AMBISIUS : My Brother's Enemy...

Від Karanaga

1.7K 53 2

Suatu hari, kelas Malta kedatangan seorang murid baru super tampan dari San Fransisco yang bernama Austin. Da... Більше

Book Cover
Tokoh
Prolog
Aku dan Jason yang Menyebalkan
Austin si Anak Baru yang Tampan
Jason Menghilang
Orang Tuaku Menghilang
Aku Menyukai Malta
Rahasia Jason
Pertemuan Austin dan Jason
Kencan dengan Austin?
Aku Membenci Larry
Wanita Berkumis dengan Senyuman Manis
Menonton Film dengan Austin
Rumah Berhantu
Catherine Hamlin
Pertandingan Basket Austin
Hari Sial Jack
Hoax
Miami
Larry Holmes (Part 2)
Allison James
Pesta Dansa Sekolah
Perpisahan
Surat dari Austin
Epilog

Larry Holmes (Part 1)

23 1 0
Від Karanaga

[LARRY]

"Larry..."

Mataku terus tertuju ke arah pintu kelas. Tak sedetikpun aku rela mengalihkan pandanganku. Aku sudah menunggu sekitar 20 menit. Tapi, orang yang aku tunggu masih belum terlihat sama sekali.

"Larry!"

Tadi malam, aku sudah memikirkan berbagai cara untuk bisa menemukan petunjuk mengenai gambar dan vidio yang kami semua terima kemarin siang. Jika benar gambar itu palsu atau hasil rekayasa semata, itu artinya gambar tersebut juga memiliki versi aslinya, versi sebelum seseorang merubahnya. Jika aku bisa menemukan petunjuk mengenai keberadaan gambar tersebut, mungkin aku bisa mengambil gambar yang asli sebagai bukti bahwa foto itu sudah disunting dan sebenarnya Malta bukanlah gadis yang ada di foto.

"Larry!!! Apa kau mendengarkanku?" Teriak Branton tepat di telingaku.

Aku terlonjak kaget.

"Larry! Kau sudah melamun sejak tadi. Percuma saja! Malta tidak akan hadir. Jika aku jadi dia, aku juga akan melakukan hal yang sama."

"Tapi dia tidak sepertimu!" Kataku menyangkalnya. "Ngomong-ngomong, kenapa kau duduk di sini?! Pergi sana! Ini kursi Malta."

"Memangnya kenapa jika aku duduk di sini? Lagi pula, Malta tidak akan datang. Percayalah padaku! Jika ia datang, aku akan pindah."

Aku tidak menggubrisnya. Aku kembali memusatkan perhatianku kepada pintu itu.

Telingaku terasa sedikit panas ketika mendengar beberapa anak di kelas membicarakan Malta di belakang.

"Eh, aku tidak menyangka, ternyata Malta adalah gadis seperti itu."

"Iya. Betul! Aku kira ia adalah anak yang polos."

"Aku tidak tahu bagaimana rasanya menjadi Austin. Austin sudah memperlakukannya dengan sangat baik. Tetapi, di belakangnya ia malah berduaan dengan orang lain. Bukankah itu keterlaluan! Bahkan, ia melakukannya dengan pria dewasa. Menjijikkan sekali!"

"Hey! Bisa diam tidak?!" Bentakku pada mereka bertiga. Aku tak terima sahabatku dipermalukan.

Mereka semua terdiam.

"Larry...sudahlah! Jangan dengarkan mereka!" Kata Branton, berusaha menenangkanku.

Tiba-tiba, seseorang memasuki kelas. Dengan spontan, aku langsung berdiri di tempat.

"Selamat pagi, anak-anak! Semoga kalian ingat harus melakukan apa hari ini!"

Ternyata itu Mr. Jacob. Kelihatannya aku terlalu berharap lebih.

"Lihat! Sudah ku bilang, kan! Dia tidak akan datang," ujar Branton, merasa menang.

Dengan berat hati, aku kembali duduk. Aku merasa sangat kecewa. Branton mungkin benar. Malta tidak mungkin hadir setelah kejadian kemarin. Dia bahkan tidak membalas pesan-pesan yang aku kirim untuknya. Aku harap ini tidak akan berlangsung lama.

"Sekarang, aku akan memanggil nama kalian satu per satu. Kemudian, kalian pergi ke depan untuk memberikan laporan tugas yang sudah kalian kerjakan minggu lalu! Hari ini, aku tidak akan banyak memberi materi. Tetapi, aku akan memberikan kalian 3 tugas yang harus kalian kumpulkan minggu depan," jelas Mr. Jacob.

"Yahh..." Semua murid terlihat kecewa.

"Minggu depan, aku tidak akan hadir karena harus merayakan perayaan Rosh Hashanah. Jadi, sebagai gantinya, ketiga tugas itu akan mewakili ketidakhadiranku. Apa kalian paham?"

"Iya, Pak!" Ucap kami semua.

"Baguslah kalau begitu. Sekarang, mari kita mulai!"


***


Setelah kelas berakhir, aku pergi ke perpustakaan untuk bertemu dengan Leticia seperti yang telah dijanjikan. Kami akan membicarakan rencana kami di sana. Perpustakaan akan ditutup jam 5 sore. Jadi, kami masih memiliki waktu sekitar 2 jam untuk membicarakan hal itu.

Sesampainya di sana, aku melihat Leticia sudah datang lebih dulu. Ia duduk di bangku bagian ujung. Tempat yang baik. Tidak terlalu ramai dan mencolok. Kami bisa berbicara mengenai hal ini dengan aman.

Leticia melambaikan tangannya ke arahku. Aku membalasnya.

"Hey, apa kau sudah menunggu lama?" Tanyaku, merasa tak enak.

"Oh, tidak juga. Aku baru sampai 15 menit yang lalu. Lagi pula, di sini asyik! Aku bisa menunggu sambil membaca buku," jawabnya dengan santai.

"Baiklah kalau begitu. Jadi...apa kau serius ingin membantuku?"

"Tentu saja! Mengapa tidak!"

"Terimakasih, ya. Aku senang sekali kau mau membantu. Seperti yang kau tahu, Malta adalah sahabat baikku, dan aku tidak mungkin mengabaikan masalahnya begitu saja. Masalahnya merupakan masalahku juga. Kau mengerti, kan?" Jelasku.

"Iya. Aku sangat mengerti. Beberapa hari terakhir kami juga sering bicara. Jadi, anggap saja kami sudah berteman. Teman baikmu berarti juga teman baikku."

Mendengar perkataannya membuatku jauh lebih tenang. Aku merasa tidak perlu sungkan lagi untuk meminta bantuannya.

"Jadi, apa kau punya rencana?" Tanyanya.

"Sebetulnya, aku sudah memikirkan beberapa. Tetapi, aku masih belum yakin."

"Ya sudah. Sebutkan saja salah satu rencanamu!" Pinta Leticia.

"Rencana apa?" Celetuk Branton yang tiba-tiba ada di samping kami.

"Kau! Sejak kapan kau ada di sini?" Tanyaku terkejut.

"Entahlah...mungkin beberapa detik yang lalu," jawab Branton. "Apa yang kalian lakukan di sini? Aku ingin bergabung!"

"Kami ingin membantu Malta. Sebaiknya kau pergi saja, sana!" Kataku, mengusirnya.

"Membantu Malta? Kenapa tidak mengajakku?" Tanyanya lagi.

"Lagi pula kau tidak peduli padanya. Untuk apa aku mengajakmu!" Jawabku kesal.

"Kata siapa aku tidak peduli!" Ia mengelak. "Malta temanku juga!"

"Larry...sudahlah! Biarkan saja dia bergabung! Lagi pula, semakin banyak yang membantu akan semakin baik," ujar Leticia, berusaha membelanya. Aku pikir ia menyukaiku!

"Oke. Aku akan memberinya kesempatan." Dengan terpaksa aku menerimanya.

"Terimakasih, Larry! Terimakasih!" Ucap Branton sambil memegang kedua tanganku.

"Lepaskan!"

"Baik...baik..." Kata Branton sambil cengengesan. "Jadi, apa yang akan kita lakukan?"

Branton melirik kami berdua secara bergantian. Itu sedikit menggangguku. Tetapi, ia terlihat cukup antusias. Aku harap ia tidak akan mengacaukan rencanaku.

"Aku sudah memikirkan beberapa rencana. Menurutku, kita harus mengumpulkan bukti-bukti yang bisa menunjukkan jika Malta bukanlah gadis yang ada di dalam foto dan vidio itu!" Usulku.

"Tapi, Larry, bukannya aku tidak percaya. Hanya saja...gadis itu jelas-jelas terlihat seperti Malta. Apa kau yakin foto itu palsu? Karena tidak terlihat seperti hasil editan," ucap Branton, menyangkalnya.

"Branton, asal kau tahu! Semua hal di zaman ini bisa terlihat nyata. Mungkin saja yang mengeditnya adalah seorang profesional!" Kataku, membantah.

"Iya. Aku setuju dengan Larry. Lagi pula aku percaya jika Malta tidak akan berbuat hal seperti itu. Selain itu, ia juga memiliki kakak laki-laki yang selalu menjaganya. Dia pasti tidak akan berani melakukan hal semacam itu." Untung saja Leticia mendukungku.

"Aku sudah mengenal Malta sejak lama. Sejak kami masih SMP. Jadi, aku cukup mengenal sifatnya. Ia bukan orang seperti itu. Sedangkan Jason...ia mungkin selalu memperhatikan Malta. Tetapi, beberapa hari terakhir ini, mereka lebih sering bertengkar. Jason tidak setuju jika Malta berhubungan dengan Austin," jelasku.

"Memangnya kenapa?" Tanya Branton penasaran.

"Entahlah...Aku tidak pernah tahu alasannya. Tetapi kelihatannya, Jason sangat tidak suka dengan Austin. Pasti ia punya alasan tersendiri!"

Setelah mengatakan itu, entah kenapa, aku kembali teringat dengan kejadian yang aku alami di rumah kosong. Aku ingat ketika Austin memukuli Jason. Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka. Namun, aku curiga jika mereka memiliki dendam pribadi.

"Kira-kira siapa, ya, yang menyebarkan foto itu?" Tanya Leticia, penasaran.

"Itu pasti Austin! Aku tidak tahu apakah perkataannya bohong atau tidak. Jika foto itu memang dikirim oleh orang lain, berarti akan lebih sulit bagi kita untuk menemukan buktinya. Tetapi, jika foto-foto itu diambil oleh dirinya sendiri dan juga hasil editannya, itu artinya Austin memiliki file foto dan vidio yang asli. Jadi, kita tidak perlu mempersulit diri untuk menemukannya!"

"Walaupun Austin memiliki file itu, tetap saja mendapatkannya tidak akan semudah itu!" Kata Branton, putus asa.

"Memang benar! Tapi, kita tidak punya pilihan lain."

"Bagaimana dengan cardigan itu? Itu terlihat mirip seperti yang Malta kenakan kemarin," ucap Leticia sambil menunjuki foto Malta palsu yang kami terima di pesan pribadi.

"Untuk itu, kita harus memastikannya langsung kepada Malta. Sebaiknya, kita pergi ke rumahnya sekarang untuk memastikan kebenarannya. Bagaimana?" Saranku.

"Ayo!" Kata Branton, setuju.

Setelah perbincangan itu, kami bertiga memutuskan untuk pergi mengunjungi Malta.

Kami tiba di rumahnya setengah jam kemudian. Lalu, kami menekan bel rumahnya beberapa kali.

Aku dapat melihat sebuah mobil ford terparkir di depan rumahnya. Terakhir kali aku melihat mobil itu, mungkin sudah cukup lama, sekitar satu bulan yang lalu. Mobil itu biasanya digunakan oleh Mr. Armchair, ayah Malta.

Tak lama, seseorang membukakan pintu untuk kami.

"Mrs. Armchair! Kau sudah pulang?" Aku terkejut setelah bertemu dengannya lagi. Malta pernah memberi tahuku jika ia kehilangan kabar mengenai kedua orang tuanya.

"Larry! Sudah lama tidak berjumpa!" Mrs. Armchair memelukku dengan erat. "Ada apa kau kemari? Oh, halo semuanya!"

"Halo, Mrs. Armchair. Senang berjumpa denganmu!" Ucap Leticia.

Branton melambaikan tangannya, "Halo!"

"Kami semua datang untuk menjenguk Malta. Ia tidak hadir di sekolah. Jadi, kami pikir ia sakit," jelasku.

"Oh, begitu ya. Entahlah, sejak kemarin ia tidak terlihat cukup baik. Aku bahkan belum sempat berbicara dengannya. Mungkin ia marah padaku karena sudah meninggalkannya cukup lama. Sudah seharian ini ia terus berada di dalam kamar. Ia hanya mau berbicara dengan Jason. Aku tidak yakin jika Malta ingin bertemu dengan kalian. Tapi...aku akan memberi tahunya jika kalian datang! Kalian tunggu sebentar!"

"Baik."

Setelah beberapa menit, Mrs. Armchair kembali menemui kami.

"Silakan masuk!" Pinta Mrs. Armchair sambil tersenyum.

Kami saling melirik satu sama lain karena senang.

Mrs. Armchair menuntun kami sampai ke depan kamar Malta. Kemudian, ia mengetuk pintu kamar itu.

"Malta...bukakan pintunya! Teman-temanmu sudah di sini."

Pintu terbuka.

Malta berdiri di hadapan kami dengan penampilannya yang kacau. Matanya terlihat sembap. Bajunya acak-acakan. Aku merasa sangat khawatir melihatnya.

Ia mempersilakan kami masuk, "Silakan!"

Aroma di dalam kamarnya bahkan tidak bisa aku ukir dengan kata-kata. Aku bisa mencium berbagai hal di dalam sini. Sampah-sampah makanan ringan berserakan di mana-mana, begitu pula dengan pakaian bekasnya. Kelihatannya, ia menghabiskan waktu dengan menangis sepanjang waktu sambil menikmati cemilan-cemilan itu. Aku terkejut, hanya dalam sehari ia bisa berubah drastis.

"Malta, apa kau baik-baik saja?" Tanyaku.

"Menurutmu bagaimana?" Katanya dingin. "Maaf, ya, berantakan."

"Tidak apa-apa, Malta. Jangan khawatir!" Kata Leticia.

Kami membantu Malta merapikan kamarnya. Setelah itu, kami duduk di atas karpet dan berbincang-bincang mengenai keadaan di sekolah ketika ia tidak ada.

Mrs. Armchair membuka pintu kamar untuk memberikan kami beberapa buah cemilan. Branton terlihat sangat senang.

Tak lama, Jason datang dan masuk ke dalam kamar. Ia cukup terkejut setelah melihat kami di dalam.

"Apa yang kalian lakukan di sini?" Tanya Jason sambil mengedutkan keningnya.

"Jason, cepat sini!" Ajakku sambil menarik lengannya.

"Ada apa?" Ia menutup pintu, kemudian duduk di sebelahku.

"Jason, kami semua ingin membantu Malta, membuktikan jika ia telah difitnah!" Jawabku. "Apa kau ingin bergabung?"

"Hmm...memangnya kau punya rencana?" Tanya Jason, meragukanku.

Dengan penuh percaya diri aku berdiri.

"Tentu saja punya! Mulai sekarang, kita adalah tim detektif! Aku adalah Larry Holmes, kau adalah Malta Drew, kau adalah Leticia Marple, kau adalah Branton Poirot, dan terakhir, kau adalah Jason Wimsey," kataku sambil menunjuk mereka satu per satu.

"Yang benar saja!" Ucap Leticia tak percaya.

Jason menepuk jidatnya.

"Kita akan bekerja sama untuk memecahkan misteri!" Ucapku dengan semangat.

"Oke...oke...sekarang cepat katakan, bagaimana kita akan melakukannya?" Tanya Jason tak sabaran.

Kemudian, aku membeberkan segala rencana yang telah aku pikirkan sejak kemarin malam. Mereka mendengarkanku dengan seksama. Kami saling berpendapat dan memberikan masukan. Sedangkan Branton hanya bisa tertidur di sana setelah memakan beberapa bungkus keripik kentang.

"Tapi, Larry..." Kata Malta, memutuskan pembicaraanku.

"Eits...ingat! Larry Holmes..." Kataku mengingatkan.

Nama kami resmi berubah setelah tim rahasia ini terbentuk. Di dalam film-film, agen rahasia biasanya memiliki nama samaran sendiri. Jadi, kami juga harus mengikuti hal yang sama.

Malta menghela napas, "Baik...baik...Larry Holmes. Jika perkiraanmu benar. Jika memang Austin berbohong mengenai seseorang yang mengirimkan foto-foto itu padanya. Jika memang dialah sebenarnya yang mengambil dan mengedit foto itu sendiri, itu berarti...dia memiliki foto yang asli?"

"Ya, perkiraanku, sih, seperti itu!"

"Tapi...bagaimana jika dia sudah menghilangkan foto yang asli? Dan jikalaupun file foto itu masih dia simpan, bagaimana cara kita mengambilnya?" Tanya Malta, sedikit ragu.

"Kita retas saja semua perangkat yang dia punya! Aku ingat, aku mengenali seseorang yang pintar dalam bidang itu. Mungkin kita bisa meminta bantuannya. Bagaimana?" Cetus Jason.

"Ya! Menurutku itu ide yang bagus!" Pikirku.

"Selain itu, aku juga sedikit berpikir mengenai vidio itu. Foto mungkin lebih mudah untuk dirubah, tapi vidio...bukankah sedikit sulit?" Malta terlihat putus asa.

"Tapi, bukan tidak mungkin. Lagi pula, vidio yang ia kirimkan tidak memiliki kualitas yang bagus. Maksudku, di zaman seperti ini, bahkan kamera smartphone saja sudah memiliki kualitas 4K. Tapi, mengapa kualitas vidio itu rendah? Vidio itu juga diambil saat malam hari sehingga kita tidak bisa melihat kedua wajah mereka dengan jelas. Sejujurnya, aku mengakui jika gadis dalam vidio itu memang sedikit mirip dengan Malta. Tapi, bisa saja itu orang lain, bukan?" Jelasku.

"Jika kalian sering menonton film, pasti kalian pernah melihat beberapa film yang mengubah wajah asli dari pemeran utama. Contohnya, ada salah satu film yang pernah aku tonton dan aku jelas tahu jika pemeran utama dalam film itu tidak memiliki tubuh yang pendek. Tetapi, dalam film tersebut, ukuran tubuhnya menjadi jauh lebih pendek. Itu karena, bagian tubuhnya menggunakan tubuh aktor lain. Sedangkan pemeran utama hanya memunculkan bagian kepalanya. Jadi, secara tidak langsung, pemeran utama diperankan oleh dua orang aktor. Yang satu memerankan bagian tubuh dan yang satu lagi memerankan bagian wajah. Setelah itu, mereka merubahnya seolah-olah tubuh dan wajah itu merupakan suatu kesatuan. Mungkin saja Austin menggunakan metode ini!" Kata Jason, menduga-duga.

"Tetapi, bukankah itu terlalu berlebihan. Maksudku, untuk melakukan hal itu pasti butuh waktu yang lama. Apa mungkin Austin bersedia meluangkan banyak waktu untuk melakukan hal semacam itu hanya untuk menjebak Malta?" Tanyaku, sedikit ragu,

"Tahu tidak! Selain teknologi, ada cara yang lebih mudah untuk mengubah wajah," celetuk Leticia.

"Apa itu?" Tanya Malta.

"Make up," jawab Leticia. "Aku sering menonton beberapa vidio di Youtube dan Instagram, para beauty guru bisa merubah wajah mereka hingga terlihat persis dengan orang lain hanya dengan menggunakan make up."

"Betul juga! Selain itu, aku juga pernah melihat salah satu film yang menceritakan seorang buronan yang berhasil kabur setelah ia merubah wajahnya dengan memakai topeng wajah palsu. Topeng itu bisa direkatkan pada kulit wajah sehingga terlihat asli," kata Malta menambahkan.

Menurutku, pendapat mereka semua cukup masuk akal. Tetapi, sedikit berlebihan. Namun saat ini, bagaimana cara gadis itu bisa terlihat mirip dengan Malta, tidaklah begitu penting. Hal terpenting adalah bagaimana caranya kami bisa mengambil bukti-bukti itu dari tangan Austin, seandainya bukti itu memang ada padanya. Menyusun sebuah rencana memanglah mudah, tetapi melaksanakannya pasti akan lebih sulit.

"Entahlah...itu terdengar sedikit berlebihan," pikirku.

Maksudku, Austin tidak akan sampai membuat wajah palsu hanya untuk membuat gadis itu terlihat mirip dengan Malta. Hal itu akan memakan waktu. Topeng wajah seperti itu juga mungkin akan sulit untuk dibuat. Lagi pula, kami hanya pernah melihat itu di film, bukan di dunia nyata.

"Aku punya pemikiran yang lebih simpel," kataku, memikirkan kemungkinan lainnya.

"Apa itu?" Tanya mereka.

"Bagaimana jika gadis di dalam vidio itu memiliki wajah yang mirip dengan Malta?" Pikirku.

"Benar juga! Kenapa aku tidak berpikir ke sana!" Jason terlihat semakin tertarik dengan pembicaraan ini.

"Mungkin saja Austin atau siapapun dia yang ingin menuduh Malta, meminta seseorang yang mirip dengan Malta untuk berakting dan merekam vidio itu dengan pria tersebut."

Aku mengambil beberapa biskuit dari dalam stoples dan mencelupkannya ke dalam teh hangat. Semua pemikiran ini membuat otakku sedikit lelah. Sudah bertahun-tahun lamanya semenjak aku menggunakan otakku semaksimal mungkin. Aku membutuhkan sedikit istirahat. Sedangkan Branton, tertidur di ujung sana, menendang-nendangi kami semua sehingga kami harus menjauh.

"Selain itu, vidio itu juga tidak memiliki suara. Jadi, bisa dibilang, vidio itu tidak sepenuhnya bisa memojokkan Malta. Sebab, kita tidak bisa memastikan jika suara gadis itu sama dengan suara Malta. Mungkin saja ia sengaja menghilangkan suaranya karena gadis itu tidak memiliki suara yang sama atau tidak dapat menyamai suara Malta," jelasku.

"Wah, Larry Holmes! Melihatmu hari ini membuatku sedikit terkejut. Ternyata kau tidak sebodoh itu, ya!" Ujar Malta.

Aku merasa senang. Setelah beberapa saat, Malta terlihat lebih stabil. Sepertinya kedatangan kami cukup bermanfaat.

"Apa kau meledekku? Tentu saja aku tidak bodoh! Selama ini aku hanya menyimpan kepintaranku untuk waktu yang tepat," kataku berdalih.

Semua orang tertawa, meremehkanku. Sedangkan Branton terus mendengkur sambil memeluk boneka panda milik Malta.

"Menurut kalian kenapa kualitas vidio dibuat rendah? Kenapa suara dihilangkan? Apa mungkin...ia ragu jika seseorang akan mengenali identitas asli dari gadis itu jika mendengar suaranya? Aku sempat berpikir, bagaimana jika gadis itu merupakan salah satu murid di Valencia High School! Sebab, selain mengirimkan vidio itu kepada Malta, orang itu juga mengirimkan vidio tersebut kepada seluruh murid di Valencia. Oleh karena itu, ia merasa takut jika ada yang mengenali gadis itu jika mereka memperhatikan vidio itu dengan detil. Apa menurut kalian pemikiranku masuk akal?" Jelas Jason.

"Masuk akal! Anggap saja jika gadis itu memang bersekolah di Valencia dan kebetulan memiliki wajah yang mirip dengan Malta. Lalu, ia ditugaskan untuk berakting dengan pria itu. Untuk menghilangkan kecurigaan, suara vidio dihilangkan dan kualitasnya direndahkan," kataku menyimpulkan.

"Tapi, jika gadis itu memang terlihat mirip dengan Malta, mengapa tidak sekalian saja merekamnya dengan resolusi tinggi? Dan kenapa harus malam hari di tempat gelap. Bukankah itu akan membuat orang berpikir jika gadis itu memang bukan Malta? Wajahnya saja tidak begitu jelas." Tanya Leticia.

"Artinya, Gadis itu memang tidak memiliki wajah yang sama persis dengan Malta. Mungkin hanya terlihat sedikit mirip," jawabku.

"Iya. Mungkin saja. Lagi pula, siapa yang terlihat sangat mirip denganku? Jason saja tidak!" Malta setuju.

"Oleh karena itu, untuk menghilangkan kecurigaan, ia sengaja merekamnya pada malam hari, lalu mengkompres vidio itu untuk mengurangi resolusinya. Selain itu, ia juga sengaja mengirimkan fotonya lebih dulu, agar orang-orang bisa melihat wajah Malta dengan jelas di dalam foto itu. Kemudian, ia baru mengirimkan vidionya. Tanpa sadar, hal itu dapat mengecoh otak kita untuk menerima begitu saja bahwa gadis di dalam vidio juga adalah Malta. Walaupun wajah gadis di vidio tidak sejelas di foto. Dan yang paling menarik, entah kebetulan atau tidak, cardigan yang dikenakan gadis di dalam foto dan vidio jelas terlihat mirip dengan yang Malta pakai ketika ia makan di kantin sekolah. Itu semakin membuat orang yakin jika memanglah Malta yang ada di vidio," jelasku.

"Oh ya, Malta. Aku baru ingat! Kau pernah berkata padaku jika cardigan itu adalah pemberian ibumu. Dia bahkan membuatnya sendiri sebagai hadiah ulang tahun. Jadi, tidak mungkin gadis itu memiliki cardigan yang sama, bukan? Apa mungkin kau pernah meminjamkan cardigan itu kepada seseorang sebelum foto-foto itu beredar?" Tanyaku, menyelidik.

"Meminjamkan? Hmm...biar ku ingat," kata Malta sambil menempelkan lengannya di bawah dagu. "Entahlah. Rasanya aku tidak pernah meminjamkannya kepada siapapun."

"Coba ingat-ingat lagi. Kapan terakhir kali kau memakainya sebelum kau pakai di sekolah kemarin?" Pintaku.

Aku berusaha menggali ingatannya kembali. Terkadang, ada beberapa hal kecil yang mudah kita lupakan, namun nyatanya justru ingatan kecil itulah yang penting. Seperti yang biasa aku lihat di film-film misteri. Hal kecil seperti bercak darah, noda kopi di atas kertas, sehelai rambut pada pakaian, atau sidik jari pada cangkir teh. Itu semua bisa digunakan sebagai petunjuk untuk menemukan kebenaran yang lebih jelas.

"Terakhir kali aku memakainya saat...." Kelihatannya Malta mulai mengingat sesuatu. "Tunggu! Aku baru ingat sekarang!"

"Apa?! Cepat katakan!" Kataku tak sabar.

"Terakhir kali aku memakainya saat aku dan Austin menonton film bersama di teater. Setelah itu, kami pergi ke cafe untuk memesan minum. Lalu, tanpa sengaja aku menyenggol kopi pesananku dan kopinya mengenai cardiganku. Kemudian, aku pergi ke toilet untuk membersihkan nodanya pada cardiganku. Karena basah, aku tidak memakai cardigan itu lagi dan menggantungnya pada senderan kursi agar mengering. Tapi, ketika aku pulang, aku lupa membawanya!"

"Sekarang semuanya masuk akal! Austin mungkin mengambil cardigan itu dan menggunakannya untuk menjebakmu! Dia meminta gadis di vidio untuk memakainya agar orang semakin percaya jika itu adalah kau!" Kataku menyimpulkan.

"Tapi, bagaimana bisa cardigan itu kembali pada Malta? Memangnya ia bisa berjalan sendiri?" Tanya Leticia.

"Iya. Memang aneh! Cardigan itu sudah ada begitu saja di dalam lemari pakaianku saat aku mencarinya. Makanya aku tidak berpikir jika cardigan itu hilang. Aku pikir, aku memang membawanya kembali setelah pulang dari cafe," aku Malta.

"Tentu saja tidak! Cardigan itu pasti dikembalikan oleh seseorang," kata Jason.

"Tapi bagaimana caranya? Apakah ada orang yang diam-diam masuk ke dalam rumah? Tapi kan sepanjang waktu Bibi Eagle selalu berada di rumah," tanya Malta heran.

"Kapan kau pergi ke cafè?" Tanyaku.

"Kurang lebih seminggu yang lalu," jawab Malta.

"Dalam waktu seminggu, apakah Bibi Eagle selalu berada di rumahmu?" Tanyaku lagi, mencoba mencari petunjuk.

"Iya. Kecuali jika ada Jason di rumah atau ada aku. Terkadang, dia kembali ke rumahnya."

"Kalau begitu, untuk mengetahui semua itu. Kita perlu menginterogasi Bibi Eagle! Di mana ia sekarang?" Usulku.

"Mungkin di rumahnya. Lagi pula, orang tuaku sudah datang. Jadi, ia tidak perlu tinggal di sini lagi," ujar Malta.

"Kalau begitu, kita pergi sekarang!"

"Bukankah ini sudah malam? Apa tidak akan mengganggu? Lagi pula kalian harus pulang ke rumah, bukan?" Kata Malta, mengingatkan.

"Iya benar. Mungkin, ibuku mengkhawatirkanku sekarang," kata Leticia, merasa tak tenang.

"Bagaimana jika kita lanjutkan besok saja?" Usul Malta.

"Baiklah. Aku setuju," balasku, antusias.

"Huahhh...." Branton mengucek-ngucek kedua matanya. "Teman-teman, jadi, bagaimana rencananya?"

"Rencananya adalah kita harus tidur!" Balasku kesal.

"Tidur? Lalu untuk apa kita datang kemari?" Tanyanya dengan bodoh.

"Bukankah kau sendiri yang bilang ingin membantu? Tetapi kau malah tidur berjam-jam!" Kata Leticia.

"Tidak! Aku tidak tidur!" Elak Branton.

"Ah, sudahlah! Kalau begitu aku akan membuat grup investigasi. Lalu, akan aku tambahkan kontak kalian semua sebagai anggota! Karena besok libur, kita punya banyak waktu untuk menyelesaikan kasus ini!" Cetusku.

"Iya. Ide bagus!" Kata Jason, setuju.

"Ya sudah. Kalau begitu kami pulang. Lagi pula hari sudah semakin gelap."

"Terimakasih, ya, Malta. Maaf sudah merepotkan!" Kataku. "Terimakasih juga, Jason!"

"Ya. Tidak masalah!" Kata Jason sambil mengantar kami ke pintu depan.

"Sampai jumpa besok! Malta Drew dan Jason Wimsey!" Aku melambaikan tangan pada mereka berdua.

"Selamat malam!" Balas mereka berdua.

"Dah!" Malta masuk ke dalam rumahnya dan menutup pintu.

Продовжити читання

Вам також сподобається

13.4M 1.1M 81
♠ 𝘼 𝙈𝘼𝙁𝙄𝘼 𝙍𝙊𝙈𝘼𝙉𝘾𝙀 ♠ "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...
He's My Boyfriend [TERBIT] ✓ Від thyfaa_hn

Підліткова література

5.6M 376K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
My Nerd Girl (DIJADIKAN SERIES) Від Aidahharisah

Підліткова література

30.3M 1.6M 58
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 2 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...
ELARA (TERBIT) Від Called me Kana

Детективи / Трилер

6.2M 481K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...