Kesucian yang ternodai

By acoaofficial

188K 6.4K 441

Berkisah tentang seorang gadis belia bernama Aishwa Zahira, yang mengalami sebuah tragedi buruk. Dia merasa h... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
18
19
20
21
22
23
Enggak baca juga, enggak apa-apa!
WAJIB BACA

17

5.1K 240 22
By acoaofficial

Apartemen Gara tampak ramai, seperti biasanya di hari sabtu malam minggu. Komunitas atau semacam geng yang Gara ketuai selalu berkumpul di apartemennya sekadar mengobrol atau membahas lainnya. Namun sang pemilik apartemen tampak tak memiliki semangat mengobrol; mencicipi koka-kola.

"Gar, lo kenapa sih? Dari tadi diem mulu, kenapa?" tanya Tara menyadari gelagat aneh dari Gara. Tidak biasanya sang ketua bersikap diam saja.

"Lo kayak enggak tahu si Gara aja, Tar. Kalo dia diem berarti ada masalah di keluarganya," sahut Joni membenarkan.

Sementara Ferdi hanya diam menyimak, sebenarnya dia juga merasa aneh dengan sikap keterdiamannya Gara. Aneh, satu kata yang ada dalam benak Ferdi saat melihat Gara.

Risi dengan berbagai pertanyaan mengenai dirinya. Dia bangun dari duduk, berjalan menjauh dari apartemennya sendiri menuju luar. Sungguh pikiran dia benar-benar kacau, sang papa selalu bisa membuat pikiran Gara tak tenang.

Apalagi ditambah bayangan Aishwa selalu saja terlintas dalam pikirannya. Semakin Gara mengusir bayangan wajah itu, semakin dia mengingat kepada Aishwa. Terlebih mengingat petang menuju malam. Seulas senyum seringai terbingkai di wajah.

"Aishwa," gumam Gara.

"Sangat menarik benar-benar menarik," lanjut Gara. Berjalan ke arah lift, baru saja ingin masuk dering ponsel berbunyi menandakan ada panggilan masuk.

Gara berdecak kesal mengetahui siapa yang memanggilnya—sang mama. Pasti wanita cerewet itu sedang disuruh oleh sang papa untuk meneleponnya, lalu menyuruh pulang. Gara bimbang antara menjawab atau mematikannya.

Langkah Gara masuk ke lift sana, mengabaikan panggilan masuk yang berulang-ulang. Sangat menganggu, dia mengangkat panggilan itu dengan perasaan dongkol. Benar-benar menyusahkan saja.

"Apa?" Bukannya memberi salam atau berucap sopan santun. Gara justru menyentak.

Embusan napas kasar terdengar dari ujung telepon sana.

[Kamu di mana? Pulang, papa kamu ingin berbicarakan sesuatu!]

Suara itu begitu penuh penekanan di indra pendengaran. Gara berdecak kesal, dia memutuskan sambungan telepon begitu saja. Lalu keluar dari lift menuju basement apartemen di mana mobil milik terpakir.

Gara tahu apa konsekuensinya jika tidak datang saat sudah diperintah oleh sang mama. Lebih baik menurut daripada dia jadi anak gelandangan nantinya.

"Menyebalkan!" ketus Gara kepada dirinya sendiri.

***

Aishwa bersembunyi dibalik punggung sang kakak. Takut berhadapan dengan sang papa, apalagi menatap wajah penuh kilatan emosi dari sang papa. Dia meremas ujung kaos milik Rajendra. Tidak sanggup menerima berbagai perlakuan kasar atau mendengar hal buruk mengenai dirinya.

"Katakan siapa anak yang sedang dikandung itu, Aishwa!" teriak Farhan murka. Baru saja dia sampai di rumah, dia sudah dikejutkan oleh berita kehamilan anak gadisnya.

Sangat malu dirasa oleh Farhan. Dia jadi merasa gagal mendidik anak-anaknya sendiri. Belum lagi dia harus menutup telinga mendengar ocehan para tetangga dan kerabat jika berita kehamilan Aishwa menyebar begitu saja.

Tubuh Aishwa bergemetar takut. Cengkereman di kaos Rajendra semakin kuat. Rajendra melirik ke arah kaosnya, lalu menatap sang papa.

"Percuma berteriak dan marah, semuanya sudah terjadi. Membuang tenaga saja," ucap Rajendra.

Rajendra merasa kalau emosi tidak akan pernah menyelesaikan satu masalah saja, yang ada malah semakin panjang. Dia berjalan mendekati sang papa, menatap laki-laki paruh baya itu dengan penuh harap.

"Terima saja. Semuanya sudah terjadi, tidak bisa diulang," kata Rajendra.

Mulut Farhan terkatup rapat. Jemarinya mengepal. Jiwanya terasa terguncang, sedih mendengar berita anak gadisnya dihamili. Dia menatap Aishwa sekilas, merentangkan tangan kepada gadis itu.

Aishwa mendongak menatap sang kakak, tidak mengerti apa maksudnya. Rajendra meraih tangan Aishwa, mengkode agar Aishwa mau mendekati Farhan.

Dengan perasaan was-was disertai takut. Aishwa berjalan menghampiri Farhan. Lalu Farhan mendekap tubuh Aishwa. Tubuh Aishwa menegang, untuk pertama kalinya dia merasakan pelukan dari sang papa.

Air mata jatuh begitu saja. Kenapa pada saat hidupny sudah benar-benar hancur sang papa baru memeluknya? Sungguh hal itu benar-benar tidak adil. Sedih rasanya. Usapan lembut dipunggung seketika berhenti. Aishwa menunggu apa yang terjadi selanjutnya.

"Katakan siapa yang membuat kamu hamil?" tanya sang papa tanpa ekspresi.

Aishwa tak menjawab. Dia diam saja, seperti ada yang mengganjal dalam kerongkongannya. Farhan mencekal bahu Aishwa dengan kasar, kilatan amarah terpancar dengan jelas di sana.

Dia mendorong pelan tubuh Aishwa, lalu menampar dengan keras. Untung saja Rajendra dengan sigap menopang tubuh Aishwa agar tidak terjatuh lagi di lantai. Pipi Aishwa terasa nyeri dan perih, terlebih di hati. Dia pikir sang papa memeluknya dengan perasaan ikhlas namun nyatanya malah sebaliknya.

"Anak tidak tahu diuntung! Selalu saja mempermalukan keluarga sendiri!" Farhan membentak.

Aishwa mencengkereman kuat lengan Rajendra. Memejamkan mata mendengar semua ucapan Farhan. Dia tidak boleh menangis, apalagi terlihat lemah. Aishwa sanga membenci dirinya sendiri, sungguh.

"Kamu dan Kakakmu sama saja. Sama-sama pembawa sial!"

"Cukup, hentikan!" teriak Rajendra menatap penuh permusuhan ke arah Farhan. Kali ini dia akan membela Aishwa, tidak tega melihat sang adik menderita kembali.

"Apa? Tumben sekali kamu membela anak sialan ini, hah?!"

"Cukup! Hentikan! Kita sudah bersabar dan menghormati Anda—"

"Aku ini Papamu! Berani sekali menyebut Papamu dengan sebutan 'Anda' anak tidak tahu diuntung!"

"Aku ingin dia." Farhan menunjuk Aishwa, lalu kembali menatap Rajendra. "Mengugurkan kandungannya! Tidak sudi aku melihat anak itu lahir!"

Farhan menjauh meninggalkan Rajendra bersama Aishwa. Rajendra menopang tubuh Aishwa, membawa sang adik ke kamarnya. Dia perlu memberitahu kabar buruk itu kepada Gara. Laki-laki itu harus bertanggung jawab.

Sesampai di dalam kamar Aishwa, Rajendra menduduki sang adik di ranjang. Menatap wajah Aishwa dengan iba dan penuh sesal. Menangkup dalam wajah itu, sekilas mirip dengan sang mama. Mengingatnya membuat Rajendra rindu saja.

"A–aku tidak mau menggugurkannya. Ini titipan dari Sang Maha Kuasa. Berdosa jika aku menggugurkannya." Aishwa bermonolog sendiri sembari memegangi perutnya, takut sang jabang bayi digugurkan.

Rajendra menatap penuh iba. "Enggak, lo enggak akan ngegugurin anak itu. Tetapi lo harus nikah sama Gara, dia harus tahu! Jangan egois."

Aishwa menangis. Mendengar nama Gara saja dia sudah takut. Bagaimana hidup bersama laki-laki itu? Aishwa sudah tidak habis pikir dengan jalan pemikiran sang kakak. Tidakkah sang kakak sadar dengan apa yang dia lakukan? Kalau dia kembali diberikan kepada Gara sama saja masuk ke dalam jurang penderitaan.

Lebih baik diam. Mengikuti bagaimana jalan takdir saja. Kalau memang takdir Aishwa bersama Gara, dia ikhlas.

"Gue bakalan ngomong sama dia."

***

Gara tampak tak peduli dengan ucapan sang papa yang menginginkan perubahan kepada dirinya. Menyebalkan jika sudah mendengarnya ditambah dengan perbandingan dirinya dengan sepupu sendiri. Katanya bahwa dia tidak bisa apa-apa, bisanya menyusahkan, sedangkan si sepupu mendapat beasiswa di Jepang. Benar-benar membuat perasaan Gara panas saja.

"Gara kamu dengar enggak sih apa yang Papa katakan?"

"Denger," balas Gara sekena.

"Jangan berbicara pakai urat dengan anakmu, Pa." Wanita paruh baya di samping Gara membela.

Gara hanya mengembuskan napas kasar. Ucapan sang papa ada yang didengar ada yang tidak. Tak memedulikan sama sekali. Lebih baik hidup menjadi diri sendiri daripada menjadi orang lain.

Dering ponsel Gara kembali berbunyi menandakan panggilan masuk. Gara melihat siapa yang menelepon dirinya, alis Gara mengerut melihat nama 'Rajendra' tertera di layar monitor ponselnya.

"Halo? Apa hamil?" Gara terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Rajendra di seberang telepon sana. Baru saja dia ingin menyapa, Rajendra malah menembaknya dengan berita buruk itu.

Panggilan terputus. Rahang Gara mengeras. Dia masih terkejut mendengar kabar buruk itu, baginya itu sangat buruk.

Tidak hanya Gara saja yang terkejut, begitu juga dengan Wiraman dan Gina. Rahang Wiraman mengeras, dia mencengkereman kerah kaos milik Gara. Membuat Gara terbangun dari duduknya.

"Katakan. Anak gadis siapa yang kau hamili?" Wiraman membentak, melepaskan cengkereman tersebut sembari menampar wajah Gara.

Wajah itu tertoleh ke kiri, Gara memegangi pipinya. Sementara Gina, dia terkejut melihatnya. Menghampiri sang suami sambil memeluk lengannya. Takut kalau Wiraman lepas kendali menyakiti Gara.

"Dasar anak tidak tahu diri! Sudah disediakan fasilitas enak. Malah menghamili anak gadis orang!"

Gara tampak menuliskan pendengarannya. Dia berjalan gontai menuju kamar, masih belum percaya dengan kabar yang diterima. Dia juga sudah mengikhlaskan pipinya ditampar oleh sang papa. Kali ini dia tidak ingin berdebat. Menenangkan diri sejenak saja itu sudah cukup.

"Aku merasa gagal mendidik anak kita, Pa," ungkap Gina terduduk lemas di sofa.

Wiraman bergeming. Tatapannya masih menyiratkan emosi tertahan. Selama ini dia hanya memfalitasi Gara dengan barang mewah tidak memerhatikan pertumbuhan anaknya sendiri. Dia terlalu sibuk dengan dunia bisnisnya.

Sementara Gara, dia mengadah langit di atas balkonnya. Angin malam menerpa wajah. Bayangan wajah Aishwa terlintas begitu saja. Benar-benar hari yang buruk.

Lama bergeming dan melamun menimang ucapan Rajendra yang meminta dirinya untuk bertanggung jawab, seringai tipis terbingkai di wajah. Dia mengangguk pelan seperti orang yang sudah menemukan jalan keluar dari masalahnya sendiri.

"Gue tahu apa yang harus gue lakuin."

Tbc:
Jangan lupa beri pendapat^^

See you part selanjutnya.

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 15.8K 17
penyesalan memang datang terlambat.. seperti aku yang menyadari perasaanku setelah kamu pergi..... semuanya sudah terlambat... Reinaldo Xaviero
3.1M 225K 126
"Dek, mau jadi pacar Abang gak?"
52.5K 2K 22
pernah dengar istilah OSPEK? Yap! OSPEK singkatan dari Orientasi Siswa dan pengenalan Kampus, sama halnya dengan MOS dan MPLS di SMA, bertujuan untuk...
357K 10.5K 39
Seorang CEO yang memiliki masalah tidurnya. Dia mengidap kelainan yaitu Hypersomnia. Hypersomnia yaitu dimana seseorang yang mengalami kelebihan tid...