SHIELDA

Von aegeast

96.9K 9.9K 2.1K

Apa jadinya, jika seorang dewi yang berasal dari dunia atas terpandang seperti Shielda, mendapati dirinya ter... Mehr

EP. 0 : Prolog
EP. 01 : Shielda
EP. 02 : Putri dan Raja
EP. 03 : Tuduhan Tak Berdasar
EP. 04 : Cermin Cahaya dan Gielda
EP. 05 : Kekacauan Pertama
EP. 06 : Tiga Tokoh Pendamping
EP. 08 : Siluman Tanah Suci
EP. 09 : Pangeran Mahkota
EP. 10 : Sedikit Fakta
EP. 11 : Pangeran Brahma
EP. 12 : Perjamuan Teh
EP. 13 : Pangeran Atsper

EP. 07 : Kekaisaran Aquilla

4.6K 639 91
Von aegeast

SHIELDA
EP. 07 : Kekaisaran Aquilla

Hei, aku punya cerita baru berjudul "Husbandy" adakah yang membacanya? Silakan mampir, terima kasih.

• • ๑ • •

Bosan, itu yang Shielda rasakan saat ini. Hari-harinya di sini terasa sepi dan membosankan, sama seperti di Dunia atas. Apa yang harus dilakukannya saat ini? Pikiran Shielda menerawang, mencari sesuatu baru yang dapat menghilangkan kebosanannya.

Pasar kerajaan?

Shielda tersenyum begitu tempat itu terlintas kembali di pikirannya. Tak peduli dengan kekacauan yang kemarin telah dia perbuat, hari ini ia akan mengulanginya lagi. Semoga saja orang-orang di sana tidak mengenalinya, karena sekarang Shielda berencana tidak akan memakai penutup wajah.

Tangannya terulur menyentuh tiara di kepalanya, dan mendadak tiara itu hilang setelah disembunyikan. Shielda tersenyum, penampilannya sudah sederhana. Dengan hanya menghilangkan tiara, itu sudah cukup.

Shielda kemudian berteleportasi setelah pikirannya membayangkan pasar, yang sialnya bagian tempat dalam bayangannya adalah saat di mana dirinya bertemu Algea. Sesuai keinginannya, Shielda tiba-tiba muncul di sela-sela hilir mudik ramainya pasar.

Pasar sekarang lebih ramai dari kemarin, kenapa bisa? Pikirnya sekilas lalu mengabaikannya, bukan urusannya. Shielda tetap harus segera bersenang-senang untuk menghilangkan kebosanannya.

"Shielda?"

DEG! Seseorang mengenalinya?!

Badan Shielda menegang sedetik, lalu detik berikutnya dengan tenang gadis itu membalikan badannya. Pandangannya langsung bertemu dengan lelaki kemarin---Algea,--- ya, lelaki itu sekarang menatapnya ragu.

"Kau Shielda?" tanyanya tak yakin. Tapi dari satu sampai sepuluh, Algea memberi nilai sembilan atas keyakinannya kalau gadis di hadapannya memang Shielda. Tinggi dan bentuk tubuh gadis itu sama, warna rambut dan panjangnya rambut sama. Dan yang paling penting, aroma harum sama seperti kemarin, menguar juga di tubuh gadis ini.

Yang membedakannya hanya penutup wajah, Algea mengakui kalau Shielda cantik, mungkin---sangat cantik di antara semua gadis yang pernah dia temui.

"Kau mengenaliku?" Shielda bertanya polos, mungkin tak apa kalau Algea mengenalinya.

"Kau benar Shielda," simpulnya. "Entahlah, dalam sekali lihat, aku langsung tahu kalau itu dirimu, ternyata benar." Jawabnya.

Shielda mengedikkan bahunya acuh, "Rupanya kau masih mengingatku," ujarnya, jeda sejenak. "Wajar saja, sejauh ini tak ada orang bisa melupakanku," katanya percaya diri.

Algea berdecak, "Kau hanya beruntung aku tidak melupakanmu "

"Terserah, tak ada untungnya juga kalau kau mengingatku." Kata Shielda acuh, dia menatap Algea sekilas sebelum mengalihkan pandangannya untuk menyapu sekeliling. Gadis itu kembali menatap Algea, "Bisakah kau tunjukan padaku jalan menuju rumah makan?"

"Kebetulan aku ingin ke sana," ujarnya, Algea berjalan dengan Shielda di sampingnya. "Kau bukan penduduk sini, ya?" tanya Algea sembari melirik sekilas pada Shielda.

"Aku penduduk tetap di sini,"

"Tapi kau tidak tahu di mana letak rumah makan, padahal tempat itu sudah sangat banyak di kenali semua penduduk di sini,"

"Aku tak pernah keluar rumah, ini kedua kalinya aku keluar setelah kemarin." jawab Shielda tenang. Algea tak langsung percaya, bisa saja Shielda mata-mata dari kerajaan lain. Algea yang berasal dari kerajaan sebelah tahu banyak tentang Phoenix, dan Shielda yang mengaku sebagai penduduk Phoenix sendiri tidak tahu apa-apa tentang kerajannya.

Algea dan Shielda sampai, di hadapan mereka kini terdapat rumah makan berlantai tiga yang ramai. Mereka berdua masuk, dan Shielda langsung duduk di kursi yang tepat di tengah ruangan. "Kenapa tidak di lantai atas saja?" tanya Algea setelah mendaratkan bokongnya di kursi berhadapan dengan Shielda.

"Aku malas untuk menaiki tangga. Kalau kau mau di atas, silakan. Aku akan di sini," katanya. "Terima kasih sebelumnya," Algea mengangguk.

Seorang pelayan menghampiri mereka, Algea memesan. Pesanan Shielda di samakan dengan Algea karena dia tahu seperti apa makanan yang ada di Dunia tengah, apalagi di rumah makannya.

"Kau tahu, perisai Aquilla kemarin membunuh orang lagi."

"Tidak ada yang aneh, perisai Aquilla memang dari dulu seperti itu."

"Sekarang situasinya berbeda, ada beberapa pemberontak dari Sekte Barat yang mencoba menerobos benteng perisai Aquilla. Dengar-dengar, mereka mengincar nyawa Pangeran Mahkota."

"Mereka punya nyali karena datang untuk mati, benteng Kekaisaran Aquilla tak dapat dimasuki oleh orang-orang berniat jahat. Iri dengki sekalipun, hanya orang-orang berhati bersih yang dapat memasukinya. Sama sepertiku."

"Kau selalu iri kepadaku, tentu kau tak dapat masuk."

"Itulah mengapa aku tak pernah berani mencoba, takut tidak bisa selamat. Yang ada nanti aku hanya meringankan tugas dewa, supaya mereka tidak susah payah untuk menunggu ajalku tiba."

Shielda mendengarkan. Perisai, Kekaisaran Aquilla? Kenapa unsur perisai yang orang itu bicarakan sama seperti perisai miliknya. Shielda menatap Algea yang rupanya sedang memperhatikan dirinya, gadis itu mengabaikan tatapan Algea dan segera bertanya.

"Perisai Aquilla, apa maksud mereka?" tanya Shielda.

"Kau tidak tahu?" Algea menatapnya heran. Setahunya, tentang Kekaisaran Aquilla yang memiliki perisai sudah tersebar ke seluruh penjuru Dunia tengah.

Shielda menggeleng polos.

"Kekaisaran Aquilla merupakan wilayah terkuat saat ini, yang juga menaungi lima kerajaan termasuk Phoenix. Benteng Aquilla tak bisa runtuh karena memiliki perisai yang menyerang orang masuk yang mempunyai niat buruk. Sebenarnya itu hanya berlaku saat perang, tapi pemberontakan juga termasuk. Sedangkan orang-orang seperti kita atau penduduk lain bisa memasukinya.

"Kekaisaran Aquilla memiliki perisai pada bagian singgasana kaisar, siapapun orang yang mendudukinya selain keturunan resmi pasti selalu mati di tempat, yang bahkan orang itu belum sempat untuk menduduki tahta. Selain itu ada beberapa ruangan yang tak disebutkan, bagian yang hanya dapat di masuki oleh orang-orang berhati bersih dan sejenisnya. Dan untuk orang-orang yang berhati iri, dengki dan memiliki niat jahat tak dapat masuk. Mereka hanya berujung pada maut, tapi tergantung orang-orang itu sendiri. Ada yang tak meninggal, itu adalah mereka yang niatnya tidak terlalu besar. Dan yang meninggal, itu memiliki hati yang hitam dan kelam." Jelas Algea.

"Dan, Kekaisaran Aquilla merupakan tempat teraman. Mereka kuat karena setia, tak ada pengkhianat yang berseliweran di istana." Lanjut Algea lagi.

Shielda termenung, kenapa perisai Kekaisaran Aquilla sama dengan perisainya?

"Aku ingin ke sana."

Tersedak, Algea tersedak saat mendengar celetukan gadis di hadapannya. Makanan pesanan mereka sudah diantarkan dan mereka sedang menyantapnya sekarang. Sebelumnya mereka berdua disertai oleh keheningan panjang sebelum Shielda memecahkan keheningan itu.

"Kau gila?!" Algea berseru tak percaya. "Aquilla tidak bukan bahan candaan, kau masuk sama saja dengan kau mengantarkan nyawa!" jelasnya. Lelaki itu menyambar cawan gelasnya, dan meminumnya dengan kasar.

Shielda menggeleng pelan, "Aku tidak gila," katanya. "Katamu tadi orang biasa bisa memasukinya, lagipula ini tidak dalam keadaan perang. Aku tak memiliki niat untuk menggulingkan tahta." balasnya santai.

Algea mengusap wajahnya kasar. Di tatapnya Shielda dengan intens, gadis ini bukan sembarang orang, katanya dalam hati. Memang benar apa yang dikatakan Shielda, Algea mengatakan hal tersebut karena jati diri gadis bernama Shielda ini masih abu-abu, belum jelas. Bisa saja dia adalah mata-mata dan mencoba keberuntungannya untuk memasuki Aquilla. Algea sampai saat ini masih penasaran identitas Shielda sebenarnya. Gadis itu tentu bukan orang sembarangan. Dalam sekali lihat, siapapun bisa menyimpulkan kalau gadis ini bukan dari kalangan rakyat biasa.

Shielda seperti golongan bangsawan atau-anggota kerajaan.

Kultivasi Algea berada di Elementalist kesatu dan Algea sudah mencium tenaga dalam milik Shielda. Gadis itu berada di Magician kedua, berjarak dua tingkat di bawahnya. Harus Algea akui kalau Shielda itu hebat walaupun dia belum melihatnya langsung. Tapi di usia Shielda yang sekarang, memasuki tingkat Magician sudah tergolong orang-orang berbakat.

"Kau kenapa?" Shielda bertanya pelan padanya, gadis itu membersihkan mulutnya dengan kain yang terkena bumbu masakan.

"Kau dari golongan mana?" tanya Algea. Cukup sudah, dia tidak bisa membendung rasa penasarannya.

"Menurutmu?" Shielda justru bertanya balik. Sial, bukan ini jawaban yang Algea inginkan. "Kenapa kau bertanya seperti itu?" Shielda menaruh sumpitnya dengan anggun, kedua tangannya ditumpuk untuk menyangga dagu, di tatapnya Algea dengan tenang.

Algea menampilkan ekspresi datar, "Untuk menilai."

Shielda mengangguk pelan tanpa menatap Algea, "Apakah aku terlihat seperti rakyat biasa? Atau mungkin menurutmu aku seperti bangsawan? Coba tebak, mana yang benar." Shielda tersenyum kecil.

Sial, gadis itu semakin cantik jika tersenyum.

Algea mengalihkan pandangannya tak mau menatap Shielda, dia tidak bisa menatap wajah itu lama-lama. Algea bahkan merasakan kalau pipinya sedikit memerah. "Kau terlihat seperti bangsawan," balasnya setelah merasa normal.

"Terlihat?" cicit Shielda. "Jadi kau menilai orang dari penampilan?"

Dalam hati membenarkan perkataan Shielda. memangnya salah melihat orang dari penampilan? Bukankah sebagian besar manusia seperti itu?

"Aku tidak seperti itu," celetuk Shielda seolah bisa mendengar perkataan dalam hati Algea. "Aku juga tidak memandang penampilanmu. Meskipun kau berpakaian seperti ini, siapa yang menjamin kalau kau sedang menyamar?"

Badan Algea menegang untuk beberapa saat sebelum kembali menormalkannya. Apa Shielda sedang menyindirnya? Apa gadis itu sudah tahu siapa sebenarnya? Algea berdehem, untuk menormalkan suaranya. "Kenapa kau berpendapat seperti itu?"

"Karena aku juga sama sepertimu,"

"Apa maksudmu?" suara Algea terdengar aneh, padahal lelaki itu sudah berusaha menormalkan suaranya. Di tambah saat Shielda berkata tadi, seolah gadis itu sudah tahu siapa dia sebenarnya.

"Tidak," balas Shielda seraya  tangannya mengambil cawan gelas lalu meminumnya. "Kau sudah selesai? Ayo keluar, udara di sini tidak enak." Ujarnya, jelas sekali kalau dia sedang mengalihkan pembicaraan. Algea mendesis, dia bangkit dari duduknya tanpa menghabiskan makanannya. Mereka membayar terlebih dahulu sebelum keluar.

Algea, dia bukan sembarang dari kerajaan sebelah. Algea adalah Pangeran Mahkota Kerajaan Griffin. Lelaki itu sering mengunjungi Phoenix untuk sekedar bermain-main, dan bonus sebagai mata-mata ketika dia mendapatkan informasi yang berguna. Sebagai calon penerus keluarga kerajaan, tentu dia harus mempelajari apapun untuk menjadi raja sejak dini mungkin.

Algea merupakan penyihir murni bangsawan. Setiap penyihir murni bangsawan, masing-masing memiliki kekuatan khusus bawaan dari lahir. Algea termasuk di dalamnya. Jika kau merupakan penyihir murni tanpa gelar bangsawan, atau menjadi bangsawan baru setelah lahir maka kekuatan itu tak akan ada. Tapi jika kau memiliki gelar bangsawan saat sebelum dilahirkan, kekuatan itu akan ada sejak bayi.

Kekuatan penyihir murni bangsawan itu terbatas.

Ayah ibu Algea, Raja Gaia dan Ratu Tessa dari Kerajaan Griffin termasuk penyihir murni bangsawan. Kekuatan khusus yang Algea miliki adalah dirinya dapat mendengar suara hati seseorang yang berjarak dekat dengannya.

Biasanya suara-suara hati orang-orang akan terdengar langsung, memasuki Indra pendengarannya. Tapi Shielda, Algea sekarang baru menyadari kalau sedari tadi dia berjarak dengan Shielda, tapi dia tidak mendengar apapun dari hati gadis itu.

Ini aneh, pikirnya.

Algea melirik Shielda yang berjalan dengan tenang di sampingnya. Benar-benar aneh. Dari jarak sedekat ini, seharusnya dirinya bisa mendengar apa yang gadis itu ucapkan dalam hati. sekedar gumamam atau ucapan semata, mungkin? Ada dua faktor yang menyebabkan dirinya tidak mendengar. Pertama, bisa saja Shielda memang tidak mengucapkan apapun dalam pikiran dan hatinya.

Kedua, dirinya memang tidak bisa mendengar Shielda. Semacam ada kekuatan yang tidak bisa ditembus olehnya. Tapi-bagaimana mungkin?! Kenapa dirinya tidak bisa mendengar apa yang gadis itu ucapkan dalam hati? Ingatkan Algea untuk menanyakannya pada tetua nanti.

Algea menghela napas, lelah memikirkannya. "Kita akan ke mana?" tanyanya, mereka sedari tadi hanya berjalan-jalan saja, dan menjadi pusat perhatian tentu saja. Apalagi dengan wajah Shielda yang luar biasa cantik, siapa yang menjamin tidak ada lelaki yang tergoda?

"Mencari kesenangan," jawab Shielda.

"Mereka serasi sekali,"

"Ya, lihat! Yang satu cantik, dan pangerannya tampan."

"Aku jauh lebih cantik dari wanita itu,"

"Kupikir kau tidak punya kaca."

Celotehan itu berasal dari orang-orang yang memperhatikan mereka. Algea melirik Shielda. Heran, gadis itu tak berekspresi sama sekali. "Kau tidak keberatan kita di jodoh-jodohkan seperti itu?" tanyanya ragu.

Algea takut Shielda tidak nyaman berada di sebelahnya.

Shielda menggeleng, gadis itu melirik pada gadis-gadis yang membicarakannya. Seketika gadis-gadis itu mendadak kicep dan mencoba mengalihkan tatapannya, asal tidak menatap Shielda saja. "Untuk apa keberatan? Biarkan mereka berpendapat, lagipula kita tidak ada hubungan khusus. Aku tidak mau merusak khayalan indah mereka."

"Festival Kerajaan akan diadakan dua bulan lagi! Uh, aku sudah tidak sabar!"

Shielda mengehentikan langkahnya di dekat gadis-gadis yang mengobrol itu, Algea juga sama. Shielda memasang telinganya baik-baik, dia merasa informasi yang dibicarakan gadis itu akan menarik.

"Ya, akupun sama. Lihat saja, aku akan berburu pria tampan."

"Festival kali ini pelaksaannya di Kekaisaran Aquilla, apakah akan baik?"

"Hei, kau tenang saja. Disana adalah tempat teraman, aku sangat ingin ke sana.Terutama pasar festival, pasti menyenangkan!"

"Terakhir kali festival itu enam tahun lalu, aku masih sangat kecil untuk mengerti."

"Beruntung kita masih hidup, jadi bisa merasakan Festival Kerajaan."

"Semua kerajaan berkumpul, aku ingin sekali melihat Pangeran Aldebaran." Hei, kenapa nama kakak Shielda dibawa-bawa?

"Padahal kita penduduk Phoenix sendiri, tapi jarang melihat Pangeran Mahkotanya sendiri."

"Jangankan Pangeran Mahkota, Putri Shielda saja aku belum pernah melihatnya. Aku penasaran sekali dengan rumor yang tersebar."

"Kata Ibuku itu benar, Putri Shielda jelek. Lemah, dan mudah ditindas."

Mendengar namanya keluar dari mulut mereka, Shielda lantas menoleh dengan tajam. Auranya mengerikan. "Bisakah kalian tidak membicarakan orang lain?!" serunya. Shielda menatap tajam keempat gadis itu, mulut keempatnya langsung terkatup mendengar seruan Shielda. Mereka tidak mengenal gadis ini, tapi dalam sekali dengar saja mereka langsung merasa segan.

Shielda tersenyum sinis, "Bagaimana jika pihak istana tahu kalian membicarakan putri kesayangan raja? Hukuman apa yang kira-kira akan kalian dapatkan?" ancam Shielda.

"Ma-maafkan kami! Kami tidak akan mengulanginya lagi, tolong."

"Ya, tolong jangan beritahu kepada pihak istana, kami mohon." Keempat perempuan itu menyatukan kedua tangannya di depan dada, memohon.

Shielda mengabaikannya. Gadis itu kembali berjalan kelaur pasar mencari tempat sepi, Algea juga mengikuti. "Bisa kau jelaskan padaku mengenai festival?" pintanya pada Algea.

"Aku malas berbicara,"

"Kau ini!" desis Shielda. "Ini untuk terakhir sebelum aku pulang, tolonglah." Gadis itu menatap Algea dengan tatapan memohon yang terlihat manis di matanya. Lelaki itu luluh.

Algea menarik napas panjang, bersiap-siap untuk menjelaskan. "Festival Kerajaan itu perayaan yang dirayakan enam tahun sekali. Enam tahun diambil dari jumlah seluruh tahta yang ada di Dunia tengah. Enam tahun yang lalu, perayaannya di adakan di Kerajaan Griffin, dan sekarang akan di Kekaisaran Aquilla. Setidaknya kau akan mendapat kesempatan untuk mencoba masuk melalui acara itu.

"Baik Kaisar, Permaisuri, Selir, dan anak-anaknya yang lain wajib meninggalkan kerajaannya sendiri untuk menghadiri festival. Para Raja tak perlu takut tahta kosong, karena ini termasuk kutukan. Setiap orang yang merebut tahta kerajaan memanfaatkan kondisinya yang sedang kosong, orang itu akan mati secara tiba-tiba. Aku tidak tahu kenapa, tapi itu sudah terjadi sejak bertahun-tahun lalu." Algea membuang napas lalu menariknya lagi.

"Perayaannya ramai, ada beberapa perlombaan yang wajib diikuti oleh anggota kerajaan. Ada lomba juga yang bisa diikuti oleh golongan rakyat, tentunya berbeda dengan lomba anggota kerajaan."

Shielda tersenyum senang. "Baiklah, terima kasih atas penjelasanmu. Aquilla benar-benar membuatku tertarik!" Shielda berkata dengan antusias, gadis itu menatap singkat Algea sebelum berkata, "Aku pulang dulu, terima kasih!" sedetik kemudian gadis berteleportasi ke paviliunnya.

Algea menghela napas, menatap udara kosong tempat Shielda berdiri tadi. Tapi sangat aneh menurutnya. Kultivasi Shielda berada pada Magician kedua, sedangkan untuk bisa melakukan teleportasi harus pada Elementalist kesatu. Perlu beberapa tingkatan lagi agar Magician bisa sampai pada Elementalist.

Yang bisa Algea simpulkan sekarang adalah bahwa Shielda menyembunyikan kebenaran tentang tingkatan kultivasinya.

• • ๑ • •

1 KATA BUAT PART INI?

GIMANA PART INI?

INSTAGRAM
@rismaqonitaa
@ristory.zone

Untuk yang tidak mau ketinggalan notifikasi perihal update cerita, kalian bisa follow Wattpad aku : rismaqonita dan,
Instagram stories : @ristory.zone

Baca ceritaku yang lainnya juga, ya!
Terima kasih!

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

3.6M 357K 95
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...
1.2M 103K 51
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ �...
2M 295K 77
The Another World Series (1) - Anstia Cerita berdiri sendiri. Dia terbangun dengan tangan mungil dan badan yang tidak dapat di gerakkan seperti bia...
162K 9.7K 42
Aletta Cleodora Rannes, seorang putri Duke yang sangat di rendahkan di kediamannya. ia sering di jadikan bahan omongan oleh para pelayan di kediaman...