AFTER MARRIED || (T A M A T)

Oleh hananayajy_

437K 47.6K 15.7K

The next story 'MY COLD PRINCE 2' Cerita perjalanan Arkan dan Maura yang penuh duka, luka dan air mata, kini... Lebih Banyak

P R O L O G
WEDDING DAY
KEINGINAN MAURA
YANG TERCANTIK
KETAKUTAN ARKAN
I'M YOURS
DUGAAN
KEJUTAN
KEGUGURAN
RECALL
GIVE ME A GIFT
MASA KECIL ARKAN
GOOD ADVICE
CEROBOH
UNKNOWN
PERHATIAN
JEBAKAN
UMPATAN KASAR
KELUARGA KECIL
KESEPAKATAN
ENDING
BONUS PART
SPECIAL PART
SEQUEL AFTER MARRIED

PANGGILAN NORAK

30.6K 2.9K 1K
Oleh hananayajy_


Jangan lupa share cerita ini yaa biar A.M makin seneng nebar keuwuan mereka wkwk

Happy Reading


💍💍💍


Setelah memberikan kejutan manis untuk Maura dan menghabiskan waktu berdua mereka yang benar-benar perdana sebagai pasangan suami-istri, Arkan mengajak Maura kembali ke acara. Meskipun gadis itu sempat cemberut karena tidak rela pergi meninggalkan tempat indah yang sudah di siapkan suaminya sendiri sebagai kejutan ulang tahun untuknya.

Menurut Maura, itu adalah kejutan terindah di hari ulang tahunnya sebagai Nyonya Dirgantara-istri dari Arkan Alvaro Dirgantara. Mengingatnya saja membuat perut Maura tergelitik, dan rasa panas itu kembali menjalar di area pipinya.

Mereka juga tidak merasa kesulitan mengatur pernikahan mereka sendiri. Tidak ada halangan apapun dan semuanya berjalan dengan lancar sampai hari H tiba. Dari pemilihan gaun, undangan, dekorasi pernikahan, souvenir, bahkan menu makanan pun benar-benar lancar meskipun tempat acara sempat ada sedikit kendala. Tetapi sekali lagi-berkat Alvarel, keinginannya untuk menyelenggarakan pernikahan di Pink Beach itu pun terpenuhi.

Dari semua perencanaan pernikahan yang mereka atur sendiri, tidak ada perdebatan di antara mereka karena selera mereka berdua sama. Maura yang selalu menyukai pilihan Arkan, dan Arkan yang tidak mempermasalahkan apapun pilihan Maura.

Bagi mereka, perencanaan pernikahan itu harus di dasari dengan persetujuan masing-masing. Sama-sama menyukai, tidak ada unsur keterpaksaan, karena bagaimanapun juga pernikahan itu adalah bagian dari diri mereka.

Arkan dan Maura yang mengurus pernikahan mereka sendiri, tidak ada campur tangan kecuali Alvarel yang membantu sedikit masalah tempat di Pink Beach itu. Memang Alvarel lah yang harus turun tangan karena nama Alvarel cukup berpengaruh di sana-tetap Maura juga turut andil meyakinkan mereka yang khawatir akan tercemarnya lingkungan.

Semuanya beres dan Arkan yang mengurus sisanya karena memang mereka tidak boleh bertemu selama dua minggu.

Bagi Arkan tentu itu adalah hal yang sangat menyiksanya. Dua minggu itu terasa sangat lama. Arkan sangat khawatir bagaimana gadis itu menjalani hari-harinya tanpa sedikitpun melakukan kecerobohan.

Seperti yang Kinara adukan saat hari pertama Maura di pingit. Gadis itu terjatuh karena tersandung karpet bulu hotel, tidak lihat-lihat jalan karena terlalu sibuk bermain ponsel. Maura terjatuh bersama ponselnya dengan kepala yang terantuk bagian belakang sofa.

Mendengar aduan Kinara, Arkan jadi sama sekali tidak bisa tidur karena terlalu mengkhawatirkan Maura. Tidak tidur sedikitpun. Merasa gemas sekaligus kesal akibat tidak bisa bertemu dengan Maura untuk memastikan gadis itu baik-baik saja atau tidak.

Pagi harinya Laura datang menenangkan Arkan dengan membawa kue buatan Maura dan mengatakan kalau Maura baik-baik saja. Hanya menimbulkan sedikit benjolan di kepalanya, selebihnya gadis itu baik-baik saja.

Justru Laura bercerita kalau Maura malah menangisi ponselnya yang retak karena terlempar mengenai dinding. Masih bisa di gunakan memang meskipun Maura tidak bisa melihat dengan jelas karena retakan itu menghalanginya membaca tulisan atau menonton video.

Sebenarnya Alvarel ingin membelikannya ponsel yang baru hari itu juga, tetapi Maura melarangnya karena ponselnya masih bisa di gunakan.

Arkan sedikit menghela nafas lega saat itu. Lebih baik ponsel Maura yang rusak total dari pada gadis itu yang kenapa-napa. Arkan tidak ada di dekatnya, dan itu masalah besar untuk Arkan sendiri.

Setelah pemberitahuan itu, sorenya Arkan pergi ke bagian kota untuk membelikan ponsel baru untuk Maura dan menitipkannya pada Kinara untuk di berikannya pada gadis itu dengan note kecil yang tertempel di kotak ponsel tersebut.

Jangan terluka lagi, sedikitpun.

Aku mohon.

Siapa yang tidak terlena dengan kalimat manis itu? Maura bisa membayangkan bagaimana Arkan memohon padanya untuk tidak terluka, membayangkannya saja perut Maura sudah tergelitik. Seakan ada ribuan kupu-kupu berterbangan di dalam sana.

Maura merasa sangat bersalah karena kabar tidak tidurnya Arkan. Jadi, pagi-pagi sekali ia bangun dan meminta bantuan Reyhan untuk mengizinkannya menggunakan dapur hotel karena Maura ingin membuat kue untuk Arkan sebagai permintaan maaf.

Reyhan pun mengabulkannya, namun dengan syarat Maura di awasi oleh dua koki professional dan dua orang bodyguard sekaligus Kinara dan Calista di sana. Jaga-jaga jika Maura melakukan kecerobohan lagi dan Arkan kembali kepalang panik. Bisa-bisa Arkan akan membuatnya babak belur karena memperbolehkan Maura menyentuh dapur, apalagi memegang pisau.

Sekedar informasi. Maura sangat-sangat di manja oleh Arkan, dan cowok itu tidak memperbolehkan Maura sedikipun menyentuh dapur apalagi memegang pisau. Arkan bahkan meminta semua teman-teman dan keluarga Maura, maupun Clara dan Edgar untuk melarang dan menjauhkan Maura jika kedapatan melakukannya.

Tetapi Reyhan melanggar aturan karena memang tidak tega melihat Maura memasang wajah lucu sembari memohon di hadapannya seperti itu. Lagi pula Reyhan juga melakukan pengawasan yang ketat , jadi tidak ada yang perlu di khawatirkan.

Sementara Maura berhasil membuat kue buatannya sendiri meskipun wajahnya penuh dengan tepung dan krim yang membuat orang-orang di sana tertawa melihatnya.

Maura tidak mempermasalahkannya karena gadis itu lebih berfokus pada kuenya yang berkrim putih dengan beberapa stroberi yang memenuhi bagian atasnya. Arkan pasti akan sangat suka karena pembuatan kue itu di buat dengan cinta, tentu saja.

Tidak lupa Maura memberikan note berisi permintaan maaf karena sudah membuat Arkan khawatir dengan emot love dan cap bibirnya sendiri di bagian bawah tulisannya.

Sorenya, Maura kembali melakukan kecerobohan. Karena Maura yang baru saja selesai mandi dan keluar begitu saja tanpa mengeringkan kakinya terlebih dahulu, alhasil dia pun terpeleset. Untungnya tubuh Maura mendarat mulus ke sofa empuk.

Naasnya, ponselnya yang sudah retak itu pun hanya tinggal nama karena Maura mendudukkannya dengan cara yang kasar. Alhasil retakan ponselnya jadi semakin parah dan benda pipih itu pun tidak berfungsi lagi.

Maura menangis sejadi-jadinya, merutuki kebodohannya sekaligus karena sebelumnya Maura malah meletakkan ponselnya di sana sebelum pergi mandi. Menangisi kecerobohannya sendiri hingga akhirnya Kinara datang membawakan paper bag merk ponsel ternama yang Arkan belikan.

Tangisan Maura terhenti dan berganti senang, meski tetap merasa sedih sekaligus bersalah, bagaimanapun ponsel itu pemberian Rafa saat dulu. Bagaimana caranya Maura menyampaikan maaf pada Rafa karena tidak bisa menjaga barang pemberiannya dengan baik?

Tetapi kekhawatirannya itu terhilangkan karena Rafa dan Qiana datang mengunjunginya. Rafa terlihat nampak santai setelah Maura menceritakan semua kebodohannya. Rafa bilang, Arkan sudah lebih dulu memberitahunya dan menyampaikan maaf atas kecerobohan Maura.

"Lo beruntung punya Arkan"

Begitu kata Rafa sebelum berpamitan setelah mengunjunginya bersama Qiana.

Memang Maura sangat beruntung memiliki Arkan. Maura bahkan tidak sedikitpun kepikiran jika Arkan menemui Rafa untuk menyampaikan maaf karena ponsel pemberiannya sudah di rusak olehnya. Jika kalian bertanya kenapa bisa Arkan tahu jika Rafa dulu membelikannya ponsel, jawabannya, tidak ada yang tidak Arkan ketahui jika itu menyangkut Maura.

Astaga ... Maura sangat-sangat beruntung memilikinya.

"Ngelamunin apa?"

Suara bariton lembut Arkan terdengar di telinga Maura membuat gadis itu menoleh. Maura kembali merasakan sentuhan lembut di kepalanya ketika ia menatap mata tajam cowok itu yang menyorotnya hangat.

"Ngelamunin betapa beruntungnya aku punya suami kayak kamu, hehe" jawab Maura seraya jari telunjuknya yang bermain-main di dada Arkan.

Arkan memejamkan matanya merasakan sensasi lembutnya jemari Maura bergerak di sekitar dadanya. Arkan lalu membuka matanya seraya menahan tangan Maura dan memberikannya kecupan di telapak tangan gadis itu.

"Don't tease me, Dear"

"Kok godain? Aku kan cuma utarain apa yang aku pikirin" kata Maura polos.

Arkan mendesah pelan. "Bukan itu"

"Terus apa?"

Arkan menggeleng dengan senyumannya, memilih untuk tidak melanjutkan karena ia tahu akan panjang urusannya jika terus meladeni pertanyaan istri kecilnya itu.

"Duh pasutri baru, mentang-mentang udah halal berduaan terus" ujar Adrian yang datang bersama Nadira di sampingnya.

"Om Adri kapan nyusul?" ujar Maura dengan nada mengejek. Gadis itu lalu beralih menatap Nadira. "Mbak Dira!" panggilnya seraya melepas genggaman Arkan dan mendekat memberikannya pelukan. Sementara Adrian dan Arkan sudah berbincang sendiri sesekali memperhatikan mereka.

"Ugh, lama gak ketemu. Rara kangen banget ...!"

Nadira terkekeh. "Mbak juga kangen. Rara jarang main ke kantor sih, makanya gak pernah ketemu"

Maura melepaskan pelukan dan menunjukkan cengiran lebarnya. "Kapan-kapan deh Rara main ke kantor"

"Janji ya" Maura mengangguk. "Nanti Mbak traktir es krim kalo kamu main ke sana"

"Serius, Mbak?!" seru Maura dengan mata berbinarnya, Nadira mengangguk.

"Dasar bocil, kalo udah soal es krim aja cepet!" ledek Adrian sembari menoyor kening Maura hingga gadis itu memanyunkan bibirnya menatap Adrian sebal.

"Malvin gak dateng?" tanya Arkan pada Adrian seraya menarik Maura kembali ke sampingnya dan memberi usapan kecil di kening Maura.

Adrian tidak menjawab, namun kedua mata pria itu nampak bergerak liar mencari sosok yang Arkan tanyakan padanya.

"Nah, tuh dia!" katanya sambil menunjuk sosok Malvin yang sedang melangkah ke arah mereka, membuat tubuh Maura pun menengang.

"Gapapa, Sayang" Bisik Arkan menyadari ketakutan Maura.

Arkan akan pakai cara ini untuk menghilangkan trauma Maura. Perlahan, ia berusaha mendamaikan mereka meskipun masa lalu yang Malvin lakukan-jujur sangat membuatnya kepalang marah. Tetapi Arkan tidak ingin egois, ia memikirkan Maura.

Satu-satunya cara untuk menghilangkan trauma adalah, berdamai dengan masa lalu. Dan Arkan pikir, dengan cara mendekatkan mereka lagi, mungkin trauma Maura akan hilang.

Untuk sejenak, Arkan berusaha menekan keegoisan dan rasa cemburunya demi Maura. Ia sudah berjanji membantu Maura untuk menyembuhkan traumanya, dan ini tanggung jawab pertamanya sebagai seorang suami.

"Lo masih takut?" tanya Adrian menangkap gurat ketakutan Maura, terlebih tubuh gadis itu mulai gemetar.

"It's okay, Ra" ujar Arkan menenangkan seraya mengusap punggung Maura lembut.

"Congrat's, Bro" ucap Malvin saat sampai di hadapan mereka.

Maura sontak memegang jas yang Arkan kenakan ketika cowok itu melepas rangkulannya untuk menyambut pelukan ucapan selamat dari Malvin.

"Santai, Ra. Jangan takut gitu, Malvin udah gue jinakin kok" kata Adrian jenaka membuat Nadira menyikut lengan pria itu.

"Gapapa, Bang. Wajar Maura masih takut sama gue" ujar Malvin berusaha santai meskipun ada raut kekecewaan di wajahnya.

Siapa yang tidak akan kecewa jika mantan yang masih di cintainya itu kini tengah berbahagia atas pernikahannya, terlebih orang itu masih memiliki trauma akan perbuatannya dulu.

Malvin benar-benar merasa tertusuk sekaligus. Tetapi ia tidak akan lagi egois untuk kebahagiaan Maura, gadis itu pantas mendapatkan Arkan yang jauh lebih bisa di andalkan dan bertanggung jawab. Tidak sepertinya yang egois dan gampang ringan tangan jika tersulut emosi. Maura sudah berada di tangan yang tepat.

Maura menggigit bibirnya, merasa tak enak pada Malvin. Tetapi ketakutannya terhadap cowok itu lebih dominan, ia bahkan berdiri di belakang Arkan tanpa ada niat sedikit pun bergerak maju untuk lebih dekat dengannya.

"Gue bawa hadiah buat lo" ujar Malvin seraya menyodorkan paper bag ukuran kecil berwarna biru pada Maura. Maura menatap paper bag itu sejenak lalu mendongak ke arah Arkan. Jika yang Maura tahu Arkan itu tipikal cowok pencemburu, mungkin Arkan pasti akan menolaknya mentah-mentah. Apalagi katanya itu adalah hadiah untuknya.

Tetapi sepertinya perkiraan Maura salah besar. Arkan justru mengangguk seakan memberi izinnya untuk menerima hadiah itu. Suatu hal yang membuat Maura melemas, Maura ingin pingsan saja sekarang dari pada harus berhadapan dengan Malvin.

"Terima, Sayang. Gak baik di tolak"

Perkataan Arkan membuat telinganya berdengung seketika. Maura menatap Arkan dengan wajah cemberutnya kemudian meraih paper bag itu dari tangan Malvin seraya tubuhnya yang semakin menempel pada Arkan.

"Bilang apa?" tanya Arkan pada Maura.

"Makasih, Vin" kata Maura, dan Malvin pun tersenyum sebagai balasan. Tentu senyuman palsu yang ia tunjukan sebagai penutup lukanya. Maura benar-benar masih membekas di hati Malvin dan terasa sulit sekali mengeluarkan gadis itu dari hatinya, tetapi ia akan mencoba untuk melupakannya.

"Selamat atas pernikahan kalian" ucapnya sebagai penutup obrolan sebelum pamit undur diri dari hadapan mereka.

Sepeninggal Malvin, Maura langsung menghela napas panjangnya. Merasa lega saat terlepas dari ketegangan itu. Berusaha santai dan menyentuh Malvin adalah hal yang paling sulit ia lakukan dari pada harus mencari jarum dalam tumpukan jerami.

Maura heran sendiri dengan Arkan yang akhir-akhir ini seakan mendorongnya untuk berdekatan dengan Malvin, padahal Arkan tahu sendiri bagaimana perbuatan Malvin padanya dulu. Arkan bahkan sempat hampir membunuhnya waktu itu, merasa marah karena sudah melukainya hingga membuatnya buta. Tapi sekarang Arkan malah bersikap biasa saja seolah tak terjadi apapun diantara mereka.

Sebenarnya apa yang sedang Arkan rencanakan?

"Penganten baru berduaan aje" ujar Valdo yang datang menghampiri mereka dengan segelas minuman berwarna merah di tangannya. Kevin yang membawa piring kecil berisikan kue pun menyusul di belakangnya. Sosok Adrian dan Nadira sudah menghilang entah kemana sampai Maura sendiri tak sadar karena terlalu sibuk dengan ketakutannya tadi.

"Tau, berasa dunia milik mereka doang, yang lain ngerental"

Maura hanya memanyunkan bibirnya karena mendapat ledekan mereka. Pandangannya lalu tertuju pada kue milik Kevin yang kelihatan enak. Jujur, sampai saat ini Maura belum memakan cemilan apapun kecuali hidangan utama. Arkan selalu menyuruhnya atau tidak membawakannya makanan besertakan nasi dengan lauk-pauknya itu. Jika tidak mau, Arkan akan menyuapinya. Terlalu memaksa memang, tetapi Maura juga tak bisa menolak jika itu adalah suaminya sendiri.

Agak sedikit sebal karena cowok itu benar-benar ingin membuatnya gemuk.

"Boo, aku mau itu ..." pinta Maura sembari menggoyangkan lengan Arkan manja.

Mengerti dengan keinginan istrinya Arkan pun mengangguk. "Tunggu disini, aku ambilin" ujarnya lalu menatap Kevin dan Valdo seperti memerintah untuk menjaga Maura selama ia pergi.

Kedua cowok itu mengangguk saja dengan menggigit bibir menahan senyuman mereka. Dan setelah Arkan pergi, tawa mereka pun seketika meledak.

"Demi apa ... lo manggil Arkan apa tadi, Ra?" tanya Valdo.

"Boo" jawab Maura lugu hingga tawa Valdo dan Kevin pun makin menjadi-jadi.

"Anjir! Sekarang manggilnya Boo Boo-an, udah kayak di pelem bayi noh, tapi Boo-nya itu buku dongengnya dia"

"Kerenan dikit napa, Ra. Manggil mas kek, apa kek, ini malah Boo. Hahaha!"

Maura mengerucutkan bibirnya. "Emang kenapa sih?! Gue kan pengin beda dari yang lain, manggil Mas atau semacamnya itu kan udah biasa!" katanya mulai kesal.

"Norak bego, Ra. Boo, apaan itu Boo, norak banget anjir! Boo, bubu ciang, bubu cole. Hahaha!!" ledek Kevin semakin menjadi-jadi hingga membuat wajah Maura semakin keruh dengan matanya yang mulai memerah menahan tangis.

Kevin dan Valdo pun seketika bungkam ketika Arkan kembali membawakan satu piring sedang dengan berbagai kue dan cemilan di atasnya, dan satu tangannya lagi membawakan cup es krim stroberi kesukaan Maura.

"Lo apain istri gue?!" tanya Arkan tajam saat menangkap raut kesedihan di wajah Maura.

"G-gak! Gak kita apa-apain kok, Ar. Cuma bercanda-canda doang tadi, ya kan, Vin?" Kevin mengangguk cepat membenarkan.

"Bercandaan kalian keterlaluan tau gak?!" sentak Maura kemudian berlalu dari hadapan mereka.

"Ra!" panggil Arkan. Cowok itu kembali menatap tajam kedua sahabatnya itu seakan mengancam sebelum melangkah pergi menyusul Maura.

"Mampus lo berdua. Bakal tinggal nama lo nanti, berani-beraninya ledekin betinanya Arkan" ujar Evan yang menghampiri mereka berdua. Cowok itu sedari tadi mendengar perbincangan mereka. Niatnya ingin melerai, tetapi Arkan sudah lebih dulu sampai.

"Susul mereka sana, minta maaf! Lagian lo berdua kalo punya mulut di jaga, jangan asal nyablak aja! Suka-suka Maura sih mau manggil Arkan apaan, toh Arkan juga udah jadi haknya Maura, ngapain lo berdua pake protes segala?!" komentar Ghea ikut yang kesal karena perkataan Valdo dan Kevin tadi.

"Bener kata Ghea, mending kalian susul mereka sana, minta maaf sama Maura"

"Iya-iya, kita minta maaf. Ayok, Vin" ajak Valdo, dan mereka pun melangkah pergi mencari Arkan dan Maura.

☃☃☃

Arkan menghela napas lega ketika ia menemukan Maura kini tengah duduk membelakanginya di sebuah batang kayu besar, sendirian. Arkan melangkah mendekat seraya melepaskan jas yang ia kenakan kemudian menyampirkannya di tubuh Maura.

Arkan lalu melangkahi batang kayu tersebut dan berjongkok di hadapan Maura. Meraih kedua tangan Maura dan menyatukannya ke dalam genggamannya.

"Kenapa?" tanya Arkan seraya mendongak menatap Maura. Bibir tipis itu terlengkung ke bawah dengan air mata yang terus keluar membasahi kedua pipinya. Maura menangis dalam keterdiamannya, dan itu adalah pemandangan yang selalu membuat hatinya sakit sekali.

Di usapnya lembut air mata itu, berharap agar Maura menghentikan tangisannya. Namun sepertinya air mata itu keluar semakin menjadi-jadi, membuat Arkan seketika merasa bersalah karena meninggalkan Maura bersama dua sahabat bodohnya itu.

Di pikirannya, Arkan menebak-nebak apa yang mereka perbuat pada Maura. Entah ejekan yang mereka lontarkan atau godaan yang membuat Maura tersinggung?

"Tell me why are you crying"

Maura terlihat mengusap kasar wajahnya dan memberanikan diri menatap Arkan dengan mata basahnya.

"Mereka bilang panggilan Boo itu norak ..." jeda Maura di sela isakannya. "Emangnya norak ya?" tanyanya dengan suara yang bergetar. Sekarang Arkan sudah mengetahui dimana permasalahan itu berasal.

Kevin dan Valdo, awas saja mereka nanti. Akan ia buat mereka sengsara karena sudah berani membuat istri kecilnya menangis.

Arkan menggeleng. Satu tangannya itu masih setia mengusap air mata Maura meskipun rasa pegal di rasakannya karena posisi mereka yang tidak sejajar.

"Gak sama sekali, Sayang"

"Bohong ... kata mereka panggilan itu norak banget" cicitnya.

"Nggak, Ra. Buktinya aku gak protes sama panggilan itu 'kan?" jelas Arkan penuh kesabaran. Maura terdiam menundukkan wajahnya kembali.

"Kalo panggilan 'Boo' itu norak ,,, aku gak akan manggil kamu pake sebutan itu lagi"

Arkan menggeleng, tanda bahwa ia keberatan. "Jangan, Sayang"

Di bawanya kedua tangan mungil Maura pada kedua pipinya. Arkan memejamkan matanya sejenak menikmati kehangatan tangan mungil nan lembut milik Maura di pipinya.

"Jangan pernah berhenti manggil aku dengan sebutan itu" ujar Arkan hingga tangisan gadis itu tertahan untuk menatapnya.

"Kenapa ...?"

"Karena aku suka" jeda Arkan sejenak seraya memberikan kecuan lembut di telapak tangan gadis itu. "Aku suka semua hal yang kamu kasih buat aku, Ra"

"Tapi mereka gak suka hiks ,,, katanya norak ..." adu Maura mulai menangis lagi.

"Jangan dengerin kata orang, Sayang" Arkan kembali mengecup tangan Maura lagi. "Lakukan apa yang membuat kamu senang"

Benar, Arkan tidak akan keberatan di panggil apapun dari Maura. Bahkan jika Maura bertingkah konyol sekalipun, Arkan tak mempermasalahkannya. Selama itu baik bagi Maura dan selama gadisnya itu merasa senang, Arkan akan ikut senang.

Sakit rasanya jika harus melihat gadisnya menangis seperti ini.

"Masa cuma aku aja yang seneng, kamu enggak dong ...?" tanyanya serak.

"Nggak gitu" Arkan bangkit dan berpindah duduk di samping Maura, memperhatikan gadis itu sejenak. Kedua tangannya lalu memegangi pinggang ramping Maura kemudian mengangkatnya hingga gadis itu kini duduk di pangkuannya.

"Aku bahagia kalo kamu bahagia, dan aku bakal ikut sakit liat kamu sakit" jeda Arkan seraya membenarkan surai rambut Maura yang sedikit berantakan karena terpaan angin. "Contohnya liat kamu nangis kayak gini" lanjutnya.

Arkan kemudian menangkup wajah Maura dan memberikannya kecupan lembut di kedua mata basah itu. "Jangan nangis lagi, duniaku runtuh nanti"

Maura semakin memanyunkan bibirnya lalu memeluk Arkan. Kedua tangannya melingkar erat di leher Arkan dengan wajah yang ia benamkan di ceruk leher cowok itu.

Arkan bisa merasakan lehernya basah karena air mata Maura. Maura tak mendengarkan perkataannya untuk jangan menangis lagi, tetapi Arkan tidak akan marah dan hanya diam mendengarkan tangisan Maura seraya mengusap punggung gadis itu untuk menenangkannya.

Sebagai suami, Arkan harus mengerti kondisi hati istri kecilnya ini. Kata Clara, tidak semua perempuan akan bersikap dewasa setelah menikah. Seperti halnya dengan Maura yang nampak semakin bersikap manja terhadapnya, Arkan tak memusingkan hal itu. Lagi pula, Arkan sangat merasa senang dengan tingkah manja Maura padanya. Dengan begini, sebagai suami Arkan merasa sangat di andalkan oleh istri sebagai sandarannya.

Senyuman kecil terbit di bibir Arkan. Jika setelah menikah saja Maura sudah terlihat manja begini, bagaimana Maura hamil nanti? Mungkin akan sangat-sangat lebih manja dari ini.

Tidak masalah untuknya. Dari pada Maura bermanjaan dengan cowok lain selain dirinya? Jika sampai itu terjadi, Arkan bersumpah akan menggiling kepala cowok itu nanti.

Arkan menoleh saat menyadari kedatangan Kevin dan Valdo. Kedua cowok itu kini berdiri di hadapannya dengan wajah tertunduk seperti anak kecil yang takut terkena hukuman karena berbuat kesalahan, dan kedua cowok itu semakin menundukkan kepalanya kala mendapat sorotan tajam dari Arkan.

"Sayang, mereka di sini buat minta maaf" bisik Arkan tepat di telinga Maura. Namun gadis itu tetap tak bergeming pada posisinya.

Arkan kembali menatap Kevin dan Valdo. Arkan masih berusaha membujuk Maura untuk berbalik dan memaafkan mereka sembari melepas sebelah sepatunya kemudian melemparkannya ke arah mereka.

Merasa kesal karena kedua cowok itu hanya diam tertunduk saja tanpa mau membuka suara. Benar-benar seperti anak kecil.

"Ra, kita minta maaf karena udah keterlaluan sama lo" ujar Valdo setelah mengembalikan sepatu Arkan kembali pada pemiliknya.

"Iya, Ra. Sorry deh kalo becandaan kita kelewatan, gue tarik lagi ucapan gue yang bilang panggilan Boo itu norak. Maafin kita ya, Ra ..." sahut Kevin. Tetapi tetap tidak ada pergerakan dari Maura. Tangisan gadis itu juga sudah berhenti beberapa menit yang lalu hingga akhirnya Arkan menyadari sesuatu saat merasakan hembusan nafas Maura yang teratur.

Gadisnya tertidur.

Arkan lalu menyelipkan kedua tangannya di punggung dan lipatan kaki Maura kemudian mengangkatnya ala bridal style.

"Loh? Ar, Maura tidur?" tanya Valdo.

"Hm"

"Eh, kalo lo cabut terus kita nebusnya gimana?" tanya Kevin.

"Push up seratus kali" ujar Arkan kemudian melangkah pergi begitu saja meninggalkan mereka yang langsung memasang wajah memelasnya.

☃☃☃

Arkan memasuki kamar hotel mereka dan melangkah menuju ranjang, membaringkan tubuh mungil Maura dengan sangat hati-hati. Kedua tangannya lalu bergerak menuju rambut Maura, melepaskan jepitan-jepitan kecil yang menahan hiasan kepala gadis itu. Arkan lalu bergerak lagi ke bawah untuk melepas sepatu Maura dan meletakkannya di bawah ranjang.

Arkan memperhatikan Maura sejenak, pandangannya agak terganggu dengan keberadaan gaun yang masih Maura kenakan. Menjuntai panjang hingga sebagian gaun itu seakan sebagai karpet yang ia injak.

Cowok itu menghela napas panjang dan melangkah menuju lemari yang sudah tersedia pakaian lengkap mereka untuk tiga hari kedepan. Di ambilnya piyama biru laut bermotif panda milik Maura lalu kembali menghampiri gadis itu lagi.

Sempat bingung karena ia takut aksinya akan membangunkan Maura. Tetapi Arkan juga tak tega membiarkan gadis itu tidur dengan gaun yang bahkan ia sendiri tidak tahu berapa ketebalannya. Dan ... ini pertama kali baginya menggantikan pakaian perempuan selain Angel.

Arkan menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Di angkatnya tubuh Maura sejenak untuk menurunkan sleting gaun itu dan melepasnya, menggantikannya dengan piyama tidur agar Maura lebih nyaman dalam istirahatnya.

Setelah semuanya selesai Arkan membaringkan Maura kembali dengan sangat hati-hati dan menyelimutinya sampai batas bahu. Arkan membungkuk mencium kening Maura lembut.

"Good night, My Wife"

Arkan kemudian bergerak menuju lemari untuk mengambil pakaiannya dan melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

💍💍💍

Hana back again~

Gimana sama part ini?

Terima kasih sudah memberikan dukungan kalian atas cerita ini, jangan bosen" yaa stay bersama A.M😘💜

Staysafe, Stayhealth, and Staylove with A.M

Love you guys
💜💜💜💜💜💜💜

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

1.2K 216 90
Devano mau tidak mau harus menuruti kemauan ayahnya menikah dengan gadis SMA bernama Dafychi yang tidak ia kenal jika ingin warisan ibunya aman. Beg...
980K 99.6K 73
"Dari satu sampai sepuluh, seberapa besar keinginan kamu untuk saya bertanggung-jawab?" "Nol?"
13.6K 1K 35
"Yaudah kita nikah aja kalau gitu" putus Erno kelewat pasrah "Lo gila?!" "Cuma ganti status doang elah" "Cuma ganti status kata Lo?!" sentak Dinda me...
33.8K 4.8K 40
HIATUS Om Duda ganti judul menjadi Cherish. [Follow Sebelum Membaca] [Tinggalkan Jejak Jika Membaca] ••• Pernahkah kalian bertemu dengan lelaki muda...