Perfect Date, Kapten Rio

By JojoChirathivat

184K 2.6K 29

Sherlita Junianatha-seorang CEO sukses di bidang alat kesehatan dengan segala sifat angkuh, tengil, dan sombo... More

Benang Merah Semesta #1
Keputusan Selaras #2
Saat Tangan Takdir Bekerja #3
Permintaan #4
Kepanikan #5
Kepingan Masa Lalu #6
Pertemuan Yang Tak Disengajakan #7
Garis Yang Saling Melengkapi #9
Kebetulan Yang Direncanakan Semesta Bernama Takdir #10
ANNOUNCEMENT!

Saksi Bulan dan Bintang #8

3.6K 208 0
By JojoChirathivat

Dalam diam masih sibuk membaca sebuah surat kabar yang ia pegang di tangan kiri sembari memasukkan beberapa suap roti ke mulutnya, Rio dibuat kaget seketika dengan beberapa seruan dari tiga orang di sampingnya. Spontan ia menoleh dan mendapati Restu, Adi, dan tentu saja Sherlita sedang asik bermain entah apa di layar tablet tergeletak di atas meja.

Sejak dua temannya itu menyadari kehadiran Sherlita disini, tak jarang saat istirahat siang mereka menyempatkan diri untuk bertamu. Toh lagipula Rio juga meminta bantuan mereka untuk ikut mengawasi apabila terjadi apa-apa dengan Sherlita di rumah, mengingat Fahmi dan dua pembunuh bayaran lainnya tersebut masih belum diketahui keberadaannya.

Jadi, mau tidak mau Rio harus merelakan rumah nya sebagai basecamp sementara. Awalnya jadi tempat melepas penat, eh sekarang menjadi tempat menambah rasa stres.

Merasa penasaran pada tiap seruan dan teriakan yang terus berdatangan dari mereka, Rio berusaha menilik. Hingga tak lama ia melihati layar tablet tersebut menampilkan tampilan sebuah permainan ludo.

Dirinya merasa heran pada Restu dan Adi yang terlihat sangat sumringah dan bahagia. Dih, padahal mereka seorang perwira tentara tapi bermain permainan anak kecil. Terlebih pada Sherlita yang terlihat tidak bisa menahan rasa untuk tidak tertawanya melihati bagaimana Restu yang seperti tidak pernah diuntungkan dalam permainan sedari tadi.

"Kalo mau ikutan main bilang aja, gak usah malu-malu," celetuk Sherlita dan langsung membuat Rio melengos berlagak tak peduli.

Mendengar itu membuat Restu dan Adi ikut mengarahkan pandangannya hingga mendapati diri kaptennya tersebut sedang memasang tampang sok cool nya.

"Kapten, mau main?" celetuk Restu.

"Gak, kata siapa?"

Sherlita memajukan bibirnya merasa bahwa rasa gengsi Rio terlalu tinggi.

"Ayolah kapten, asik kok haha. Siapa tau Restu dapat temen yang bego juga kalo main ginian."

"Apa? Lo ngatain gue bego main game?" balas Rio cepat dan menoleh tajam.

Mendapati respon seperti itu membuat Restu dan Adi menegakkan tubuhnya mengaduh dalam hati karena salah berucap.

"Ya kalo emang lo gak bego, buktikan dong," timpal Sherlita menantang dan dibalas tatapan tajam.

"Dih, kalian ini!" gumam Rio yang masih dapat Sherlita dengar dengan jelas. Terlihat raut ekspresi kesal dari laki-laki itu disana, meskipun begitu, tak mengurangi kadar ketampanan dari Rio sedikit pun.

Jujur, Sherlita masih dibuat heran dan bertanya-tanya sendiri pada sosok Rio. Sudah ganteng, tinggi, gagah, tegap, namun rasa gengsinya terlalu tinggi. Dan segala dari diri Rio yang sudah Sherlita kenali selama beberapa hari ini, ia membenci sifat laki-laki itu yang tidak peka dan cueknya minta ampun.

Merasa direndahkan dan tak ingin kalah, dengan cekatan Rio menggeser posisi duduknya untuk merapat dan ikut melempar dadu disana.

Masih dalam diamnya, Sherlita berusaha menahan tawa. Pada akhirnya laki-laki itu jatuh dalam ucapannya sendiri.

"Tuh dapat enam kapten, pencet ini, biar karakter kapten bisa keluar," celetuk Adi membantu menjelaskan.

Sherlita berpangku dagu memperhatikan bagaimana Rio yang kini malah terlihat seperti anak-anak. Mendekatkan wajahnya dengan ekspresi polos untuk menatap layar tablet secara jelas.

"Kok biar keluar? Emang karakter gue dipenjara?"

Mendengar itu spontan membuat tiga orang tersebut tertawa. Tak terkecuali Sherlita. Sungguh meskipun Sherlita jarang bermain permainan seperti ini, setidaknya ia paham aturan dasarnya. Tapi Rio, laki-laki itu benar-benar polos seperti tak pernah bermain saja.

Rio memperhatikan mereka satu per satu yang masih sibuk tak bisa menahan tawanya. Restu yang tertawa dengan menutupi wajahnya, Adi yang melengos ke arah kirinya agar tawanya itu tidak mengusik perasaan Rio, dan Sherlita yang tertawa terbahak-bahak sampai menepuk-nepuk meja merasa tak kuasa.

"Kapten, emang dari sononya ini karakter di dalem. Kalo mau keluar dan bisa jalan, kapten harus dapat enam, terus kapten puter dadu nya berulang-ulang sampe empat karakter kapten masuk tanda panah disini nih," cerita Adi yang begitu fasih seolah laki-laki itu sering memainkannya tiap hari.

Rio tidak membalas, ia hanya ber-oh ria. Saat dirinya masih asik mendengarkan memahami, tak sengaja ia melirik pada diri Sherlita disana yang terkekeh pelan sembari menatapnya dengan pandangan penuh arti. Apa maksudnya itu?

Dilihati sebegitunya tentu membuat Rio malu dan salah tingkah. Tidak ingin ketahuan, ia berusaha menyembunyikan rona merah di wajah dengan menundukan kepala.

"Ayo sekarang giliran kapten."

"Gue?"

Restu mengangguk yakin. Tanpa berlama lagi, Rio menyentuh dadu hingga karakternya bergerak. Melihati itu tak sadar ia ikut menggerakkan kepalanya seirama dengan arah jalan karakter berwarna merah yang ia pegang.

"Nah, hampir sampe tuh," ucapnya tak sadar.

"Oke, sekarang giliran gue," timpal Sherlita.

Entah mengapa tapi tiba-tiba Rio merasakan perasaan tidak enak ketika gadis itu sempat melirik ke arahnya tadi.

Terdengar bunyi dadu yang dikocok, hingga karakter Ludo milik Sherlita yang berwarna biru bergerak dan berhenti di kotak yang sama seperti kotak yang karakter Rio sedang huni.

"Punya gue kok balik ke kotak lagi?" protes Rio dengan ekspressi kaget bukan kepalang.

Mendengar kalimat protes darinya sontak membuat tiga orang itu kembali tertawa sedetik kemudian.

"Kapten... kapten—haha, kapten harus dapetin enam lagi biar bisa keluar."

"Padahal karakter gue baru satu yang keluar tadi, tiga nya masih di dalam."

"Ya berarti lo harus ngejar kita yang udah keluar semua hahaha," celetuk Sherlita dengan nada super mengejek dan langsung membuat Rio kesal hingga ia memutuskan berdiri dari duduknya dengan tiba-tiba.

Mendapati hal itu, langsung membuat Restu dan Adi yang tadinya masih tertawa sampai serasa ingin pingsan karena dihujani tingkah konyol dari Rio dibuat terdiam seketika dan langsung menegakkan posisi duduknya dalam keadaan siap. Sherlita juga sempat ikut terlonjak kaget tatkala kursi yang Rio duduki berdecit kencang karena laki-laki itu berdiri dengan spontan.

"Udah selesai waktu istirahatnya, kembali ke kantor," ucap Rio tegas dan menatap tajam pada diri mereka bergantian. Tanpa berbasa-basi lagi ia meraih satu roti tersisa dan menghabiskannya dalam satu suap.

Entah ini hanya perasaan Sherlita saja atau memang ketika Rio bergegas melangkah keluar, laki-laki itu sembari melemparkan tatapan sinis padanya?

"Siap!" balas Restu dan Adi cepat bersamaan.

Dalam batin Sherlita merutuki sembari memasang tampang kesalnya, dih dasar laki-laki gak mau kalah. Hingga tak lama, tatkala langkah tegap laki-laki itu kian perlahan menghilang keluar dari rumah, Sherlita menatap Restu dan Adi yang berusaha keras menahan tawanya sampai membuat wajah dan telinga mereka memerah.

"Hahahahahhha," lanjut mereka merasa belum puas.

"Restu, Adi!" seru Rio dari luar, suaranya begitu menggelegar dan spontan langsung membuat dua orang yang namanya terpanggil itu beranjak dari kursinya, memberesi barang-barang yang berserakan dan pergi tanpa pamit pada Sherlita yang masih terdiam di sana. Kelihatannya mereka benar-benar takut dengan kaptennya sendiri.

"Sher, gue sama Adi pamit, ntar malem kita ketemu lagi," ucap Restu mengintip dari balik ruang tamu. Padahal laki-laki itu sudah berlari sampai menajajak halaman luar rumah tadi. Sherlita terkekeh menutupi mulutnya dan mengangguk mengiyakan.

***

Dengan menggosokkan kedua telapak tangan secara bersamaan, Sherlita bermaksud mencari kehangatan disana. Memang sih di luar pemandangan sangat indah, bahkan bintang-bintang dan bulan malam terlihat jelas ketika Sherlita mendongak.

Namun semilir angin berhembus yang bahkan bisa menggerakkan rambut panjangnya itu tidak bisa Sherlita tolerir lagi ketika rasa dingin menusuk kulitnya.

Terdengar percikan api dari kayu yang dibakar oleh Adi tak jauh darinya. Meskipun api itu cukup besar, namun tetap saja rasa hangatnya tidak seberapa. Padahal belum tengah malam, tetapi kompleks rumah asrama militer itu sudah benar-benar sepi. Atau karena mereka berempat sedang berada di halaman belakang rumah saja? Jadi seperti tidak terdengar keramaian?

Tentu saja, Rio tidak akan membiarkannya keluar selangkah pun menuju halaman depan. Bukan, bukan maksud laki-laki itu memenjarakannya, hanya saja Rio tidak ingin terjadi apa-apa dengan dirinya. Aih memikirkan hal itu entah mengapa membuat Sherlita merasa bahwa segala dari diri Rio yang cuek dan dingin, dia adalah tipikal laki-laki yang sangat romantis.

"Plis deh, disini emang dingin kaya kutub gini ya?" celetuk Sherlita tak tahan lagi.

"Kalo malam emang dingin Sher, soalnya gak jauh dari sini ada sawah, terus ada bukit yang jadi perbatasan area perbatasan," balas Adi yang sedang berjongkok dekat dengan kobaran api sembari menunjuk ke arah belakang dengan sebilah kayu yang hendak ia bakar.

"Terus, kalo bukit itu jadi batas area aman, ada yang jaga dong?" lanjutnya.

Spontan Sherlita melirik pada Rio, laki-laki itu nampak sedang menyilangkan kedua tangan di depan dada. Sherlita tahu pasti bahwa laki-laki itu juga sedang kedinginan, mengingat Rio hanya mengenakan baju lengan panjang coklat tipisnya.

"Selalu ada jadwal pergantian. Mereka yang berjaga harus siap sedia. Begitu juga kita, karena orang-orang dengan gerakan separatis itu tidak mengenal waktu kapan mereka akan menyerang," balas Rio paham jika Sherlita sedang bertanya padanya.

"Emang mereka banyak? Kenapa kalian gak langsung serbu aja mereka? Kalian kan punya persenjataan lebih lengkap?"

"Gak semudah itu, Sher," timpal Restu yang berdiri di sampingnya terlihat memasukkan kedua tangan pada saku jaket tebal.

"Itu sama aja kaya kemarin gue yang melindungi lo, tapi besok gue menyerahkan lo ke Fahmi," lanjut Rio dan membuat Sherlita menekuk wajahnya bete.

"Dih, gak ikhlas banget ngebantu nya," cibir Sherlita pelan namun tidak Rio gubris.

"Oh ya Sher, keluarga lo... pasti sedang khawatir ya sekarang?" celetuk Adi kemudian.

Mendengar pertanyaan itu sontak membuat Sherlita terdiam sejenak. Benarkah keluarga nya mengkhawatirkan dirinya? Kalau dihitung-hitung, hampir seminggu dirinya berada disini tanpa ada kabar satu pun.

Entah, mungkin sekarang ini perusahaannya sedang tidak tentu arah. Bagaimana tidak? Sherlita yang setiap hari mengambil setiap keputusan, kini seperti hilang ditelan bumi. Mana ketika Sherlita mendengar Fahmi berbicara dengan Dani waktu itu, mereka seperti begitu yakin dapat menghapus jejaknya dari manapun, bahkan sampai kepolisian sendiri kesulitan mengungkap kejahatan ini. Rasanya tidak mungkin semuanya sedang baik-baik saja disana.

"Mungkin... adik gue yang bakal nangis-nangis nyariin gue haha," balas Sherlita terkekeh garing.

Dalam diam, Rio memperhatikan bagaimana gerak-gerak gadis itu. Perasaan Rio mengatakan bahwa ada sesuatu yang sedang coba Sherlita sembunyikan.

"Sher, katanya... lo punya perusahaan di bidang suplai peralatan kesehatan ya? Jadi, lo lulusan mahasiswi kedokteran dong?" tanya Restu bergantian.

Sherlita terkekeh dan menarik satu sisi rambutnya ke belakang telinga.

"Gak, coba tebak gue lulusan sarjana apa?"

Restu dan Adi sontak menatap langit-langit berpikir, Sherlita tersenyum manis karena merasa yakin bahwa mereka tidak akan pernah bisa menebaknya dengan tepat.

"Jurusan manajemen?" tebak Adi cepat dengan memasang tampang begitu yakin.

Sherlita menggeleng.

"Jurusan akuntasi? Matematika? IPA ya? Oh... atau biologi?"

"Jangan bilang Teknik?"

Sherlita terus menggeleng dan terkekeh, "Gak, salah besarrr!"

"Aduhhh apa ya? Kalo berhasil dapat hadiah gak?" Adi yang tadinya berjongkok kini dibuat berdiri merasa antusias.

Sherlita mengelus dagunya berpikir, "Kalau kalian berhasil, kalian dapat beras deh."

"Wahhh serius?" seru Restu dan Adi membelalakkan mata.

Mendengarnya membuat Rio menaikkan satu alis bertanya-tanya, "Emangnya lo punya beras?"

"Ada tuh, di belakang dapur di dalem ember item."

Menyadari beras mana yang sedang Sherlita bicarakan membuat Rio langsung membelalakkan mata tak percaya.

"Itu kan beras gue."

"Karena kita tinggal bareng, jadi beras itu milik kita berdua," balas Sherlita ngawur lengkap menyunggingkan senyum tengilnya.

"Lo ini—" decak Rio menatap tajam tak habis pikir lagi.

"Jurusan Kimia ya? Eh jurusan pendidikan? Apa tuh jadi guru?" tebak Adi lagi yang kini lebih terdengar membombardir menuntut.

"Gakkk, jauh haha," Sherlita menggeleng.

"Jurusan apa dong? Res, jurusan apa sih kok bisa jadi CEO gitu?" tanya Adi mulai putus asa.

"Apa sih, hubungan internasional? Oh gue tau, ekonomi makro? Eh, atau mikro?" tebak Restu mengacungkan tangan pada diri Sherlita dengan wajah sumringah.

"Haha bukan, salah besar."

"Ya elahhhh apaan sih, lumayan nih dapat beras," gerutu Adi tak tahan lagi, "Res jawab cepetan lo kan pinter."

"Kenapa jadi gue? Yang ngebet dapet beras kan lo?" balas Restu menangkis senggolan lengan dari Adi padanya.

Sherlita tak bisa menahan tawa sembari menutupi mulutnya dengan anggun. Rio yang melihati interaksi antara mereka bertiga tak kuasa untuk tidak tersenyum. Lihatlah kelakuan anak kecil dari dua teman kompinya tersebut. Jarang-jarang mereka seperti ini.

Seolah kehadiran Sherlita benar-benar bisa menghidupkan suasana keceriaan. Sialan, mikir apa sih dirinya? Dengan cepat Rio menggeleng menghalau pemikiran tersebut.

"Ya udah deh kita nyerah, jurusan apa sih?"

"Iya lah Sher, coba lo jawab?" pasrah Adi dan Restu bersamaan.

"Dih cemen hahaha. Oke, karena kalian menyerah jadi dulu gue masuk jurusan—"

"Public relation," timpal Rio tiba-tiba dengan cepat dan langsung membuat semua mata tertuju padanya.

Mendengar jawaban itu, membuat Sherlita yang tadinya tersenyum lebar perlahan memudar dibuat membulatkan matanya. Tunggu, dirinya sedang tidak salah dengar kan? Bahwa Rio menyebut benar jurusannya sewaktu kuliah dulu?

"Sher, emang bener?" tanya Restu melihati Sherlita yang begitu terkejut.

"Kok... lo tau sih?" tanya Sherlita.

"Gue dapat berasnya kan?" balas Rio tak menghiraukan.

"Dih, kapten curang. Pasti Sherlita udah cerita," timpal Adi cepat dan membuat Rio ingin sekali menjitaknya.

Di sisi lain, Sherlita masih terdiam menatap lekat pada sosok Rio disana yang sedang bergulat sendiri dengan Adi. Tidak, Sherlita belum pernah cerita perihal apapun kepada laki-laki tersebut. Tapi rasanya aneh, dari mana laki-laki itu tahu kalau... ah sudahlah, Sherlita berusaha menghalau pikirannya tersebut.

"Hufttt, biasa mereka sering berantem gitu haha," celetuk Restu menunjuk pada diri Rio dan Adi disana dengan gerakan wajahnya.

Spontan Sherlita menoleh dan mendapati diri Restu yang juga sedang menggosok-gosokkan telapak tangannya kedinginan.

"Dingin ya?" tanya Sherlita memastikan sembari menyentuh lembut pundak Restu. Laki-laki itu mengangguk mengiyakan.

Sherlita teringat, sebelum keluar kemari, ia melihati begitu banyak jaket di dalam. Dengan cepat, dirinya memutuskan untuk berbalik dan kembali memasuki rumah, hingga tak lama ia datang membawa dua jaket sekaligus di tangan.

Rio yang masih asik bercanda saling adu tinju dengan Adi dibuat berhenti dan menoleh, melihati bagaimana Sherlita yang sedang memakaikan jaket hitam miliknya itu pada Restu dengan cekatan meskipun Restu sudah mengenakan jaket. Dasar gadis itu.

"Nih biar gak dingin," ucap Sherlita dengan cekatan membantu mengenakan. Restu hanya bisa terdiam menuruti dan tersenyum berterima kasih.

"Heh, itu-itu kan jaket—" ucap Rio terbata.

"Adi, sini. Biar gak dingin," tarik Sherlita pada lengan laki-laki itu untuk lebih dekat dan memakaikan jaket milik Rio yang tanpa permisi ia ambil begitu saja tadi pada tubuh Adi yang memiliki tinggi badan sama dengannya tersebut.

Tidak, Rio tidak mengharapkan agar gadis itu melakukan hal serupa padanya. Tapi, hanya dua jaket yang ia bawa? Terus... tunggu, padahal Restu dan Adi sudah memakai jaket mereka sendiri.

"Udah, kalian kan lagi gak tugas. Jadi gak usah sok kuat dingin-dingin, ntar masuk angin gak bisa jaga negara hehe," ucap Sherlita menepuk akrab pada bahu Adi disana. Mana laki-laki itu terlihat terkekeh malu-malu.

"Heh, itu kan jaket gue, sembarangan aja lo amb—"

"Cepetan deketin api nya, lo kan paling kecil paling muda disini. Jalan ninja lo masih panjang, nak," ucap Sherlita menarik lengan Adi dan Restu secara bersamaan berusaha memberi perhatian.

Rio mengerjapkan mata tidak percaya. Apa gadis itu sama sekali tidak menggubris ucapannya tadi?

"Dah kalian disini aja ya," celetuk Sherlita selanjutnya memutuskan untuk berbalik dan melemparkan pandangan padanya, "Rio, ayok kesini."

Rio yang sudah terlanjur bete dan ngambek, berdecak kesal dan memutuskan untuk beranjak pergi dari sana.

"Kapten, mau kemana?"

"Eh Rio, mau kemana?" tanya Restu dan Sherlita bersamaan.

Sialan, bahkan mereka berdua sekarang seperti sepasang kekasih saja, batin Rio kesal.

"Keluar, Res," balas Rio hanya menjawab pertanyaan dari Restu saja.

"Rio, ih bentar!" seru Sherlita namun Rio membalas dendam dengan tidak menghiraukannya sama sekali.

Dengan langkah lebar dan cepat, Rio berjalan pergi ke depan melewati halaman samping rumah. Sesekali tak jarang ia menendang pelan kerikil yang ada dan memasang tampang cemberut.

Apa-apaan coba Sherlita hanya membawakan dua jaket, itu pun ia pakaikan pada Adi dan Restu saja. Padahal mereka sudah pakai jaket sendiri. Apa Sherlita tidak melihati dirinya yang tidak memakai jaket sama sekali?

Mana jaket yang Sherlita bawa adalah jaket miliknya semua. Lagipula, apa-apaan coba gadis itu mempertaruhkan berasnya hanya demi tebak-tebakan receh seperti tadi? Tidak masuk di akal. Mana dirinya juga tidak diajak untuk ikut menebak. Terlebih, ada apa dengan diri Sherlita dan Restu? Apa gadis itu menyukainya? Mereka terlihat mesra sekali dih.

Rio terus berjalan di atas rerumputan hijau halaman samping rumah dengan menggerutu. Entah kemana dirinya akan melangkah pergi, yang penting dirinya tidak dekat-dekat dengan mereka, apalagi gadis itu, Rio terlanjur bete. Spontan dirinya mentautkan kedua alis dan menekuk wajahnya kesal.

"Rio?" panggil sebuah suara dari belakang.

Rio mengenalinya, namun dirinya adalah laki-laki yang berpegang teguh pada prinsipnya. Sekeras apapun gadis itu akan berseru, ia tidak akan berbalik ataupun sekedar menoleh ke belakang.

"Rio, ih tungguuuu. Hei!" seru Sherlita namun tetap tidak Rio pedulikan.

"Kok lo pergi gitu aja sih? Gue mau ngobrol bentar. Lo mau kemana?"

"Gak tau," balas Rio ketus.

"Eh ini kita hampir sampe di halaman depan. Ntar kalo ada yang lihat gue gimana?"

"Ya berarti lo gak usah ikutin gue."

"Tapi gue bakal ikutin lo kemana pun sampe lo berhenti."

Menyadari dirinya sudah berada di jalan aspal depan rumahnya dan gadis itu masih mengejar, Rio sadar lagi-lagi dirinya tidak bisa mengambil resiko besar. Meskipun keadaan perumahan militer itu cukup sepi, tapi tidak menutup kemungkinan akan ada mata yang melihat. Mau tidak mau, Rio dengan cepat berbalik badan.

"Udah gue bilangin lo—"

Belum selesai Rio menuntaskan kalimatnya, ia dikejutkan dengan Sherlita yang tiba-tiba memakaikan syal melingkar pada lehernya. Hingga tak lama, terlihat gadis itu meraih jaket yang ada di pergelangan lengan dan bergerak memakaikan pada tubuhnya yang mematung berdiri disana.

Dalam keadaan seperti itu pun, dapat Rio lihati wajah cantik Sherlita meskipun hanya terpapar cahaya lampu depan rumah nya. Mata coklat, bibir merah, hidung mancung, rambut yang satu sisinya ia tarik ke belakang telinga, dan bulu matanya yang lentik menambah kadar kecantikan dari Sherlita.

"Gue tau, lo suka pake jaket ini. Maka dari tadi gue cariin, baru dapet sekarang. Di luar dingin, gue juga bawakan syal, gak tau sih ini lo dapet dari mana tapi warnanya matching sama jaketnya. Bentar, sentuhan terakhir..."

Sherlita terlihat membebatkan syal tersebut dengan bentuk yang indah disaat Rio masih terdiam mematung disana tidak tahu harus melakukan apa. Hingga tak lama, Sherlita menepuk lembut pundak Rio membersihkan beberapa serangga yang beterbangan.

"Nah, gini kan lo cakep. Eh kalo orang cakep mah diapain aja tetep cakep ya? Hahaha," tawa Sherlita manis sampai menyipitkan mata.

Tak sadar, sebuah senyum bersarang di wajah tampan Rio tatkala melihati betapa manisnya gadis itu.

"Gak mungkin gue gak inget dan perhatian sama lo. Lo tetep jadi orang favorit gue."

Rio tahu bahwa gadis itu hanya bercanda, tapi entah mengapa, tapi perasaan Rio menghangat kini.

*** ***

"Sher...lita... Junia...natha," batin Rio mengetik sesekali memperhatikan bentuk penulisannya di layar monitor apakah benar atau tidak.

Hingga tak lama setelah dirinya yakin memencet tombol enter, ia menemukan daftar pencarian yang amat sangat banyak.

Sepertinya ucapan gadis itu mengenai sosoknya yang terkenal dan memiliki status sosial tinggi benar adanya. Rio terus menggulir layar dengan mouse yang ia genggam. Sebenarnya tidak ada apa-apa, semua hasil daftar pencarian yang muncul pun hanya artikel berita.

Hingga tak lama, ia dikejutkan dengan sebuah blog dengan nama gadis itu tertempel sebagai judulnya. Tanpa berpikir panjang, Rio sengaja membukanya hingga tak butuh waktu lama, halaman blog tersebut terhampar luas di layar.

Setelah membaca beberapa kalimat yang tertulis di dalamnya, tak sadar Rio tersenyum. Sekarang pertanyaannya, manusia narsis mana yang ternyata menulis semua diary biodatanya di blog terbuka untuk umum seperti ini?

10 Juni.

Gue Sherlita Junia, hari ini adalah hari pertama gue ospek sebagai mahasiswi jurusan Public Relation. Sebenernya ini bukan keinginan gue sih, tapi... ya udah lah gue diterimanya disini. Gak boleh ngeluh. Pokoknya lo harus buktiin ke semua orang kalo lo bisa Sher, jangan sampe ada satu orang pun yang memandang lo rendah dan membuat lo menunduk menjatuhkan mahkota lo sendiri.

18 Agustus.

Gue Sherlita Junia, buset men hari ini ospeknya keras. Mana ada kakak tingkat yang galak banget. Ya otomatis semua peserta ospeknya gak suka sama dia lah. Tapi gak papa sih, ada Kak Angga yang ganteng banget astagaaa.

Tak sadar membacanya, Rio terkekeh mulai menyadari betapa tengil dan centilnya gadis itu. Gaya bahasa dan penuturan kalimatnya pun seperti hal nya remaja yang baru lulus SMA pada umumnya, begitu menggemaskan.

1 September.

Hari ini masuk kuliah pertama, asik banget ternyata masuk Public Relation gini. Abis gue wisuda nanti, pokoknya gue pengen punya usaha gedeeee banget. Inget omongan gue. Dih, gapapa kan masih semester pertama tapi udah punya cita-cita?

27 September.

Hari ini Chelsea kalah, ya udah segini aja ngetiknya. Gue kesel. Bye.

Rio yang membaca itu pun lagi-lagi dibuat terkekeh tak sadar. Tatkala mendengar gelak tawa dari teman satu ruangannya tersebut sontak langsung membuat Rio terkejut dan dengan cepat memencet tombol kembali pada halaman depan pencarian Google.

Beberapa seruan dari temannya yang sedang bercerita itu tidak bisa Rio dengarkan dengan fokus. Padahal biasanya dirinya juga tak jarang menimpali kalimat candaan yang sama.

"Kapten, ngapain?" celetuk seseorang yang menepuk bahunya pelan.

Spontan Rio menutup jendela browsernya dan menoleh berlagak tidak terjadi apa-apa tadi. Terlihat sosok Adi—satu teman dekatnya di kompi, sedang ikut duduk pada lengan kursi yang Rio tempati.

"Eng-enggak ngapa-ngapain. Kenapa?" ucap Rio berlagak seperti tidak terjadi apa-apa padahal dirinya tidak ingin ada orang yang mengetahui bahwa ia sedang stalking sosok Sherlita sedari tadi.

"Ntar malem ada pertandingan bola di café biasa. Kita nobar gimana, ikut kan?" tanya Adi sembari merangkulkan lengannya.

"Pertandingan mana?"

"Biasa, Chelsea lawan Manchester United. Lo kan suka banget tuh sama Chelsea."

Chelsea ya? Sherlita juga menyukai Chelsea. Rio tersenyum simpul mengingatnya.

Continue Reading

You'll Also Like

60.3K 4.6K 41
••[Spiritual Romance]•• Azka merindukan sebuah rumah yang tak hanya sekadar menjadi tempat untuk bersinggah, tetapi juga mampu membuatnya merasa pula...
2.4M 163K 49
[PART LENGKAP] "Satu kekurangan tak bisa menutupi seribu kelebihan." Erina gadis baik yang kehilangan salah satu kakinya karena sebuah kecelakaan. Ta...
255K 11.5K 67
|Follow akun sebelum membaca| Insyaallah, konflik ringan! Apa jadinya jika, seseorang gadis mungil mengajak laki-laki yang umurnya jauh di atasnya m...
1.3M 11.7K 23
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...