Click On ╏ C. Beomgyu (ON HOL...

By hanwistereia

33.2K 5.2K 1.9K

"...ada yang mau sama lo, tapi lo-nya gak mau. Giliran lo-nya mau, dianya gak mau..." -Yang Jeongin, 2020 Ini... More

00 : prolog
01 : new page
02 : another side
03 : as if it's
04 : inner
05 : mood
06 : Jongho
07 : play date
08 : all day long
09 : move on? system not found
10 : don't die
11 : I like him
12 : focus
13 : lunch
14 : thinking out loud
15 : day and night
16 : pleasure
17 : like always
18 : conversation
19 : followed
20 : boy-space-friend
21 : reason
22 : let it all go
23 : sweet talking
24 : attached
25 : Cause I'm Envy
26 : coming home
27 : from home
28 : for home
30 : next to you
31 : meet up
32 : sick
33 : almost ended
34 : just a dream
35 : how it's ended
36 : summer break
37 : affirmation
38 : another page
39 : roommate
40 : bothered
41 : daily of college
42 : dating on the festival
43 : dating on the festival (2)
44 : two is better than one
45 : confident
46 : under control
47 : who's knows?
48 : he knows
49 : tossed around
50 : the bitter part of life

29 : hands on me

556 99 25
By hanwistereia

Beomgyu enggak sadar kalau dia tidur jauh lebih lama dari biasanya.

Matahari sudah tinggi dan sinar matahari menyorot terang melalui jendela kamarnya yang lebar. Itu karena gordennya telah diikat di sisinya. Beomgyu enggak menyalakan pendingin ruangannya, makanya dia bisa langsung merasakan hawa panas yang langsung menyengat.

Tapi, biarpun sudah terbangun, Beomgyu gak lantas beranjak. Dia terbengong dulu di tempatnya setelah menghempaskan selimut dan guling karena kegerahan—tapi gak sampai keringatan. Lantas melongok ke bawah dan menemukan kasur yang ditempati Soobin raib karena telah terlimpat rapih di pojokan.

Sadar kalau 'tamu rumahnya' terbangun lebih dahulu, Beomgyu langsung beranjak dari kasur dan pergi keluar kamarnya dengan langkah gontai.

Dapurnya lengang, enggak terdengar suara juga dari ruangan depan. Kakaknya juga seperti enggak sedang membuat keributan dari kamarnya di loteng apalagi dari luar. Rumahnya lengang.

Beomgyu sudah hampir mengira kalau dia lagi mimpi gaje lagi sampai Mamanya datang dari pintu depan sambil membawa keranjang bekas cucian—habis menjemur baju.

"Gimana tidurnya, nyenyak?"

"Iya," jawabnya masih setengah sadar. "Kak Soobin... mana?"

"Jalan-jalan sama Haru."

"Oh... Haru..." Beomgyu manggut-manggut terus duduk di kursi makan. Bengong sebentar. "Lah—Haru? Sama Haru anjingnya Genma?"

"Iya, emang siapa lagi?"

"Sama Papa... atau kak Yeonjun?"

"Ya berdua aja sama Haru. Kakakmu mah masih bobo ganteng habis begadang, masih bawa kerjaan dia pulang juga. Paling baru bangun kalau matahari udah tinggi. Kalau papa tadi diajak main badminton sama Om Sihyuk terus sekarang belum pulang."

"Lah? Gimana dong entar kak Soobin nyasar?"

"Ya enggaklah, Haru kan hapal jalan."

"T-tapi kan Haru anjing, Ma!"

"Ya emang anjing, kalau kucing kan Sunny."

"Ihh, Mamaaaa, bukan gitu maksudnya... kan kak Soobin baru ada sehari di sini gak kayak Jeongin atau Taehyun atau temen-temenku yang lain—kalau dia kenapa-napa gimana? Kalau—"

"Enggaklah... cuman muterin kompleks ini gak akan tiba-tiba nyampe ke Seoul kok."

"Kalau jalan-jalan bisa nyampe ke Seoul itu mah mending sekalian dia balik ke Ansan, Ma!"

"Udahlah, adek cuci muka sama gosok gigi aja sana. Terus sarapan. Nanti juga Soobinnya adek balik kok."

Beomgyu tersedak dan melotot. "S-Soobinnya—APA?"

"Soobinnya adek," Mamanya ngulang. "Kan Soobin temennya adek?"

Iy-a-iya, bener... t-tapi kan.... kalau kosakatanya gitu, jadi agak... gimana....

Dibanding Beomgyu pusing mending dia ngikutin Mamanya cuci muka, gosok gigi dan sarapan.


❏❏❏


Pintu rumah terbuka dan bersambung sapaan kepulangan Soobin setelah berjalan-jalan bersama Haru. Bertepatan dengan Beomgyu yang sedang menyicip kue buatan mamanya.

"Soobin udah pulang..." sambutan Mama berseri-seri dan tulus sesuai dengan ucapannya. "Tante bikin bolu nih, Soobin cuci tangan dulu ya, terus ikut makan."

"Iya Tante." Soobin nyengir dan pergi untuk mencuci tangan gak lama kemudian duduk di sebelah Beomgyu.

Beomgyu menggeser piring bolu penuh krim ke Soobin yang porsinya lebih besar dari punyanya.

"Punya gue lebih gede." Soobin menunjuk bolunya.

"Gak usah minder. Ini jatah kedua gue kak." Beomgyu nunjuk bolu di piringnya.

"Adek jangan kebanyakan makan makanan manis. Udah sering makan-makanan manis. Bolunya dimakan besok lagi." Mama menyahut.

"Aku kan manis, biar makin manis makan yang manis-manis."

"Mana ada."

"Lagian Ma, besok aku kan udah balik ke asrama. Kapan lagi sempet makannya kalau gak sekarang dipuasin?"

"Ya udah, bolunya dibawa buat besok. Dibagi ke Jeongin sama ke temen-temen yang lain."

Beomgyu memberengut. "Jeongin mulu... anak Mama aku atau Jeongin?"

"Adek sama kakak." Mama menyahut lugas sambil membungkus sesuatu.

"Kayaknya kalau Mama bilang habis jenguk ke rumah Jeongin, tapi nggak bilang-bilang, aku gak akan kaget deh."

"Ngapain—?"

"Ya siapa tahu kan saking kangennya—"

"—ngapain jauh-jauh ke rumah Jeongin kalau hampir seminggu sekali Jeongin mampir ke rumah terus nginep?"

"HAH?!" Beomgyu melotot menatap Mamanya, sampai Soobin juga ikut ngelihatin Mama. "JEONGIN SUKA NGINEP DI RUMAH? KOK AKU NGGAK TAHU?"

"Loh? Mama kira adek diceritain Jeongin."

"MANA ADA,"

"Ya udah, sekarang kan tahu. Lagian juga udah sering kan Jeongin main ke rumah dari dulu juga." Mama cuman mengendikan bahu.

"T-tapi... tapi—"

Mama meletakkan totebag berisi bungkusan kue kering buatannya di meja. "Nanti habis makan tolong anterin kuenya ke rumah Tante Eumjung sama Tante Miran, ya?"

"Sendirian?"

"Kalau mau sama Soobin, boleh."

"Gak usahlah, sendiri aja biar cep—"

"Mau ikut." Soobin menyela.

Beomgyu menatap Soobin. "Entar lo capek, kak." larang Beomgyu mengingat cukup sering produktivitas Soobin rebahan di asrama mulai dari belajar, nonton, sampai ngelipet baju dan nyetrika. Pastinya jatah Soobin lebih banyak kegiatan dengan minim bergerak kalau gak penting-penting amat.

"Masa' gue sendirian?"

"Ada Mama sama kak Yeonjun."

"Kenapa gue gak boleh ikut? Emang tempatnya jauh ya?"

"Enggak kok, masih di sekitaran kompleks." Mama menjawab duluan sebelum Beomgyu menyahut. "Adek pergi bareng Soobin aja sekalian jalan-jalan. Pakai sepeda."

Beomgyu pasrah. "Ya udah, kalau kak Soobin mau ikut, ayo... habisin dulu bolunya."

Cengiran lebar terbentang. Lantas Soobin langsung semangat menghabiskan bolunya.


❏❏❏

Soobin dan Beomgyu akhirnya pergi mengantarkan kue pesanan menggunakan sepeda dengan Soobin dalam boncengan Beomgyu.

What? Nggak salah tuh?

Iya, Soobin dalam boncengan Beomgyu soalnya Beomgyu gak mau dibawa Soobin nyasar buat nganterin kue. Juga, mereka terpaksa boncengan karena sepeda satunya—yang pastinya punya Yeonjun—rantainya copot karena sudah lama nggak dipakai dan Beomgyu—apalagi Soobin—nggak tahu cara ngebenerinnya. Yang bisa paling Yeonjun—yang nggak tahu masih bobo di kamar atau ngapain—sama Papa.

Sebenarnya, mereka bisa saja berjalan kaki nganterinnya. Tapi Beomgyu kasihan sama Soobin, takut kecapekan. Biar gimana pun, Soobin kan tamu, masa' diajak kerja rodi? Kalau Jeongin yang main mah udah Beomgyu suruh nge-cat rumah sama bersihin kebon malahan.

Sebenarnya juga... dari awal Beomgyu punya perasaan kalau sepeda yang bisa dipakai cuman satu. Dan kalau Soobin ikut... Beomgyu tuh... gak siap....

Beomgyu nggak siap dengan bayangannya yang jadi kenyataan terjadi. Dan memang beberapa bagiannya telah terjadi.

Beomgyu gak siap menerima jantungnya deg-degan lebih cepat dalam jangka waktu yang lama karena... banyak alasan.

Pertama, kepala Soobin berada tepat di belakangnya yang mana membuat Beomgyu bisa merasakan setiap embus napasnya di tengkuknya membuatnya bergidik geli.

Kedua, Soobin dalam boncengannya nggak mungkin gak berpegang pada apa pun. Dan nggak  mungkin juga dia disuruh memegang dudukan boncengan yang seluruhnya ketutupan pantatnya. Jadi, sudah pasti tangan Soobin berpegang pada pinggang Beomgyu.

Ketiga, alasan yang berdasar sebuah pertanyaan yaitu, kenapa nggak Soobin aja yang membonceng Beomgyu? Alasannya di paragfraf atas tadi dan... kayaknya kalau Beomgyu yang dibonceng dia bakal bengong selama perjalanan—bukannya memberi arahan jalan—puas melihati bagian belakang cowok yang lebih tua. Belum lagi Beomgyu yang harus memegangi pinggang Soobin, belum lagi tengkuk Soobin yang terlalu dekat, belum lagi kalau ada jalanan tidak rata yang membuat sepeda agak terantuk dan...

Udahlah, Beomgyu gak tahan kalau begitu. Bisa-bisa dia koprol di tempat.

Ini aja lima belas menit awal perjalanan tangan Beomgyu sempat gemeteran megang stir sepeda.

"Dek," panggil Soobin, membuat yang dituju bergidik geli dan nyaris oleng melepaskan tangan dari stir. Untungnya Beomgyu sudah sering terlatih mengatur ketololannya dalam bidang ini.

"Apa?" sahut Beomgyu kemudian.

"Habis nganterin kue, ngapain?"

"Kakak mau main?" Beomgyu malah balik nanya.

"Mau lah." Soobin nyengir—yang kalau Beomgyu bisa lihat, dia mungkin bakal koprol di tempat, soalnya Soobin kalau lagi senyum dengan benar itu cakep banget.

"Masa' udah ke tempat lo, gak jalan-jalan ke mana gitu," kata Soobin lagi.

"Kan tadi pagi kakak udah jalan-jalan keliling kompleks bareng Haru."

"Yah... tapi kan elo bukan Haru."

"Ya iyalah! Gue manusia, sedangkan dia guguk!" Beomgyu sewot.

"Maksudnya bukan gitu..." Soobin menimpali kalem. "Gue maunya sama elo, Beomgyu."

Cuman satu panggilan nama yang bisa dijeritkan siapa pun. Tapi, ketika Soobin yang melafalkannya terdengar lembut dan dalam sampai menggetarkan seluruh sanubarinya.

Alah, hiperbolis. Intinya, efeknya itu bikin jantung Beomgyu berdebar cepat.

Beomgyu menggigit bibir bawahnya sebelum menjawab. "Ya udah."

"Ya udah, apa? Ya udah lo terima disandingkan sama Haru dan sebangsanya?"

"Bukan!" Beomgyu batal baper sepersekian persen, di bawah sepersen doang tapi.

Tertawa Soobin menanggapi seruan Beomgyu. Memang dia sengaja membuat Beomgyu kesal. Terbayang pula wajah memberengut cowok muda dalam rangkulannya.

"Nanti gue ajak elo jalan-jalan ke kebun, ke sawah, ke rumah, ke sungai, ke liang kubur sekalian terus entar gue dorong kakak masuk terus gue tinggalin terus adios, kak Soobin!" cerocosnya.

Soobin malah tergelak keras.

"Malah ketawa! Gue ceburin beneran sekarang ke selokan lo kak, mau?!"

"Lo lucu."

"Nggak nyambung, bangsat!"

"Heh, mulutnya minta diciom pake tang."

Beomgyu gak menyahut lagi setelahnya. Kalau cowok dalam boncengannya ini mau tahu, Beomgyu lagi ngebangsat-bangsatin doi dalam hati. Tapi karena udah bersikap nyebelin dan bikin jantung Beomgyu dugeman secara bersamaan.

"Dek," panggil Soobin lagi.

"Apa?"

"...nggak pa-pa, manggil aja."

Beomgyu mendengus. Padahal, kalau Beomgyu mau menoleh perlahan, dia akan menemukan Soobin yang tersenyum padanya.


❏❏❏

Kayuhan sepeda mengarah jauh dari kompleks perumahan. Mulanya—sebelum sampai ke tempat ini—mereka sempat berbelok ke jalan yang lebih sempit dan lengang, menjauhi kompleks perumhaan. Bikin Soobin sempat curiga kalau Beomgyu beneran membawa mereka ke kuburan, tapi untungnya enggak. Mereka melewati petakan sawah-sawah dan perkebunan. Jauh sekali Beomgyu membawa mereka seperti bakal pergi ke pelosok.

Soobin gak keberatan sih, apalagi disuguhkan pemandangan alam yang asri. Jauh dari keramaian kota. Tapi dia kasihan sama Beomgyu.

"Jauh banget dek."

"Kalau deket, namanya jajan permen ke warung."

"Gantian deh, gue yang gowes. Entar lo capek."

"Nggak usah, tanggung. Bentar lagi sampai." Beomgyu menolak. "Lagian gue gak mau dibawa nyasar."

Soobin mencibir di belakang meski tetap menurut. Namun dalam hati memantapkan kalau sepulangnya, dialah yang akan membonceng Beomgyu. Kalau pun Beomgyu tetap gak mau, Soobin bakal memaksa meski pun harus menggowesnya sendiri tanpa Beomgyu(!??).

Enggak deng, yakali Beomgyu ditinggal? Yang ada Soobin di-tackle duluan nanti. Biar gitu-gitu juga Beomgyu kan jiwa barbarnya juga sama berambisnya dengan minat perbacotannya.

Gitu deh, pokoknya sampai mereka melewati beberapa rumah lagi dan sawah atau perkebunan gak sebanyak terlihat seperti sebelumnya. Sampai mereka menemukan jembatas di atas anak sungai sebagai penghubung jalan ke daerah permukiman, Beomgyu baru berhenti.

"Dah sampai." Beomgyu menahan sepeda dengan kedua kakinya.

"Ke sungai?"

"Kalau ke laut entar lo kelelep. Mending ke sungai cetek aja sampai ikan aja gak bakal tenggelam apalagi elo, kak."

Jadi begini, Soobin tuh sebenarnya sayang banget sama Beomgyu. Tapi apa daya keinginan buat menoyor yang lebih muda lebih menggebu-gebu dari kesabarannya. Apalagi setelah melafalkan pernyataan tidak terhormat seperti dialog di atas.

"Sumpah, lo tuh gak tahu berterimakasih banget kak! Udah gue boncengin sepedaan sejauh ini malah ditoyor! Nanti kalau otak gue geser, tuker posisi sama mata gimana?!"

"Bagus, biar mulai ke depannya biar otak lo melihat apa yang terjadi langsung bereaksi, gak perlu mikir dulu lewat saraf mata."

"Hah! Orangtua pada resek! Nyebelin!" Beomgyu melengos keras dan tiba-tiba bergerak menuruni sepeda dan meluncur turun ke bagian pinggiran sungai. Meninggalkan Soobin yang terbengong di tempat.

"Eh—dek?!" Soobin turun dari sepeda dan menyangganya di posisi sekiranya masih dapat terjangkau pandang. Kan gak lucu kalau tiba-tiba digondol orang. Kemudian, barulah kaki panjangnya menyusul turun mencapai tepi sungai.

Beomgyu telah bertelanjang kaki ketika Soobin menyusul. Ujung jempolan kakinya meraba pinggiran air sungai dan menyibaknya pelan.

"Gue ngajak elo ke sini bukan karena airnya cetek atau gimana kok, kak." kata Beomgyu ketika menyadari kalau Soobin telah menyusulnya dan berdiri enggak jauh darinya.

"Terus?"

"Karena gue suka aja tempat ini." tatapan Beomgyu menerawangi air di bawah kakinya. Mengalir di atas bebatuan di dasarnya dan permukaannya memantulkan langit di atasnya.

Di sebelahnya, Soobin membuka mulutnya hendak menyahut tapi urung dan berakhir bungkam untuk keduanya.

Bagai dihipnotis oleh muara air, atau oleh pantulan sinar matahari di air yang jernih, seketika menarik alih Beomgyu untuk terus menatap. Melupakan eksistensi besar di sekitarnya, malah membiarkan dirinya ditarik-tarik oleh kekosongan yang tenang.

Pikiran Beomgyu lepas untuk sesaat.

Seekor capung terbang di depan matanya. Mengambang-ngambang di atas air dan membuat lingkaran mortal terbentuk dari jejak kakinya yang kecil sebelum dia terbang lagi menyusuri sungai lebih jauh.

Keberadaan yang sekejap itu membuyarkan Beomgyu dalam lamunannya, seperti eksistensi seekor capung yang membuat gelombang kecil pada aliran air yang tenang. Cowok itu menarik wajahnya dari pemandangan di bawah dagunya hanya supaya teringat sekelilingnya, bukan untuk dihadapkan pada pandang dan wajah yang mengarah lurus padanya ketika Beomgyu menoleh, membuatnya tersentak kaget.

"O-oh, maaf, lo... kaget ya," lirih Soobin seraya menarik diri yang tangannya, entah sejak kapan, terulur seperti hendak menyentuh sisi wajah Beomgyu. Dia bergerak dengan kaku setelahnya dan mengusap tengkuknya seperti kedapatan melakukan sesuatu perbuatan yang enggak seharusnya.

Well, mungkin memang benar, tapi sayangnya Beomgyu gak memiliki keberanian untuk bertanya memastikan dan berakhir menyimpannya untuk diri sendiri.

Soobin berdehem pelan, sedangkan Beomgyu menunjuk bagian tepi sungai di sebrang mereka, menarik atensi.

"Kak, di sana ada semak sama tumbuhan liar, terus suka ada tumbuh bunga yang bisa ditiup terus nanti kelopak atau benihnya terbang gitu kayak yang di film-film atau video klip gitu."

"H-hah? Gimana?"

"Ayo coba lihat ke sana." baru Beomgyu melangkah memasuki sungai, Soobin menjerit.

"Eeeehhh! Mau ke sana gimana coba? Masa' ngelewatin sungai—"

"Ya iyalah, emang lewat mana lagi?"

"Ya lewat jalan atau apa kek, masa' nyemplung ke sungai?"

"Halah, ribet," Beomgyu melengos. "Dibilang ini sungai cetek banget kak, kayaknya buat saluran irigasi gitu. Sumpah, demi bolu cokelat pakai topping stroberi, lu gak akan kelelep."

"Ya... tapi gimana kalau ada lubang di tengahnya? Atau gimana kalau di tengah-tengah ada pasir yang—"

"Ribet ah orang kota." Beomgyu berjalan memasuki sungai, mengabaikan pekik tidak habis pikir Soobin di belakangnya.

"Deeekkkk!"

"Kalau gak mau ikut ya udah! Biar gue ke sana terus ambil, gosah jerit-jerit kayak kuntilanak!"

Soobin merengut dikatai 'kuntilanak'. Yakali dia ganteng gagah nan tinggi begini disamain sama setan yang doyan nyengir sama ngambang ke sana-ke mari begitu saja? Soobin dibandingin sama Tom Holland aja masih gantengan Soobin ke mana-mana.

Tapi, seganteng apa pun Soobin. Tetap saja dia ditinggal Beomgyu menapaki sungai demi mencapai tepian lain. Yang lebih tua berseru-seru dan pilih menyusul Beomgyu begitu panggilannya diabaikan. Setelah melepas alas kakinya, Soobin menyusul dengan terburu-buru tapi juga takut melangkah menyusuri sungai yang airnya super cetek, hanya beberapa senti lebih tinggi di atas kakinya.

Tadinya, Soobin kira seluruh dasarnya cetek, tapi keparnoannya tadi soal bagian yang lebih dalam terbukti. Meski persisnya bukan lebih dalam, tapi bagian tengah sungai pasirnya lebih lembut sehingga lebih banyak air mengendap sampai ke dasar. Mental anak rumahan Soobin terpelatuk ketika kakinya tiba-tiba mencapai bagian itu dan membuatnya spontan histeris dengan panik.

Untungnya, Beomgyu sempat menoleh dan dengan cepat menangkap tangan Soobin untuk mempertahankan tubuh besarnya yang oleng. Refleks Soobin pun balas mencekal kuat lengan Beomgyu.

Untuk beberapa saat, mereka bertahan dalam posisi saling menahan tubuh masing-masing. Hingga keduanya sama-sama mengangkat wajah dan sadar kalau keduanya berada dalam jarak cukup dekat buat saling mengagumi rupa masing-masing.

Namun, Beomgyu terlampau sadar untuk terlena dan terjebak dalam momen. Debaran jantungnya yang cepat adalah suatu hal yang tidak benar dan dia harus segera menghentikannya dengan memutus momen yang tercipta.

Perlahan Beomgyu menarik tangannya dan mundur.

"Hati-hati, kak." katanya dan setelah dirasa dia mampu menahan gejolak dalam dirinya, Beomgyu memberi jarak namun berganti meraih lengan Soobin untuk menuntunnya.

Dalam hati, Beomgyu mencekoki pikirannya dengan alasan—yang dianggapnya—logis untuk bertindak seperti ini, bukan dalam ajang kesempatan dalam kesempitan. Alasannya, karena mereka tidak boleh terjatuh. Mereka tentu tidak bisa pulang dalam keadaan basah atau baret oleh goresan batu atau benda tajam yang tersembunyi di antara dasar sungai karena Mama pasti akan khawatir. Jadi, tindakan Beomgyu sangatlah beralasan.

Tanpa perlu melangkah lebih jauh lagi, mereka akhirnya mencapai tepian lainnya. Berbeda dengan bagian tepi satunya, rumput di sini lebih tinggi dan dipenuhi semak meski enggak banyak. Tanahnya juga lebih tidak rata dengan beberapa gundukan kecil.

"Di sini gak ada ular kan?"

"Nggak ada, adanya buaya." jawab Beomgyu tanpa mikir.

"HAH?! SUMPAH, DEK?"

Beomgyu memutar bola matanya. "Ya lo pikir aja kak, pake ditanya. Percuma lo pinter di akademik doang."

Soobin menghela napas untuk kelegaannya pada ketiadaan hewan reptilia yang memilik efek besar kalau mencaplok, serta untuk kesabarannya buat enggak melayangkan tampolan manis pada cowok yang lebih muda.

"Tuh kak, tuuhhh! Ada, ada! Gede lagi," Beomgyu menarik Soobin supaya mendekat, lantas berjongkok di hadapan bunga itu.

Fyi saja, sebenarnya itu adalah bunga dandelion yang biasanya memang bersemi ketika musim panas. Tapi, mereka mana tahu jenis bunga, sudah tahu mana bunga mana rumput saja masih mending.

Beomgyu memetik bunga tersebut dari tengah batangnya dan beranjak untuk mengulurkannya ke hadapan Soobin. "Coba ditiup, kak!"

"Kenapa gue?"

"Barangkali lu gak pernah main ginian di kota, for the first time in forever kalau kata Anna mah."

"Lo pikir di kota kaga ada tanaman apa?"

"Mana gue tahu, gue kan di Daegu."

Soobin mendengus pelan. Tapi kemudian dia meraih tangan Beomgyu yang memegang bunga, lantas dia mendekatkan wajahnya dan—huuff... serbuk itu berterbangan di antara embus angin yang tak terlihat.

"Wooaahh!" Beomgyu berseru.

Soobin menatap Beomgyu dalam jarak yang dekat. Nggak bisa menahan seutas senyum geli.

"Cari lagi yang lain,"

Mereka—atau tepatnya sih Beomgyu—mencari lagi bunga yang lain. Soobin cuman mengikuti sambil sesekali melihat-lihat. Jiwa bolang yang lebih tua gak sebanyak bocah satunya memang.

Lama waktu mereka di sana sampai matahari berdiri tepat di atas kepala mereka. Angin memang semilir mengembus mengurangi hawa panas dan kucuran keringat, tapi bukan berarti mampu mengenyangkan angin di perut. Alias, mereka sadar kalau sekarang telah masuk jam makan siang oleh bunyi perut samar didengar.

"Ayo pulang, dek." kata Soobin pada Beomgyu yang sedang bermain air, mau nyari kepiting katanya.

Di luar dugaan, Beomgyu langsung menurut. Dia beranjak dan mendekati yang lebih tua. Mengulurkan tangan.

Soobin menatapnya dengan dahi terlipat. "Gue gak bawa duit."

"Tangan lo maksudnya, elah. Kalau mau jalan sendiri juga bagus—"

"Oh iya!" Soobin langsung meraih tangan Beomgyu.

Literally, Soobin menggenggam tangan Beomgyu dan saling menyelipkan jemari di sela kosong masing-masing.

Beomgyu dibuat terkejut. Lagi-lagi gejolak aneh dalam dirinya itu muncul membuat kinerja responnya melambat. Soobin telah mengambil langkah melewati sungai lagi sebelum Beomgyu menyahut dan memimpin jalan seperti sebelumnya.

Beomgyu masih bungkam sampai mereka telah sampai di tepian lain. Dia memakai sepatunya dalam diam karena dia takut, dan sadar, sekali dirinya berbicara hanya akan tergagap konyol.

"Giliran lo yang dibonceng ya sekarang?"

Ucapan Soobin membuat Beomgyu mengerjap sadar. "Hah? Apaan?"

"Gue hapal jalan dari rumah ke sini kok, gak akan nyasar. Lagian kalau nyasar masih di Daegu, gak akan tiba-tiba ke Pulau Jeju."

"Yakali, kalau sampai ke sana mah berarti teleportasi namanya."

"Ya udahlah, pokoknya yang penting sampai rumah." lantas Soobin menyiapkan sepeda dan menaikinya duluan. Dibunyikannya bel di sebelah stir, "Cepetan naik, gue udah laper."

Beomgyu gak menyahut, langsung duduk di boncengan.

"Pegangan ya,"

"...nggak mau..." lirih Beomgyu sampai hanya mampu didengar oleh dirinya sendiri.

"Hah? Apa?"

Beomgyu menggigit bibir, berharap dapat menahan gejolak sinting dalam dirinya atau bahkan sebaiknya mereda saja sekalian.

"Dek? Lo kenap—"

Bugh!

"Buruan jalan ah, gue juga dah laper!!" teriakan Beomgyu nyaris memecah gendang telinga Soobin.

Soobin meringis, tapi alih-alih meraba punggung yang perih oleh tabokan, dia mulai mengayuh sepeda karena Beomgyu telah melayangkan tabokan lagi yang lain.


###


[12-11-2020]

Continue Reading

You'll Also Like

49.3K 6.7K 31
tidak ada kehidupan sejak balita berusia 3,5 tahun tersebut terkurung dalam sebuah bangunan terbengkalai di belakang mension mewah yang jauh dari pus...
26.2K 4.3K 15
Allura Christy Gadis remaja polos nan lugu yang kerap kali mendapat bullyan dari semua siswa siswi di sekolahnya. Bagaimana tidak, sekolahnya saja s...
804K 59K 53
"Seharusnya aku mati di tangannya, bukan terjerat dengannya." Nasib seorang gadis yang jiwanya berpindah ke tubuh seorang tokoh figuran di novel, ter...
89.4K 9.9K 30
"Tunggu perang selesai, maka semuanya akan kembali ketempat semula". . "Tak akan kubiarkan kalian terluka sekalipun aku harus bermandikan darah, kali...