Langit & Bintang [END]

By zhaviskafj12

13.5K 889 121

"Kita yang berbeda." untuk yang pertama kalinya, dia menyukai perempuan yang bisa membuat hatinya terpikat. d... More

prolog
chapter 1 : pradikta
chapter 2 : kala
chapter 3 : mulai dekat
chapter 4 : mulai ada rasa
chapter 5 : menyatakan perasaan
chapter 6 : saling mengenal
chapter 7 : keraguan
chapter 8 : menyesal
chapter 9 : baikkan
chapter 10 : seharian dengannya
chapter 11 : kerkel
chapter 12 : ruang Uks
chapter 13 : kenyataan yang pahit
chapter 14 : aku menjauh
chapter 15 : berusaha bangkit
chapter 16 : jalan berdua
chapter 17 : Fikri kenapa?
chapter 18 : salah menaruh harapan
chapter 19 : khawatir tentang sahabatnya
chapter 20 : kabar baik atau buruk?
chapter 21 : kado untuk Dikta
chapter 22 : haruskah berpisah?
chapter 23 : berada di titik paling rapuh
chapter 24 : harus menerima ketidakrelaan ini
chapter 25 : semesta kembali mempertemukan kita
epilog
ekstra chapter (1)
ekstra chapter (3)

ekstra chapter (2)

321 25 0
By zhaviskafj12

Kala membuka matanya saat tahu ada yang memeluknya dari belakang. Ia sempat terkejut saat melihat kebelakang ada suaminya, Dikta.

Ia sempat melirik kearah jam dinding yang menunjukan pukul tujuh pagi. Perlahan ia melepaskan tangan Dikta yang melingkari pinggangnya. Dengan sangat hati-hati ia menyentuh wajah sang suami yang amat ia rindukan.

Mata berwarna biru itu terbuka lebar dengan senyum yang tercetak indah diwajahnya. "Selamat pagi, mama." Sapa Dikta.

Kala memeluk Dikta, sempat menjawab saat ia bersembunyi di dada sang suami. "Selamat pagi, papa. Kamu kapan sampai? Maaf ya, bukannya disambut, eh ini aku malah tidur." Kala menyesalinya, terlihat dari wajahnya. Dikta yang paham dengan kelakuan sang istri langsung menyentuh puncak kepala Kala. "It's okay, sayang. Aku sengaja pulang diam-diam buat kasih kamu kejutan. Jangan nangis dong, nanti kalau kelihatan jelek gimana?"

Kala menutup wajahnya dengan selimut. Ini masih pagi, dan suaminya sudah membuat mood nya hancur. "Kalau aku jelek, kenapa kamu mau sama aku?"

Dikta merutuki kebodohannya. Tidak seharusnya ia bilang seperti itu, saat ini perasaan Kala sedang sensitif.

"Siapa bilang kamu jelek? Aku gak peduli. Namamu itu sudah terukir didalam hatiku, sampai aku sendiri pun tidak tau bagaimana caranya untuk melupakannya. Ingat ya, aku mencintai kamu itu karena kamu spesial bagiku. Aku menyukaimu karena kamu yang berhasil membuat hatiku ini terpikat. Jadi jangan pernah berfikir kalau aku menyukaimu karena kasihan atau apapun itu yang membuat kamu down." Dikta memberikan pengertian kepada Kala agar istrinya itu tidak memikirkan hal yang aneh-aneh yang dapat kondisi tubuhnya menjadi menurun.

Wanita itu membuka selimutnya, ia memandang sekilas kearah Dikta. "Kamu bilang aku spesial?" Dikta mengangguk. "Iya kamu spesial, udah kayak martabak pake telor tiga." Diakhir ucapannya ia tertawa.

"Kamu mencoba untuk gombal kan?" Tanya Kala.

Dikta terdiam sesaat. Ia bangun dari tidurnya lalu duduk dibawah ranjang. Sedangkan Kala masih ada diatas ranjang. Laki-laki itu mengambil tangan kanan Kala yang ia lihat ada cincin pernikahan yang tersemat di jari manis.

Ia mencium punggung tangan milik wanita itu. Berulang kali rasa syukur terlontar dari dalam hatinya, ini terasa mimpi kalau ia ternyata bisa bersatu dengan wanita pujaannya.

"Kamu tau gak, hal apa yang paling buatku terasa mimpi? Ya memiliki mu seutuhnya. Dulu, aku kira kamu itu hanya sebatas mantan yang cukup diingat, tapi siapa sangka? Justru aku yang jadi suamimu. Pernah terpikir sih mau pindah hati, tapi kamu tau? Itu rasanya mustahil banget. Gak tau kenapa aku tuh suka sama kamu, cinta itu tumbuh dengan sendirinya. Karena terbiasa juga. Cinta itu gak semua tentang fisik, tapi harus juga dari dalam hatinya. Kalau diberi hati yang sebaik malaikat, itu sebuah anugerah. Kalau diberi wajah yang cantik anggap saja itu sebagai nilai plusnya. Gak semua tentang wajah dan fisik. Semua itu ada porsinya. Mungkin kamu yang masih ragu samaku, tiga tahun kita bersama tapi kisah kita yang dulu gak akan pernah kita lupain. Anggap saja begini, waktu itu kita lagi ada ujian yang harus kita lalui bersama. Sekarang kamu dan anak kita adalah masa depanku sekaligus menjadi tujuan hidupku. Kamu sudah menjadi tanggung jawabku, aku gak boleh lengah dalam menjagamu, aku bekerja karena memang sudah kewajibanku untuk menafkahi keluargaku, buat bahagiain kamu juga supaya bisa membelikan apa yang kamu mau. Jadi jangan pernah meragukan perasaanku ini terhadapmu, ya? Harus dengan cara apa supaya kamu percaya bahwa diriku teramat mencitaimu?"

Sekuat tenaga ia menahan tangisnya. Air matanya sudah ia tahan agar tidak terlihat, namun apa daya kalau perkataan Dikta membuat dirinya terkejut sekaligus senang. Senang dalam arti bisa di cintai dengan laki-laki yang begitu baik dan tanggung jawab. Ia merasa bersalah, tidak seharusnya ia tadi merajuk karena sebuah bercandaan yang mengakibatkan suasana kamar menjadi kekurangan pasokan udara.

"Hiks... kenapa kamu gak bilang kalau kamu suka sama aku? Aku kira aku doang yang menyimpan rasa sama kamu. Aku berasa jadi pemain yang gak tau diri deh, maaf aku gak tau tentang perasaan kamu yang sebenarnya. Aku sayang sama kamu, Dikta. Jangan buat aku merasa kehilangan lagi ya, aku gak mau anak kita merasakan hidup yang sama sepertiku." Dikta langsung mendekap tubuh istrinya dengan sayang.

"Aku gak bisa janji, cuma aku bisa berusaha sekuat tenaga untuk menjadi suami dan papa yang baik untuk anak dan istriku. Sekarang jangan nangis lagi ya, sayang. Nanti cantiknya berkurang karena air matamu itu." Kala tidak tau harus bilang apa sama suaminya itu. Tidak pernah terpikir kalau ternyata yang bakal jadi teman hidupnya itu mantan pacarnya sendiri. Hidup memang terlalu banyak teka-teki, tanpa disadari kalau jodohnya sudah didepan mata.

"Oh iya kamu dikabarin sama Riri gak soal pernikahannya?" Tanya Dikta. Kala mengurai pelukan dari Dikta. "Iya, kamu kok tau?"

Dikta tersenyum. "Fikri sempat kabarin aku juga untuk datang diacara pernikahan mereka." Kala menghembuskan nafasnya secara perlahan-lahan. "Akhirnya Riri luluh juga sama perjuangan Fikri ya, mas."

******

Sepanjang jalan menuju gedung pernikahan Fikri dan Riri, Dikta alias suami Kala tidak pernah melepaskan rangkulannya yang berada dipinggang istrinya. Kala yang merasa orang-orang memperhatikannya mulai merasa risih dengan sikap suaminya yang menurutnya terlalu berlebihan. "Mas lepasin dong rangkulannya, tuh lihat kita jadi bahan tontonan." Bisik Kala.

Dikta langsung melihat orang sekitar. Memang benar sih mereka semua memperhatikannya. Dengan bangga ia tersenyum simpul sambil membisikan sesuatu ditelinga sang istri. "Jangan dipikirin, biarin aja. Biar orang orang tau kalau kamu itu milikku. Ingat, hanya milikku!" Ucapnya dengan nada penekanan.

Mulai lagi deh sikap posesifnya.

Sudah terlihat kedua pasangan yang berdiri dipelaminan sedang tertawa bahagia. Kala yang melihatnya pun ikut senang. Saat itu juga, Riri dan Kala langsung berpelukan sembari ngobrol ringan yang membuat mereka menjadi tertawa. Hitung hitung sekalian melepas rindu selama mereka tidak bertemu.

"Selamat ya Riri atas pernikahannya. Semoga menjadi keluarga yang samawa." Ucap Kala. Riri mengangguk. "Makasih ya, Kala. Oh iya usia kandungan kamu berapa bulan?"

Refleks Kala langsung mengelus perutnya. "Lima bulan, Ri." Dengan senyum tipis.

Riri langsung memegang perut Kala lalu berucap, "duh aku gak sabar mau gendong anak kamu, Kal. Aku bakal jadi tante dong." Fikri hanya tersenyum melihat sikap istrinya yang baru sah beberapa jam yang lalu.

"Akhirnya lo nikah juga sama cewek impian lo, Fik." Ucap Dikta.

Fikri mengangguk pelan. Ia juga merasakan sangat senang dan bersyukur bisa mendapatkan pujaan hatinya. Meski mereka berdua berawal dari perjodohan, tapi tak apa, yang terpenting mereka berdua mau berusaha agar bisa saling mengenal. "Gue juga gak nyangka, Dik, kalau sih Riri yang bakal jadi istri gue." Jawab Fikri.

"Yaudah kalau gitu gue sama Kala mau pamit dulu ya. Soalnya Kala gak boleh lama-lama karena kandungannya lagi lemah." Jelas Dikta.

Kedua pengantin itu saling bertatapan satu sama lain. Seakan bingung mau menjawab apa dan merasa tidak enak juga yang sudah menyempatkan waktu untuk datang dihari bahagianya untuk sekali seumur hidup. "Yaampun Kala, aku gak tau kalau kandungan kamu lagi gak baik-baik aja. Maaf ya aku benar-benar gak tau kalau gitu gak papa kamu gak datang." Ucap Riri dengan tidak enak.

Kala memegang kedua bahu Riri. "Gak papa Riri, ini kan hari bahagia kamu, masa aku yang sebagai sahabat kamu gak datang dihari bahagia kamu? Kalau begitu aku sama Dikta pamit dulu ya."

Selepas pamit dengan pengantin baru. Dikta dan Kala langsung menuju parkiran untuk segera pulang.

Dalam perjalanan pulang, pandangan Dikta tertuju pada Kala yang sedang memandang jendela dengan tatapan kosong. "Sayang," panggil Dikta.

Tak ada jawaban.

Saat tau ada yang memegang tangan kanannya, Kala menengok. "Eh mas, tadi manggil aku?" Diakhir ucapannya ia menampilkan senyum tipis. Riasan wajah yang sengaja ia poles secara tipis masih terlihat jelas.

"Kenapa melamun? Ada yang mengganggu pikiran kamu?" Tanya Dikta.

Kala memainkan jarinya seakan menjadi jalan tengah untuk menghilangkan perasaan gugup yang sedang dirasakan. "Mas... kamu harus janji ya," ucap Kala dengan menggantung membuat Dikta semakin penasaran. Laju mobilnya sengaja ia pelankan.

"Janji apa sayang?" Pandangannya masih bisa terbagi antara mendengar ucapan Kala dan fokus untuk mengendarai.

"Kalau nanti aku lahiran dan terjadi apa-apa, tolong pilih anak kita ya."

Detik itu juga Dikta ingin bernapas saja tidak bisa. Ia kehabisan oksigen saat mendengar ucapan sang istri. Pasokan udaranya mulai menipis, tenggorokannya merasa tercekat sesuatu.

"Hei... kamu kenapa ngomong gitu? Omongan kamu mulai ngawur deh." Dikta masih santai untuk sekedar menjawabnya. Padahal dalam hatinya sudah ingin berteriak untuk sekedar bertanya 'mengapa menanyakan hal yang membuatku takut'.

"Aku takut mas, aku takut gak bisa lihat anak kita tumbuh dewasa. Penuhi dia dengan kasih sayang, aku yakin kamu pasti bisa. Sayangi dia selagi mana kamu menyayangi aku ya, mas."

Dikta langsung memilih untuk menepikan mobilnya. Hatinya sudah mulai tidak tenang. Ada perasaan takut yang selama ini ia hindari. Oh Tuhan, kenapa ia harus ada disituasi ini?

Pria itu memegang kedua tangan sang istri. Lalu menciumnya dengan penuh cinta. "Calandra Alecia, kamu sudah menjadi istri ku dan sebentar lagi kamu akan menjadi ibu dari anak kita nanti. Dalam waktu yang dekat aku akan menjadi seorang ayah. Kamu tau saat bilang seperti itu rasanya lutut ku langsung lemas dan jantungku langsung berdetak lebih cepat dari biasanya. Aku dan kamu, kita akan sama-sama merawat buah hati kita. Kita akan bersama sampai maut memisahkan kita. Jadi jangan menyuruhku untuk membuat perjanjian yang tidak aku suka. Untuk kali ini, aku ingin menjadi orang yang egois. Aku mencintaimu, dan kamu tau itu." Dalam hitungan detik, Kala menangis. Pria itu pelan-pelan mengelus punggung istrinya yang gemetar karena nangis. Suasana mobil menjadi hening.

Setidaknya ada jawaban yang ingin Kala dengar dari mulut Dikta secara langsung. Suka tidak suka inilah kehidupan, harus dijalankan dengan sepenuh hati.

"Mulai sekarang aku janji akan menjaga kamu agar kandungan kamu tidak lemah. Sebelum menikahi kamu, aku udah janji sama almarhum ayahmu untuk selalu menjagamu. Dan aku sudah berjanji sama ibumu untuk selalu membahagiakanmu dengan caraku sendiri." Ucap Dikta dengan tegas.

Wanita mana yang tidak bahagia saat mendengar pujian dari suaminya sendiri? Kala merasa paling beruntung telah menjadi istri dari Keano Pradikta Syahreza.

"Hiks... hiks... hiks... sikap aku kayak anak kecil banget ya mas? Seharusnya aku gak buat kamu takut sama ucapanku tadi. Maaf, tapi dalam beberapa minggu ini aku selalu memikirkan itu... dan aku ingin mendengarnya secara langsung jawaban dari kamu."

Dikta menggeleng. "Engga kok, siapa bilang sikap kamu kayak anak kecil? Siapa yang berani bilang seperti itu? Sini aku pukul orangnya biar tau rasa. Gak ada yang perlu kamu takutin dan jangan dipikirkan itu bisa berakibat fatal untuk kesehatan kamu dan anak kita."

Pria itu menghapus sisa air mata sang istri. "Jangan nangis lagi ya sayang, aku gak kuat lihat matamu yang indah ini mengeluarkan air mata." Kala mengangguk.

"Mas," panggil Kala. Dikta langsung menaikkan alisnya seolah menjawab 'kenapa'

"Aku kepengen sesuatu," dengan bahagia Dikta langsung tersenyum. Untuk pertama kalinya Kala meminta sesuatu alias ngidam. Maklum sih Dikta kan akan jadi papa muda.

"Kamu kepengen apa? Nanti aku yang carikan."

"Mau makan ayam bakar sewaktu kita SMA dulu," Dikta langsung diam. Semangatnya sih masih ada, tapi otaknya langsung berpikir dan dengan terpaksa ia memutar kenangan lama saat SMA dulu.

Ia langsung teringat. Dulu ia dan Kala pernah makan ayam bakar yang sambalnya sangat pedas. Dia sendiri tidak sanggup untuk memakannya, gimana sama kandungan Kala kalau dia makan yang seperti itu? Memikirkannya saja sudah membuat dirinya menjadi merinding.

"Haduh sayang, kenapa harus itu coba? Ganti yang lain deh. Aku gak mau kamu kenapa-napa." Dikta mencoba untuk bernegosiasi.

Kala mengangguk. "Yaudah kalau gitu aku mau martabak yang ekstra keju dan susu. Gimana?" Membayangkannya membuatnya menjadi lapar.

Akhirnya, Dikta bisa bernapas dengan lega. Untuk kali ini ia bisa bernegosiasi dengan ngidam sang istri. "Apa sih yang enggak buat istriku tercinta. Oke kita cari sekarang ya." Kala hanya mengangguk. Mereka berdua langsung pergi menuju tempat martabak untuk memenuhi permintaan Kala.

******

Tolong hargai dengan memberikan vote dan comment.

Happy reading♡

Continue Reading

You'll Also Like

249K 33.5K 78
-••••••••••••••••- SEKUEL HAFIZA -••••••••••••••••- -••••••••••••••••- "Kamu tanda tangani surat ini, dan saya akan setuju menikah sama kamu," Ucap...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.7M 55.6K 25
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
620K 42.7K 54
15+ (romantis+comedy) Sinopsis Risha Syaqila, seorang wanita cantik berumur 21 tahun. Di umurnya yang masih dibilang muda, ia menikah dengan seorang...
59.1K 1.4K 46
"Bang, papi ada niat jodohin kamu sama anak sahabat papi, itupun kalo kamu berkenan menerimanya. Sahabat papi juga setuju jodohin anak nya sama kamu...