THE PHILOMATH'S ✔️

By rrlintang__

11.1K 3.4K 563

[COMPLETED] PART DI PRIVATE SECARA ACAK, SILAHKAN FOLLOW TERLEBIH DAHULU✨ Ini bukanlah kisah seorang cold boy... More

Prologue
Part 1 | Obsession
Part 2 | Past Memories
Part 3 | Other Side
Part 4 | Mis Understand?
Part 5 | A New Student
Part 6 | Silently Observing
Part 7 | Make Peace with The Past
Part 8 | Express Feelings
Part 9 | Happy and Sad
Part 10 | Jealous
Part 11 | Selamat Tinggal Daniel
Part 12 | Berubah?
Part 13 | Sedikit Petunjuk
Part 14 | Semoga Sukses!
Part 15 | Menjauh?
Part 16 | Berjuang!
Part 17 | Patah Lagi.
Part 18 | Dor!
Part 19A | Ich Liebe Dich❣️
Part 19B | Te Quiero❣️
Part 20| Kepribadian lain Flaretta
Part 21 | Lil Conflict
Part 22 | Hacker Couple
Part 23 | A Trip
Part 24 | Return To The Original Body
Part 26 | Revealed
Part 27 | Change
Part 28 | imy
Part 29 | Hi! I'm Back
Part 30 | Explanation
Part 31 | Dari Sudut Pandang Dimas
Part 32 | Dari Sudut Pandang Daniel
Part 33 | Sebab Akibat (A)
Part 35 | Sedikit UwU
Part 36 | Hadiah Terindah
Part 37 | Pesan Terakhir
Part 38 | Raja & Pangeran
Part 39 | Malaikat penenang
Part 40 | Akhir Kisah

Part 25 | Coma

173 58 10
By rrlintang__

Gua nggak papa kok. I'm fine. It's okey for me.

~ Dania Putri Salsabilla ~

______________________________________

"Mama?" ujar Dania pada akhirnya. Tampak gadis tersebut berkali-kali mengerjapkan matanya. Tersirat sebuah kerinduan untuk sang ibunda dari netranya. Ia mencoba untuk bangun dan duduk dari posisinya sekarang. Namun gadis berparas anindya itu malah berseru, "Aduh mah! Kepalaku!"

Desti yang melihat putrinya kesakitan itu segera membantunya untuk duduk. "Pelan-pelan aja nak." Ujar beliau dengan penuh perhatian.

Wanita setengah baya itu mengambil segelas air putih yang terletak di atas nakas, lalu memberikannya pada Dania. "Minum dulu nak," ujar Desti. Dania pun segera menerima segelas air itu dan meneguknya hingga habis.

Desti yang melihat hal tersebut hanya dapat tersenyum lega. Ia senang karena putri tunggalnya itu sudah sadar. "Kepala kamu masih pusing?" tanya nya dengan penuh perhatian.

Dania menggeleng, tanda ia menjawab tidak. Gadis itu mengedarkan kepalanya ke seluruh arah ruangan kamar rumah sakit tersebut. Hingga tiba-tiba, pandangannya berhenti di suatu titik. "Mah, siapa yang tidur di belakang serambu itu?" ujar Dania bertanya.

"Dimas nak." jawab Desti berterus terang, membuat Dania menatapnya dengan raut muka kebingungan. "Dimas nggak papa kan mah?" tanya gadis tersebut. Tangannya beralih menggoyangkan tubuh ibundanya.

"Dimas-"

"Dimas kenapa mah? Dia udah sadar kan? Udah sembuh kan?" ujar Dania lagi dengan siratan wajah yang menunjukkan keresahan. Namun pertanyaannya, tak kunjung mendapatkan jawaban dari ibundanya. Hingga ia bertekad melepas selang infus yang menempel di pergelangan tangannya, lalu berjalan ke arah serambu tersebut.

"Nak jangan! Kamu belum-" ujar Desti. Tampaknya, ucapan wanita itu tak digubris oleh Dania.

"Dimas?" gumam gadis tersebut. Pertahanannya runtuh. Ia tak kuasa melihat tubuh sang kekasih yang dipenuhi dengan alat penunjang kehidupan. Lengkap dengan bunyi elektrokardiograf yang belum menunjukkan tanda-tanda kapan lelaki itu akan segera sadar dari tidurnya.

Debby yang melihat hal tersebut segera menghampiri Dania. Ia membantu gadis itu berdiri agar sejajar dengannya. "Bun, Dimas nggak papa kan? Dia cuman tidur karena capek kan?" tanya Dania histeris. Tak lupa dengan seluruh air mata yang keluar dari pelupuk matanya. Menetes membanjiri pipinya.

Debby tersenyum. Wanita itu membawa Dania untuk duduk di kursi yang ada di kamar tersebut. Kemudian beliau berkata, "Dimas gapapa kok. Dia cuman istirahat sebentar. Kamu jangan khawatir nya." Ucapan Debby yang sebenarnya bermaksud menenangkan Dania itu, malah membuat gadis berambut pirang itu menangis histeris.

Seluruh rasa bersalah mengumpul di dalam benaknya. Hal tersebut membuatnya histeris, hingga, "Ini semua salah Dania.... Hiks... Hiks..."

"Coba aja kalau waktu itu, Dania nggak nyuruh Dimas berhentiin mobilnya. Pasti Dimas seka-" ujar Dania. Namun ucapannya terhenti karena Debby berkata, "Sst. Ini udah takdir sayang." Tangan wanita paruh baya itu beralih mengusap pelan pundak Dania, seolah menenangkannya. Ia sangat sedih melihat gadis yang sudah ia cap sebagai calon menantunya itu menangis karena putranya. Ia melihat tatapan ketulusan yang terpancar dari netra Dania saat menangis.

Dania melepaskan pelukannya dari ibunda kekasihnya itu. Tangan mungilnya beralih menggenggam tangan Debby. Dengan mata tulus memandang Debby, ia berkata, "Maafin Dania ya Bun. Ini semua salah Dania. Kalau aj-"

"Sst. Ini takdir nak. Kamu nggak perlu merasa bersalah. Bunda nggak seneng lihat calon mantu bunda sedih gini." ujar Debby menyahut Dania dengan tatapan menenangkan.

***

"Dan lo udah sembuh? Kok udah masuk aja," ujar Beby melihat Dania yang sedang duduk santai di bangkunya. Tak lupa dengan tangan yang memainkan ponsel. Hingga ucapan Beby pun tak digubrisnya. Celin yang kesal melihat hal tersebut pun berkata, "Kecelakaannya nggak sampai buat lo tuli kan?"

Walaupun terkesan bar-bar, hanya ucapan Celin lah yang membuat Dania memalingkan wajahnya ke arah mereka. Tak lupa dengan cengiran khasnya. "Sorry, gua tadi pakai earpod jadi nggak kedengeren." ujar Dania sambil melepaskan earpord yang terpasang di telinga kanannya.

"Tapi, kok lo bisa denger?" ujar Flaretta bertanya dengan raut wajah kebingungan. Ucapan gadis itu membuat Dania memutar kepalanya untuk menunjukkan telinga kirinya.

"Oke fix. Kecelakaan buat lo bego. Bisa-bisanya lo pakai earpod cuman sebelahan doang!" gerutu Celin karena melihat tingkah absurd sahabatnya itu. Ia pikir, cukup Abi kekasihnya yang mempunyai tingkah laku aneh. Tapi kenapa sekarang Dania juga?

"Suka-suka gua lah. Sewot amat Lo! Kayak netizen aja." ujar Dania menanggapi ucapan Celin dengan santai.

Beby yang melihat perdebatan kecil dari para sahabatnya itu hanya tersenyum ringan, lalu ia berdehem, "Ekhem." Sepertinya, cukup untuk membuat mereka mengalihkan pandangannya terhadap diri gadis tersebut.

"Eh ada orang disini, gua kira gak ada." ujar Dania santai. Sangat santai. Hingga membuat Beby memutarkan bola matanya malas.

"Jadi gimana?" tanya Flaretta memastikan. Namun sayangnya, Dania tak dapat menangkap apa maksud dari ucapan Flaretta, sehingga ia berkata, "Gimana apanya?"

"Lo udah beneran sembuh atau belum Dania Putri Salsabilla?" ujar Flaretta geram melihat tingkah laku sahabat terdekatnya itu. Tingkah laku gadis tersebut membuat Dania menunjukkan cengiran khasnya. Kemudian ia berkata, "Kalau belum, nggak mungkin gua ada disini lah. Gimana sih?"

Iya juga ya. Jadi yang bego gua apa Dania sih? Batin mereka bertiga. Ya hampir mirip lah.

"Oh iya, gimana kondisi Dimas sekarang?" ujar Beby bertanya. Tak sengaja, membuat raut wajah Dania berganti. Dari yang tadi nya ceria, menjadi sedih. Celin yang menyadari hal tersebut pun, menginjak kaki Beby. Seolah, mengingatkannya.

"Ehm, gua nggak mak-" ujar Beby, namun terhenti saat Dania menyahut, "Gapapa kok. Dimas masih belum sadar sampai sekarang. Dia masih di RS di Bandung."

Apa? Bandung? Batin Celin saat mendengar kota tersebut. Memang, pada saat Dania dan Dimas mengalami kecelakaan, Abi dan Celin sudah terlebih dahulu tiba di Jakarta.

Dania tersenyum sendu. Netranya beralih menatap arah pintu kelas, tempat Dimas biasa menghampirinya disaat free class ataupun istirahat. Ingatan tentang memori mereka berdua  kembali melayang. Ia rindu dan ingin mengulang moment bersama kekasihnya tersebut.

"Dan, lo nggak boleh galau. Apalagi sampai sedih. Dimas pasti sedih kalau lo kayak gini." ujar Flaretta berusaha menyemangati Dania. Dania tersenyum. Tak lupa ia berkata, "Gua nggak papa kok. I'm fine, it's okay for me." Beby dan Flaretta menanggapi ucapan Dania dengan tersenyum tulus. Berbeda dengan Celin. Gadis itu justru berkata, "Gua nggak paham bahasa Inggris. Skip."

"Beneran?" tanya Dania dengan raut wajah heran. Lebih tepatnya dengan tatapan polos. Seolah tak percaya dengan ucapan Celin. Celin yang melihat hal tersebut pun hanya tertawa ringan, seraya berkata, "Ya nggak lah. Gua cuman mau ngehibur lo."

"Lagian, masa Ratu Fakgirl galau. Bukan lo banget!" seru gadis tersebut. Ucapannya membuat Dania memutarkan bola matanya malas. Ia mengoreksi ucapan Celin dengan berkata, "Ralat. Yang bener, Mantan Ratu Fakgirl."

"Iya-iya. Serah lo aja." ujar Celin pada akhirnya.

"Dania! Bisa ikut ibu ke kantor guru sebentar?" ujar seorang ibu guru yang tiba-tiba muncul diantara mereka. Lebih tepatnya, guru yang mengantar Dania pada saat olimpiade dulu.

***

"Ada apa ya Bu?" ujar Dania kepada guru tersebut dengan raut wajah kebingungan. Ia masih berfikir, apa yang membuatnya dipanggil, dan sampai dibawa ke ruang guru.

Ibu itu tersenyum tipis. Kemudian beliau berkata, "Nggak usah takut gitu, ibu cuman mau tanya kondisi kamu aja. Gimana? Udah enakan?"

Dania mengangguk. "Alhamdulillah sudah Bu. Jadi ada apa Bu?" ujarnya bertanya.

"Kamu tidak lupa kalau karena memenangkan olimpiade IPS tingkat provinsi kemarin, kamu dan pemenang juara 2, dan 3 akan dikirim untuk mewakili tingkat Nasional kan?" ujar ibu guru itu, bertanya memastikan.

Dania menggeleng. Ia tidak lupa dengan hal tersebut. Setiap malam ia sudah belajar untuk mempersiapkan lomba itu. Namun, ia lupa kapan lomba itu dilaksanakan.

"Tidak Bu, tapi kapan ya bu pelaksanaanya? Karena, saya lupa Bu. Surat edaran nya juga hilang." ujar Dania menjelaskan dengan jujur.

"Besok lusa." ujar Bu Dina singkat. Ia memang berniat memberi tau Dania pada saat mendekati hari H, karena yakin kalau Dania sudah pasti siap.

"Apa Bu? Besok lusa? Tapi saya kan, belum ketemu dengan teman satu tim saya." ujar Dania yang menjawab dengan raut wajah kebingungan.

Bu Dina tertawa ringan. Tangannya beralih menepuk pundak Dania. Tak lupa ia berkata, "Mangkannya, ayo ke perpustakaan! Mereka berdua sudah ada disana."

***

"Nah Dania. Ini mereka berdua. Kamu silahkan berkenalan sendiri ya. Untuk materi pembelajarannya, sudah ibu siapkan semua di meja. Ibu tinggal dulu." ujar Bu Dina, lalu meninggalkan Dania sendiri disitu. Ralat, bertiga dengan teman satu tim nya.

Dania tersenyum canggung ke arah laki-laki dan gadis yang duduk dihadapannya. Ia mencoba memecahkan kecanggungan itu dengan berkata, "Lo pasti Yuna kan? Dan lo Bisma?"

Ucapan Dania membuat gadis bernama Yuna mengangguk dan tersenyum tulus ke arah Dania. Berbeda dengan Bisma, yang tidak menanggapi hal itu.

"Iya, gua dari SMA Cahaya Cendekia, kalau Bisma dari SMA Bhineka. Gua harap, kita bisa jadi team yang kompak." ujar Yuna, membuat Dania mengangguk dan berkata, "Of Course."

"Jadi, kita mau belajar materi yang mana dulu?" ujar Bisma yang terdiam dari tadi pada akhirnya. Ucapan lelaki itu membuat Dania memegang dagunya. Seolah, sedang berfikir. Hingga pada akhirnya ia berkata, "Gimana kalau pembagian materi?"

"Maksudnya?" tanya Yuna dengan tatapan wajah bingung. Tak paham dengan maksud ucapan Dania. "Jadi, gua fokusin ke sosiologi sama ekonomi, nah sisanya sejarah sama geografi bisa dibagi kalian berdua tuh." ujar Dania menjelaskan.

"Oke. Gua sejarah." jawab Bisma singkat. Ucapan lelaki itu, membuat Yuna tersenyum senang karena gadis itu hanya baru mempelajari pelajaran geografi. Mereka pun segera melanjutkan aktivitas belajar dan diskusi mereka.

______________________________________

Sementara di sisi lain, seorang gadis dengan seragam khas SMA Nusantara sedang memasuki sebuah kamar di rumah sakit. Sepertinya, sudah kali ke sepuluh ia meninggalkan sekolah dengan alasan acara keluarga untuk menjenguk seorang laki-laki yang sedang tergeletak lemah tak berdaya di kamar ini. Tampak, seluruh alat penyambung kehidupan masih setia terpasang di tubuh laki-laki itu sampai sekarang. Kurang lebih sudah tiga bulan.

Gadis bernama Celin itu segera duduk di kursi disamping ranjang lelaki itu. "Kak Daniel, kapan lo sadar sih?" ujarnya dengan tatapan sendu.

Senyuman miris tercipta di wajahnya. "Lucu banget ya, gua bisa manggil lo kakak." ujar Celin. Helaan nafas panjang pun berhembus. "Padahal, dulu gua ogah banget." ujarnya sambil tertawa miris.

"Tiga bulan lho kak. Lo nggak bosen apa tidur terus?" ujar Celin dengan tatapan sendu. Tak sengaja, setetes air mata dari pelupuknya pun keluar. Ia pun segera menghapus air mata itu dan berkata, "Dih, gua kok nangis sih. Lo kan nggak suka lihat gua nangis."

"Bangun dong kak." ujar Celin tulus. Tanpa ia sadari, jari jemari Daniel mulai bergerak secara perlahan, hingga menyentuh tangan Celin yang memegang pegangan ranjang. "Kak Daniel? Lo udah sadar?" ujar Celin dengan raut wajah gembira saat melihat hal tersebut.

Celin pun berniat untuk memanggil dokter, dengan berkata, "Dok-" Namun, ucapannya terhenti saat tiba-tiba Daniel berkata, "Gak usah Cel. Gua nggak papa."

Celin mengangguk. Tangannya beralih membantu menenggakan tubuh Daniel di sandaran ranjang tersebut. "Akhirnya lo sadar juga kak." ucap Celin tersenyum lega.

Daniel tersenyum ke arah Celin. Ia tak menyangka, kehadirannya ternyata dirindukan di keluarga angkatnya. "Lo kangen sama gua?" tanya lelaki itu. Celin mengangguk. "Iya lah." ujarnya dengan kesal. Ia tak menyangka Daniel akan menanyakan hal yang seharusnya ia sudah mengetahui jawabannya.

"Btw kak, lo tau nggak?" tanya Celin menggantung.

"Apa?" ujar Daniel menjawab dengan pertanyaan. Tak lupa, dengan salah satu alis yang dinaikkan.

"Lo kalah sama Dimas. Dia sekarang udah jadi ketos, terus jadi pacar Dania juga, tau!" ujar Celin menjelaskan. Tak sengaja, membuat Daniel menyemburkan air yang ia minum. Tindakannya, membuat Celin menatap kesal ke arah Daniel. "Ish jorok banget anjir!" serunya sambil memberikan selembar tissue untuk Daniel.

Laki-laki itu menerima pemberian tissue dari Celin. Menghapus noda yang ada di mulutnya dan segera berkata, "Cel. Gua mau omong serius sama lo." Namun ucapannya justru mendapat tatapan remeh dari Celin. Gadis itu justru berkata, "Dih, bisa serius juga lo?"

"Cel. Gua serius." tegur Daniel.

"Iya-iya apa?" tanya Celin.

"Yang jadi ketos sama pacar Dania itu bukan Dimas. Tapi gua." tandas Daniel pada akhirnya. Namun, niat awalnya untuk menjelaskan malah ditertawakan oleh Celin.

"Hahaha! Lo kalau emang belum move on dari Dania bilang kak! Jangan sampai halu kayak gini." ujar Celin tertawa lepas.

"Cel, gua serius." tegur Daniel lagi.

"Serius darimana nya? Lo halu kalik!" balas Celin sengit.

"Gua serius Cel. Selama gua koma, raga gua emang disini. Tapi jiwa gua, terjebak di tubuh Dimas. Dan itu udah terjadi sejak kecelakaan gua sama dia dulu." ujar Daniel lagi. Mencoba menjelaskan kepada Celin. Ia berharap, saudari angkatnya itu dapat mengerti.

Namun, penjelasannya justru membuat Celin tersentak, dan bertanya, "Apa kak?"
______________________________________

🌜 CUAP-CUAP AUTHOR 🌛

Kamis, 16 Juli 2020
2100 Kata

Anjay kembali lagi dengan cerita ini. Maafin yaa baru update, karena gua baru aja mpls SMA.

Nggak kerasa, udah nginjak putih abu-abu aja :v

Intinya, makasih buat yang masih setia baca cerita ini. Dan jangan lupa buat vote, komen, and share ya. Karena itu berguna banget buat gua.

Oh iya, ada reader yang mau titip kode doi disini, gua tulis dibawah aja ya...

"Selamat hari kamis untuk kamu berkumis tipis, berambut klimis, semoga hubungan kita akan selalu harmonis."

Btw, dia nggak mau di tag karena malu katanya, cuman doi nya juga baca cerita ini gitu. Karena dipaksa sama dia katanya.

Anjay kan, jadi iri🥺

Oke segitu aja.

See you next part!!

Continue Reading

You'll Also Like

416 52 21
Kamu yang memiliki luka, tolong jangan menyerah. Aku ada disini bersamamu, untuk melangkah dari keterpurukan dunia. [Hanya menyuarakan hati manusia] ...
696 65 1
- leo tidak sengaja berjumpa dengan seseorang . . . . . . warning : ini hanya fanfiction, semua yang ada di cerita hanyalah rekayasa! Harap bijak! ce...
348 177 26
Beberapa kali mencoba untuk bisa mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah namun semua usahanya tak pernah berhasil ayahnya yang selalu memandang di...
152K 16.5K 40
Jisoo, seorang gadis cengeng tapi nakal, manja dan keras kepala sedang menjalani proses menuju kehidupan yang lebih baik untuk menebus kesalahan-kesa...