EPIPHANY

By Fyraswd

1.2K 426 342

Matanya telah menenggelamkanmu, senyumnya menjadi hal paling indah dalam hidupmu, juga tanpa sadar kau menjad... More

1. Panas Pagi
2. Kali Kedua
3. Spontanitas
4. Rintisan Fragmen
5. Serangan
6. Hai!
7. Surat Pertama
8. Perdana
10. Tutor Ganteng
11. Perkara
12. Surat Kedua
13. Lensa
14. Surat Ketiga
15. Debat
16. Kerkom
17. Semesta
18. Dia Lagi
19. Kejutan Semesta

9. Perlindungan

47 24 18
By Fyraswd

"Genggamanmu adalah nyaman, aromamu adalah candu, dan dekapanmu adalah kehangatan yang selalu membuatku ingin pulang."

***

Arcelia melepaskan helm ketika motor Rama menepi di parkiran SMA Pembina. Yang dia ingin saat ini adalah cepat-cepat menyelesaikan urusannya dengan Rama. Maka setelah mengucap terima kasih, ia langsung melenggang ke arah gedung-gedung SMA Pembina. Berbaur dengan banyak seragam yang hilir mudik kesana-kemari.

Ia tadi sudah berjanjian dengan Felis dan Gita untuk menunggunya. Arcelia belum pernah masuk ke sekolah ini, omong-omong. Ia tentu sadar betul jika urusannya akan bertambah rumit jika dia tersesat di sekolah yang sekarang sepenuh ini.

Karenanya, Arcelia mengeluarkan ponsel. Membuka chat grupnya dan menanyakan dimana keberadaan dua manusia itu.

Belum jauh langkah kakinya terhitung menjejak bumi, derap langkah yang mendekatinya lantas memundurkan badannya secara tiba-tiba.

Arcelia mengadah. Menemukan tiga lelaki berseragam SMA menghadangnya. Yang satu memegang rokok, yang satu berambut gondrong dengan cat abu-abu terang dan satu lagi menyunggingkan senyuman yang membuat Arcelia menahan nafas ngeri.

"Hai cantik! Lo dari mana nihh?"

Bukan urusan lo gue darimana.

"Cantik-cantik kok sendirian sih?"

"Sama kita aja yuk."

Arcelia mengepalkan tangannya mencegah gemetar menyusup di antara ruas-ruas jari. Sebagai seorang siswa, ia tahu benar tipikal macam apa tiga orang ini.

"Nama lo siapa?"

Belum sempat Arcelia memikirkan satu tindakan, cowok itu dengan santai mengerahkan mata pada dada kanannya. Memicingkan mata, membuat Arcelia merapatkan sisi jaketnya sebagai pelindung.

"Kok mundur sihh?"

"Dari SMA mana sih? Body lo-" cowok bercat abu itu melukiskan lekuk jam pasir dengan kedua tangan, mengode temannnya dengan mengerlingkan mata genit, "Boleh juga, nggak nih?"

Arcelia meremas ponsel yang masih ia pegang dengan nafas memburu. Seharusnya dia tidak sendirian. Muncul penyesalan tentang mengapa ia tidak sabar sejenak  dan menunggu Rama. Walaupun menyebalkan, setidaknya Rama-lah satu-satunya orang yang dia kenal di sini.

Cowok dengan rokok terselip di antara jemari itu mengepulkan asap tebal hasil isapan yang begitu dalam ke wajah Arcelia, membuat gadis itu terbatuk seketika.'

Ketika tangan kiri Arcelia refleks menutup mulutnya, salah satu dari mereka menarik sisi kanan jaketnya hingga tersingkap. Mata lelaki itu menilik dalam-dalam. Mengambil semua keuntungan yang bisa ia dapat.

"Arcelia Tis-"

Belum lengkap namanya diucapkan, Arcelia meraskan punggungnya menabrak tubuh seseorang. Pikirannya gundah. Dia sungguh terjebak sekarang.

Mungkin saja cowok-cowok berandal ini bukan hanya tiga, dan bagimana jika beberapa dari mereka sebenarnya telah mengepung dari belakang? Pikiran itu membawa geliginya beradu takut bersamaan dengan tungkai yang mendadak seperti jelly.

Arcelia menutup kelopak mata mengumpulkan keberanian. Kala itulah indra penciumannya merasakan aroma menyeruak.

Arcelia mengenalinya.

Memikirkan siapa pemilik aroma itu membuat darahnya berdesir dari ujung kaki sampai ubun-ubun. Jantungnya ikut bagian dengan memompa lebih deras.

"Jangan kurang ajar lo jadi cowok!"

Suara berat berintonasi dingin itu menggetarkan gendang telinganya dan mengintepretasikannya dengan sangat jelas. Arcelia memberanikan diri untuk mendongak, memastikan praduganya adalah sebuah kebenaran.

Saat itulah puncak kepalanya bersentuhan secara langsung dengan rahang kokoh milik Rama. Arcelia menemukan manik mata lelaki itu menatapnya dengan pandangan yang tak bisa ia artikan. Namun hatinya merasa ketakutannya tersedot ke dalam pupil lelaki itu saat itu juga.

Meski dalam jarak sedekat itu membuatnya menelan saliva, Rama memutuskan untuk tidak lengah. Cowok dengan kulit sawo yang begitu maskulin itu bergeser membentengi Arcelia, memastikan gadis itu berada dalam benteng penjagaan yang ia bangun. Rama menatap tiga orang di depannya dengan sepasang mata elang memincing dan alis tebal menukik tajam.

Kini lelaki itu telah melangkah dengan tangan terkepal yang buku-bukunya telah memutih. Aura dingin secara sukarela mengikutinya dari belakang. Tangan kiri dengan urat-urat menonjol itu menarik kerah seorang yang menyingkap jaket Arcelia sebagai tindakan pertama yang dilancarkan. Karena bagi kamus Rama, hal itu sudah melampaui batas sebuah kebangsatan.

"Santaii woi santaii!" Kata cowok itu mengirimkan kekehan bernada meremehkan yang semakin membuat Rama jengah.

Rama membalasnya dengan senyum sedingin es, "Santai kata lo?"

BUGH!

"Brengsek lo jadi cowok!"

Selamat. Satu bogeman mentah telah Rama hadiahkan untuk tulang rahang cowok itu.

Rama kembali menyerang dua yang lain tanpa terlihat kewalahan sedikitpun. Tangkisan saling menghadang, bogeman saling beradu dan tendangan dari perkelahian itu menjadi untuk tontonan mereka yang sedang berlalu lalang.

Arcelia tercengang. Begini maksudnya kalau diperjelas : Pernahkah kalian menyaksikan perkelahian dan kalian adalah alasan dibaliknya? 

Satu orang terakhir tersisa. Telapak Rama sudah sangat gatal, serasa dialiri kekuatan penuh. Ia fokus memindai wajah musuhnya, mencari kemungkinan bagian tersakit yang sebentar lagi dibuatnya membiru. Akan Rama gunakan kesempatan itu sebagai pelajaran, agar lelaki brengsek itu tahu bagaimana seharusnya ia bersikap.

Tetapi Rama lupa jika tangan musuhnya itu tidak dalam keadaan terkunci. Dan dalam sebuah pertandingan, kesempatan itu dapat dimanfaatkan sebaik mungkin.

Benar saja, musuhnya itu menyerang.

Bukan dengan sebuah tinju.

Puntung rokok yang ujungnya membara menembus epidermis bagian lengan Rama. Lelaki itu kontan menggeram hingga tak bisa menahan bibirnya mengeluarkan umpatan.

"Shit!"

Jangan minta digambarkan betapa brutalnya Rama akibat pancingan itu sekarang. Cukup bayangkan saja mata elang dengan iris hitam yang penuh amarah menatapmu. Dan itu hanyalah satu dari sekian bagian tubuh Rama yang ikut andil dalam aksinya.

Dalam waktu sangat cepat yang bahkan Arcelia tak mampu menyaksikan detailnya, Rama berhasil membuat lawannya hanya bisa berdiri dengan ditopang oleh satu tangannya.

Rama menyeringai, terus mengirimkan aura kegelapan dengan kesiur dingin dari matanya. Helaan nafas pertanda serangan sudah ia hembuskan dan cengkraman pada kemeja lawan sudah Rama kuatkan.

Sepuluh centi lagi sebelum membirukan wajah lelaki bangsat itu, genggaman erat dari sebuah tangan dingin dengan susah payah menghentikan kepalan Rama.

Rama menoleh tidak terima. Sejak kapan ada orang yang berani menghentikan kepalan tangannya?

"Stop it. Please."

Rama menelan saliva.

Oh, Tidak. Selemah itukah dirinya?

Tetapi bagaimana lagi? Nada penuh permohonan dengan mata almond itu telah berbuat sedemikian kurang ajarnya.

Sementara, tahukah jika Arcelia segugup itu sekarang? Ini begitu aneh. Bagaimana mungkin tangannya berubah dingin sementara jiwanya menghangat?

Rama mengalihkan maniknya demi menyadarkan raga yang terhipnotis. Memutuskan untuk melanjutkan apa yang semestinya ia lakukan.

"Rama!"

Tetapi seruan parau itu membuat raga Rama berkhianat. Menjadikan Rama gelisah, hingga akhirnya melepas kerah musuhnya dengan sentakan yang membuatnya menghantam tanah.

Rama mengusap mukanya frustasi. Tidak bisa dideskripsikannya apa yang terjadi. Ia memijit pelipisnya sekali kemudian menarik nafas panjang-panjang agar gejolak emosinya berhenti.

Sejurus setelahnya, entah ada keberanian datang dari mana. Dengan tanpa izin, Rama menangkup jemari Arcelia dalam genggamannya setelah memastikan tidak sesenti pun tubuh gadis itu tergores.

***

Dalam bus yang lenggang ini, Arcelia menyandarkan kepala pada kaca jendela. Pandangannya menerawang mengamati jalan raya, namun pikirannya berada di tempat bernama antah berantah.

Ia menyelipkan anak rambut ke belakang telinga, mengetukkan kaki, menyanggah dagu, mencoba melakukan apa saja supaya jantungnya berdetak normal.

Rentetan kejadian hari ini terus terngiang dan menolak diberhentikan. Ia merasakan sesuatu aneh yang tidak pernah ada sebelumnya.

Ingatkah tentang keinginan klisenya tentang boncengan pertama? Mungkin semesta salah sangka, bukanlah harapannya untuk dibonceng seseorang yang memberikan bad impression sewaktu menjatuhkan makalah Sejarahnya, atau seseorang yang berhasil membuat mukanya berubah masam hanya dengan hadirnya dalam tangkapan mata.

Tentang pembelaan yang dilakukan Rama, itu bisa dikategorikan sebagai bentuk spontanitas karena Arcelia datang bersamanya kan? 

Itu masuk akal. Ya, itu masuk akal. Arcelia meyakinkan diri sendiri.

Lalu pikirannya yang lain beropini sekaligus menertawai. 'Jika kamu adalah orang yang tidak suka disentuh, tiba-tiba digenggam oleh dia yang kamu benci, namun kamu refleks membalasnya. Ketika kamu sadar, justru tanganmu yang bertindak bodoh, menetap dalam jemarinya seolah dia adalah orang yang tepat untuk kamu genggam. Apakah ini tergolong dalam batas wajar?'

Arcelia masih ingat sekali wajah cowok itu ketika mereka bersisisan. Ditaruhnya dimana raut yang ia pakai untuk berkelahi tadi? Cepat sekali Rama menyembunyikannya di balik wajah datar dan dingin sekaligus menjengkelkan itu.

Kalian menganggap ini berlebihan kan? Ya memang berebihan. Sisi waras Arcelia juga berpikir demikian. Tapi sayang  dia tak menyadari, hatinya tidak sepakat.

Saat bus mengerem mendadak, Arcelia menahan kepalanya dengan menakupkan jemari di wajah.

Tidak.

Aroma parfum Rama menempel di sana. Membuat degupnya berpacu. Lagi dan lagi.

Semesta! Mohon jangan berlebihan! Sebenarnya apa yang sedang kau rencanakan?

★★★

Author Note :

Pakabarr?

Part ini didedikasikan untuk yang bilang part 8 kemarin kedikitan. Now, it's 1280 words:))

Gimana?

Tunggu next part nyaa ya!!!

See yaww

TBC

Jangan lupa pencet star ✩✩✩

Fyraaa

[04.07.20]


Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.2M 291K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
786K 35.2K 48
selamat datang dilapak ceritaku. 🌻FOLLOW SEBELUM MEMBACA🌻 "Premannya udah pergi, sampai kapan mau gini terus?!" ujar Bintang pada gadis di hadapann...
504K 25.2K 73
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
2.5M 257K 61
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?