STALKER - Beside Me [REVISI] ✔

By smileracle

103K 13.8K 13.3K

Bagaimana jika setiap aktivitasmu diawasi oleh seseorang yang tak dikenal? Hidup Ruwi menjadi lebih tidak ten... More

Prolog
1 - Arti Nama
2 - New Friends
3 - Seseorang yang Peduli
4 - xxxx is Calling
5 - What I Feel (1)
6 - What I Feel (2)
7 - Preman dan Bunga
8 - Sebuah Surat
9 - The Incident
10 - It's okay, But...
11 - Kecurigaan
12 - Benang Merah
13 - Hidden Person
14. Chandra's Side Story
15 - Serpihan
16 - Serpihan 2
17 - Lindungi Ruwi!
18 - Save Me!
19 - Rumah Sakit
20 - Pengakuan
21 - Maaf...
22 - Happy Ending?
23 - 1004
24 - Siapa Mr. R?
CAST
25 - Pria itu...
26 - Belum Usai
27 - Sebuah Janji
28 - Ketemu
29 - Dua Perisai
31 - It's Okay not to be Okay
32 - Kembali pada Kenyataan
33 - H-1
34 - D-Day
35 - His Face
36 - Kepingan Rahasia
37 - Serious Talk
38 - Stalker Baru
39 - Laporan Terakhir
40 - Ayah Idaman
41 - Face to Face
42.a - Hari Yang Dinantikan
42.b - Hari Yang Dinantikan
43 - Black Memories
44 - Fakta Lain
45 - Untitled
46 - Sebuah Keputusan
47 - Kalimat yang Membunuh
48 - Kabar Buruk
49 - An Apology
50 - Lembaran Baru
51.a - (Stalker) Beside Me
51.b - (Stalker) Beside Me
52 - R, Si Baik
53 - Love You Goodbye
54 - Untitled
55 - Love to Love
56 - One Fine Day
EPILOG
Special Part - Mr. R's Side Story

30 - Memori Masa Lalu

1.3K 188 253
By smileracle

Tolonglah, aku yakin kamu berakhlak dan sedang membaca tulisan ini. Jadi, ada baiknya kamu meninggalkan jejak supaya aku tuh gak males lanjutin ini cerita. Oke?! Bisa dipahami?! Aku masih belum mau ngomong kasar. Mumpung aku bicara baik2 dan sopan sama kamu, jadi tinggalkan jejak ya sayangku 😘

👣👣👣

Acara makrab untuk mahasiswa baru jurusan Ilmu Hukum akan dilaksanakan selama 3 hari 2 malam di sebuah vila daerah perbukitan. Hari jumat pagi, para maba diharuskan berkumpul di lapangan utama tepat waktu. Area terbuka itu kini terisi oleh ratusan mahasiswa baru yang berbaris rapi.

Teriknya matahari pukul delapan membuat mereka mengeluh kepanasan. Tidak sedikit dari mereka mengeluarkan sumpah serapah karena matahari kian meninggi dan apel keberangkatan belum juga dimulai. Di tengah hiruk pikuk suara ratusan manusia, ada Ruwi yang berdiri tegak dan masih menyimpan suaranya. Cewek itu mendengkus pelan sembari mencoba menenangkan hati dan pikirannya.

"Lo kenapa? Dari tadi kayak gak punya semangat aja." Risti yang kebetulan berdiri di sebelah Ruwi akhirnya angkat bicara.

"Ruwi, kita itu mau makrab. Harusnya lo pasang wajah gembira, meskipun gak suka sama rangkaian kegiatannya. Seenggaknya jangan mengecewakan para senior yang udah menyusun kegiatan ini."

Ruwi hanya mengangguk menanggapinya. Ia sama sekali tak punya minat menjawab dengan kalimat panjang.

"Semua diam! Apel akan segera dimulai!" Salah satu senior yang naik ke mimbar berseru dengan lantang di hadapan para mahasiswa baru.

Satu per satu pidato dari pihak yang mewakili fakultas, ketua BEM fakultas, dan ketua penyelenggara acara selesai dilaksanakan. Pidato yang isinya harapan, petuah, dan doa keselamatan itu berlangsung hampir 30 menit. Para mahasiswa baru terutama kaum perempuan semakin mengeluhkan sengatan matahari yang kian ganas.

"Dalam hitungan ketiga, kalian boleh membubarkan diri dan segera menuju bus untuk menaruh barang-barang yang kalian bawa. Mengerti?!" Suara yang berasal dari megafon itu terdengar gagah saat memerintah para junior. Meskipun tak kelihatan orangnya, Ruwi yakin suara itu milik dari sang ketua penyelenggara acara makrab.

"Mengerti, kak!" jawab para maba secara serentak.

"1, 2, 3!"

"Yang bekerja kaki dan tangan! Bukan mulut kalian!" perintah dari koordinator lapangan terdengar beberapa kali. Namun, tak ada satupun dari juniornya yang terlihat mengindahkan. Mahasiswa baru berjumlah ratusan itu justru sibuk berhamburan menuju beberapa bus yang terparkir rapi di pinggir lapangan.

Ruwi mengajak Risti untuk tetap ditempat dulu saat melihat bus masih dikerubungi ratusan temannya. Sungguh, Ruwi tidak bersemangat untuk ikut berdesak-desakan memilih tempat duduk di dalam bus. Toh, nanti juga akan kebagian tempat duduk, di manapun tempatnya Ruwi tidak mempermasalahkannya asalkan nyaman.

"Sini, biar gue bawain." Zaidan yang berjalan dari arah belakang langsung mengambil koper milik Ruwi sebelum mendapat persetujuan darinya.

Ruwi sempat terkejut karena hal itu. Ia berusaha menolak namun sudah terlambat karena Zaidan langsung berjalan tanpa menoleh.

"Punya gue gak dibawain sekalian, Zaid?" tanya Risti.

Tak ada sahutan dari cowok yang kini berpenampilan kasual itu. Zaidan terus melangkah sambil menyeret dua buah koper. Koper hitam miliknya berada di tangan kanan, sedangkan tangan kirinya ia gunakan untuk menyeret koper milik Ruwi.

"Ish, emangnya Ruwi doang yang kesusahan?! Gue juga kesusahan nyeret koper sebesar ini!" keluh Risti.

"Bawa aja sendiri!" balas Zaidan sedikit berteriak.

Risti justru tersenyum aneh mendengarnya. Ia kemudian beralih menatap Ruwi penuh makna. "Tuh, lo liat 'kan? Zaidan itu bucin abis sampai bela-belain bantuin lo bawa koper. Sekarang lo percaya 'kan kalo Zaidan itu naksir sama lo?"

Ruwi refleks memegangi tengkuknya. "Sedikit," ucapnya ragu.

"Dikit apanya! Lo tuh, ya, jadi cewek harus peka banyak! Dari tatapannya aja udah keliatan kalo Zaidan itu sayaaaang banget sama lo." Risti menjadi geregetan sendiri. Ia tak habis pikir bagaimana temannya itu butuh waktu lama untuk menyadari hal itu.

"Gak tau lah, gue gak mau mikirin hal kayak gitu."

"Kenapa? Udahlah, buruan jadian sono sama Zaidan. Gue dukung hubungan kalian." Risti menaik-turunkan kedua alisnya.

Ruwi menggeleng kencang.

"Apa jangan-jangan lo suka sama cowok lain?" Risti tak asal menebak. Ia mulai menyadari sikap Ruwi akan hal itu.

Ruwi terlihat menghindari kontak mata saat ditanya seperti itu. "Enggak! Gue gak suka sama siapa-siapa, kok."

"Apa lo suka sama Vano?" tanya Risti terang-terangan. Detik kemudian, ia menyesal karena telah menanyakan hal yang membuat mereka terjebak dalam kecanggungan.

"Gak mungkinlah gue suka sama dia. Lagian gue tahu kalo lo suka sama Vano. Gue gak mau nyakitin perasaan lo, Ris."

"Btw, dari dulu gue udah sakit hati. Apalagi soal fakta kalo Vano itu sukanya sama lo." Risti tersenyum tipis. "Tapi lo tenang aja, gue gak bakal marah, kok. Menurut gue, itu emang hak lo buat suka sama Vano atau enggak. Yang penting kita bersaing dengan cara yang sehat untuk dapetin Vano."

Ruwi menggigit bibir bawahnya. Ia tak tahu harus berkata apa. Ruwi sedikit bingung dengan perasaannya sendiri. Jujur, di satu sisi ia menyukai Vano. Ruwi mulai mengakui hal itu. Tapi ada juga sosok Zaidan yang mengisi ruang sisa di hatinya. Entah bagaimana, sosok Zaidan yang cuek bisa membuat jantung Ruwi berdebar tak tenang.

Dua lelaki itu sekarang seimbang di dalam hati Ruwi. Hanya tinggal menunggu waktu saja siapa diantara mereka yang berhasil mengambil alih hati Ruwi sepenuhnya.

👣👣👣

Tak terasa, acara makrab sudah berjalan dua hari. Serangkaian kegiatan selesai dilaksanakan dengan baik meski ada beberapa kendala kecil. Jika pertunjukan drama musikal dari para maba telah dilaksanakan kemarin malam, maka untuk agenda malam kedua atau malam terakhir akan diadakan pendakian bukit.

Sebelum pukul sepuluh malam, api unggun sudah dimatikan dengan menyisakan bara api dan asap yang menyebar di udara. Kini, para mahasiswa baru dibagi menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok berjumlah 5 orang. Sialnya, Ruwi satu kelompok dengan Stevie. Bagi yang lupa siapa Stevie, dia adalah mantan pacar Zaidan. Sepertinya cewek itu masih menyimpan dendam pada Ruwi yang dia anggap sebagai penyebab karamnya kapal dia dengan Zaidan.

Misi pencarian pita di sekitar bukit pun dimulai. Semua kelompok menyebar saat masuk lebih dalam ke hutan yang gelap. Kebetulan bulan sedang berbentuk sabit sehingga cahaya yang menembus pepohonan sangat minim. Satu-satunya penerangan yang dimiliki hanyalah lampu senter yang dipegang oleh masing-masing orang.

"Itu di sana ada pita!" seru salah satu cowok sembari menunjuk ke arah pohon besar di sampingnya.

"Yaudah, ambil sana!" ujar Stevie. Sedari tadi cewek itu tidak memiliki niat menjalankan misi kelompok. Yang dia lakukan sepanjang jalan hanyalah menyuruh dan terus mengeluh.

Tanpa disuruh pun, memang sudah menjadi tugas para cowok untuk mengambil pita. Mengingat sebagian besar pita dipasang di atas pohon dengan tujuan menyulitkan para maba untuk mengambilnya. Cowok itu kemudian mengajak temannya untuk mengambil pita yang diikat di ranting atas pohon.

"Nyamuknya banyak banget, sih!" keluh Stevie sembari mengibaskan tangan berusaha mengusir nyamuk-nyamuk yang beterbangan disekitarnya

"Heh, lo gak berinisiatif nyari pita ke tempat lain?!" sindir Stevie ditujukan untuk Ruwi.

Ruwi dengan enteng menggeleng. "Ini 'kan tugas kelompok, jadi harus dicari bareng-bareng, dong."

Stevie memutar matanya jengah. Dari tadi ia memang sudah melempar tatapan sinis ke arah Ruwi. "Kalo lima orang nyari satu pita bareng, itu gak efektif! Lo pengen cepat-cepat balik ke vila 'kan? Mending lo sama Fina mencar ke tempat lain sana buat nyari pita!"

Wah. Ruwi hanya bisa berdecak dalam hati melihat sifat bossy itu. Malas mendengar ocehan Stevie, Ruwi pun mengalah lalu mengajak Fina untuk ikut dengannya mencari pita ke tempat lain.

Ruwi dan Fina, keduanya mulai melakukan pencarian di sebelah kiri. Gelap sekali, dua senter yang mereka bawa tampak mengarah ke segala arah. Mereka terus berjalan dan fokus mencari pita. Beberapa menit lamanya, mereka baru sadar telah berjalan terlalu jauh dan terpisah dari kelompok.

Fina tiba-tiba mengaduh saat merasakan panggilan alam dibawah sana. "Ruwi, gue kebelet pipis, nih. Gimana dong?"

"Yaudah, keluarin di semak-semak aja. Gak usah ditahan nanti malah jadi penyakit." Kemudian, Ruwi mengedarkan pandangannya untuk mencari tempat yang dirasa cocok. "Tuh, kamu pipis di sana aja."

Fina mengikuti arah yang ditunjuk Ruwi, kemudian mengangguk. "Kamu tunggu di sini, ya," pintanya sebelum berlari ke semak-semak yang jaraknya lumayan jauh.

Hampir dua menit Fina belum juga menyelesaikan aktivitasnya di semak-semak. Ruwi yang tadinya masih setia menunggu akhirnya mulai curiga dengan adanya ketidakberesan itu.

"Fin, kok lama banget sih pipisnya?"

Kepala Fina menempel kuat-kuat pada badan pohon besar. Ia tidak ingin persembunyiannya diketahui Ruwi yang saat ini sedang celingukan mencarinya. Fina beralih menatap layar ponsel, lalu mengetikkan sesuatu di sana.

Fina
Ini seriusan gue tinggal?

Stevie
Tinggal aja udah! Cepetan lo balik sini, kalo gak gue sama yang lain juga bakalan ninggalin lo di hutan!

Fina terlihat ragu dalam membuat keputusan. Jujur, ia tidak tega meninggalkan Ruwi sendirian. Tapi, ia juga tidak mau ditinggal di tengah hutan yang gelap kalau tidak menuruti keinginan Stevie. Dengan terpaksa, Fina memutuskan untuk memilih keegoisannya. Membiarkan Ruwi sendirian di hutan, sedangkan ia akan segera kembali ke vila.

"Ruwi, maaf ya," lirih Fina. Ia mengintip sebentar dari balik pohon. Kemudian, ia berjalan mengendap-endap menjauhi Ruwi.

👣👣👣

Ruwi sudah tahu ini akan terjadi padanya. Bukan bermaksud apa-apa, tapi sejak awal firasatnya sudah tidak enak jika harus satu kelompok dengan Stevie. Ruwi yakin ini semua pasti rencana Stevie. Fina sudah pasti tidak akan tega meninggalkannya sendirian kecuali jika Stevie sudah menekannya. Tapi, Ruwi bisa apa selain pasrah meratapi nasib buruk ditinggal sendirian di dalam hutan.

Sebenarnya Ruwi membenci hutan. Ia tidak menyukai suasana yang diciptakan alam itu, terlebih lagi saat malam hari. Gelap dan senyap, bahkan tak ada satupun hewan malam yang bersuara sekadar mengisi kehampaan. Angin malam sedari tadi sudah menusuk permukaan kulit Ruwi tanpa ampun.

Ruwi kebingungan menentukan arah agar bisa kembali. Ponselnya sedari tadi tidak menangkap sinyal, jadi ia tidak bisa menghubungi panitia untuk menolongnya. Satu-satunya cara yang bisa ia lakukan adalah terus berjalan sesuai instingnya.

Ayah ...

Sekelebat ingatan masa lalu mulai muncul dalam pikiran Ruwi. Sepanjang jalan, Ruwi berusaha untuk tidak mengingat itu lagi. Namun, pada akhirnya hal itu dirasa sia-sia saja karena tempat yang Ruwi pijak sekarang ini telah mengingatkannya pada sebuah kesan buruk dalam hidupnya.

Ayah ...

"Ayah ...," lirih Ruwi begitu dalam.

Jangan tinggalin Ruwi sendirian.

"Ja--jangan ..." Ruwi berhenti sejenak saat merasakan dadanya mulai sesak. "Jangan tinggalin Ruwi sendirian."

Ruwi takut

"Ruwi takut."

Ruwi bermonolog sama seperti kejadian 15 tahun lalu. Entah mengapa ia masih ingat dengan jelas setiap kata yang dia ucapkan saat berumur 4 tahun itu.

Kenapa Ayah belum kembali?

"Kenapa Ayah tidak datang menjemput Ruwi?"

Tanpa sadar, kedua pipi Ruwi sudah banjir air mata saat mengucapkan beberapa penggal kalimat itu. Tubuh Ruwi melemah seketika. Ia jatuh terduduk di tanah diiringi isak tangis yang begitu pelan namun menyayat hati.

"Ayah, kenapa kita ke bukit malam-malam?" tanya Ruwi kecil sembari berusaha menyamakan langkahnya dari sang ayah.

"Ruwi takut, Yah. Ayo kita pulang." Ruwi mulai merengek. Wajar, usianya kala itu masih 4 tahun.

Sosok pria jangkung yang menggandeng tangan kanan Ruwi akhirnya berhenti melangkah begitu mendengar Ruwi menangis. Ia pun mengambil posisi jongkok untuk menyejajarkan pandangannya.

"Malam ini Ayah dan Ruwi akan berkemah di sini. Ayah udah menyiapkan tenda di sebelah sana. Jadi, Ruwi jangan nangis, ya," jawab sang ayah. Sejurus kemudian, tangan pria itu mengelus pipi Ruwi dengan lembut.

"Tapi, di sini gelap, Yah. Ruwi gak suka gelap."

Keadaan bukit memang gelap. Itu karena sebagian cahaya bulan dan bintang telah tertutupi awan hitam. Saking gelapnya, Ruwi tidak bisa melihat dengan jelas wajah sang ayah yang notabenenya berada di depan matanya.

Ruwi hanya menurut saat disuruh untuk tidur di dalam tenda. Sementara ayahnya berdalih akan pergi mencari kayu bakar yang nanti digunakan untuk membuat api unggun. Ruwi kecil yang tidak tahu apa-apa hanya bisa diam di tengah kegelapan. Lama ia menunggu, tapi ayahnya tak kunjung kembali. Malam semakin larut. Seekor burung hantu yang bertengger di atas pohon sedari tadi menemani Ruwi untuk menghabiskan malam di dalam hutan.

"Ayah..., jangan tinggalin Ruwi sendirian. Ruwi takut."

Ruwi mencoba berjalan di tengah kegelapan. Gadis kecil yang terbilang cerdik itu sesekali meraba-raba pohon di sekitarnya untuk dijadikan penunjuk arah. Suara retakan ranting yang ada di tanah sesekali terdengar saat Ruwi tak sengaja menginjaknya.

"Kenapa Ayah belum kembali?"

Duar!!!

Suara ledakan seperti senapan tiba-tiba terdengar dan memecah keheningan. Ruwi kecil semakin ketakutan dibuatnya. Dengan isakan tangis yang tertahan, ia mencoba mencari tempat persembunyian. Gadis kecil yang pintar. Beruntung, ada sebuah pohon besar di dekatnya. Pohon itu memiliki akar besar yang mencuat keluar sehingga mampu menutupi tubuh mungil Ruwi.

Tangis Ruwi semakin lama semakin terdengar keras. Kedua tangannya mencengkeram erat tanah sebagai pelampiasan rasa sakit secara psikis. Kenangan 15 tahun yang lalu itu mendadak muncul kembali. Potongan demi potongan memori akhirnya menyatu menjadi layaknya sebuah film lawas yang kembali terputar dalam ingatan Ruwi.

Ruwi menangis sejadi-jadinya. Sudah lama ia tidak melakukan itu karena tidak ingin dikasihani orang-orang. Malam itu, akhirnya Ruwi bisa menangis sepuas yang dia mau. Hanya ada dia di hutan tanpa takut tangisannya didengar atau dilihat orang lain.

"Ruwi."

Gadis itu menghentikan jerit tangisnya. Dengan sesegukan, ia mendongak mencari sumber suara.

"Ayah ...?"



.
.
.
.
.


Ha ha ha
Gantungin ahhh...
Kira-kira siapa orang yang dipanggil ayah oleh Ruwi?
Ayah beneran apa ayah-ayahan?

Kekesalan Anda adalah sumber kebahagiaan saia wkwkwk (ketawa jahadt)

Vote, komen, kritik, saran jangan lupa! Aku terima lapang dada!

Mana suaranya untuk tim

Ruwi x Vano!

Ruwi x Zaidan!

Ruwi x Mr. R!

Love,
Arama 🐾

Continue Reading

You'll Also Like

42.4K 5.8K 100
17+ Setahun yang lalu, Zita tiba-tiba tersadar dan mendapatkan luka panjang dari telapak hingga pergelangan tangannya. Ia tak mengingat apa yang ter...
1.7M 68.8K 43
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...
21.8K 1.2K 52
[COMPLETED] ⚠️Harsh words, violence or threat of violence. Beberapa bagian mungkin tidak sesuai untuk anak di bawah 13 tahun⚠️ Disaat takdir terlalu...
475K 43.4K 95
Takdir kita Tuhan yang tulis, jadi mari jalani hidup seperti seharusnya.