak datang karena Tante Lusi yang jemput kamu."

"Oh." Lama-lama gaya Viano mulai ditiru Raja.

***

"Kita makan siang dulu, ya," ujar Lusi di sela-sela kesibukannya memasangkan sabuk pengaman pada Raja.

"Biasanya Raja langsung pulang. Tante Lusi udah izin sama papa, mau bawa Raja pergi?"

Ergh! Diam-diam anak ini cerewet juga. Dia pasti ketularan Nesta yang hobi mendebat. Awas, ya, nanti kalau Viano bisa punya anak dari Lusi, jangan harap dia bisa seberani sekarang.

"Yakin nggak mau pergi?" Lusi membesarkan mata. Dua alisnya terangkat naik, seakan mengintimidasi Raja.

Sementara, Raja masih berepikir soal ajakan Lusi. Yah, semenarik apakah itu, tidak ada gambaran sama sekali.

"Tante Lusi juga ajak Kak Nesta, loh!"

"Beneran?" Yang ini pasti membuat Raja antusias.

"Tante Lusi nggak mungkin bohong," tandasnya.

***

Apa-apaan itu! Nesta sampai memelotot ketika calon anaknya bisa datang bersama Lusi. Gawat! Bakal ada persaingan, nih.

Oh, iya, hari ini Nesta ambil jatah cuti bulanan. Soalnya, Lusi pagi-pagi sudah telepon meminta mereka ketemuan. Bilangnya, sih, ada sangkut paut sama Viano. Makanya, Nesta mau memenuhi.

"Saya pikir kamu bakal telat datang ke sininya." Lusi bicara sambil menurunkan kacamata hitamnya.

"Biar Ibu nggak kelamaan nunggu." Nesta sedikit mendengus.

Lusi duduk di depan Nesta. "Kamu pesan makan saja." Dia sedikit melenggikan bahu. "Jangan khawatir, nanti saya yang bayar."

Ketimbang sebagai tawaran, Nesta malah berpikir itu lebih mirip sindiran. Payah, kalau kebiasaan memandang rendah orang lain. Dikira Nesta mau, ketemuan dengannya hari ini.

Kalau bukan karena dia bilang akan membawa Raja, belum tentu Nesta berangkat.

"Nggak usah, Ibu aja yang makan."

Lusi mengeluarka tawa. "Saya diet, nggak makan siang."

"Duh, ribet deh Ibu." Nesta mencebik.

Nesta beralih pada Raja. Dia baru pulang sekolah, pasti belum makan. "Mau makan apa, Ja?"

Astaga Lusi malah lupa menawarkan Raja makan. Sibuk sama Nesta, jadi lupa cari perhatian. Tuh, malah keduluan jadinya.

"Ayam goreng," jawab bocah itu.

"Oke!" Nesta melingkarkan jari

Panggil pelayan, pesankan makan siang untuk Raja. Sementara Lusi dan Nesta hanya memesan jus.

"Tante Garseta menyuruh saya untuk kasih ini ke kamu." Lusi menyodorkan kartu undangan berwarna hitam dengan list emas di pinggirnya.

"Bu Lusi mau kawin?"

"Itu bukan undangan pernikahan saya! Baca baik-baik!"

Mulut Nesta membentuk bulatan. Setekah dibuka, ternyata isinya undangan acara ulang tahun mamanya Viano.

"Ini saya diundang ke pesta?" Setengah tidak percaya.

"Iya, kamu diundang." Lusi memaklum kenorakan Nesta. Dia pasti kaget dapat undangan dari sosialita.

"Nggak salah?" Nesta masih ragu.

"Iya, kamu diundang karena kamu dekat dengan Viano."

Masa karena itu?

Nesta, 'kan, diam-diam tahu kisah orang tuanya Raja. Itu menunjukkan kalau mamanya tidak suka dengan rakyat jelata.

"Saya nggak bisa dateng." Nesta kembalikan undangannya. Yah, daripada buat malu diri sendiri, mending tolak dari sekarang.

Nah, ini gunanya Lusi mengajak Raja. Dia yang akan Lusi gunakan untuk membujuk.

"Kamu nggak kasihan sama Raja?" Lusi merengkuh pundak bocah yang sibuk menikmati ayam goreng di piringnya. "Saya yakin, kalau dia pasti berharap kamu bisa datang."

"Bener, 'kan, Raja?"

"Papa juga pasti suka kalau Kak Nesta dateng."

Rengkuhan Lusi lepas. Anak ingusan sok tahu, dari mana bisa yakin kalau Viano senang Nesta datang?

"Pokoknya, kalau kamu memang menghargai mereka, penuhi undangan itu!" tegas Lusi.

Pesta mamanya Viano pasti mewah. Mulai curiga nih, jangan-jangan ada sesuatu yang direncanakan. Terlebih, Lusi kesannya memaksa.

"Oke, deh, saya datang. Meskipun belum tau tujuannya apa saya diundang."

"Semoga aja, kamu nggak malu-maluin, ya."

Lusi kira Nesta bakal diam dijatuhkan begitu? Bekum tahu kekuatan anti badai anak Pak Mursalin!

"Saya nggak bakal malu-maluin."

Kepedean. Sekalian saja Lusi kerjai.

"Saya kasih tau ke kamu. Tante Garseta paling suka lihat orang yang rajin bersih-bersih di rumahnya. Kalau kamu datang ke pesta nanti, sibuk aja bersih-bersih biar Tante Garseta suka."

Menyilang tangan di dada, Lusi berdecih.

"Saya tau, Ibu bohongin saya. Berarti saya buat kebalikannya. datang ke pesta, santai, dan menikmati makanan sama teman-teman yang lain."

"Kak Nesta keren!" Raja memuji di saat hati Lusi panas.

"Oh!" Nesta menaikkan kerah baju. "Jelas, dong!"

"Errgh!" Lusi kalah lagi. "Ayo kita pulang!" Dia menuntun paksa Raja.

Continue Reading

You'll Also Like

8.3K 559 23
Raditya Prawira kembali dibuat marah oleh seorang gadis yang dulu pernah menjadi bagian dari kisah hidupnya, bagaimana tidak gadis itu kembali begitu...
3.2K 67 11
•REVISI• ◆ Sahabat sejati adalah teman yang akan selalu ada untukmu apapun yang terjadi. Bersama mereka kamu bisa menjadi 100% dirimu sendiri dan mer...
1K 209 4
Di dunia ini nggak ada yang namanya persahabatan antara cowok dan cewek. they must have fallen in love with each other Teori kayak gitu bisa nggak s...
1.5M 102K 39
Hanya sebuah cerita pesakitan dari dua entitas berwujud manusia. Mereka adalah Arshadara Bilqis dan Khalifah Fil Ardhi, dua insan yang bersatu dalam...