How To End Our Marriage

By pinetreeforest

1.5M 227K 24.9K

Keputusan sang Mama menjodohkan Evelyn dengan Wira menjadi satu-satunya jalan keluar untuk Evelyn bisa hengka... More

N O T E
1 - How to Know Who You Are?
2 - How to Break Up Properly?
3 - How to Control My Mom?
4 - How to Make Friends?
5 - How to Look Less Stupid?
6 - How to Be a Good Public Figure?
7 - How to Not Fall in Love?
9 - How to Heal a Broken Heart?
10 - How to Comfort a Broken Hearted Woman?
11 - How to Live My Life?
12 - How to Hold Up My Feelings?
13 - How to Cope with a Broken Heart?
14 - How to Know the Right Judgement?
15 - How to Not be 'Sinting'?
16 - How to Turn Back Time?
17 - How to Get Out of This Mess?
18 - How to Run Away?
19 - How to be Kind?
20 - How to Get Out of This War?
21 - How to Not Get Married?
22 - How to Face Regret?
23 - How to not be Awkward?
24 - How to Talk About the 'Thing'?
25 - How to Survive? #1
26 - How to Survive? #2
27 - How to Stop the Time?
28 - How to Ignore Netizen's Comments?
29 - How to Skip Your Wedding Day?
30 - How to Spend the First Night?
31 - How to Cope with a New Normal?
32 - How to be a Cloud?
33 - How to Look Like a Lovey-Dovey?
34 - How to Make a Plan for Pregnancy?
35 - How to Take Care of a Sick Person?
36 - How to sleep?
37 - How to be Not Kind?
38 - How to Prove that She is Wrong?
39 - How to Not Look Vulnerable?
40 - How to Tell You That It's Real? (1)
40 - How to tell you that it's real? (2)
41 - How to Act Like Usual?
42 - How to Know Your Own Feelings?
43 - How to Control Yourself?
44 - How to End Our Marriage?
45 - How to Remember?
46 - How to be Greedy?
47 - How to Have Faith in You?
48 - How to Go on a Date?
49 - How to Play Pretend?
50 - How to be Okay? (1)
50 - How to be Okay? (2)
51 - How to Go on Honeymoon?
52 - How to be an Artist?
53 - How to Fulfill Netizen's Standard?
54 - How to Have a Baby?
END - 55 - How to be not Surprised?

8 - How to Unheard?

25K 3.7K 132
By pinetreeforest

"Bingung nggak nyarinya?" tanya Evelyn setelah mengajak Rafka untuk masuk. Keduanya berjalan beriringan menuju tempat duduk.

Rafka menggeleng. "Tempatnya lumayan strategis, jadi gampang. Bagus juga."

Woohoo! Di dalam hati Evelyn seperti ada yang bersorak senang ketika mengetahui pilihannya mendapatkan pengakuan dari Rafka. Evelyn mengalihkan wajahnya ke arah lain dan tersenyum simpul.

"Tapi, Raf, aku minta maaf. Meeting-ku belum selesai. Kamu nggak keberatan kan nunggu sebentar lagi?" tanya Evelyn. Rafka hanya membalasnya dengan kedikkan bahu. "Duduk, Raf?"

Ketika Evelyn kembali memfokuskan dirinya pada Sam, Evelyn agak terkesiap ketika mendapati ketiga orang itu menatapnya dengan pandangan bertanya. Ia kemudian memperkenalkan ketiga orang itu sebagai orang-orang desainer interior yang bekerja sama dengannya. Tidak seratus persen benar karena Wira hanya ... orang yang membantunya, tapi tidak salah juga ketika mengatakan Wira adalah bagian dari mereka. Yah, setidaknya begitu bagi Evelyn.

Sam kemudian melanjutkan presentasinya tentang ruang karyawan. Ia menjelaskan bahwa nantinya tone-nya akan lebih santai jika dibandingkan dengan dua ruang lainnya.

"Selain loker dan ruangan untuk manajer," Evelyn mengulangi penjelasan Sam. "Saya mau mereka punya space untuk bisa bikin kopi, teh, atau sekadar panasin makanan. Seperti yang saya bilang kemarin, they deserve the best service for their devotion to The Eve. Mereka juga VIP buat saya."

"Hmmm ...," Sam menggumam, menatap desain yang sebenarnya dibuat oleh salah satu anak buahnya itu. Ia kemudian menatap Trini yang telah membuat beberapa catatan di bukunya. "Kalo gitu yang bagian ini kita pending dulu. Akan gue buatin RAB baru."

Trini membalaskan dengan anggukan, kemudian menulis kembali di bukunya.

"Apa ada lagi yang ingin dibahas?" tanya Sam pada Wira dan Evelyn.

Evelyn ingin menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Tentu saja tidak, karena Rafka sudah duduk di sebelahnya menunggu pembicaraan ini selesai. Ia menoleh kesal pada Wira ketika mendengar suara pria itu berbicara.

"Perubahannya jangan jauh-jauh dari yang sekarang kayaknya bisa, lo tambal sulam dari hasil revisi ruang VIP seharusnya masih cukup," tambah Wira.

Mendengarnya membuat Sam memutar mata. "Iyaa ... gue tau. Lo, Ev?"

"Nggak ada, kita lanjutin lagi nanti kalau desain baru untuk ruang karyawan udah jadi aja." Evelyn pura-pura mengangguk pasrah, padahal tentu saja dirinya ingin segera mengusir ketiga orang itu pergi dari sini.

Begitu Sam menutup pertemuan mereka kali ini, Evelyn rasanya ingin bersorak lega dan bahagia tentu saja. Ia cukup senang dengan pertemuannya dengan Sam dan Trini hari ini, juga Wira, tapi ia jauh lebih lama menunggu-nunggu waktu pertemuannya ini dengan Rafka. Jadi apa boleh buat, kan?

"Thanks buat hari ini, gue nunggu confirmation dari elo buat pertemuan selanjutnya," pamit Sam.

Evelyn mengangguk, membiarkan ketiga orang itu pergi. Wira bahkan tidak mengatakan apa pun dan hanya menatapnya seperti orang aneh. Tapi, siapa peduli?

Evelyn merapikan kertas-kertas yang masih berserakan miliknya, mengurutkannya sesuai dengan urutan yang benar.

"Gimana kabar kamu, Raf?" tanya Evelyn, membuka percakapan kembali dengan Rafka.

"Baik." Rafka menjawab dengan anggukan. "Omong-omong soal The Eve, lokasinya lumayan strategis, dan lo sewa dua store?"

Evelyn hanya terkekeh. "Butuh umpan besar untuk tangkapan yang lebih besar."

Rafka lagi-lagi mengangguk setuju. "Gue curi dengar obrolan elo, konsep lo bagus."

"Yang mana? Kamu cuma dengar diskusi interior bagian belakang."

"Yah, nggak hanya memberikan pelayanan VIP buat pelanggan, elo juga memperlakukan karyawan yang nantinya akan kerja sama elo juga dengan fasilitas VIP untuk mereka. Lo bener-bener harus seleksi orang yang bagus."

"Apa yang barusan itu pujian?"

"Hm? Sure, you can take it as a compliment."

"Aku hanya memanusiakan manusia, nggak lebih. Karyawan aku berhak mendapatkan fasilitas seperti fasilitas yang aku dapetin."

Rafka mengangguk.

"So, kita mau discuss di sini atau ke luar?"

"Ngopi gimana? Ini masih terlalu sore buat makan."

"Oke." Setelah semua kertasnya beres dan berada pada urutan yang pas, Evelyn beranjak dari kursi dan membawa kertasnya dalam sebuah map. "Kamu duluan aja, aku masih harus matiin lampu."

Rafka pun menurut tanpa banyak bicara dan memilih untuk menunggu di luar, sedangkan Evelyn mematikan lampu yang ada di sudut dalam sebelah kanan dan kiri. Ketika lampu-lampunya padam, ia dengan berhati-hati melangkah ke pintu yang menjadi sumber cahaya di ruangan itu sambil menyalakan senter di ponselnya.

Namun, sepertinya kehati-hatiannya tidak membuahkan hasil. Kakinya tersandung semen yang tak rata sehingga pergelangan kakinya tertekuk dan membuatnya terjerembab. Ponselnya bahkan terlempar dari tangannya, menimbulkan bunyi gemeletak keras.

"Ev? Lo nggak apa-apa?" tanya Rafka dari luar.

"Oke. Aku nggak pa-pa. Tunggu sebentar," ucap Evelyn masih bersimpuh di lantai.

Sialan, jeritnya dalam hati. Di antara semua hari, kenapa harus hari ini ia harus terjatuh? Evelyn memijit pergelangan kakinya yang terasa nyeri, memastikan kakinya masih baik-baik saja. Ia kemudian meraba lantai di sekitarnya, berusaha menemukan ponsel yang untung saja walaupun samar, masih memantulkan kilau cahaya dari pintu.

Evelyn membawa dirinya berdiri. Walaupun rasa sakit langsung menyerang kakinya, ia tetap memaksakan dirinya untuk berjalan. Tidak, ia tidak boleh terlihat lemah hari ini. Tidak di depan Rafka.

"Lo beneran nggak apa-apa?" tanya Rafka tak yakin setelah melihat Evelyn berjalan tertatih dalam kegelapan.

"Aku jatuh, gelap tadi. Tapi, nggak pa-pa, agak keseleo dikit," ucap Evelyn meyakinkan Rafka. Namun, Rafka mendekat dan menawarkan lengannya untuk dijadikan pegangan.

"Kalo sakit nggak usah bilang 'nggak pa-pa'."

"Yah, agak sakit. Sorry." Evelyn meringis menahan nyeri di kakinya.

"Gue heran sama perempuan. Kenapa sih suka menyiksa diri sendiri?" Rafka menunjuk high heels yang Evelyn kenakan dengan dagunya. "Elo begitu, Meta juga begitu."

Evelyn tertawa lirih mendengarnya. "Ini nyaman, kok. Gue nggak tersiksa pakainya. Gue yakin Meta juga begitu," ungkap Evelyn sambil menggembok pintu triplek yang dilapisi oleh banner bertuliskan 'The Eve'. "Cuma lagi sial aja, mungkin."

Ketika hendak berjalan, lagi-lagi Rafka menawarkan lengannya untuk Evelyn gandeng. Beberapa kali ia berkedip tak percaya dengan pemandangan di depannya ini. Dalam hati Evelyn menjerit heboh. Sial, jadi begini rasanya ada kupu-kupu yang berterbangan di perut. Ia bisa merasakan wajahnya memanas, bersusah payah menahan sudut-sudut bibirnya yang terangkat.

Evelyn meraih tangan Rafka dengan suka cita. Hmm ... sebenarnya lima puluh persen karena ia butuh pegangan, lima puluh persen lagi karena ia ingin saja. Ia terkekeh dalam hati. Rafka kemudian membimbingnya ke sebuah coffee shop di lantai dasar. Evelyn memintanya untuk mencari tempat duduk di bagian yang sedikit terhalang pandangan orang lain. Ia tidak ingin Rafka kembali mendapatkan masalah karenanya. Yah, walaupun jujur saja Evelyn sama sekali tidak keberatan akan hal itu. Malah berharap hal itu akan menjadi nyata.

"Konsep elo bagus, menurut gue. Tapi lebih baik lagi kalo lo ngobrolin semuanya dengan penasihat hukum. Termasuk masalah hak paten. Lo udah ngurus sampai situ?" tanya Rafka setelah keduanya memesan minum.

Sebenarnya sejak tadi Rafka telah serius membicarakan 'The Eve', tapi Evelyn tidak bisa terlalu memperhatikan karena tentu saja ia sibuk menenangkan degup jantungnya sendiri. Evelyn kemudian menggeleng. "Belum. Mbak Titi baru bantu aku untuk izin mendirikan usaha dan izin-izin lainnya yang bikin aku pusing."

"Masalah keuangan juga. Jangan sampai ada yang luput sedikit pun." Rafka kemudian menceritakan masalah problematika keuangan beberapa perusahaan.

Evelyn pura-pura mendengarkan sambil menyesap kopinya yang baru saja datang. Oh, haruskah Evelyn menggunakan perekam suara? Ia yakin ia akan lupa setelah pertemuan ini selesai karena sulit untuk membuat dirinya fokus pada Rafka. Mendengar rekaman suara Rafka setiap malam juga bukan pilihan yang buruk.

"Apa aku juga harus nyari konsultan keuangan karena aku bener-bener nol dalam hal ini?"

"Ya, nggak apa-apa kalo elo bisa dan masih punya budget lebih. Nggak ada salahnya menurut gue."

Rafka sedang menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi saat tak sengaja melihat pergelangan kaki Evelyn. Evelyn mengikuti arah pandang Rafka, mengernyit melihat penampakan kakinya.

"Lo mau gue beliin sandal?" ucap Rafka masih melihat kaki Evelyn dengan tatapan ngeri.

"Nggak, nggak usah," tolak Evelyn sungkan. Ia meringis, berusaha menyembunyikan kaki di bawah meja agar Rafka tak melihat warna biru menjijikkan yang muncul di kakinya.

"Dari pada lo pakai sepatu itu? Lagian gue juga harus nyari sesuatu buat Meta."

Evelyn mengerjapkan matanya. Apa yang baru saja ia dengar? Ia bisa merasakan Rafka mengucapkan nama itu dengan nada ... entahlah. Mungkin ini hanya perasaannya, mungkin ia salah dengar.

"Meta?" ulang Evelyn, yang dijawab anggukan oleh Rafka. Ia kemudian melanjutkan, "Sesuatu apa?"

"Gue nggak sengaja liat gaun malam yang menurut gue bagus tadi," ujar Rafka sambil mengedikkan bahu.

Evelyn kembali terdiam. Sepertinya bunyi degup jantungnya yang terlalu keras membuat telinganya tuli. Ia tidak bisa menemukan korelasi antara Meta, gaun malam, dan Rafka. Menolak mengakui kemungkinan korelasi itu lebih tepatnya.

"Oh iya, gue mau ngasih tau kalo elo diundang ke grand opening Hotel Pramoedya di Jogja. Gue belum bisa ngasih undangan resminya sekarang, nanti gue susulin ke manager elo."

"Okay, but apa kamu sama Meta ...." Evelyn rasanya tidak sanggup melanjutkan ucapannya sendiri. Lidahnya kelu. Ia berharap Rafka akan mengelak dan mengatakan kalau dirinya hanya salah paham.

Namun, sayangnya terlihat jelas bahwa Rafka sedikit salah tingkah mendengar pertanyaan Evelyn, membuat jantung Evelyn rasanya seperti berhenti berdetak. Ia bisa merasakan sudut-sudut bibirnya tak lagi tertarik ke atas.

"Sort of ...," jawab Rafka menggantung. "It's complicated, actually."

Evelyn ingin mengucapkan sesuatu untuk menyelamatkan dirinya sendiri, tapi mulutnya hanya membuka dan mengatup tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Ia tidak ingin percaya, tapi melihat Rafka tersipu ketika jelas-jelas sedang membicarakan Meta membuat jantung Evelyn rasanya anjlok sampai ke perut.

Tidak, rencananya hari ini tidak seharusnya seperti ini. Tidak saat ia berpikir ia jatuh cinta dengan sosok pria di depannya ini. Tidak di saat ia menganggap Rafka satu-satunya laki-laki gentle yang pernah ia temui sepanjang hidupnya. Tidak saat ini. Tidak detik ini. Evelyn rasanya tidak ingin percaya.

Untuk pertama kalinya, Evelyn merasakan cintanya tak sampai. Getaran itu ternyata hanya ia rasakan sendiri, sedangkan Rafka bertindak seperti spons peredam. Getaran itu tak dipantulkan kembali kepadanya. Shit, Evelyn mendadak merasa dirinya adalah orang paling bodoh di dunia. Adakah yang lebih ironi dibanding patah hati di saat yang sama dengan jatuh cinta? Jadi begini rasanya ditolak cintanya? Apakah ini bisa disebut ditolak ketika bahkan Evelyn belum sekalipun menyatakan cinta?

"Ev?" Panggil Rafka untuk yang kedua kali. "Lo nggak pa-pa? Mau gue beliin sandal aja nggak? Berapa ukurannya?"

Evelyn tersenyum ramah, kemudian mengangguk. "Empat puluh satu," ucapnya sebelum membiarkan Rafka pergi.

Evelyn butuh waktu untuk menenangkan dirinya sendiri dan ia tidak bisa melakukannya dengan Rafka berada tepat di ujung hidungnya. Orang-orang pasti memuji aktingnya bukan tanpa alasan karena Rafka sama sekali tak mengetahui perubahan ekspresi di wajahnya. Evelyn tertawa tanpa suara, menertawakan ketololannya sendiri hari ini. Jadi, ia membiarkan Rafka pergi dari kursinya.

Memalukan. Benar-benar memalukan.

***

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 115K 27
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
3.7K 464 21
Event: GMGWRITERS 2022 No peserta: 052 Tema yang diambil : Mental Health Trauma masa kecil yang dialami oleh Dewangga Ekawira akibat menyaksikan Ibun...
1.2M 111K 24
Arimbi tak pernah menduga, pencarian jati dirinya akan mempertemukannya dengan Barga, seseorang yang sampai saat ini, masih dicintainya sepenuh hati...
1.5M 3.5K 1
PROSES PENERBITAN (AKAN DIHAPUS TGL 30 APRIL) Terbangun di ranjang kosong setelah melewatkan malam pengantinnya, Baahirah Qarira tahu bahwa hidupnya...