STALKER - Beside Me [REVISI] āœ”

By smileracle

103K 13.8K 13.3K

Bagaimana jika setiap aktivitasmu diawasi oleh seseorang yang tak dikenal? Hidup Ruwi menjadi lebih tidak ten... More

Prolog
1 - Arti Nama
2 - New Friends
3 - Seseorang yang Peduli
4 - xxxx is Calling
5 - What I Feel (1)
6 - What I Feel (2)
7 - Preman dan Bunga
8 - Sebuah Surat
9 - The Incident
10 - It's okay, But...
11 - Kecurigaan
12 - Benang Merah
13 - Hidden Person
14. Chandra's Side Story
15 - Serpihan
16 - Serpihan 2
17 - Lindungi Ruwi!
18 - Save Me!
19 - Rumah Sakit
20 - Pengakuan
21 - Maaf...
22 - Happy Ending?
23 - 1004
24 - Siapa Mr. R?
CAST
25 - Pria itu...
26 - Belum Usai
27 - Sebuah Janji
28 - Ketemu
29 - Dua Perisai
30 - Memori Masa Lalu
31 - It's Okay not to be Okay
32 - Kembali pada Kenyataan
33 - H-1
34 - D-Day
35 - His Face
36 - Kepingan Rahasia
37 - Serious Talk
38 - Stalker Baru
39 - Laporan Terakhir
40 - Ayah Idaman
41 - Face to Face
42.b - Hari Yang Dinantikan
43 - Black Memories
44 - Fakta Lain
45 - Untitled
46 - Sebuah Keputusan
47 - Kalimat yang Membunuh
48 - Kabar Buruk
49 - An Apology
50 - Lembaran Baru
51.a - (Stalker) Beside Me
51.b - (Stalker) Beside Me
52 - R, Si Baik
53 - Love You Goodbye
54 - Untitled
55 - Love to Love
56 - One Fine Day
EPILOG
Special Part - Mr. R's Side Story

42.a - Hari Yang Dinantikan

746 105 144
By smileracle

👣👣👣

"Ruwi tidak mau sendirian, Ruwi takut gelap. Ruwi ingin pulang aja, Yah." Sedari tadi Ruwi kecil terus merengek. Ia benar-benar ketakutan saat hendak memasuki bukit yang penuh dengan pepohonan rindang.

Lingga tersenyum hangat. Sejurus kemudian dia mengambil posisi jongkok untuk menyejajarkan pandangannya pada sang putri kecil. "Ruwi tidak usah takut, ada Ayah di sini yang akan melindungi Ruwi."

"Siapa yang akan melindungi Ayah kalau Ayah melindungi Ruwi?" tanya Ruwi dengan polosnya.

"Ayah bisa melindungi Ayah sendiri, Ruwi gak usah khawatir, ya." Lingga menyelipkan beberapa helai rambut lembut Ruwi ke belakang telinga, lalu mengelus-elus pipinya.

Tiba-tiba Ruwi memeluk tubuh ayahnya begitu erat. Dia tak ingin segera melepasnya. Sedangkan, Lingga sudah tahu cara menyikapi tingkah manja putrinya itu. Dia melingkarkan tangan kekarnya pada tubuh mungil Ruwi dengan penuh kelembutan. Pemandangan kasih sayang seorang ayah pada anaknya terlihat jelas di sana. Namun, hal itu tak berlangsung lama.

Tangan kanan Lingga mulai bergerak menuju samping, mengambil sesuatu yang dia sembunyikan dari balik jaket kulitnya. Diam-diam dia mengeluarkan sebuah pistol lalu mengarahkannya ke belakang kepala Ruwi.

"Sekarang Ruwi tidur saja, ya. Ayah akan langsung menidurkan Ruwi, tidak akan sakit, kok," lirih Lingga sembari mendekatkan moncong pistol.

Lingga merasa itu adalah kesempatan terbaik untuk melakukannya. Dirinya tinggal menarik pelatuk maka peluru di dalam pistol akan langsung berpindah sarang, melubangi kepala seorang anak kecil yang tak lain merupakan putrinya sendiri.

"Ruwi sayang Ayah," lirih Ruwi tepat di telinga ayahnya. Dapat dirasakan sebuah ketulusan yang berasal dari hati murni seorang anak kecil.

"Ruwi percaya Ayah bisa melindungi Ruwi. Karena itulah Ruwi sayang banget sama Ayah," lanjutnya.

Fokus Lingga menjadi pecah. Dia merasa kesulitan hanya untuk menggerakkan jari telunjuknya. Tersisa satu langkah lagi yang perlu dia lakukan dan masalah yang dia hadapi akan selesai. Jika dipikir semudah itu, tapi mengapa rasanya sangat sulit untuk melakukannya? Nyatanya, kalimat yang diucapkan putri kecilnya barusan sudah seperti bom yang berhasil menghancurkan tembok pertahanan Lingga. Niatnya untuk membunuh Ruwi seketika hilang.

"Ayah menangis?" Ruwi segera melepas pelukan ketika mendengar suara isak tangis pelan dari ayahnya.

Pandangan Ruwi beralih menatap pistol yang baru saja dilepaskan Lingga ke tanah. Sepertinya Ruwi sudah tahu fungsi benda itu, karena itulah dia mengambil langkah mundur perlahan.

"Kenapa Ayah membawa benda itu? Ruwi pernah melihat di TV kalau benda itu bisa membunuh manusia. Benda itu berbahaya, Yah," ucap Ruwi takut.

"Apa... Ayah akan membunuh Ruwi?" tanyanya kemudian. Sorot matanya yang sedih berusaha menemukan manik mata sang ayah.

"Tidak! Ayah tidak akan melukaimu. Ruwi gak perlu takut." Lingga menggeleng kuat. Dia berusaha menggeser tubuhnya mendekati Ruwi yang terus melangkah mundur ketakutan.

"Tidak! Ayah tidak bisa melakukannya. Jangan takut, Ruwi! Kemarilah, mendekatlah ke Ayah!"

"Ayah tidak bisa membunuhmu!"

Kepala Lingga bergerak gelisah. Dia masih memejamkan mata rapat-rapat hingga kedua alisnya mengernyit tajam. Suaranya yang lumayan keras pun membangunkan seorang napi dari tidurnya.

"Lingga, bangunlah! Itu cuma mimpi!" Seorang narapidana mengguncang tubuh Lingga dengan harapan bisa membangunkan pria tua di sampingnya itu dari mimpi buruk.

"Tidakkk!!!" Pria berusia 50 tahunan itu terperanjat dari tidurnya. Keringat sudah mengucur deras, napasnya yang memburu terdengar kasar bersamaan dengan jantung yang seperti hendak copot dari sarangnya.

"Berhentilah mimpi buruk setiap malam. Kau mengganggu tidur orang lain, tahu gak?!" protes napi yang lehernya dipenuhi tato itu. Kemudian, dia memilih melanjutkan tidurnya, tidak ingin membangkitkan emosi seorang pembunuh bayaran macam Lingga. Dia takut dibunuh.

Lingga menggeser tubuhnya hingga bisa bersandar di dinding. Butuh waktu lama untuk menenangkan diri dari mimpi itu. Bahkan setelah 15 tahun, kenangan lama itu masih menghantuinya lewat mimpi di hampir setiap malam. Mungkin itu hukuman dari Tuhan atas kesalahan yang pernah dia lakukan di masa lalu. Mimpi itu semacam pengingat agar Lingga tetap terjebak dalam lubang penyesalan seumur hidupnya.

"Maaf... Maafkan Ayah," lirihnya parau.

Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari. Lingga masih terjaga ditemani sebuah foto usang yang menampilkan Ruwi kecil sedang tersenyum manis.

"Ayah sangat merindukanmu, Nak." Tangan Lingga yang sudah keriputan mulai mengusap foto itu. Sejurus kemudian dia membenamkan kertas kaku itu ke dadanya.

👣👣👣

Matahari mulai menggantung seperempat di langit. Sudah setengah jam lamanya Ruwi bersama Mila berdiri di dekat pintu masuk stasiun kereta. Keduanya tampak gelisah menengok sana sini, mencari Mr. R yang belum juga menampakkan batang hidungnya.

"Semalam Mr. R bilang jam delapan pagi beneran? Lo gak salah dengar 'kan?" tanya Mila untuk kesekian kalinya.

"Gue yakin, Mil. Gue dengar dengan jelas kalau Mr. R nyuruh untuk menemui dia di stasiun kereta jam delapan." Ruwi juga mengatakan jawaban yang sama berulang kali.

"Tapi ini udah jam delapan lebih lima menit!" Mila melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Apa jangan-jangan Mr. R bohong? Mungkin dia gak seriusan pas bilang bakalan anterin lo untuk menemui ayah lo."

Kekhawatiran Mila tak sebanding dengan yang dirasakan Ruwi. Gadis yang saat ini meremas kuat kedua tangannya itu jauh lebih gugup. Perasaannya seolah-olah berada dibawah kendali Mr. R sekarang. Jika orang itu datang untuk menepati janjinya, Ruwi akan amat sangat senang. Tapi, jika hal sebaliknya terjadi, Ruwi merasa dunianya akan hancur. Kesempatan untuk bertemu dengan ayahnya akan hilang begitu saja.

Dari kejauhan, seorang pria berwajah oriental terlihat keluar dari taksi yang baru saja berhenti di bahu jalan. Ruwi sudah langsung menebak bahwa orang itu adalah Mr. R, tidak salah lagi.

"Dia datang...." Ruwi mengerjap beberapa kali saat melihat Mr. R mulai berjalan mendekat.

"Mana, mana?" tanya Mila yang langsung mengikuti arah pandang Ruwi.

Ruwi sempat mengira telah ditipu Mr. R, tapi ternyata tidak. Stalker itu benar-benar datang untuk memenuhi keinginan Ruwi yang ingin bertemu sang ayah.

Mr. R berpenampilan seperti biasa, hoodie hitam dilengkapi topi warna senada yang menutupi rambut gelapnya. "Kenapa tidak memberitahu kalau membawa teman?" tanyanya pada Ruwi begitu sampai. Dia melirik Mila yang tengah menatapnya tajam.

"Dengar, ya, Mr. R! Pokoknya gue harus menemani Ruwi, titik! Soalnya kita gak tahu apa yang bakal terjadi. Mungkin aja lo punya niat buruk pada Ruwi. Jadi, tujuan gue ikut adalah melindungi teman gue!" seru Mila berusaha berani.

Dengan tatapan nyalang, Mila melanjutkan, "Asal lo tahu aja, gue pemegang sabuk hitam beladiri. Satu kali juara satu tingkat provinsi, punya enam medali perak dan dua medali perunggu, pernah ikut lomba di Singapura mewakili Indonesia. Kalo lo berani macam-macam, auto gue patahin semua tulang lo!"

Semua yang dikatakan Mila tampaknya tidak berpengaruh sama sekali. Niatnya untuk sedikit menakut-nakuti Mr. R sepertinya gagal total. Pria di hadapannya masih menampilkan ekspresi datar, dia bahkan dengan santainya menguap.

"Gue serius, ya!" teriak Mila nyaris di depan muka Mr. R.

"Aku akan pergi membeli tiket dulu," kata Mr. R mengubah topik, tak menghiraukan ancaman teman Ruwi itu.

"Aku ikut!" ujar Ruwi cepat. "Siapa tahu kamu akan mengambil kesempatan untuk melarikan diri saat aku lengah."

Mr. R membalasnya dengan senyum hambar. Tak lama, pandangannya menangkap sebuah benda yang berhasil Ruwi keluarkan dari ransel. Sebuah borgol?

"Sejak kapan lo menyiapkan benda itu? Lo dapat itu dari mana?" Mata Mila membelalak sempurna melihat benda yang dibawa Ruwi.

Ruwi menarik tangan kanan Mr. R lalu memasangkan borgol di sana. Sambungan satunya Ruwi gunakan untuk dipasangkan ke tangan kirinya sendiri. Dengan begitu, Ruwi tidak perlu khawatir jika Mr. R berniat melarikan diri karena sekarang pergelangan tangan mereka saling terkait oleh sebuah benda besi itu.

"Maaf, aku terpaksa melakukan ini. Aku tidak bisa membiarkan kamu melarikan diri sebelum mengantarku ke tempat ayahku berada. Aku harap kamu mengerti," jelas Ruwi setelah menangkap ekspresi kebingungan di wajah Mr. R.

"Aku gak akan kabur, jadi kamu gak perlu memborgol tanganku." Mr. R berusaha menentang.

"Tenang aja, aku akan melepas borgolnya setelah kita sudah sampai nanti."

Meski awalnya Mr. R merasa keberatan dengan keadaan tangan kanan yang diborgol, tapi ujungnya dia mengalah. Jika itu bisa membuat Ruwi percaya, ia terpaksa membiarkannya.

08.15

Kereta api datang tepat waktu. Mr. R duduk berdekatan dengan Ruwi karena tangan kanannya diborgol bersama tangan gadis itu. Tidak ada percakapan setelah kereta melaju selama beberapa menit.

(Sumber tertera dengan sedikit modifikasi)

"Lo gak nipu Ruwi 'kan?" Mila akhirnya buka suara dengan sebuah pertanyaan. "Awas, ya, kalau lo bohong. Udah belasan tahun Ruwi mencari ayah kandungnya. Kalau lo bohong soal mengetahui keberadaan beliau, sama aja lo ngasih harapan palsu ke Ruwi."

Ruwi yang duduk di antara keduanya diam-diam menunggu tanggapan dari Mr. R. Namun, pria di sampingnya itu memilih tetap diam, membuat situasi menjadi canggung.

"Kenapa harus naik kereta? Kalau perjalanannya jauh, lebih baik naik mobil aja lewat jalan tol. Itupun kalau lo punya mobil. Naik taksi juga masih bisa, kok." Mila kembali memancing Mr. R untuk bicara. Dia hanya mencoba mengakrabkan diri dengan orang baru.

Mr. R masih setia tutup mulut. Sepertinya sudah menjadi kebiasaan baginya untuk mengabaikan ucapan orang lain yang menurutnya tidak terlalu penting.

"Gue tanya lo, Mr. R! Jawab!" seru Mila makin berani.

Pria itu mendecak. "Kereta adalah transportasi umum yang punya banyak penumpang. Aku yakin kalian pasti masih berpikir kalau aku ini orang jahat. Jadi, semisal aku melakukan sesuatu yang buruk pada kalian, kalian tinggal teriak minta tolong dan orang-orang akan menyelamatkan kalian. Naik mobil pribadi atau taksi gak bisa menjamin keselamatan kalian," jelas Mr. R cukup panjang.

"Oh~" Mila ber-oh ria disertai anggukan paham. "Cukup masuk akal."

Ruwi tersenyum tipis mendengarnya. Dia bahkan tidak berpikir sejauh itu.

"Btw, kita belum kenalan. Kenalin gue best friend-nya Ruwi, panggil aja Mila." Cewek itu mengulurkan tangannya mengajak bersalaman. Namun, hal itu tidak ditanggapi Mr. R.

"Karmila Adelia, 18 tahun, mahasiswi teknik sipil, satu indekos dengan Ruwi, jago beladiri, baik, cerewet, kekanak-kanakan." Mr. R berkata dalam hati.

Stalker itu sudah cukup mengetahui beberapa informasi mengenai orang-orang di sekitar Ruwi, tak terkecuali Mila. Menurutnya, perkenalan seperti tadi sebaiknya tidak usah dilakukan. Tidak terlalu penting.

"Untuk saat ini, dia itu tidak berbahaya, jadi aku akan membiarkannya berteman dengan Ruwi," batin Mr. R.

"Kalo nama lo siapa?" tanya Mila penasaran.

Ruwi memberanikan diri menoleh. Ditatapnya wajah Mr. R dari samping sembari menunggu jawaban.

"Mister R." Dengan setengah hati pria itu menjawab.

"Itu bukan nama asli lo! Jawab yang jujur, siapa nama lo yang sebenarnya?!" Mila mulai geregetan sendiri melihat sikap Mr. R yang terlampau menyebalkan.

"Mister Ar. Panggil saja itu. Kalau gak mau, panggil 'hei' juga gak masalah."

Mila dan Ruwi mendengkus bersama-sama.

"Sok misterius!" sindir Mila.

"Apa alasanmu menjadi stalker?" tanya Ruwi kemudian, menambah daftar pertanyaan yang diajukan untuk Mr. R.

Ruwi seketika teringat akan hal itu. Selama ini dia bertanya-tanya mengenai alasan Mr. R terus mengikutinya ke manapun. Ruwi membuat hipotesis di dalam benaknya kalau itu semua pasti berhubungan dengan sang ayah.

"Apa ayahku yang memintamu untuk melakukannya?" tebak Ruwi sedikit tak yakin.

"Ah, I see! Ternyata Mr. R mata-mata yang ditugaskan ayah lo untuk mengawasi pergerakan lo selama ini!" timpal Mila tak lama.

Ruwi mengangguk setuju dengan ucapan Mila. "Benar begitu? Apa selama ini ayahku sudah tahu keberadaanku?" Ia masih menatap Mr. R, menunggu jawaban darinya.

Mr. R memilih tidak berkomentar satu kata pun. Mata tajamnya masih setia memandangi suatu titik di depan tanpa sedikitpun melirik ke samping.

.
.
.
.
.

Berlanjut di bagian b

Continue Reading

You'll Also Like

160K 6.3K 22
Valerie Wijaya: Seorang istri yang sangat cantik, masih muda dan selalu kabur-kaburan dari rumah. Saat tidur, dia suka mendengkur dengan mulut mengan...
474K 43.3K 95
Takdir kita Tuhan yang tulis, jadi mari jalani hidup seperti seharusnya.
7.3K 687 9
Kelemahan jonggun ? Emang ada ? Ada yaitu sepupunya dia sangat posesif, sayang, lemah kepadanya dia bernama yn / (fullname) Tapi malah yn terjebak o...
288K 53.6K 28
#Four Series Book 2 Baca terlebih dahulu FOUR [Angel With a Shotgun] SUDAH TAMAT DI KARYAKARSA _________ Hidup Gianna di-reset. Setelah meninggalkan...