The Perfect Scars

By MasterPlot723

5.1K 540 126

"Eonni, gue nggak mau lo jadi korban selanjutnya." suara Ryujin bergetar. Gadis sipit itu mulai berfikir ulan... More

Old wounds
Ryuddaeng oppa is back!!!
Kajima
Naneun museowo...
The day
Bang!!!!
Heaven?
Room number 509
Untitled
Good News
A gift
Hwang Yeji, saranghae..
Sweet Home
Uninvited guests
Jagi???
Final Ending

Perfect Scars

313 33 10
By MasterPlot723

"Pemirsa, baru saja kami mendapat laporan dari kontributor kami bahwa telah terjadi kasus penembakan di sebuah lokasi shooting malam tadi, diketahui seorang model muda tertembak di lokasi kejadian, namun inisial korban masih dirahasiakan. Pelaku sudah berhasil dilumpuhkan, dan kasus ini masih dalam penyelidikan pihak kepolisian hingga berita ini diturunkan.... Kita beralih ke berita lainnya......." seorang pewarta berita televisi menyiarkan langsung berita penembakan itu ditengah rentetan berita terkini.

"Eommoni, diluar pasti sudah banyak wartawan. Eommoni, Yuna dan Yeji sebaiknya tetap disini dan jangan ada yang keluar. Dan Yeji-ah, aku akan membawa ponselmu hari ini untuk diselidiki siapa orang yang meneleponmu kemarin ne." ucap gadis polisi itu setelah seisi ruang rawat private room itu menonton berita terkini di televisi.

"Ne, bawa saja, Chaery." Yeji menganggukkan kepalanya tanda setuju.

Ya, Yeji sudah menceritakan perihal menit-menit sebelum penembakan itu terjadi kepada sahabatnya yang seorang polisi itu. Dan guna untuk mempermudah pelacakan, ponsel Yeji pun akan dipinjam sementara oleh pihak kepolisian untuk penyidikan kasus itu lebih lanjut.

"Tapi eonni, Yuna ada ujian hari ini." ucap anak bungsu keluarga Shin.

"Begini saja, eonni akan mengantar Yuna ke sekolah, jadi Yuna tetap bisa mengikuti ujian." ucap Chaeryeong cepat.

Dan tanpa fikir panjang, Yuna dan nyonya Shin menyetujui tawaran polisi muda itu. Yuna pun segera bergegas untuk segera bisa berangkat ke sekolahnya tanpa telat, meski Yuna dan Chaeryeong harus ke rumah keluarga Shin dulu, guna mengambil seragam Yuna, dan segala kebutuhan Ryujin dan ibunya selama berada di rumah sakit.

***

Di tempat lain, Seoul
Seorang pria paruh baya mengembangkan senyum kemenangannya setelah melihat berita pagi di televisi, dengan nyamannya dia menikmati awal harinya dengan menyeruput secangkir kopi paginya.

"Sajangnim..." seorang pria muda dengan bekas luka di pipinya itu menghampiri pria berperawakan tinggi yang sedang menikmati pagi harinya, pria setengah baya itu tidak menyahut, dia hanya melihat kearah orang kepercayaannya itu, dan menunggu pria muda itu melanjutkan bicaranya.

"Aku mendapat laporan kalau yang tertembak bukan Hwang Yeji, Sajangnim." ucap pria muda itu berhasil membuat pria paruh baya itu bereaksi.

"Anak buahmu melakukan kesalahan?" tanya pria yang dipanggil Sajangnim itu datar.

"Maafkan kami Sajangnim, tapi yang tertembak itu anak kedua keluarga Shin."

"Eoh??" reaksi pria paruh baya itu terkejut.

"Hahahaha... menarik sekali... dengan sendirinya anak itu mendatangi ajalnya." pria yang tak lagi muda itu tertawa mendengar laporan dari anak buahnya.

"Lalu bagaimana dengan Hwang Yeji, Sajangnim?" tanya pria itu lagi.

Pria paruh baya itu tidak menjawab, dia hanya terlihat sedang berfikir akan pertanyaan dari kaki tangannya itu, dia kembali menyeruput kopinya dengan santai, namun secara tiba-tiba pria itu melempar cangkir yang dipegangnya ke pemuda yang ada dihadapannya, yang sontak saja menumpahkan sisa ampas-ampas kopi tersebut di wajah dan pakaian si pemuda, serta sekaligus membuat pelipis si pria muda berdarah seketika karena terkena lemparan cangkir itu.

"Bereskan!" ucap si pria yang dipanggil Sajangnim itu dengan wajah dinginnya.

"Ne, Sajangnim." sahut si pemuda itu tidak mempedulikan goresan luka pada pelipis kanannya.

"Semuanya! Dan aku tidak terima kata gagal kali ini." ucap pria berdarah dingin itu sambil berdiri lalu meninggalkan orang kepercayaannya itu.

***

Seorang wanita yang tak lagi muda terus menggenggam tangan seorang putri yang sangat dicintainya yang kini terbaring lemah tak berdaya, seorang gadis kecilnya yang akan terus menjadi gadis kecilnya selamanya.

Bibirnya tak henti-hentinya memanjatkan doa-doa untuk keselamatan anaknya, sesekali dirinya pun mengajak bicara anaknya yang koma itu disela doa-doanya.

Kedua mata wanita paruh baya itu sudah membengkak karena air mata yang tak bisa dibendungnya, hatinya hancur melihat gadis muda di depannya kini tengah memperjuangkan hidupnya dalam keadaan tidak sadarnya.

Gadis itu sangat cantik, meski di wajahnya kini terpasang masker oksigen untuk membantunya tetap bernafas, namun itu tidak mengurangi kecantikan wajahnya yang terlihat polos tanpa dosa. Tubuhnya terlihat sangat kuat seperti biasanya, meski kini banyak alat-alat medis yang harus menempel pada tubuhnya.

Putih, bersih, wajahnya terlihat damai dalam tidurnya, matanya masih saja terpejam dan tidak ada yang tau kapan gadis itu akan bangun dari lelap tidurnya.

"Eommoni.. eommoni belum makan apapun, Yeji akan ke kantin rumah sakit. Yeji akan belikan eommoni makanan." tiba-tiba seorang gadis jangkung itu meletakkan tangannya dengan lembut di pundak wanita paruh baya itu.

Wanita paruh baya itu tidak terkejut dengan kehadiran gadis itu, karena memang di ruangan itu dirinya tidak sendirian. Nyonya Shin tetap setia ditemani oleh Yeji, sementara Chaeryeong dan Yuna sedang berada di luar sekarang.

"Yeji-ah.. jangan keluar. Eommoni tidak mau Yeji dilihat wartawan." sahut nyonya Shin memegang tangan Yeji yang ada di pundaknya.

"Tapi eommoni.."

"Eommoni baik-baik saja, Yeji geogjeongma heum." sahut nyonya Shin yang kemudian dijawab dengan anggukan kepala gadis berparas cantik itu.

Lalu kemudian tiba-tiba Yeji menundukkan kepalanya, "Eommoni, Yeji minta maaf.. seandainya Yeji dan Ryujin tidak mengambil project kemarin, Ryujin pasti akan baik-baik saja."

Ibunya Ryujin yang melihat Yeji kembali meneteskan air matanya segera memeluk gadis itu, nyonya Shin mengusap-usap punggung Yeji mencoba menenangkan gadis bermata sipit itu yang kembali menyalahkan dirinya atas kejadian yang menimpa mereka semalam.

"Yeji-ah.. hajimara.. jangan menyalahkan diri lagi. Yeji tidak salah, dan tidak ada yang salah disini." ucap nyonya Shin terus menenangkan Yeji.

"Eommoni, katakan pada Yeji kalau kutukan shooting itu tidak ada, eommoni." ucap Yeji dengan nada bergetar.

"Kutukan itu tidak ada kan, eommoni?" tanya Yeji mulai histeris dengan air matanya yang sudah tumpah tak tertahankan.

Nyonya Shin tidak menjawab pertanyaan gadis itu, wanita paruh baya itu hanya terus memeluk Yeji erat meski dirinya pun tidak bisa membendung air matanya yang kini sudah jatuh membanjiri kedua pipinya itu.

Nyonya Shin mengerti perasaan seorang Hwang Yeji, gadis yang sudah dianggapnya anak ini sangat terpukul dengan keadaan yang menimpa mereka. Sungguh sangat berat bagi gadis bermata sipit itu, Yeji menyaksikan langsung dengan mata kepalanya sendiri saat Ryujin terkapar bersimbah darah tidak berdaya di pelukannya. Dan wanita paruh baya itu tau peristiwa penembakan semalam tidak hanya menghacurkan hatinya sebagai seorang ibu, namun juga menghancurkan hati gadis bermata sipit itu.

***

Seorang gadis berpakaian putih-putih itu membuka matanya, tak ada apapun yang bisa dilihatnya selain cahaya putih yang menyilaukan di sekelilingnya, dan kebingungan mulai menyelimuti dirinya.

"Dimana aku?" tanyanya sambil mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya lagi.

Dimensi ruang yang serba putih itu sangat membingungkan untuknya, tak ada suara dan tak ada petunjuk apapun tentang gambaran keberadaan dirinya saat ini.

Gadis itu berjalan mengikuti kemana ujungnya cahaya putih itu, dia berjalan tanpa arah yang pasti, bahkan dia tidak bisa menebak-nebak ada apa di samping kanan dan kirinya. Yang gadis itu tau, dia hanya terus mengikuti kemana cahaya itu akan membawanya. Cahaya itu seolah terus memanggilnya, terus menuntun rasa ingin taunya, ada apa sebenarnya di depan sana.

Langkah demi langkah sudah gadis itu tapaki, perjalanannya terasa sangat panjang, ruang hampa itu seperti tidak berujung. Wajahnya kini mulai menunjukkan raut-raut wajah kepanikan, dia mulai berlari mencari jawaban atas pertanyaannya, dia terus berlari dalam kebingungannya, hingga langkahnya terhenti saat dia mulai mendengar sayup-sayup kecil suara yang sangat dia kenali.

Suara itu seperti alunan doa-doa yang diiringi tangis yang menyayat hati, puji-pujian yang terdengar semakin lirih, suara yang tanpa henti meneriakkan namanya.

Gadis itu tiba-tiba terjatuh terduduk, air matanya mengalir deras tanpa henti. Rekaman memori masa kecilnya terputar di benaknya begitu saja, segala kebahagiaan, segala kesedihan, semuanya bercampur aduk saling tumpang tindih di ingatannya.

Visual ingatan terakhirnya pun terpampang jelas di kepalanya, gambaran itu menyadarkannya. Suara tembakan itu. Ya, tembakan itu telah mengantarkannya ke dimensi ruang tanpa batas yang kini menjadi dunianya. Sendirian dalam kebingungan dan hanya mampu menatap milyaran pixel cahaya berwarna putih di depannya tanpa tau ke arah mana dia harus berjalan.

***

Waktu ujian sudah berakhir sejak satu jam yang lalu, seorang remaja bertubuh tinggi itu masih menunggu jemputannya di depan gerbang sekolahnya. Sebelumnya ia masih menunggu bersama tiga orang temannya, namun jemputan mereka telah sampai lebih dulu sejak sepuluh menit yang lalu. Dan kini tersisalah gadis itu saja seorang diri.

Gadis itu kini sedang asik mendengarkan musik favoritnya melalui headset yang terpasang di telinganya, ia dengan sabar menunggu seseorang menjemputnya. Dia adalah seorang gadis yang penurut, orang yang akan menjemputnya sudah mewanti-wanti dirinya agar menunggunya sampai orang tersebut datang. Itulah sebabnya dia tidak memutuskan untuk pulang sendiri atau pulang bersama temannya.

Gadis remaja itu masih menikmati alunan musiknya, bahkan sesekali dia ikut bernyanyi dan menari kecil mengikuti beat-beat lagu yang diputarnya, namun kesenangannya itu sedikit terhenti saat seorang pria mendatanginya.

"Nona, maaf.. aku ingin bertanya alamat ini." pria itu menyodorkan secarik kertas kepada gadis itu.

Gadis itu melepas headsetnya dan mencoba membaca tulisan yang tertera di kertas yang ditunjukkan oleh pria itu.

Gadis remaja itu masih fokus membaca tulisan itu, namun tiba-tiba pria itu membekap gadis itu dengan sapu tangan yang baru saja dia keluarkan dari sakunya, dan dalam hitungan detik kini gadis yang bernama Shin Yuna itu telah tidak sadarkan diri.

Pria itu segera menggendong anak bungsu keluarga Shin menuju mobilnya yang dia parkir tak jauh dari gerbang sekolah itu.

Dan gadis itu pun kini sudah berhasil dia dudukkan di kursi belakang mobilnya, dia menutupi wajah gadis itu dengan sebuah kantong kain yang sudah dia siapkan sebelumnya.

"Lepaskan gadis itu atau kepalamu aku tembak disini sekarang." ucap seorang gadis lain dibelakang pria itu sambil menodongkan pistolnya tepat menempel di kepala laki-laki itu.

Pria itu terdiam tidak berkutik, sedikit saja dia menggerakkan anggota tubuhnya maka pistol yang sudah di kokang itu pun akan langsung memuntahkan pelurunya menembus otaknya.

***

"....."

"Ne.. gamsahamnida seonsaengnim, saya akan segera kesana." seorang wanita paruh baya itu menutup panggilan teleponnya, lalu dengan terburu-buru memakai jaketnya yang terselampir di belakang kursi yang didudukinya.

"Eommoni.. ada apa?" tanya gadis jangkung itu bingung melihat nyonya Shin.

"Yeji-ah, eommoni titip Ryujin ne.. Eommoni harus ke sekolah Yuna, tadi gurunya telepon kalau Yuna ada masalah di sekolahnya." jawab nyonya Shin sambil memasukkan ponselnya ke dalam tasnya.

"Ne eommoni, Yeji akan menjaga Ryujin.. eommoni jangan khawatir ne." sahut gadis itu sambil menganggukkan kepalanya.

Nyonya Shin tersenyum, dia kembali menatap putri keduanya, kemudian mengusap kepala gadis yang masih saja terpejam itu, mengecup keningnya dan memberi pelukan kecil untuk anak gadisnya itu, "Ryujin-ah, eomma sangat menyayangimu. Eomma jalan dulu ne, saranghanda jagoan cantiknya eomma."

Kemudian nyonya Shin memberi isyarat kepada Yeji untuk memeluknya, wanita paruh baya itu membuka kedua tangannya dan tersenyum kepada gadis berambut panjang itu di depannya. Tak butuh waktu lama, gadis muda itu pun langsung berhambur memeluk nyonya Shin.

"Yeji-ah.. gomawoyo ne cantik. Hwang Yeji sudah eommoni anggap sebagai putrinya eommoni, Yeji baik-baik ne." ucap nyonya Shin sambil memeluk Yeji erat.

"Eommoni hati-hati di jalan ne.." sahut Yeji yang saat itu seolah berat hati melepas pelukan ibunya Ryujin.

Ibunya Ryujin mengangguk tersenyum lalu mengusap lembut pipi Yeji, kemudian segera melangkahkan kaki meninggalkan ruangan tempat anak gadisnya di rawat.

Sementara itu, tak jauh dari pintu ruang rawat nampak seorang pria berjaket merah yang seperti memberi kode kepada pria lain yang jaraknya sekitar 10 meter dari tempatnya berdiri.

Gerak-gerik mereka mencurigakan, tak lama pria berjaket merah itu terlihat seperti sedang menghubungi seseorang dari ponselnya yang dia dengarkan melalui headsetnya, "Berapa lama?"

"15 menit setelah pintu tertutup." jawab salah satu pria lain di panggilan teleponnya.

Pria berjaket merah itu pun mengakhiri panggilannya saat mulai memasuki lift di lantai itu.

Tak hanya sampai disitu, banyak pria-pria mencurigakan tak hanya terlihat di lantai di mana tempat ruang private room berada, banyak orang-orang mencurigakan bertebaran di setiap lantai gedung rumah sakit itu.

Nyonya Shin tidak menyadari keberadaan mereka sama sekali, dia terus berjalan terburu-buru, bahkan dirinya tidak tau kalau ada seseorang yang mengikutinya sejak dirinya keluar dari pintu ruang rawat Ryujin.

***

Di tempat lain di dalam sebuah mobil yang tengah berhenti di persimpangan jalan yang dimana lampu lalu lintasnya berwarna merah pada jalurnya, seorang gadis polisi mencoba untuk membangunkan seorang remaja berseragam yang duduk disampingnya, gadis pelajar itu masih tidak sadarkan diri karena obat bius yang diberikan si pelaku penculik tadi.

"Yuna-ya.. ayo bangunlah.." ucap polisi cantik itu sambil menggoyang-goyangkan tubuh gadis disebelahnya.

"Ahh.. bagaimana ini?! dalam keadaan Yuna seperti ini tidak mungkin aku membawanya ke rumah sakit, ada banyak wartawan disana. Dan aku juga tidak mungkin membawanya pulang ke rumahnya, eommanya kan sedang menjaga Ryujin." batin Lee Chaeryeong sambil memutar otak kemana dia harus membawa adik sahabatnya itu.

"Ahhh.. Lia.. aku akan meminta Lia untuk menjaga Yuna.. aku akan ke rumah Lia, tapi aku akan mengabari Yeji dan eommanya Yuna dulu." gadis polisi itu menjentikkan jarinya ketika dia sudah mendapatkan solusi atas kebingungannya.

Lampu lalu lintas di depannya sudah berubah menjadi warna hijau, Chaeryeong segera menginjak gasnya dan mulai menepi di sisi jalan yang tak jauh dari persimpangan itu untuk bisa mengabari Yeji.

Dia membuka ponselnya, lalu tak lama dia menepuk keningnya, "Ahh.. aku lupa.. ponsel Yeji kan ada padaku, dan aku tidak tau nomor eommanya Yuna.. ahhh.. jigeum eottokhae?!"

"Ryujin.. ponselnya Ryujin kan ada pada Yeji.. Yess!!" ucapnya senang seperti mendapat kemenangan, lalu mulai mengutak-atik layar ponselnya.

***

Gadis berambut panjang berparas cantik dan bermata sipit itu masih terus memandangi gadis yang sudah menyelamatkan hidupnya dari tembakan kemarin, sesekali dia menggenggam tangan gadis itu, dan sesekali juga dia mengusap-usap kepala seorang Shin Ryujin sambil mengajaknya berbicara, bicara apa saja yang ingin Yeji katakan.

Yeji tau dia hanya akan berbicara sendiri tanpa adanya jawaban dari sahabatnya yang tengah koma itu, tapi Yeji punya alasan untuk terus bercerita dan mengoceh di depan gadis yang masih memakai masker oksigennya.

Yeji pernah dengar dari kabar-kabar selentingan orang-orang kalau orang yang sedang mengalami koma akan bisa cepat bangun jika dia diajak bicara, diajak bercerita oleh orang-orang terdekatnya.

Itu sebabnya sejak kemarin, Yeji, nonya Shin, Lee Chaeryeong dan Yuna selalu mengajak bicara Ryujin secara bergantian, berharap Ryujin bisa segera bangun ditengah pembicaraan mereka.

Dan ketika itu ponsel di atas meja kecil kabinet disamping ranjang Ryujin berdering menghentikan cerita Yeji pada sahabatnya saat itu. Yeji menatap layar ponsel yang menyala terang itu, ada nama Lee Chaeryeong disana, tanpa menunggu waktu lama Yeji segera menerima panggilan itu.

"Ne, Chaeryeong-ah.." jawab Yeji mendekatkan ponsel Ryujin di telinganya.

"Yeji-ah, tolong sampaikan pada Ryujin eommoni, gue akan bawa Yuna ke rumah Lia, gue rasa Yuna lebih aman disana sementara waktu." ucap Chaeryeong.

"Mwo??? Yuna sama lo?" Yeji terkejut mendengar ucapan Chaeryeong.

"Iya.. kok lo kaget begitu, Yeddeong? Yuna sama gue, tadi Yuna hampir diculik.. bagusnya pelakunya udah gue jeblosin ke penjara."

"Chaeryeong-ah.. Ryujin eommoni sedang dalam perjalanan ke sekolah Yuna." suara Yeji mulai terdengar panik.

"Mwo??? Kenapa eommoni ke sekolah Yuna?" tanya Chaeryeong tak kalah terkejut.

"Tadi eommoni dapat telepon katanya dari salah satu guru sekolah Yuna, orang itu bilang terjadi sesuatu sama Yuna disekolah.."

"Yeji-ah.. gawat.. itu jebakan.. gue akan cari eommoni sekarang.." Chaeryeong menyudahi panggilannya tanpa membiarkan Yeji menjawabnya.

Sementara Yeji, tangannya bergetar setelah mendapat kabar dari Chaeryeong, "Jebakan??" batin gadis itu tidak karuan.

Air matanya tiba-tiba mengalir, dia kembali menatap Ryujin di depannya, menggenggam tangannya, mencoba untuk menguatkan dirinya sendiri ditengah masalah yang tengah meneror mereka saat ini.

***

Gadis polisi itu langsung memutar arah laju mobilnya setelah memutus pembicaraannya di telepon bersama Yeji tadi, dan putaran itu ternyata mampu membuat gadis disampingnya tersadar dari pingsannya.

"Ahhhh.. kenapa kepalaku jadi pusing?! dan ini dimana?" suara gadis itu saat membuka matanya.

"Yuna-ya.. eonni senang Yuna sudah bangun." jawab Chaeryeong tetap fokus pada kemudinya.

"Chaeryeong eonni???" tanya Yuna terkejut saat dirinya sadar dia ada di dalam mobil bersama polisi muda itu.

"Ne, Yuna-ya.. ahh ne, Yuna minum susu ini dulu supaya pusingnya berkurang heum." ucap Chaeryeong tersenyum sambil menyodorkan susu kotak yang ada disana kepada Yuna, polisi muda itu tetap tersenyum mencoba tetap tenang di depan gadis remaja yang baru saja siuman.

"Ne eonni.. tapi kenapa Yuna bisa bersama Chaeryeong eonni?! Tadi seingat Yuna.. Yuna sedang menunggu eonni datang, lalu........" ucap Yuna menerima susu kotak itu sambil berfikir mengingat kejadian terakhir sebelum dia tidak sadarkan diri.

"Eoh?! Eomma..." ucap Yuna seketika saat dirinya melihat keluar jendela.

"Eoh?! Yuna eomma?! Eodi?!" tanya Chaeryeong cepat.

"Tadi Yuna seperti melihat mobil eomma, eonni.. tadi papasan sama kita, tapi kenapa eomma ngebut? tidak biasanya eomma sekencang itu bawa mo-...." ucapan Yuna terputus saat kepalanya membentur kaca disampingnya ketika Chaeryeong langsung memutar kemudi mobilnya tiba-tiba setelah mendengar ucapan Yuna bahwa mereka baru saja berpapasan dengan nyonya Shin.

Beruntung jalan yang mereka lalui cukup sepi dan tidak sepadat seperti biasanya. Kondisi jalan seperti itu memudahkan Chaeryeong untuk memutar balik laju kendaraannya secara tiba-tiba seperti tadi tanpa menimbulkan kecelakaan bagi pengguna jalan lainnya.

"Awwww.. eonni.. kenapa tiba-tiba memutar balik?" Yuna memegangi kepalanya.

"Mianhae, Yuna-ya.. mobil eomma yang mana?!" tanya Chaeryeong fokus ke jalan tanpa menoleh pada Yuna sedikit pun.

Yuna mencoba mengedarkan pandangannya ke depan jalan, matanya menyisir sekitar mencari mobil eommanya yang tadi dilihatnya, "Eonni, itu mobil eom-............"

Booooooommmm!!!

.
.
.

"Eommaaaaaaaaaaa!!!" teriakan gadis berseragam itu memecah suasana sesaat setelah sebuah ledakan hebat terjadi dalam hitungan detik di depan matanya, asap hitam pekat dan kobaran api yang membumbung seketika menambah kelam perjalanan mereka.

***

Gadis cantik bermata sipit itu masih menggenggam tangan sahabatnya yang masih terpejam di depannya. Tak lama, dia melepas genggamannya, kemudian mengusap air matanya yang sudah hampir mengering itu dengan kedua tangannya, namun sebuah suara yang awalnya terdengar konstan tiba-tiba berubah melengking mengejutkannya.

Bip.. bip.. bip..

Biiiiiiiiiiii....................iiipppppp.....

"Ryujin-ah.. Ryujin-ah... Dokteeeeeer!!!!!!!" teriak gadis itu panik setengah mati ketika monitor di samping Ryujin mengeluarkan suara nyaring yang memekakkan telinga.

-To be continue-

Annyeong yeoreobun!!!

Eotte?? Eotte?? Do you guys enjoyed with my Ryeji?? 😊😊😊

Makasih buat semua kawan-kawan yang udah ngikutin setiap episode The Perfect Scars ini ya.. makasih banyak buat yang udah pada vote and comment, dan makasih juga buat kamu-kamu yang udah mau follow pandaalien723 ini.. 😉

Neomu neomu gomawoyo..
😊😊😊

Well, segitu dulu dari gue.. see you later guys...

Selamat hari sabtu dan selamat weekend..

Don't forget to vote and comment-nya lagi.. 😊😊😊

Stay safe everyone...

Salam,

pandaalien723

Continue Reading

You'll Also Like

11.3K 1.4K 11
You're the light of my life, Kim Minju - Kim Chaewon.
29.3K 2.5K 57
Sudah setahun Miyawaki Sakura bercerai dengan mantan suaminya yang bernama Hwang Minhyun. Sakura tinggal bersama kedua anaknya yaitu Hwang Yeji dan H...
863K 42K 40
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
7.9K 818 9
Ini tentang seorang gadis penghisap darah, yang selalu terperangkap dalam kisah tragis. Short story, -winrina- ©2022 penpanda_