I Love You My Pawang [REVISI]

By Koo_Alla

31.3K 3.6K 1.9K

"Lo jangan seperti magnet. Jika menarik, ya menarik saja. Jangan menarik tapi juga menolak." -Devano M... More

Prolog
Cast & Pengenalan
The First Day (1)
The First Day (2)
Nasehat Dari Seorang Cewek
Tukang Onar (1)
Tukang Onar (2)
Tukang Onar (3)
Mainan Baru (1)
Mainan Baru (2)
The Game (1)
The Game (2)
The Game (3)
Menggila (1)
Menggila (2)
Menggila (3)
The Draks Vs The Dragon
Senioritas
Melupakan
Tempur (1)
Tempur (2)
Tempur (3)
Coca-Cola
Bantuan
Pulang Bareng (1)
Pulang Bareng (2)
Lo Siapa (1)
Lo Siapa (2)
Soft Boy
Olahraga Pagi
New Cast(?)
Kepercayaan
The Draks Time
Something
Psikolog Cinta
Tak Pernah Senyaman Ini
Cemburu Salah Server
Ngambek Atau Marah
Maaf (1)
Maaf (2)
Berteman Bukan PDKTan
Dua kubu Yang Berbeda
Bad Couple
Holiday
Beautiful
Silancur Bukan Selancar
Pulang
Hacker (1)
Tes Coba
GEDUBRAK!
Promosi
Vote Cover DIFL

Kembali lagi

336 38 41
By Koo_Alla

Maaf jika gue pernah ngasih janji tapi gue sendiri yang ingkari. Jika lo lupa, gue juga masih manusia. Lo kira gue malaikat?

-Devani Puspita Jayachandra-

Seperti dimalam-malam sebelumnya, kali ini Vani bermimpi berisi sepotong kisah dimasa lalunya, lagi. Tentang dirinya, yang telah menjadi teman dekatnya Anton.

Saat itu Vani sedang duduk di sebuah bangku taman, yang sering Vani dan Anton kunjungi. Setiba ditaman itu, Anton masih saja diam, tak membuka suaranya sedikitpun. Vani yang merasa janggal hanya bisa menunggu. Menunggu Anton untuk bicara terlebih dahulu.

Sudah sekian kalinya Anton menghela napasnya dengan berat. Seperti beban hidupnya semakin bertambah. Setelah ditinggal pergi orang tuanya, dipisahkan dari adik kandungnya, dan kini masalah apa lagi yang melanda dirinya?

"Dia pergi," lirih Anton dilanjutkan dengan mendongakkan kepalanya ke atas.

"Dia? Dia siapa?" tanya Vani lembut tapi juga bingung. Sungguh, Vani merasakan sesuatu yang meresahkan hatinya.

Anton menundukkan kepalanya kembali, "Nenek, nenek gue meninggal." suara Anton terdengar seperti perpaduan dari bergetar, tercekat, dan putus asa.

Vani terkejut, kedua bola matanya membola dengan sempurna. Napasnya juga tercekat. Sungguh, ini berita sangat mengguncangkan hatinya.

"Ka-kapan?"

"Minggu lalu. Saat lo demam tinggi," jawab lirih Anton.

Ingatan Vani kembali di satu minggu yang lalu. Saat itu Vani sedang demam tinggi, full satu minggu penuh. Bahkan dirinya tak bisa keluar dari kamar. Saat itu Vani hanya bisa mengabari Anton lewat WhatsApp saja.

Kedua sudut mata Anton berair. Dengan pelan, Vani menarik tubuh tegar Anton yang saat itu terlihat sedang rapuh. Menarik ke dalam dekapan hangatnya.

"Maaf. Gue nggak ada disamping lo, saat lo sedih. Padahal gue udah dipercaya sama nenek lo," ujar Vani lirih sembari menepuk punggung Anton.

Anton diam, meresapi rasa hangat yang diberikan oleh Vani. Memeluk balik tubuh kecil Vani, sehingga pelukan itu semakin erat.

Vani tahu, dia hanya diam dan selalu di sampingnya Anton saja, itu sudah cukup menghibur. Tak perlu mengeluarkan beberapa rangkaian kalimat untuk menghibur Anton. Tiba-tiba terdengar suara tangisan tersedu-sedu dari kepala yang bertengger dipundak kirinya Vani.

"Nangis sekarang. Dengan begitu, lo bakal kuat nantinya. Menangislah, jangan lo pendam. Cowok juga butuh menangis agar terlihat seperti manusia," Vani berkata dengan tangan yang masih mengelus punggungnya Anton.

"Gue rasa, gue nggak diharapkan lagi didunia ini. Orang tua gue meninggal, nenek gue juga ikut ninggalin gue. Bahkan adik kandung gue, dibawa pergi ninggalin gue sendiri. Gue udah nggak punya siapa-siapa lagi," Anton mengeluarkan keluh kesahnya, masih dengan menangis tersedu-sedu dan mendekap erat tubuh Vani.

"Lo masih diharapkan didunia ini. Lo masih punya gue. Gue bakal tetap ada disamping lo. Pegang janji gue," ucap Vani menenangkan.

Anton melepaskan dekapannya, menunduk guna melihat wajah cantiknya Vani. Menatap dengan raut yang sedikt tak percaya. Vani yang mengerti arti tatapan dari Anton, segera memegang kedua tangannya Anton dengan erat.

"Gue janji Anton," ucap Vani menenangkan. Dengan perlahan Vani menghapus jejak air mata Anton dengan kedua ibu jarinya. "Jika lo mau, lo bisa jadi kakak gue. Berhubung gue juga anak tunggal. Udah lama banget, gue pengen punya kakak cowok. Dan juga, kebutuhan lo biar orang tua gue yang tanggung"

"Nggak perlu. Gue masih punya uang, nenek gue kasih tahu, jika orang tua gue udah ninggalin harta warisannya. Seharusnya harta warisan itu dibagi dua sama adik gue. Tapi kata nenek, semua buat gue saja. Karena adik gue udah hidup bahagia, bersama keluarga barunya," balas Anton sembari tersenyum kecut, jika mengetahui fakta bahwa adiknya lebih bahagia dari pada dirinya.

Anton mengangkat kedua tangannya, dia taruh dikedua pipinya Vani.

"Dan soal kakak, lo bisa anggap gue sebagai kakak lo. Lo bisa berbagi cerita dan masalah sama gue. Gue bakal siap menampung semua unek-unek lo," kata Anton parau.

Dengan cepat Vani melepaskan kedua tangan kokohnya Anton dari wajahnya. Anton sempat terkejut dengan perlakuan Vani. Tapi tak lama kemudian Vani mendekat, mendekap erat tubuh Anton lagi. Berhasil menerbitkan senyum bahagia milik cowok itu.

"Bodoh, yang seharusnya ngomong gitu gue. Lo bisa anggap gue sebagai adik lo. Lo bisa berbagi cerita dan masalah sama gue. Gue bakal siap menampung semua unek-unek lo," ujar Vani yang sama dengan perkataan Anton sebelumnya.

Anton membalasnya dengan memeluk erat tubuh Vani. Menghirup harum parfum milik vani. Aroma mawar dan vanila. Sangat harum, hingga mampu membuat kedua mata Anton berlahan menutup.

Vani terbangun. Kali ini Vani tak yakin dengan sesuatu yang mendatanginya saat tidur tadi. Apakah itu memori masa lalunya, ataukah hanya mimpi belaka? Pasalnya, Vani sedikit terheran dengan perkataannya tadi di mimpi, saat dirinya mengaku sebagai anak tunggal. Jika dimasa lalunya dia hanya sebagai anak tunggal, lantas keberadaan Gilang sekarang sebagai apa? Apakah Gilang bukan kakaknya? Tapi bagaimana bisa?

Dengan cepat Vani meraih handphonenya. Mencari kontak seseorang, kemudian menekan tombol telpon. Hanya orang itu yang bisa Vani tanyakan kebenarannya. Tak berapa lama, nada tersambung akhirnya berbunyi.

"Halo?" sapa orang diseberang sana.

"Bisa kita ketemu?" seperti biasa, Vani selalu mengungkapkan tujuannya.

"Bisa. Mau ketemu dimana?"

Vani melirik jam wekernya, ternyata masih pukul setengah lima sore. "Ketemu ditaman."

"Okey. Gue ke sana sekarang."

Sambungan terputus, dengan segera Vani beranjak dari kasurnya. Masuk kedalam kamar mandi. Setelah mandi, Vani mencari pakaian yang akan dia kenakan. Dan setelah itu, Vani keluar untuk menuju taman.

Karena jarak rumah sampai ke taman hanya berjarak lima puluh meter, akhirnya Vani memutuskan untuk berjalan kaki saja. Sesampainya disana, ternyata Anton sudah sampai duluan. Dengan cepat, Vani mendudukan dirinya disamping kirinya Anton.

"Lo capek?" tanya Anton, pasalnya Anton melihat anak rambut milik Vani yang sedikit basah.

"Lo pikir, gue selemah itu?" tanya vani balik.

"Ya, gue kira lo capek. Tuh rambut lo basah," ujar Anton sembari menunjuk ke arah rambut Vani.

"Gue habis mandi," balas Vani dan Anton hanya membulatkan mulutnya.

"Jadi, apa alasan lo minta gue ke sini? Kalau lo kangen, kan bisa video call sama gue. Tapi nggak papa deh, gue jadi nggak sendirian dirumah," balas Anton dengan santainya.

Mendengar kata 'sendirian' yang keluar dari bibirnya Anton, membuat Vani merasa bersalah dan juga sedih. Bersalah karena dia tak ada disampingnya Anton saat Anton terpuruk, dan sedih saat mengetahui nenek Anton sudah meninggal.

"Gue udah tahu. Ingatan gue udah balik lagi. Maaf," ujar Vani lirih sembari menundukkan kepalannya. Anton hanya menatap dengan raut kebingungan.

"Maaf? Buat?"

"Maaf gue nggak ada disamping lo saat lo terpuruk. Maaf, gue nggak bisa nemenin lo selama dua tahun ini. Dan maaf, karena gue nggak bisa datang dihari pemakaman nenek lo."

Anton terkejut, mengetahui jika ingatan Vani kembali. Ingatan, tentang kisah sedihnya. Awal dari keterpurukan dirinya.

"A-apa saja yang udah lo inget? tanya Anton dengan ragu.

"Cukup banyak. Kemarin gue bermimpi, gue berkunjung ke rumah lo, yang ternyata satu atap dengan nenek lo. Soal kedua orang tua lo, soal adik perempuan lo, dan terkahir, gue bermimpi lagi. Saat nenek lo meninggal dunia."

Anton hanya terdiam, sesungguhnya dia cukup lega mengetahui ingatan Vani sudah kembali sampai sejauh itu. Itu kemajuan yang sangat besar, untuk Vani. Tapi, Anton sedih, karena dengan Vani bercerita begitu, dirinya kembali teringat dengan mendiang neneknya. Jujur, luka terdalam yang pernah Anton rasakan adalah, kehilangan orang yang tersayang, yaitu neneknya.

"Tapi Ton," kata Vani lagi, "ada sesuatu hal yang mengganjal dihati gue," ucap Vani kemudian.

"Mengganjal bagaimana?" Anton memiringkan kepalanya.

"Setelah gue tahu, jika nenek lo udah meninggal dunia. Setelah itu gue ngomong ke elo, jika gue mau lo jadi kakak gue. Dan juga, gue ngomong jika gue adalah anak tunggal. Jika dimasa lalu gue sebagai anak tunggal, kemudian sekarang kenapa gue bisa punya kakak?" tanya Vani yang sedikit merasa frustasi.

Anton yang melihat raut frustasi dari Vani, segera menarik tubuh Vani kedalam dekapannya. Kemudian menepuk-nepuk punggung Vani pelan.

"Sebagian mimpi lo itu memang memori masa lalu, dan sebagiannya lagi hanya untuk penghias tidur lo. Memang benar, jika nenek gue udah meninggal. Itu memang memori masa lalu lo. Dan soal lo adalah anak tunggal, itu cuma mimpi. Karena lo dulu ngomong ke gue, lo seneng  punya kakak yang baik, sebaik kak Gilang." Anton terdiam sejenak. Menarik napasnya dalam. Masih dengan mendekap tubuh kecilnya Vani.

"Nama kakak lo Gilang kan? Dulu lo sering cerita ke gue, lo sangat sayang ke kakak lo, meskipun begitu, lo tetep anggap gue sebagai kakak kedua lo. Jika kak Gilang berperan sebagai kakak ketika dirumah dan gue berperan sebagai kakak ketika diluar rumah. Gue cukup seneng atas perhatin lo ke gue. Gue juga nggak merasa kesepian lagi, setelah lo anggap gue sebagai kakak lo."

Vani tiba-tiba terisak. Dadanya terasa terhimpit saat Anton berucap demikian. Vani merasa telah gagal menjadi seorang adik selama dua tahun ini, karena telah meninggalkan Anton seorang diri.

Anton yang mendengar suara isakan tangis, segera melepaskan dekapannya. Membulatkan kedua matanya saat melihat Vani menangis dihadapannya.

"Lo kenapa menangis?" tanya Anton lembut sembari mengangkat kepala Vani agar menatap ke arahnya.

"G-gue minta maaf. G-gue udah ninggalin lo selama dua tahun ini. Gue tahu, lo pasti kesepian. Maafin gue," Vani berkata dengan sesenggukan. Vani juga tak tahu mengapa dirinya bisa menangis semudah itu. Padahal, sudah lama Vani tak merasakan tangisan. Mungkin ini yang pertama setelah dia mengalami kecelakaan itu.

Anton menarik Vani kedalam dekapannya lagi. Memeluk erat tubuh Vani dengan kedua tangannya, "Lo nggak salah. Emang takdirnya sudah begini. Yang terpenting lo udah kembali lagi ke kehidupan gue. Makasih, karena lo udah mau percaya sama gue lagi," ujar Anton sembari mengelus pelan rambut coklat ombrenya Vani.

Mereka terdiam, sampai tak sadar jika mendung datang. Hingga setetes air, mengenai tubuh mereka.

"Hujan. Gue anter lo pulang ya. Lo pasti dicariin bonyok lo dan juga kak Gilang. Ayo pulang," ajak Anton. Tapi Vani masih diam saja didalam dekapannya Anton.

"Bonyok gue masih diluar negeri. Kak Gilang masih dikampus. Gue mau disini nemein lo."

Anton menghela napasnya dengan berat, "Ya udah, lo sama gue aja. Tapi kita berteduh ya. Gue nggak mau lo hujan-hujanan. Gue nggak mau lo sakit. Kita berteduh diasana, mau?"

Vani mengikuti arah yang ditunjukkan oleh Anton. Disana berdirilah sebuah kedai makanan. Hanya sedikit yang berteduh disana. Dan Vani pun hanya mengangguk sebagai jawaban.

Pukul enam lebih sepuluh menit, hujan baru reda. Setelah reda itu, Anton mengantarkan Vani pulang karena sudah malam. Dan sampai didepan rumah, digarasi Vani tak menemukan sebuah mobil. Menandakan jika Gilang belum pulang. Memikirkan soal kakaknya, dia jadi sedikit ragu, jika Gilang memang kakak kandungnya. Dengan helaan napas panjangnya, Vani melangkah memasuki rumah.

Setelah acara mandinya selesai, Vani segera turun untuk makan malam. Seperti hari-hari sebelumnya, dirinya harus makan malam sendiri lagi. Suasana sedih tiba-tiba melanda hatinya. Entah mengapa dia kangen dengan orang tuanya. Ingin berkumpul kembali seperti biasa. Tapi mau bagaimana lagi, kedua orang tuanya pergi ke Korea Selatan karena neneknya sedang sakit. Dan juga ada beberapa pekerjaan disana. Vani hanya bisa menurut.

Setelah makan, Vani mencuci peralatannya. Setelah itu, Vani beranjak menaiki tangga. Baru dua anak tangga, pintu rumah berbunyi, menandakan jika seseorang sedang membuka kunci. Hingga tak lama kemudian seseorang datang dari arah ruang tamu.

"Eh, belum tidur lo, dek?" tanya Gilang yang melihat keberadaan Vani dianak tangga.

"Belomlah. Baru juga jam berapa."

"Ya udah sana tidur. Besok sekolah," ujar Gilang lagi.

"Iya iya. Ini juga mau naik ke atas."

Gilang, duduk dikursi meja makan, mengambil nasi dan mengisi beberapa lauk pauk. Sedangakan Vani melanjutkan perjalanannya, namun terhenti. Seketika dirinya membalikkan tubuhnya menghadap meja makan, tepatnya ke arah Gilang.

"Kak, gue mau tanya," ujar Vani ragu.

"Tanya apa? Sok kebanyak gaya lo, mau tanya aja minta ijin dulu," Gilang berkata kemudian terkekeh pelan. Vani yang melihatnya hanya mendengus kesal.

"G-gue...."

Gilang yang mendengar Vani hanya berkata demikian kini melihat le arah Vani denagn alis terangkat sebelah.

"Lo kenapa? Jangan bilang kalo lo udah taken sama Vano?" tanya Gilang tajam.

Raut wajah Vani sepenuhnya kesal, bukan itu yang ingin Vani tanyakan. Melainkan apakah benar jika dimasa lalu, Vani adalah anak tunggal.

"Bacot. Bukan itu yang mau gue tanyakan."

"Terus lo mau tanya apaan?" tanya Gilang yang lanjut memakan makan malamnya.

"Nggak jadi," balas Vani ketus kemudian melangkahkan kakinya ke kamarnya.

"Ye dasar adek nyebelin lo," kata Gilang. Tapi tak ada jawabannya dari Vani karena Vani sudah damapi dikamarnya. Gilang mengernyit heran dengan sikap Vani akhir-akhir ini.

"Adik gue kenapa dah? Ah bodo, palingan juga lagi pms."



Continue Reading

You'll Also Like

21.2K 2.3K 41
Pertemuan pertama dengan sosok cowo yang hampir merenggut nyawa nya, membuat gadis ini menemukan cinta pertamanya. •RAQEELA AQUEENA VERONICHA Seoran...
179K 11.8K 52
REPUBLISH ALVARO tidak menyangka akan menjadi seorang ayah diusia muda. Mempunyai kekasih saja tidak pernah terpikirkan olehnya, lalu tiba-tiba Zaqia...
56.8K 1.2K 21
Cover by:@lalinaaa___ [FOLLOW DULU SEBELUM BACA] "dare aja deh" "OKE DER NYA ADALAH "ucap dion ditelinga genova yang langsung diangguki noval "ck gak...
15.5K 778 42
lanjutan ke dua, atau sekuel dari story Arabella. *** Davara Christopher, lelaki tampan, cerdas, yang memiliki sifat yang dingin namun bar-bar. Sifat...