"Mama bahagia sekali ketika tahu kalau calon menantu mama adalah Qarira. Dia anak yang baik dan sopan di sekolah." Jenny yang duduk disebelah Christian memulai pembicaraan setelah Christian mengantar pulang Qarira.
"Berarti pilihan Christian tepat ya kan, Ma?" balas Christian sambil memelankan laju mobilnya.
Jenny menyunggingkan senyum dan mengangguk pelan, "bahagiakan dia seperti hari ini adalah hari terakhir kamu untuk membahagiakannya, Chris."
"Tentu, Ma. Aku akan membahagiakannya. Aku tidak akan pernah menjadi sosok pria seperti Papa. Aku tahu betapa sakitnya itu. Bukan hanya Mama yang tersakiti tapi juga kami, anak-anaknya."
Jenny tersenyum getir seakan membenarkan apa yang barusan Christian ucapkan. Bukan hanya dirinya yang mendapatkan luka hati itu tapi juga anak-anaknya, anak-anak yang tak tahu apa-apa.
"Biarkan itu menjadi masa lalu kita, Nak. Kita tak perlu lagi untuk mengingat-ingatnya. Kini kamu punya kehidupan sendiri. Kamu berhak untuk hidup bahagia," pungkas Jenny.
"Aku ingin segera menikahinya, Ma. Setelah aku pulang nanti dari travel bisnis di Asia, aku akan segera melamarnya dan tentu saja aku akan menjadi mualaf terlebih dahulu," ucap Chris antusias.
Jenny membulatkan matanya, "benarkah itu, Nak?"
"Ya, Mama. Aku tidak main-main sekarang. Aku ingin lebih serius dengannya. Dukungan Mama sudah memberikan cukup kekuatan buatku untuk memutuskannya. Mama tahu, aku tak pernah main-main dengan apa yang sudah aku ucapkan."
"Ya, Chris. Mama tahu anak-anak Mama, bagaimana sifat dan karakter mereka. Kamu itu selalu memandang semuanya dengan sebuah pemikiran yang matang dan serius. Beda dengan adik kamu yang masih suka bermain-main, sedikit bandel dan memandang beberapa hal dengan sebuah candaan. Tapi Mama mencintai semua anak-anak mama, kamu dan adikmu."
"Aku tahu Mama. Kamipun mencintai Mama, sangat!"
Mobil Christian melaju memasuki daerah Potsdamer Platz. Suasana jalan yang terdapat di Potsdamer Platz terlihat sudah lengang, tak banyak mobil yang melintas. Potsdamer Platz adalah persimpangan lalu lintas berbentuk persegi di distrik Berlin Mitte dan Tiergarten yang merupakan perbatasan antara Berlin barat dan Berlin timur. Disini kita juga bisa melihat peninggalan sejarah yang masih tersisa yakni Tembok Berlin yang masih berdiri kokoh disalah satu sudut Potsdamer Platz. Di siang hari jalur ini merupakan salah satu jalur yang selalu dipenuhi turis lokal dan mancanegara. Dengan stasiun kereta jarak jauh menuju Potsdam (kota cantik terletak kurang lebih 30km dari Berlin), U-Bahn (kereta bawah tanah) dan beberapa tempat pemberhentian bus menjadikan Potsdamer Platz sebagai jalur tersibuk di Eropa hingga akhir Perang Dunia Kedua dan oleh karena itu menerima salah satu lampu lalu lintas di negara Jerman pada kala itu.
Sedari tadi Christian tak henti-hentinya menebar senyum. Sinar rembulan dan pantulan lampu-lampu di pinggir jalan yang menembus ke dalam mobilnya menerangi wajah sumringahnya.
"Cie ... cie yang sedang jatuh cinta," canda Jenny menggoda Christian. Wajah Christian bersemu merah.
Mobil Mercedez hitam mengkilat Christian akhirnya berhenti di persimpangan besar lampu merah Posdamer Platz. Lampu merah yang menyala memaksa Christian untuk menghentikan laju mobilnya sejenak. Kedua matanya menoleh ke arah Jenny. Christian merasa beruntung sekali memiliki seorang mama seperti yang dimilikinya sekarang. Mama yang penuh pengertian, Mama yang selalu memberikan dukungan padanya. Kemudian difokuskan lagi tatapannya kedepan. Hanya terlihat beberapa mobil yang berlalu lalang. Melihat lampu hijau sudah menyala terang, Christian menginjak pedal gasnya kembali dan mengemudi. Tatapan matanya yang penuh ke arah depan tadi tak menyadari kalau ada mobil Mercedez warna hitam lain yang melaju sangat cepat dari sebelah kiri menuju ke arahnya walaupun lampu jalur itu sudah berubah menjadi merah. Christian sudah memastikan kalau tadi lampu sudah menyala hijau dan dia tak pernah sekalipun melanggar yang namanya peraturan lalu lintas. Karena sekali melanggar peraturan lalu lintas maka kamera-kamera yang ada dipinggir jalan akan sangat cepat membidik wajahnya dan surat dendapun akan segera datang beberapa hari kemudian.
Waktu seakan berjalan melambat seperti adegan film Matrix yang dulu pernah ditontonnya, Christian menyipitkan kedua mata ketika lampu mobil di depannya itu menyorot ke arah dirinya. Dengan gerakan refleks Christian membanting kemudinya ke arah kanan, tapi terlambat karena badan mobilnya keburu dihantam moncong mobil itu.
BRAAAK
Karena kejadian itu terjadi begitu tiba-tiba dan sangat cepat, mobil Christian yang masih dalam kecepatan tinggi oleng tak terkendali dan menghantam keras tembok Berlin di depannya. Dunia serasa bergetar hebat dan dibolak-balik. Suaran benturan nyaring keras terdengar.
"AAARRGH!" jerit Jenny. Tubuhnya terpental keras menghancurkan kaca mobil depan Christian, menghantam tembok dan jatuh terbujur bersimbah darah.
"MAMAAAAAA!" pekik Christian kencang. Pecahan-pecahan kaca menembus kulit wajah dan kepalanya. Cairan hitam pekat langsung muncrat mengotori seluruh raut muka dan pakaiannya. Rasanya sakit bukan main. Christian seperti masuk ke dalam sebuah gua yang begitu gelap, kemudian dihempaskan dengan kekuatan penuh dan menghantam sesuatu yang keras.
"AAARRGGHH!" batuk dan muntah darah menyembur keluar dengan sendirinya. Hidung Christian pun dipenuhi darah seperti mimisan. Badannya serasa remuk. Semuanya seperti sulit untuk digerakkan.
Dengan sekuat tenaga Christian berusaha menggapai-gapai untuk berpegangan. Dia berusaha semampunya namun usahanya nihil. Tubuhnya seperti terjepit tak bisa digerakkan. Sekali lagi Christian berusaha menarik tubuhnya yang tak bertenaga itu untuk keluar. Dia meringsek pelan, mencoba membuka pintu mobil yang kini sudah tak berbentuk lagi. Darah mengalir deras dari kepalanya. Kedua kakinya masih terjepit diantara jok mobil dan bagian kemudi yang sudah penyok tak karuan. Ditarik-tarik lagi kedua kakinya, perlahan Christian berhasil keluar dari jepitan dan merangkak keluar.
Dengan pandangan yang kabur akibat banyaknya darah yang mengucur keraut wajahnya, Christian mengedarkan tatapan walaupun dia tak mampu berdiri. Sebuah bayangan melintas tak jauh di depannya.
"T--tolong..." ucapnya lirih dan sangat pelan mengharap sosok bayangan seorang pria itu memberi bantuan padanya. Bayangan itu mendengus geram dan sebuah tendangan keras darinya menghajar kepala Christian yang membuat Christian jatuh lunglai tak berkutik lagi.
❤❤❤❤
Beberapa orang berkerumun di tempat kejadian. Ada yang berusaha memberikan pertolongan pertama pada Christian dan Jenny, ada beberapa warga yang mengabadikan kejadian itu (kalau yang ini jangan ya readersku), ada yang hanya berdiri mematung dan bergidik ngeri dengan pemandangan di depannya dan ada yang saling bersitegang menceritakan apa yang sedang sedang terjadi barusan.
Asap putih yang mengepul dari kap dan badan mobil membumbung tinggi keluar, pecahan-pecahan kaca yang berserakan dimana-mana, tembok berlin yang hancur sebagian dipenuhi noda darah dan darah yang berceceran dimana-mana menandakan kecelakaan yang terjadi barusan bukanlah kecelakaan kecil.
Mobil yang sudah tak berbentuk lagi itu seperti terseret dan terguling beberapa meter jauhnya dari tempat kecelakaan. Beberapa orang berusaha menepikan rongsokan mobil itu.
"Bitte Krankenwagen anrufen, jetzt sofort!" seorang pria yang berusaha menolong Christian tiba-tiba berteriak sangat kencang. Beberapa orang segera mengeluarkan ponselnya dan menelpon petugas kesehatan.
❤❤❤❤
Postdamer Platz
Bitte Krankenwagen anrufen, jetzt sofort= Tolong telpon Ambulan sekarang juga, cepat
Assalamualaikum
Part 36 akhirnya selesai juga? Gimana menurut kalian?
Semoga masih setia dengan kelanjutannya yaa. Jgm lupa taburin bintang dan komentar-komentar kamu.
Wassalam
DS. Yadi