AKUNTAN(geng)SI [COMPLETED]

By Merynft

38.5K 3.9K 985

- Akibat terlalu pandai mendebet rasa tanpa mengkredit gengsi - Bagi Keandra, Kirana adalah poros dunianya. I... More

PROLOG
bagian 1 | imah vs nduk singa
bagian 2 | hadiah dari pak tua
bagian 3 | tragedi ruwat
bagian 4 | serumah sama singa
bagian 5 | ruwat season II
bagian 6 | the meaning of Imah
bagian 7 | dalam misi meluluhkan hati imah
bagian 8 | mas keandra?
bagian 9 | ngedate
bagian 10 | uas alias ujian anak sholeh
bagian 11 | si cakep yang tidak diharapkan
bagian 12 | amukan singa betina
bagian 13 | juara di hati imah
bagian 14 | poros dunia imah
15 | WARI(OR) GARUDA NATION
16 | KEMBALINYA SANG LEADER
17 | SIR QUITE
18 | CINTA DI MATA WANITA
19 | ASPAL 201 METER
20 | A HEART
21 | P E R F E C T
22 | THE GUEST STAR
23 | SELINGAN
24 | BOYFRIEND
25 | I AM YOURS
26 | START UP
CHIT CHAT (1)
CHIT CHAT (2)
27 | ULANG TAHUN IMAH💙
28 | (MENIK)MATI
29 | RUMAH TAK BERTUAN
30 | (TANPA) KAMU
31 | (HAMPIR) TAK BERNYAWA
32 | BERPAYUNG JANJI
33 | A BEAUTIFUL MISTAKE
34 | TITIK TEMU
bagian 36 | berhenti berotasi
bagian 37 | mari kita usahakan perasaan itu
bagian 38 | restu semesta
EPILOG
UNTUK READERS AKUNTAN(GENG)SI
APA INI, HAYO?

35 | SEBUAH RASA

536 72 36
By Merynft

Bacanya pelan-pelan aja. Diresapi, dihayati, nggak usah buru-buru. Hehe, biar perasaan kita nyatu🙌

-I M A H-

"Kupikir dunia sudah selesai, ketika kamu berhenti mengejar, dan ketika aku memilih memendam."

***

SETAHUN yang lalu adalah kepergian Bundanya. Tepat ketika dirinya baru memasuki Taman Kanak-Kanak. Tapi hari ini, Ayah memberanikannya untuk mengunjungi Bunda. Ziarah katanya.

"Nanti kita beli permen lolipop deh buat Kirana. Gimana? Mau, kan, jenguk Bunda?" Ayah menyisiri rambutnya sembari memamerkan gambar lolipop di gadget.

Kirana mengangguk antusias, "Mau-mau!"

Terkadang, hidupnya sesederhana itu. Bisa lupa dalam sesaat, tapi bisa teringat hingga ia menyesak sendiri. Bunda. Kirana begitu merindukan wanita itu.

Menyusuri jalan bersama Ayahnya, Kirana justru terjebak di jalan. Kata Ayah, ban mobilnya bocor sehingga Kirana harus dititipkan pada salah satu gerai.

"Heh, kamu! Beliin aku lolipop dong!" Kirana berteriak nyaring pada anak sebayanya yang juga berdiri di gerai itu, tapi berjenis kelamin laki-laki.

Biro Jodoh. Begitu nama gerainya, mana mungkin berjualan lolipop?

"Cewek kok teriak-teriak, sih? Berisik tau nggak!" Cowok itu ganti berteriak.

Kirana mendekat, mengamati wajah cowok itu yang tampak lebih tinggi darinya.

"Kamu ganteng-ganteng kok bego, sih? Masa disuruh beliin lolipop sama cewek cantik nggak mau?" Kirana berujar sarkas.

Cowok itu mendengus sebal, "TANTE AYO PULANG! ADA CEWEK JELEK GANGGUIN KEANDRA!"

Wanita yang kisaran umurnya duapuluh tahun keluar dari bangunan itu dengan tergopoh-gopoh. Menyaksikan keponakannya yang berdiri dengan teman sebaya, wanita itu tersenyum lebar.

"Keandra kenapa teriak-teri--" Ucapannya terhenti begitu mendapati gadis cilik tengah memberengut sebal, "Eh, ada anak cantik? Sama siapa di sini?" Wanita itu mendekat ke arah Kirana.

"Halo, Tante. Aku Kirana, Ayah lagi benerin mobil di bengkel." Kirana menyodorkan tangannya agar bersalaman.

Wanita itu berpikir sesaat. Matanya mengerjap kemudian tersenyum penuh ke arah keduanya. Tepat ketika itu, dua lelaki paruh baya mendatangi mereka.

"AYAH!" Keandra dan Kirana berteriak bersamaan, bahkan berlarian untuk memeluk pinggang dua lelaki paruh baya itu.

Keandra lebih dulu mengadu, "Cewek itu masa ngatain Keandra bego, Yah? Dosa, kan?"

Kirana memanyunkan bibirnya, "Dia kusuruh beliin lolipop nggak mau, Yah!"

Ucapan kedua anak itu sukses membuat Ayah mereka tertawa. Interaksi yang seolah saling memojokkan tapi terlihat begitu supel.

"Bang, Renata boleh jodohin mereka nggak?" Wanita itu menatap Ayah Keandra dan Ayah Kirana secara bergantian.

Ayah Kirana menepuk bahu Ayah Keandra beberapa kali, "Saya titip Kirana jika sewaktu-waktu tidak dapat menjaganya."

Kirana mendongakkan kepalanya untuk menatap sang Ayah, "Kirana bakal nikah sama dia, Yah?"

Ayahnya mengangguk singkat sembari menurunkan diri agar bertumpu pada lutut. Jemarinya menyisiri surai panjang putrinya.

"Kirana suka?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Ayahnya.

Kirana berpikir sesaat, kemudian mendekat ke arah Keandra untuk mengecup pipinya. Membuat Keandra membulatkan matanya seketika.

"Aku cantik, aku pinter, dan aku baik. Nanti kita nikah, ya!" Kirana menunjukkan cengirannya yang lebar.

"Emangnya kamu mau nikah sama orang bego?" Keandra bertanya dengan sinis.

"Lebih bego lagi kalo ada orang bego nggak mau nikah sama aku." Sahutan Kirana terdengar ketus.

Namun ucapan Kirana sukses membuat tawa ketiga orang berumur itu pecah seketika. Tak menyangka jika Kirana benar-benar berpikiran sedemikian rupa.

Keiga berganti menatap Ayah Keandra, "Tujuhbelas tahun, tolong nikahkan mereka."

Setelah berpamitan dengan Keandra, Ayah Keandra, serta Tante Renata, Kirana dibawa Ayahnya untuk menziarahi makam Bundanya. Diam-diam, Ayahnya meminta restu untuk Kirana.

Sekeluarnya mereka dari Tempat Pemakaman Umum, Ayahnya tampak begitu riang dengan memamerkan tempat pembelian lolipop yang cantik. Tak sadar jika di pertigaan setelahnya ada mobil berlawanan arah yang sedang kebut-kebutan.

"Beli lolipopnya sepuluh ya, Ayah!" Kirana menunjukkan kesepuluh jemarinya.

Ayah mengacak puncak kepala Kirana dengan gemas. Tak berapa lama, senyum itu berubah menjadi wajah pucat pasi yang mengharuskan Kirana terdiam beberapa saat.

BRUAGH!!

Dua mobil saling bertemu di kecepatannya yang tinggi. Ban mobilnya saling berputar akibat pentalan yang dihasilkan. Kirana hanya dapat mengeratkan seatbelt serta menutup mata. Semua berputar.

Hingga kepulan asap membuatnya mengerjap pelan. Ayah Keandra dan cowok yang akan menikahinya ada di sana, membawanya keluar dengan susah payah.

Hari itu, Kirana disadarkan pada sebuah kehilangan. Ayahnya sudah memejam tak sadarkan diri, bahkan jika direka ulang kejadian di Biro Jodoh, Ayahnya menitipkan ia pada Ayah Keandra.

"AYAHH!" Kirana memekik, tak dapat terdiam mendapati Ayahnya bergelimang darah serta diangkat oleh beberapa orang.

Bagaimana bisa dunia terasa begitu mencekam?

***

MEMBUKA matanya yang sayup-sayup mengganggu, Kirana meringis sakit merasakan lebam di beberapa sudut wajahnya, begitu pula dengan lengannya yang sempat digores sengaja oleh Om Kaze. Kirana kemudian melebarkan matanya mendapati Om Kaze yang menyeringai.

"Menyesal karena belum mati, huh?" Om Kaze bertanya dengan sinis.

Kirana mendengus, "Lu emang sengaja nggak bikin gua mati dengan mudah, Sialan!"

Tawa Om Kaze menggelegar. Membuat Kirana ingin menjedukkan kepalanya ke tembok agar tak mendengar apapun lagi.

"Kamu pikir semudah itu untuk lari dari tangan saya? Bahkan kamu masih harus mengganti seluruh sakit hati saya yang diperbuat oleh Ibu kamu!"

Kirana mendongakkan wajahnya, "Bunda orang baik! Beruntungnya Bunda dipertemukan sama Ayah!"

"Beruntung?! Mereka justru bertemu karena kesalahan! Ibu kamu sudah memiliki saya sebagai kekasih, kenapa harus main gelap dengan adik angkat saya?!" Om Kaze mendekat ke arah Kirana untuk mencengkeram rahang gadis itu.

"Kamu mengacaukan semuanya, Kirana!" Cengkeraman pada rahang Kirana dibuang dengan begitu kasar.

Kirana mendesis sakit, "Lu kurang nyiksa gua di bagian mana?! Enam tahun lu bikin gua nggak punya temen gara-gara anceman sialan itu! Lu pikir anak sekecil gua paham apaan?!"

Om Kaze tersentak. Dalam hatinya membenarkan sikap itu. Kepergian adik angkatnya, Keiga, membuat Om Kaze lebih leluasa menyakiti keponakannya. Selama memasuki SD, Om Kaze memang tak pernah membiarkan Kirana berteman dengan siapapun.

"Tugas kamu hanya satu, Kirana. Mempertanggung jawabkan kesalahan orang tuamu." Om Kaze berucap datar.

Kirana berdecih, "Tanggung jawab gua udah lebih dari cukup. Lu butuh gua jungkir balik sampai gimana lagi?!"

Om Kaze menyeringai sinis, "Saya akan buat kamu mati perlahan. Dunia terlalu kejam untuk kamu yang tidak diinginkan."

Hening sesaat. Kirana merasa dirinya juga korban di sini. Tetapi mengapa hanya Om Kaze yang mengumbar rasa sakitnya?

"Kalo gua nggak diinginkan, bunuh gua sekarang. Ngapain malah ngulur waktu?" Kirana berdecak tak sabar.

"Jangan mendikte saya."

Kirana berdecak lagi. Kemudian pikirannya melayang pada Kalion yang tak pernah muncul di hadapannya. Apa ini ada hubungannya dengan Om Kaze?

"Di mana lu sembunyiin Kalion?"

Om Kaze terdiam sesaat. Tetapi mulai bangkit dari duduknya. Ia berjalan menuju nakas yang berada di sudut ruangan. Menunjukkan sebuah tiket, Kirana tak berkomentar.

"Kalion saya pindahkan ke luar negeri. Supaya kamu tidak mempergunakannya sebagai senjata untuk melumpuhkan saya."

Kirana tertawa mengejek, "Senjata makan tuan, eh."

Om Kaze menoleh cepat, "Kalau kamu mau tau kenapa saya mengasingkan Kalion, itu karena ada Gergi bisa saya diandalkan. Tidak seperti Kalion yang menye-menye hanya karena Ibunya mati di tangan saya."

"Kalo lu dipenjarain, kayaknya hukuman pidana seabad itu belum cukup." Kirana berujar dengan tenang, tak terpengaruh oleh geraman Om Kaze yang tertahan.

Om Kaze meletakkan tiketnya, kemudian meraih gagang pisau yang sudah diasah. Matanya berkilat merah. Sebuah kesakitan yang sejak lama dipendam sendiri membuat Om Kaze berdiri dengan ambisinya.

"Sudah lama saya ingin melenyapkan kamu, tetapi, saya terlalu cinta dengan ibumu. Terlepas dari pengkhianatannya." Suara berat Om Kaze memenuhi, menerawang seolah masa lalunya kelewat indah.

Kirana menunduk ragu. Tak apa, lebih baik ia menyerahkan diri. Bukankah ia hanya sebuah kesalahan? Jika saja dirinya tak hadir, Om Kaze hanya perlu menghancurkan Ayahnya. Jika saja dirinya tak hadir, maka Om Kaze masih dapat berbahagia dengan ibunya. Jika saja dirinya tak ada, maka Keandra seutuhnya untuk Aulia.

Seharusnya, ia memang tak perlu ada.

"Bunuh gua kalau itu yang lu mau. Seenggaknya, itu akan bikin hidup lu lebih ringan, tanpa embel-embel kesalahan di masa lalu." Kirana mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Om Kaze meletakkan pisaunya, "Tapi... jika kamu mati, saya hanya akan hidup dengan diri saya sendiri. Tidak akan ada yang bisa saya siksa. Jadi, saya tidak akan melenyapkan kamu."

Tarikan napas Kirana terdengar berat. Luka di sekujur tubuhnya sudah terlalu banyak akibat kekerasan yang dilakukan oleh Om Kaze. Ia letih. Ingin pulang tetapi tak ada definisi rumah yang paling benar baginya.

Jika ia memang tak diinginkan untuk mati. Maka izinkan ia untuk beristirahat sejenak.

"Lima menit lagi jam delapan malam, jika Keandra tidak datang, maka saya akan menghabisimu lagi."

Lebih baik Keandra tak datang. Kirana siap dengan lukanya. Kirana siap menderita.

"Habisi gua. Bikin gua mampus."

Seringaian Om Kaze terlihat. Lelaki paruh baya itu bahkan mulai mendekat ke arah Kirana dengan tangan mengepal. Tampak tak selaras dengan seringaian liciknya.

BRAK!

Pintu terdobrak dari luar. Kirana mengerjapkan matanya begitu mendapati Keandra yang juga membawa balok kayu.

BRUAGH!

Memukulkannya secara kasar pada Om Kaze, lelaki paruh baya itu terhuyung ke depan. Tampak kesakitan bahkan tak sanggup mengeluarkan suara. Keandra buru-buru mendekat ke arah Kirana untuk melepaskan ikatannya.

"Kita harus cepet-cepet pergi dari sini, Ki!" Keandra berujar panik.

Mata Kirana memanas, "Kenapa lu harus selametin gua? Bukannya lebih baik kalo gua mati?"

"Lu ngomong apaan sih?! Berapa kali gua bilang kalo lu harus tetep hidup! Lu harus hidup buat gua, Kirana!" Keandra mencengkeram kedua bahu Kirana.

Membuat gadis itu terisak pelan. Meloloskan air mata yang ditahannya sejak lama. Sesak yang bercokol, Kirana ingin mengeluarkannya sekarang juga.

Keandra menariknya dalam dekapan panjang. Mengusap surai gadis itu yang tampak lembap.

"Drama kita belum cukup sampai di sini, hey." Om Kaze bangkit dari duduknya.

Keandra memutar tubuh mereka yang saling berdekapan. Hanya beberapa detik sebelum suara tembakan terdengar lolos.

DOR!

"AKH!" Keandra memekik.

Isakan Kirana terhenti. Matanya mengerjap mendapati Om Kaze yang menyeringai dengan pistol di tangannya. Berganti menatap Keandra, cowok itu mulai melemah, bahkan tak sanggup untuk menopang tubuhnya sendiri.

"Ke... Keandra!" Kirana memekik ketika ikut terjatuh bersama Keandra, bahkan kini harus memangku kepala suaminya itu.

"KIRANA!" Teriakan Kalion memasuki ruangan itu.

Kirana tak sempat menoleh, hanya mendongak kemudian mendapati raut Om Kaze yang berganti pias. Suara tapak kaki beralaskan boat memasuki ruangan. Itu pihak kepolisian!

"S... Sarden! Tolongin Keandra!"

Tangis Kirana hampir pecah mendapati darah yang mengucur dari pinggang Keandra. Cowok itu mengerjap pelan.

"Jangan ditutup matanya, Keandra!" Kirana kembali memekik sembari menepuk pipi Keandra dengan pelan.

Cowok itu sedikit tersadar, apalagi ketika Kalion terduduk di samping Kirana.

"Maaf, Darling. Maaf..." Keandra terbata.

"Jangan buang-buang energi lu buat ngomong kata yang nggak penting itu!" Kirana kembali berujar panik.

Keandra menggeleng pelan, "Harusnya gua bisa jagain lu. Tapi gua gagal, Darling. Gagal sebagai malaikat sekaligus laki lu."

Kirana berganti menggeleng tegas, menghapus buliran air matanya yang tak berhenti mengucur.

"Lu ngomong apaan sih, Ke?! Datengnya lu kesini berarti lu udah nyelametin gua! Lu jagain gua, Keandra!" Pekikan itu murni dari kepanikan Kirana.

Keandra menggenggam jemari Kirana yang mulai basah keringat, "Tapi gua nggak pernah bisa cinta sama lu. Dan hubungan kita harusnya selesai."

"Jangan pernah lepas gua, Ke. Cause I love you so much, more than anything." Suara Kirana terdengar parau, bahkan hanya sekali berkedip pun membuat air matanya kembali berderai.

"Setelah apa yang gua lakuin ke lu? Setelah fitnah Aulia yang bertubi-tubi? Lu masih mau sama gua?"

Kirana mengangguk semangat, "Asal lu tetep hidup bareng gua. Nggak peduli tentang lu sama Aulia."

Genggaman Keandra mulai melemah, "Tapi gua nggak bisa, Darling. Gua nggak bisa."

"Apa?! Maksud lu apa?!"

Dengan tenaga yang hampir tak bersisa, Keandra melepaskan genggamannya. Menangkup wajah Kirana, Keandra membuat gadis itu semakin membungkuk di hadapannya. Deru napas keduanya saling terdengar.

Cup.

Kecupan itu mendarat pada bibir Kirana yang pucat. Begitu menjauhkan wajahnya, terlihat air mata Kirana yang semakin berjatuhan. Jemari Keandra terulur untuk menyekanya.

"Gua nggak pernah cinta sama lu, Ki. Nggak akan dan nggak pernah bisa."

Isakan Kirana mengeras. Tak peduli bahwa ada Kalion yang hanya dapat mengamati dari sekitarnya. Kirana tak butuh ucap cinta Keandra, ia hanya butuh ucap meyakinkan Keandra, lagi.

"Aku jatuhkan talak satu kepada kamu, Kirana Lionel Prakarsa ..." Mata Keandra yang tadinya mengerjap mulai tertutup perlahan. Berganti embusan napas terpatah-patah.

Tangis Kirana pecah. Tak peduli oleh polisi yang memborgol Om Kaze. Tak peduli oleh Kalion yang membujuknya agar segera bangkit. Keandra butuh pertolongan medis, tapi Kirana kelewat sakit dengan talak yang didengarnya.

Keandra sudah berjanji tak akan meninggalkannya.

Keandra sudah berjanji akan menjadi alasannya agar tetap hidup.

Keandra sudah berjanji akan tetap menjadi suaminya.

"Gua nggak pernah cinta sama lu, Ki. Nggak akan dan nggak pernah bisa."

"Aku jatuhkan talak satu kepada kamu, Kirana Lionel Prakarsa ..."

Ucapan Keandra terus terngiang di telinganya. Bergantian dengan dengingan panjang yang membisukan telinga. Saat ini, bolehkah Kirana berhenti percaya pada dunia?

***

HALOOO!
How do you feel di part ini saudara-saudari?

Continue Reading

You'll Also Like

29.5M 1.3M 44
[Story 4] Di penghujung umur kepala tiga dan menjadi satu-satunya orang yang belum nikah di circle sudah tentu jadi beban pikiran. Mau tak mau perjod...
144K 11.8K 50
Sebelum baca follow dulu ya? Part masih lengkap^^ °°°°°°° Pristinia Vrilla Douffa, siswi pindahan yang cuek, ketus dan egois. Memiliki tingkat kegeng...
4.4K 903 24
[ L e n g k a p ] Bacalah sebelum dihapus sebagian untuk kepentingan penerbitan oleh @allopedia.id Trilogi Strong Woman [3] #tellyourstora #tantangan...
508K 8.4K 6
Zea adalah seorang mahasiswi berpenampilan tomboy, tiba-tiba saja akan di jodohkan oleh kedua orang tuanya. Namun saat kebingungan melanda Zea, datan...