AFTER MARRIED || (T A M A T)

By hananayajy_

436K 47.6K 15.7K

The next story 'MY COLD PRINCE 2' Cerita perjalanan Arkan dan Maura yang penuh duka, luka dan air mata, kini... More

P R O L O G
PANGGILAN NORAK
KEINGINAN MAURA
YANG TERCANTIK
KETAKUTAN ARKAN
I'M YOURS
DUGAAN
KEJUTAN
KEGUGURAN
RECALL
GIVE ME A GIFT
MASA KECIL ARKAN
GOOD ADVICE
CEROBOH
UNKNOWN
PERHATIAN
JEBAKAN
UMPATAN KASAR
KELUARGA KECIL
KESEPAKATAN
ENDING
BONUS PART
SPECIAL PART
SEQUEL AFTER MARRIED

WEDDING DAY

34.7K 3.4K 1.7K
By hananayajy_

Absen dong siapa yg nungguin ini ...

Siap banjirin line lagi?

Jangan lupa share cerita ini ke semua sosmed dan teman" kalian ya🤗💜

💍💍💍

Suara deburan ombak terdengar tegas di pagi hari yang sakral ini. Pasir pink yang mengelilingi tepian pantai itu terlihat pekat dengan langit biru cerah di atas sana, seakan langit pun mendukung hari pernikahan Arkan dan Maura.

Keinginan Maura yang ingin melangsungkan pernikahan di Pink Beach-Lombok itu akhirnya terwujudkan berkat bantuan Alvarel. Sebelumnya pihak pantai tidak memperbolehkan karena takut akan mencemari alam, tetapi Maura ikut turun dan berjanji tidak akan merusak lingkungan yang seharusnya dijaga dengan baik.

Dan kini, Maura duduk di depan cermin dengan kedua mata yang terpejam. Wajahnya tengah di rias oleh seorang make up artis terkenal yang di datangkan khusus untuk acara sakralnya hari ini.

Benar, tiba waktunya bagi Arkan dan Maura untuk mengikat janji dan hubungan mereka dengan sebuah pernikahan.

Akhirnya tiba di hari pernikahan Arkan dan Maura. Hari sakral mereka untuk mengikat erat hubungan dengan sebuah pernikahan. Saling mengerat keyakinan dan janji untuk saling melengkapi dan bahagia atas lembaran baru mereka dalam rumah tangga.

Maura tak menyangka akan secepat ini. Rasanya baru kemarin mereka bertemu dan saling mengenal satu sama lain, Arkan yang di kenal memiliki sifat dingin dan irit bicaranya itu. Bahkan Maura hampir tidak pernah melihatnya tersenyum atau sedikit mengubah ekspresi datarnya, dulu.

Dan dalam beberapa menit ke depan ia akan menjadi pemilik cowok itu. Menjadi istri seorang Arkan Alvaro Dirgantara. Cowok dingin yang terkenal dengan kepintaran juga kemahirannya dalam bidang olahraga dan bela diri. Hebatnya, cowok itu juga memiliki hati yang lembut, dan Maura sangat bersyukur Tuhan telah mempertemukan mereka meskipun harus menerima banyak luka untuk mereka lewati.

Dari semua sifat menyebalkan Arkan, cowok itu memiliki sisi hangat yang membuat Maura luluh padanya. Sikap cueknya namun perhatian membuat Arkan nampak menggemaskan di mata Maura.

Dan yang terpenting, cowok itu selalu ada di sampingnya. Memberikan sandaran yang hangat dan nyaman setiap kali Maura membutuhkannya.

Tidak ada yang sesempurna Arkan, dan Maura sangat bersyukur memilikinya.

"Sudah selesai"

Suara dari seorang make up artis itu menyadarkan Maura. Maura lalu membuka matanya perlahan menatap pantulan dirinya di cermin.

Maura tercengang melihat wajahnya sendiri, seakan tak percaya jika sosok gadis yang ada di cermin itu adalah dirinya.

Entah MUA ini hebat atau karena memang kekuatan make up yang mampu mengubah wajah seseorang nampak lebih mengagumkan? Maura pikir kedua opsi itu membenarkan. Sangat-sangat berhasil membuatnya kagum sendiri.

"Oh ,, My ,, God! Ra, lo cantik banget sumpah!" puji Calista saat memasuki ruangan bersama Kinara. Kedua gadis itu sudah memakai gaun putih selutut dengan akar bunga yang senada menghias kepala mereka.

Calista memeluk Maura setelah gadis itu bangkit dari duduknya. Calista memejamkan matanya sejenak, menahan air matanya untuk tidak keluar.

Terharu, tentu saja. Siapa yang tidak bahagia setelah apa yang sudah Arkan dan Maura lewati? Calista terharu karena akhirnya sahabatnya itu mendapatkan kebahagiaannya. Keinginan Arkan dan Maura sama-sama terpenuhi, yaitu saling memiliki satu sama lain dengan ikatan suci pernikahan. Tinggal bagaimana mereka membangun sebuah keluarga kecil yang damain dan indah, dihiasi berbagai penuh canda dan tawa.

Calista bersyukur karena Arkan masih mau bersabar untuk Maura, dan Maura untungnya juga masih mencintai Arkan. Tidak bisa dibayangkan jika Arkan ikut menyerah dan Maura tak pernah mau merubah pola pikirnya. Mungkin pernikahan ini tidak akan pernah terjadi dan mereka tidak akan bisa bersama selamanya.

"Congrat's ya, Ra. Akhirnya lo nikah juga" ucapnya setelah melepas pelukan mereka.

"Belum, Ta"

Calista memutar matanya jengah. "Iya, bentar lagi"

Maura tersenyum geli. Calista ikut tersenyum. Di tatapnya lagi penampilan Maura bak bidadari hari ini.

Kebaya putih dengan ekor panjangnya yang menjuntai menyapu lantai, lalu rok batik berwarna abu-abu muda yang nampak cocok dengan kebayanya. Rambut coklat panjangnya yang di gulung indah menyisihkan beberapa helaian di bagian depan telinganya, dan tudung putih yang menutupi sebagian kepala Maura menjadi penutupan yang sempurna untuk penampilan sang pengantin.

Sangat-sangat cantik! Bahkan Calista tidak secantik ini di hari pernikahannya waktu lalu.

"Kenapa?" tanya Maura menyadarkannya.

Calista menghembuskan napasnya sebal. "Lo kenapa cantik banget sih?!" ujarnya yang mengundang kekehan Maura dan Kinara.

"Ciee ,,, Kak Tata iri ya?" goda Kinara dengan menyenggol lengan Calista hingga gadis itu megerucutkan bibirnya lucu.

"Semua cewek itu cantik kok, Ta" kata Maura.

"Tumben lo bijak"

"Kan lo yang ngajarin"

Calista mengulum senyumnya. "Arkan pasti gak bakal kedip liat lo nanti"

"Liat kak Rara yang no make up aja gak kedip gimana yang ini?" tambah Kinara mengundang semburat merah di pipi Maura.

"Ciee ,,, Kak Rara blushing"

"Kinar!" tegur Maura saat Kinara menggodanya lagi. Kinara makin tertawa di depannya, namun tak berlangsung lama, tawa itu tergantingan dengan raut wajahnya yang sendu.

"Lo kenapa? Kok muka lo jadi aneh gitu?"

"Kak Rara ..." lirih Kinara. Gadis itu melangkah maju dan memeluk Maura erat, wajahnya ia benamkan di bahu Maura. Maura yang merasa tak beres dengan Kinara pun mengurai pelukannya dan mengangkat wajah Kinara.

"Kenapa? Lo sakit? Atau ada yang nyakitin lo?"

Kinara menggeleng.

"Terus kenapa? Bilang sama gue" ujar Maura. Namun bukannya berbicara, Kinara malah meneteskan air matanya.

"Lah kok malah nangis?"

"Kinar sedih ..."

"Sedih kenapa?"

"Mungkin karena bakal ditinggalin lo kali, Ra" tebak Calista. Maura menatap Kinara yang menganggukkan kepalanya membenarkan ucapan Calista.

"Lo nangis cuma karena ini?" Kinara mengangguk lagi.

"Selama ini 'kan kita bareng-bareng terus. Tapi sekarang Kak Rara nikah, pasti Kakak ikut kak Arkan ..." jelas Kinara. "Terus nanti Kinar sama siapa dong?" lanjutnya seraya tertunduk.

Maura tersenyum lembut. "Ya ampun adek kesayangan gue ..."

"Nggak usah sedih ah, gue bakal sering-sering main ke rumah kok. Kita bakal tetep main kayak biasanya, okay?" Kinara mengangguk.

"Lagian lo kan udah ada Joe" lanjut Maura menatap Kinara menggoda.

"Ap-apaan!"

"Halah! Sok protes lo, Ki. Gue sering liat lo berduaan sama Joe" sahut Calista.

"Ki-kita cuma temen kok, Kak!"

"Oh, jadi lo pengin lebih?" tanya Maura.

"Enggak!"

"Enggak salah lagi maksudnya" timpal Calista ikut menggoda.

"Ih! Kak Tata!"

Maura dan Calista pun tertawa melihat wajah Kinara yang merona merah menahan malu.

"Gapapa, Ki. Joe orangnya baik kok, gue setuju aja kalo lo sama Joe"

"Ih! Kinar gak suka kok!"

"Lo boleh aja ngomong gitu, tapi gak sama jantung lo" kata Calista. Kinara hendak membuka mulutnya mengelak perkataan Calista namun ia tersentak saaat tiba-tiba saja Calista menempelkan telinga ke dadanya.

"Bener kan gue bilang! Jantung lo aja sekarang lagi dangdutan, pake ngelak segala lo! Kalo suka mah suka aja, jangan ngeles" kata Calista setelah menegakkan tubuhnya kembali.

"Ciee ,, yang lagi PE-DE-KA-TE!" goda Maura.

Kinara mengerucutkan bibirnya sebal. "Iiihh!! Kalian kenapa mojokin Kinar terus sih?!"

Maura dan Calista meledakkan tawanya karena puas menggoda Kinara. Beruntung, karena dengan begini kegugupan Maura sekarang jadi sedikit berkurang.

"Kalian berdua kenapa ribut-ribut disini? Ayo keluar, bentar lagi keluarga Arkan mau dateng" ujar Laura memasuki ruangan menghampiri Maura. Calista dan Kinara pun langsung pamit keluar hingga hanya tersisa mereka berdua disana.

Laura mengecup pipi Maura lembut. "Selamat ulang tahun ya, Nak, dan selamat untuk pernikahan kalian"

"Makasih, Ma" Laura tersenyum lembut.

"Anak Mama sekarang udah besar" ujar Laura seraya mengelus pipi Maura lembut. Air matanya sudah menumpuk di pelupuk matanya, sebentar lagi ia akan melepas puteri tercintanya itu untuk kehidupan baru sebagai seorang istri. Tak menyangka secepat ini, padahal terasa baru kemarin Maura di temukan dan sekarang Laura harus melepas Maura lagi.

Laura merasa kehilangan. 4 tahun bersama Maura adalah waktu yang kurang bagi Laura karena tidak bisa melihat gadis itu tumbuh dengan baik. Merasa bersalah karena Maura tumbuh di antara luka dan air mata hingga memiliki trauma, disisi lain Laura juga bersyukur karena ia mendapatkan kembali puteri tercintanya.

Tidak kebayang jika mereka tidak menemukan Maura, entah bagaimana nasib puterinya sekarang. Dan Laura juga merasa bersyukur karen Arkan berada disisi puterinya. Meskipun singkat, kedatangan Arkan membawa pengaruh baik di kehidupan Maura, jadi Laura tidak terlalu khawatir menyerahkan puterinya pada cowok itu. Laura sudah memepercayai Arkan sepenuhnya, percaya jika Arkan akan menjaga Maura, dan membuat puterinya itu bahagia.

"Jadilah istri yang baik, Nak. Jangan membantah ucapan suami kamu nanti, dan selesaikan dengan kepala dingin jika ada masalah. Kamu ngerti 'kan?" Maura mengangguk.

Laura tersenyum. "Rumah pasti bakal terasa sepi karena gak ada kamu"

Bibir Maura mengerucut. "Mama jangan nangis, nanti Rara ikut nangis kalo Mama nangis ..." lirih Maura mulai sedih ketika air mata Laura turun membasahi pipinya.

Maura tahu apa yang ada di pikiran Laura, sama seperti Kinara. Bagaimanapun seorang ibu pasti akan sangat merasa kehilangan ketika mengikhlaskan puterinya pergi untuk memulai kehidupan rumah tangga. Ketakutan seorang ibu, bagaimana puterinya mengatur rumah tangganya, apakah bisa atau tidak. Laura pasti mengkhawatirkannya.

"Rara tau kan kalo Mama sayang banget sama Rara?" Maura mengangguk, matanya mulai memerah menahan tangis.

Sebenarnya Maura juga belum siap meninggalkan keluarganya. Terlebih selama ini Maura jarang berkumpul dengan mereka sejak kabar meninggalnya Arkan dulu. Maura lebih sering menyendiri dari pada menyempatkan waktu bersama keluarga karena terlalu terpukul.

Tetapi Maura menebusnya selama satu tahun kemarin. Ia berusaha membagi waktunya sebaik mungkin untuk berkumpul bersama mereka juga Kinara, meskipun Alvarel, Adara dan baby Noah tidak ada di tengah-tengah mereka, Maura berusaha sebisanya. Sebisa mungkin berkumpul dan membuat kenangan indah bersama mereka.

Mungkin akan terasa kurang, tetapi Maura juga sudah melakukan yang terbaik, dan Maura juga tidak bisa terus menggantungkan hubungannya dengan Arkan, ketika Arkan kembali dan melamarnya. Maura tidak bisa menolaknya lagi, Maura tidak mau kehilangan Arkan lagi.

Lagi pula, ikatan pernikahan tidak akan membuat hubungan Maura dengan keluarganya merenggang bukan? Maura tentu akan selalu mengunjungi mereka dan Arkan tidak akan mungkin melarangnya.

Maura memeluk Laura penuh kehangatan. "Mama juga tau kan seberapa besar sayang Rara ke kalian?" Laura mengangguk.

Maura lalu tersenyum dan melanjutkan ucapannya. "Jadi jangan sedih, Rara bakal terus ngunjungin kalian kok"

Laura mengangguk lagi mengiyakan. Di peluknya lagi Maura erat-erat seakan tak ingin puterinya itu pergi jauh darinya.

"Rara cuma nikah, Ma. Bukan pergi jauh" ujar Alvarel yang memasuki ruangan. Pria itu sedari tadi sudah berdiri di ambang pintu memperhatikan interaksi mereka.

Alvarel harus turun tangan jika tidak ingin penampilan Maura rusak karena tangisannya. Ini hari ulang tahun sekaligus pernikahan adiknya, jadi Alvarel tidak ingin acara sakral ini menjadi tak menyenangkan karena acara sedih-sedihan mereka.

"Happy birthday, Ra" ujar Alvarel sembari memeluk Maura dan mendaratkan kecupannya di kening gadis itu.

"Makasih, Kak. Kadonya mana?" gurau Maura.

Alvarel terkekeh pelan. "Hadiah menyusul"

"Ekhem, maaf nih ganggu. Tapi mempelai prianya udah dateng tuh"

Suara Adara mengakhiri obrolan mereka. Laura dan Alvarel pun pamit keluar untuk menemui Arkan dan keluarganya sementara Maura tetap di sana menunggu aba-aba.

Maura menghirup napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya saat ketegangan kembali menyelimutinya.

Maura memejamkan matanya dan berdoa semoga acara pernikahannya berjalan dengan lancar dan khidmat, seperti apa yang ia harapkan.

☃☃☃

"Saya terima nikah dan kawinnya Maura Carissa Wijaya binti Arland Wijaya dengan mas kawin tersebut, tunai"

"Sah?"

"SAH!!"

"Alhamdulillahirobbil'alamiin ...."

Ucapan syukur dan doa kini di lantunkan setelah ijab qobul yang dilakukan Arkan dengan sekali tarikan nafas dan suara berat yang terdengar tegas. Arkan di tempatnya tertunduk mengangkat kedua tangannya mengaminkan lantunan doa yang di bacakan penghulu. Sebisa mungkin menahan air matanya untuk tidak jatuh.

Arkan begitu sangat bahagia karena sudah berhasil melafalkan ijab tersebut untuk menandai Maura sebagai istri sahnya.

Dan waktu yang di tunggu pun tiba, saat MC acara meminta mempelai wanita untuk keluar.

Semua yang ada di sana pun berdiri dari duduknya menyambut kedatangan Maura yang nampak anggun dalam balutan kebaya yang nampak cantik di tubuhnya.

Arkan terpana, jantungnya berdegup kencang tak karuan melihat betapa cantiknya Maura yang sekarang sudah menjadi istrinya, miliknya, wanitanya, takdirnya, dalam balutan kebaya yang nampak indah di tubuh Maura. Arkan benar-benar tidak bisa mengedipkan matanya atau mengalihkan pandangannya sedetikpun pada malaikat cantiknya itu.

Sementara Maura juga ikut merasa demikian. Wajahnya tersenyum memandangi Arkan yang begitu sangat tampan dengan setelan jas dan peci putih yang sangat senada.

Semakin mendekatinya, jantung Maura malah semakin berdetak kencang seakan hampir melompat keluar. Arkan terlihat sangat sempurna di matanya, cowok dingin yang dulunya hanya sebagai pacar, sekarang berubah status menjadi suaminya. Pemimpin yang kelak akan membimbing dan mengayominya juga anak-anak mereka nanti.

Maura sangat bahagia. Ia harap, kebahagiaan ini selalu bersama mereka, tidak ada lagi keretakan, kesedihan atau luka di kehidupan baru mereka. Hanya ingin terisi dengan keceriaan dan kebahagiaan untuk mereka.

Arkan menyambut uluran tangan Maura dengan senyuman yang terpatri di wajahnya. Wanita mana yang tidak meleleh melihat Arkan tersenyum? Ini pertama kalinya Arkan menunjukkan senyuman lebarnya di depan umum, dan tentu saja membuat ketampanannya meningkat berpuluh kali lipat.

Acara tukar cincin pun di mulai. Arkan menyematkan cincin pernikahan mereka ke jari manis Maura, berganti dengan Maura melakukan hal yang sama. Setelah cincin tersemat, Maura mencium punggung tangan Arkan sebagai bentuk hormat kepadanya.

Arkan mendekatkan bibirnya di telinga Maura membisikkan sesuatu.

"I love you more, My Wife" ujarnya lalu beralih mencium kening Maura lembut dan lamat, hingga suara tepukan dan seru siulan pun bergemuruh di tenpat itu.

Kevin dan Valdo yang paling heboh melihat pemandangan itu, tak henti-hentinya mereka bersiul dan berteriak menyanjungkan pasangan pengantin itu. Turut senang karena akhirnya, perjuangan sahabatnya itu terbayarkan dengan takdir yang indah.

"Semoga kebahagiaan selalu bersama kalian"

Harapan doa yang mereka panjatkan untuk kehidupan baru Arkan dan Maura. Semoga tak ada lagi kesedihan dan luka. Hanya ingin kebahagiaan dan kebahagiaan saja yang terus mengalir di dalam rumah tangga kedua sejoli itu.

Jika ada setitik permasalahan, mereka harap Arkan dan Maura bisa menyelesaikannya secara dewasa.

Acara itu pun berganti dengan pemberian ucapan selamat untuk kedua mempelai dari para tamu undangan.

☃☃☃

Malam pun tiba, penampilan Maura juga sudah berganti dengan gaun putih lengan panjang . Rambut coklat panjangnya di biarkan tergerai bergelombang dengan kepangan dengan hiasan mahkota laut menghiasi kepalanya.

Maura benar-benar terlihat seperti ratu malam ini. Sangat-sangat cantik, hingga beberapa tamu undangan pun melihatnya hampir tak berkedip.

Maura baru saja selesai di dandani dan saat ini tengah mencari keberadaan Arkan-suaminya. Teman-temannya mendadak hilang dari kerumunan dan Maura tidak melihat seorang pun dari mereka di sini. Hanya melihat Clara dan Laura yang tengah asik mengobrol di bawah panggung.

Maura menaikkan sedikit gaunnya dan berjalan menghampiri mereka.

"Lihat siapa yang datang ..." ujar Clara melihat kedatangan Maura, membuat Laura pun berbalik ke arah puterinya. "Cantiknya menantu Bunda" lanjut Clara seraya mendekati Maura untuk memberinya pelukan.

"Makasih, Bunda juga cantik"

Clara terkekeh. "Bisa aja kamu"

"Ada apa, Sayang? Butuh sesuatu?" tanya Laura.

"Hmm ,,, Arkan mana ya, Ma?"

Laura mengulum senyumnya. "Itu Arkan" ucapnya menunjuk sosok Arkan yang kini tengah melangkah ke arah mereka. Maura hendak menoleh ke belakang untuk melihat tetapi sebuah kecupan lembut sudah mendarat di pipi kanannya.

"Arkan!" tegur Maura karena merasa tak enak pada Laura dan Clara yang tengah memperhatikan. Bukan hanya itu, sekarang malah mereka terkikik geli hingga Maura jadi merasa malu.

"Maura nyariin kamu tuh, kangen katanya" celetuk Clara menggoda Maura.

"Bunda"

"Apa? Kan emang bener kamu tadi nyariin dia, ya kan, Jeng?" Laura mengangguk saja mengikuti cerita seraya menahan senyum melihat wajah puterinya itu sudah memerah.

"Baru di tinggal sebentar udah kangen"

Suara berat Arland memasuki obrolan mereka. Maura mendengus sebal dan melayangkan tinjuan pelannya ke lengan Arland. Sementara mereka tertawa renyah.

"Nyebelin deh!"

"Udah jangan di godain terus, kasian menantu Ayah mukanya udah merah kayak kepiting rebus" kata Edgar ikut-ikutan membuat Maura semakin mengerucutkan bibirnya sebal.

"Ayah mah sama aja!" rengek Maura, gadis itu lalu menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Wajahnya memanas dan perutnya terasa ada yang menggelitik karena godaan mereka.

Arkan pun menarik tubuh Maura ke dalam dekapannya. Meletakkan wajah Maura di dadanya, membiarkan gadis itu menyembunyikan rona wajah cantiknya di sana.

Arkan lalu menundukkan kepalanya, mengintip wajah sang istri lalu tersenyum.

"Cantik" bisiknya di telinga Maura, membuat gadis itu semakin kepalang malu di pelukannya. Kedua tangan Maura lalu turun dan beralih melingkar di pinggang Arkan, memeluk cowok itu erat.

Arkan hanya bisa terkekeh geli melihat tingkah istrinya. Sangat lucu dan menggemaskan, membuat Arkan ingin sekali menerkamnya dengan ribuan ciuman di wajahnya.

"Eh iya, kalian gak jadi pergi?" tanya Clara.

"Nanti" jawab Arkan seraya mengelus surai panjang Maura.

Maura yang mendengar itu pun mendongakkan wajahnya menatap Arkan.

"Pergi kemana?"

"Nanti juga tau"

"Kamu penasaran, hm?" Maura mengangguk lucu.

Arkan terkekeh pelan. "Kalo gitu kita pergi sekarang" ucapnya. Arkan pun berpamitan pada Clara, Laura, Edgar dan Arland, membawa Maura pergi dari sana.

☃☃☃

"Kenapa harus pake tutup mata segala sih?" protes Maura karena ia tidak bisa melihat apapun karena kedua matanya tertutup sapu tangan milik Arkan.

"Kalo kamu liat bukan kejutan namanya"

Bibir Maura mengerucut sebal mendengarnya. Kakinya sudah terasa pegal karena sedari tadi sudah berkali-kali ia menginjak gaunnya sendiri, dan Arkan masih tetap tidak mau membukan penutup matanya.

Suara deburan ombak kini terdengar samar, Maura yakin mereka sudah mulai menjauh dari tempat acara yang berada di tepi pantai. Maura semakin merasa kebingungan karena tidak tahu kemana Arkan membawanya pergi. Dua tangan kekar itu masih setia memegangnya erat, seakan tak ingin dirinya terjatuh.

"Arkan, masih jauh ya?"

"Sudah sampai" jawab Arkan bersamaan dengan berhentinya langkah mereka. Suara deburan ombak pantai masih terdengar di telinga Maura meski samar, dan ia bisa merasakan ada kehangatan di tempatnya berpijak.

Maura mengerutkan keningnya saat kedua tangan Arkan bergerak melepasnya. Membuat Maura seketika merasa ketakutan akan kehilangan sosok itu.

"Arkan?" Panggil Maura, namun tidak ada sahutan Arkan terdengar.

"Arkan kamu dimana? Jangan ninggalin ...!!"

Masih tidak ada suara sahutan, Maura semakin takut. Gadis itu memeluk tubuhnya sendiri membiarkan kain itu masih melingkar menutupi matanya.

"Arkan ..." lirih Maura dengan suara yang bergetar menahan tangis. Maura takut sendirian, apalagi tidak ada Arkan di sampingnya. Maura takut jika ia melihat sesuatu yang menyeramkan ketika ia membuka penutup matanya. Maura takut.

Tiba-tiba sebuah pelukan hangat di rasakan Maura. Maura memegang tangan kekar yang kini melingkar di perutnya, memegangnya erat seakan tak ingin tangan itu terlepas lagi darinya.

"Kamu tadi kemana ...?" tanya Maura yang terdengar seperti sebuah rengekan di telinga Arkan. Ya, dengan mencium aroma tubuh yang khas itu saja Maura sudah menebak jika yang memeluknya adalah Arkan, dan siapa lagi pemilik pelukan hangat ini jika bukan Arkan?

Hanya Arkannya yang bisa memberikannya peluk kehangatan seperti ini, pelukan yang selalu membuatnya nyaman.

Arkan tak menjawab pertanyaan Maura, cowok itu hanya memebrikan kecupannya di pipi Maura lalu mengurai pelukannya untuk melepas penutup mata Maura.

"Look around you" ujar Arkan. Maura pun perlahan membuka matanya dan terperangah melihat keindahan di sekelilingnya.

Pohon-pohon tanpa dedaunan yang berjejer itu di hiasi oleh ratusan lampu-lampu kecil berwarna biru, juga beberapa lampion yang menggantung di ranting-ranting tersebut.

Maura di buat takjub dengan keindahan di sekitarnya. Jika di lihat dari bahan-bahannya, memang terlihat sederhana. Namun semua itu sukses membuatnya terpesona. Maura seakan di tengah kerlap-kerlipnya galaksi, bersama Arkan yang kini menjadi suaminya.

Arkan kembali memeluk Maura dari belakang dan memberinya kecupan di pipinya. "Kamu suka?"

"Banget!" balasnya. Maura lalu membalikkan badannya tanpa melepaskan pelukan Arkan darinya. Ciuman hangat lalu mendarat di rahang tegas cowok itu. Maura melingkarkan kedua tangannya di leher Arkan.

"Makasih, My Husband"

Arkan tersenyum mendengarnya. "Ini baru satu dari tiga kejutan, Sayang"

Kening Maura mengernyit. "Terus yang kedua mana?"

Arkan melepas pelukannya dan mengambil satu tabung kaca sedang yang menggantung di ranting pohon dekat mereka.

Maura menutup mulutnya yang menganga ketika Arkan membuka tabung itu, hingga puluhan kunang-kunang pun keluar dan berterbangan bebas di sekitar mereka dengan cahaya kelap-kelip yang indah. Bersamaan dengan iringan musik merdu dari lagu Westlife - I wanna grow old with you pun terdengar, semakin menambah kesan romantis di tempat itu.

Tidak, ini bahkan sudah sangat-sangat romantis baginya.

Maura menatap Arkan dengan mata berkaca-kacanya. Speechless, tidak tahu harus berkata apa lagi karena Arkan benar-benar berhasil membuatnya meleleh.

"Will you dance with me, My Queen?"

Maura hanya bisa menganggukkan kepalanya. Arkan tersenyum mendekati Maura, menarik pinggang gadis itu hingga menempel padanya. Satu tangan Arkan tetap melingkar di pinggang Maura sedangkan tangan lainnya meraih satu tangan Maura dan mengangkatnya sejajar bahu gadis itu.

Arkan pun memimpin dansa mereka. Keduanya aling menatap satu sama lain, mata cokelat milik Maura menyorot Arkan meski pandangannya agak memburam karena buliran bening yang menumpuk di pelupuk matanya. Sementara mata tajam Arkan menyorot Maura dalam, seakan menunjukkan betapa cintanya ia pada wanita di hadapannya ini.

Menunjukkan kekaguman dan rasa syukur yang teramat besar karena memiliki gadis itu sebagai istrinya.

"Berarti pangkat julukan My Cold Prince dari aku buat kamu naik dong?"

Arkan menaikkan sebelah alisnya. "Jadi?"

"Ng ,,, jadi My Cold King dong ..." jeda Maura. Gadis itu lalu tersenyum lembut. "I love you, My Boo" ucap Maura disela dansa mereka.

Arkan terkekeh mendengarnya. "My Boo?"

Maura mengangguk. "Panggilan kesayangan aku buat kamu, gapapa kan kalo aku manggil itu?" Arkan mengangguk.

"Terus kejutan yang ketiganya mana?"

"Kamu yakin mau itu sekarang?" Maura mengangguk polos. "Mana?"

Arkan menghentikan gerakannya menatap Maura dengan senyuman smirk-nya. Maura seketika jadi merinding sendiri melihat Arkan tersenyum seperti itu.

"K-kenap-"

Ucapan Maura langsung terputus saat bibir Arkan menyentuh bibir mungilnya lembut. Jantung Maura tiba-tiba berdetak sangat kencang, saking hebatnya degupan itu, kedua telapak tangannya jadi terasa dingin meskipun rasa panas kini menjalar di kedua pipinya.

Arkan menjauhkan wajahnya beberapa senti, menatap Maura yang masih membeku di hadapannya.

Arkan terkekeh. "First kiss kita" ujar Arkan menyadarkan Maura.

"Kamu-"

Cup!

Arkan kembali mencium bibir mungil Maura singkat. "Dan ini yang kedua"

"And I love you more, My Queen" ujarnya pelan kemudian memeluk Maura erat.

Arkan tidak akan pernah menyia-nyiakan hadiah yang Tuhan berikan untuknya, tidak akan. Akan dijaganya Maura hingga ajal menjemputnya.

💍💍💍

Tes tes tolong jangan buat kegaduhan .... Gak kalian aja yg baper, hana yg ngetik pun ikut baper sm Arkan😪wkwkwk🤣

Kesan pertama setelah baca Prolog?

Kesan pertama setelah baca part ini?

Bagian line mana yg paling kalian suka?

Kalo kalian ada di acara pernikahan itu, apa yg pengin kalian lakuin?

Jangan lupa follow ig kami :

@Hananayajy_
@wattpadhn_
@arkanalvarod_
@mauracarissa16
@alvarelfernandowjy
@reyhanalvinod
@calistakrysilas
@_gheanaanda
@adellafdllh
@qianarinka
@rafabragasta
@kevinnugrahaa__
@valdomhndr_
@kinarashfr
@arshaseyvana
@fionadrianp
@faresharasyafa
@arethaleona_
@devanoaksara_
@malvinbskr
@Bayuanggr21
@adriankeanurdhk
@belvaalodie_
@betrandgaverald
@joenathanorlnd_
@nadiraqirani

Dan yg penasaran sama cerita pertama A.M, kalian bisa pesen novelnya melalui WA yg tertera di Bio instagram : Gloriouspublisher16

Salam A.M Lovers🤙

We Love You Guys
💜💜💜💜💜💜💜

Continue Reading

You'll Also Like

2.8M 105K 50
Gema Alam, Dosen tampan yang baru saja mengalami perpindahan mengajar di universitas Airlangga. Semangat dan kenyamanan dia mengajar menjadi sumber u...
81.2K 2.4K 57
Squel Jodoh yang sesungguhnya Arzan Rizwan Al-azhar menyukai salah satu santriwati kembar di pesantren kakeknya. Santriwati itu bernama Safinah. Sete...
30.2K 2.9K 26
( COMPLETED ) Jerome Polin Sijabat. Awalnya, aku bahkan tidak tau siapa itu Jerome. Tapi, setelah menonton channel youtube dan mengikuti media sosial...
24.2K 2.7K 3
DikSa Vol.2 Bayangan tentang masa-masa muda yang indah, sepertinya harus Dika hempas sejauh mungkin. Tanggung jawab yang telah mengikatnya, seakan me...