How To End Our Marriage

By pinetreeforest

1.5M 227K 24.9K

Keputusan sang Mama menjodohkan Evelyn dengan Wira menjadi satu-satunya jalan keluar untuk Evelyn bisa hengka... More

N O T E
1 - How to Know Who You Are?
2 - How to Break Up Properly?
3 - How to Control My Mom?
4 - How to Make Friends?
5 - How to Look Less Stupid?
7 - How to Not Fall in Love?
8 - How to Unheard?
9 - How to Heal a Broken Heart?
10 - How to Comfort a Broken Hearted Woman?
11 - How to Live My Life?
12 - How to Hold Up My Feelings?
13 - How to Cope with a Broken Heart?
14 - How to Know the Right Judgement?
15 - How to Not be 'Sinting'?
16 - How to Turn Back Time?
17 - How to Get Out of This Mess?
18 - How to Run Away?
19 - How to be Kind?
20 - How to Get Out of This War?
21 - How to Not Get Married?
22 - How to Face Regret?
23 - How to not be Awkward?
24 - How to Talk About the 'Thing'?
25 - How to Survive? #1
26 - How to Survive? #2
27 - How to Stop the Time?
28 - How to Ignore Netizen's Comments?
29 - How to Skip Your Wedding Day?
30 - How to Spend the First Night?
31 - How to Cope with a New Normal?
32 - How to be a Cloud?
33 - How to Look Like a Lovey-Dovey?
34 - How to Make a Plan for Pregnancy?
35 - How to Take Care of a Sick Person?
36 - How to sleep?
37 - How to be Not Kind?
38 - How to Prove that She is Wrong?
39 - How to Not Look Vulnerable?
40 - How to Tell You That It's Real? (1)
40 - How to tell you that it's real? (2)
41 - How to Act Like Usual?
42 - How to Know Your Own Feelings?
43 - How to Control Yourself?
44 - How to End Our Marriage?
45 - How to Remember?
46 - How to be Greedy?
47 - How to Have Faith in You?
48 - How to Go on a Date?
49 - How to Play Pretend?
50 - How to be Okay? (1)
50 - How to be Okay? (2)
51 - How to Go on Honeymoon?
52 - How to be an Artist?
53 - How to Fulfill Netizen's Standard?
54 - How to Have a Baby?
END - 55 - How to be not Surprised?

6 - How to Be a Good Public Figure?

28.5K 3.9K 70
By pinetreeforest

Pria plontos bernama Sam yang semula Evelyn ragukan karena kesan awalnya terlihat seperti pria genit ini ternyata memang profesional. Ia benar-benar mengerti konsep apa yang Evelyn inginkan pada The Eve. Terlebih Trini juga mengikuti apa yang diminta bosnya dengan cekatan. Mereka membicarakan konsep desain interiornya dari ujung ke ujung, amat sangat detil dari budget yang Evelyn anggarkan hingga hal sekecil bentuk dispenser di pantri.

"Pokoknya saya mau tempat kerja saya nggak lebih istimewa dari pegawai saya. Mereka juga akan bekerja keras buat saya. They deserve better than me."

Wira menaikkan alisnya sedikit, melirik Evelyn yang duduk di sebelah kirinya dengan sudut mata. Jujur saja, ia tidak menyangka Evelyn sebegitu pedulinya terhadap orang yang akan bekerja untuknya. Ia hanya berharap Evelyn tidak terlalu polos, karena pegawainya bisa saja dengan mudah menipunya dan ia percaya-percaya saja dengan bodohnya.

"Karena lo permintaan spesial dari si Bos Kecil, gue bakal bikin RAB yang ini secepatnya. So, kapan kita bisa ketemu untuk ngomongin RAB?"

Evelyn melihat ponselnya, kembali memastikan jadwalnya beberapa hari ke depan.

"Saya cuma punya waktu hari Minggu, minggu ini. Minggu depannya saya harus ke luar kota."

"Oh, no ... Please jangan Minggu. Minggu itu family time!"

"Kayak lo punya family aja," celetuk Wira menyindir Sam. Jelas ia tahu apa alasan Sam di baliknya yang memang jauh dari kata 'family'. Arti Minggu pagi bagi Sam tentu saja bangun di kasur entah hotel mana dengan keadaan hangover dengan atau tanpa partner yang ia selalu lupa namanya.

"Gue, sih, nggak punya, tapi asisten-asisten gue punya. Gue, kan, atasan pengertian, nggak kayak elo."

"Gue cukup pengertian, kok."

"Hmmm ...." Evelyn menggumam, sengaja untuk menarik perhatian dua pria yang sedang saling sindir itu. "Kalau Jumat saya ada pemotretan dan syuting, Sabtu saya masih harus lihat store di mall dan mengurus kontrak tenant ...."

"Ya udah, Sabtu itu aja. Mumpung lo lagi liat store, sekalian aja kita juga lihat tempatnya. Kita ketemu di mall?"

Evelyn menggigit kecil bibir atasnya, berusaha mempertimbangkan permintaan Sam. Sabtu adalah hari yang ia tunggu-tunggu sejak seminggu yang lalu. Rafka mengajaknya untuk bertemu, yah, walaupun hanya untuk membicarakan masalah bisnis barunya ini, yang penting ia bisa bertemu dengan Rafka.

"Tapi, nggak bisa lama, ya? Saya ada janji penting," ucap Evelyn berusaha menyembunyikan senyum yang tiba-tiba saja ingin mencuat dari bibirnya ketika mengingat Rafka.

Menyebalkan, Rafka tidak melakukan apa-apa saja rasanya Evelyn mau gila. Seperti ada bunga-bunga yang bermekaran di dalam dadanya. Walaupun kelihatan cuek, Evelyn tau sebenarnya dia cukup atentif. Evelyn menyadarinya bahkan saat pertama kali mereka mengobrol. Kelihatannya hanya diam, tapi Rafka melakukan semua saran yang Evelyn berikan ketika mereka melakukan pemotretan bersama secara tidak sengaja beberapa waktu lalu.

"Gue usahain bisa cepet."

Nada meyakinkan Sam akhirnya membuat Evelyn mengangguk. "Oke, saya boleh minta kartu nama? Atau nomor telepon yang bisa saya hubungi nanti untuk konfirmasi?"

Trini menyodorkan selembar kartu nama milik bosnya yang ia ambil dari dompet. Nama Samuel Farari tercetak dengan tinta hitam yang terasa timbul di permukaan jempolnya. Elegan dan terlihat mahal. Evelyn jadi bertanya-tanya apa Wira memiliki kartu nama yang sama.

"Kalau butuh nomor saya, saya tulis di baliknya," ucap Trini sambil menunjuk kartu nama itu.

"Thanks," ucap Evelyn sopan.

"Karena diskusi kita udah beres, gue sama Trini harus cabut duluan. Gue masih ada tanggungan kerjaan yang harus gue selesaikan."

Trini mengangguk setuju. Ia membereskan kertas-kertas dan bukunya, kemudian memasukkannya ke dalam folder khusus yang ada di tasnya.

"Terima kasih atas waktunya. Next time akan saya jadwalkan waktu yang lebih proper."

Sam mengangguk menanggapi Evelyn.

"Kalo bukan karena Bos Kecil, kayaknya gue nggak akan mau diajak meeting dadakan kayak jual tahu. At least lemme know a week before the meeting, ya, Princess?"

Evelyn tergelak mendengar Sam memanggilnya dengan sebutan 'Princess'. "No! Jangan panggil saya dengan panggilan itu, please."

"Seluruh netizen di Indonesia Raya Merdeka ini panggil elo Princess, jadi kenapa gue nggak boleh?" tanya Sam tak terima sambil menaikkan alisnya.

Lagi-lagi Evelyn hanya tertawa, kemudian menggeleng. "Panggil Ev aja, oke?" pinta Evelyn sambil mengulurkan tangan. Setelah beberapa saat Sam hanya mengedikkan bahunya dan menerima uluran tangan Evelyn. "It's such a pleasure to meet you both."

"Thanks untuk kerjasamanya," balas Sam.

Trini juga menyalaminya, kemudian mengikuti Sam keluar ruangan dengan menjinjing tas kerja di tangan kiri. Ia mengangguk untuk benar-benar pamit sebelum keluar.

Evelyn kembali duduk di kursinya, menyeruput macchiato-nya yang tinggal seperempat, rasa manisnya hampir hilang karena esnya mencair.

"Kabarin aja hari Sabtu, jam berapa dan di mana," ucap Wira sambil membereskan gelas-gelas bekas kopi di meja, membuat Evelyn hampir tersedak karenanya.

"Kamu mau ikut lagi?"

"Kamu bisa aja miss out the details. So, yes, I'm gonna go with you."

Evelyn rasanya tak bisa mengelak karena yang dikatakan Wira memang benar adanya. Tadi ia juga memberikan sedikit input, tapi krusial. Sial. Evelyn pun menyerah dan tidak mengatakan apa-apa selain mengangguk.

"Kenapa sih kamu dipanggil Bos Kecil?"

Wira melirik Evelyn sebelum menjawab, "Karena saya sering manggil Papa saya dengan panggilan 'Bos Besar' dan panggil kakak saya dengan panggilan 'anaknya Bos Besar'. Jadinya mereka panggil saya 'Bos Kecil'."

"Kamu punya kakak?"

Wira mengangguk, kemudian menghempaskan dirinya ke kursi setelah gelas-gelas kopi itu selesai ditumpuk.

"Laki-laki, udah punya keluarga kecil dan itu yang bikin Mama saya makin ngejar-ngejar saya untuk bisa nikah secepatnya kalo kamu pengen tau."

"Saya pikir kamu anak tunggal."

"Kapan-kapan kamu bisa ketemu kalau mau kenalan."

"Siapa bilang saya mau kenalan?" tanya Evelyn sambil menaikkan salah satu alisnya. "Semakin sedikit yang tau tentang kita, semakin baik. Saya nggak mau nantinya malah ada emotional attachment kalau saya ketemu."

"But they already know about us, so nggak ada penambahan jumlah orang yang tau. Tapi, kalo itu yang kamu mau, saya nggak akan memaksa. Lagian kalo kamu mau kenalan, kakak ipar saya punya semacam kedai healthy food, siapa tau kamu tertarik buat program diet kamu."

Tiba-tiba saja pintu ruangan diketuk, membuat Evelyn dan Wira menoleh bersamaan. Seorang wanita melongokkan kepalanya dari balik pintu.

"Maaf mengganggu, Mas. Ada telepon dari Mas Rizal, katanya penting."

Wira mengangguk. "Habis ini saya telepon balik. Makasih, Ra."

Perempuan itu pun undur diri dan menutup pintunya kembali.

"I better go," pamit Evelyn. Ia beranjak dari duduknya dan merapikan bajunya agar tak terlihat kusut.

Wira mengangguk, ia ikut berdiri kemudian membawa serta gelas-gelas plastik dan kartonnya keluar ruangan ketika Evelyn keluar.

"Jam berapa kamu pulang?" tanya Evelyn saat Wira membuang sampah-sampah itu di tempat sampah terdekat.

"Mmmm ..." Wira melirik jamnya, "masih dua jam lagi."

Evelyn mengangguk. Ia berjalan dengan bunyi ketukan sepatunya yang beradu dengan lantai.

"Kamu nggak perlu antar saya, saya bisa ke bawah sendiri."

Wira mempertimbangkan ucapan Evelyn sambil meyakinkan diri Evelyn tidak akan tersesat mencari tempat parkir karena memang hanya selemparan batu, kemudian mengangguk pasrah. "Okay, then."

"Thanks for today." Evelyn mengulurkan tangannya, mengajak Wira bersalaman sebelum kemudian keduanya berpisah.

Sepeninggal Evelyn, Wira segera masuk ke ruangannya, memenuhi janjinya untuk balas menelepon Rizal. Tadi pagi ia memang memiliki masalah, tapi ia pikir sudah berhasil ia selesaikan. Tiba-tiba saja hal ini membuatnya khawatir.

"Ada masalah lagi?" tanya Wira begitu Rizal mengangkat teleponnya pada detik pertama.

"Kata Tiara, kopi tadi dari Evelyn Fransiska? Evelyn Fransiska yang artis itu? Beneran?"

Evelyn? Bukan tender? Rasa khawatirnya seketika terasa mubazir ketika mendengar nada excited Rizal saat menanyakan Evelyn.

"Beneran," jawab Wira malas. Ia hampir memutar matanya karena hal ini. Ia kira Rizal menelepon karena ada problem lagi dengan tender baru itu.

"Man! Dia cantik banget! Terus sekarang orangnya mana? Bisa gue foto bareng?"

"Udah pulang."

"Hah?!"

"Udah pulang. Lagian lo ngapain, sih, norak begini? Dia kliennya Bos Besar, tadi ke sini untuk bahas proyek barunya dia."

"Nggak asik, lo! Kalo ada cewek cantik aja lo kekep sendiri, gitu masih jomlo terus. Kasihan," cibir Rizal.

"Ngeselin, ya, lama-lama?"

"Wait? Itu yang di bawah Evelyn?" ucap Rizal tiba-tiba. Wira dapat dengan samar mendengar Rizal membuka penutup jendela. "Sialan itu Evelyn beneran, mereka ngantri foto bareng. Brengsek emang lo, Wir!"

Sambungan telepon seketika terputus, membuat Wira dengan bingung menatap teleponnya. Bagaimana maksudnya? Evelyn antri foto? Foto sama siapa?

Masih dengan bertanya-tanya, Wira kembali berjalan keluar. Ruangannya memang tidak didesain untuk menghadap langsung ke arah pabrik seperti ruangan Rizal dan tim perencanaan.

"Ada masalah apa, Mas?" tanya Tiara, sekretaris Wira yang ikut bingung melihat bosnya berjalan keluar dengan terburu-buru. Ia sampai ikut berdiri karena kaget, tapi bosnya itu tak mengatakan apa-apa. Karena ingin tahu, Tiara memutuskan untuk mengekor di belakangnya.

Begitu sampai di ujung tangga, Wira hanya berdiri sambil memandang ke bawah. Belasan pegawainya sudah membentuk antrian yang berujung pada Evelyn. Wanita itu sedang melayani semua orang untuk berfoto bersamanya seolah dirinya ini badut Ancol. Dan astaga, orang-orang ini bukannya bekerja ....

Sepertinya lagi-lagi ini salahnya. Salah juga ia meminta Evelyn bertemu di sini dan membiarkannya berjalan melalui tangga keluar yang lebih dekat dengan tempat parkir daripada tangga untuk tamu yang melewati pintu depan. Wira mengumpat dalam hati.

"Menurut kamu saya harus turun ke sana, nggak?" tanya Wira pada Tiara yang juga terdiam di sebelahnya.

Tiara meringis. "Kalo Mas Wira mau antriannya nggak makin panjang, kayaknya Mas harus turun. Mas Rizal jelas nggak bisa diandalkan."

Wira merasakan rangkulan di pundaknya, membuatnya menoleh ke samping kanannya.

"Ada apa, sih, kok rame?" Mas Eki, pentolan bagian keuangan tiba-tiba saja muncul dari belakang Wira.

"Kok, elo di atas?" Ruang kerja Mas Eki seharusnya berada di bawah, pantas saja staf-staf keuangan bisa bebas ikut mengantri foto di bawah.

"Abis diskusi sama Mega. Tadi gue naik barengan sama Sam, katanya lo mau ada proyek sama artis, ya?"

Wira berdecak. "Ya, itu sekarang yang bikin rame," tunjuk Wira dengan dagunya.

Mau tak mau ia akhirnya turun ke bawah bersama Mas Eki yang akan kembali ke ruangannya. Ia mendekati antrian itu, menepuk pundak Evelyn dari belakang.

"Sudah, sudah. Evelynnya sibuk," ucap Wira berusaha membubarkan barisan pegawainya itu.

"Yah, saya belum dapet giliran ini."

"Iya, enak yang udah dapet giliran."

Mas Eki menepuk tangannya, meminta perhatian. "Kita foto bareng-bareng aja, oke? Kasihan Evelyn nanti terlambat kalau harus foto satu-satu."

"Kenapa nggak jadi pulang, sih?" bisik Wira pada Evelyn sementara Mas Eki mengatur posisi pegawai-pegawainya.

"Tadi ada yang minta foto, saya nggak mungkin nolak," Evelyn balas berbisik, kemudian meninggalkan Wira begitu saja untuk berfoto bersama.

Setelah fanmeeting dadakan itu selesai, Wira langsung menggiring Evelyn ke mobilnya. Keduanya berjalan bersisian.

"Kenapa nggak kamu tolak aja sih kalau ada yang minta foto? Pura-pura sibuk, kan, bisa?"

Evelyn berhenti di depan mobilnya, kemudian berbalik menghadap Wira yang mau tak mau ikut berhenti.

"Kalau saya terima, memang saya terhambat ke mana-mana. Tapi, coba kamu bayangin kalau saya nolak dan pergi begitu aja? Orang bakal bilang saya sombong, angkuh, dan itu nggak akan cocok sama image baik-baik saya. Saya bisa nggak dapet job offer kalo gitu ceritanya. Ini sudah jadi tuntutan di pekerjaan saya."

Wira sudah menarik napas, bersiap untuk balas melayangkan opini pribadinya. Hampir ia mengumpulkan serentetan protes, tapi akhirnya ia mengurungkan niatnya dan hanya mendesah. Tiba-tiba ia merasa tidak berhak mengatakan apa pun. Ia belum pernah jadi artis, bahkan bersenggolan dengan dunia entertain saja tidak pernah. Bisa jadi memang begitulah bagaimana dunia Evelyn berjalan.

"Saya minta maaf, nggak seharusnya saya minta kamu untuk ketemuan di sini. Juga atas perlakuan teman-teman saya ke kamu," ucap Wira akhirnya.

Evelyn menggeleng. "Mereka tetap nggak tau yang sebenarnya tentang kita. Saya ke sini dalam rangka pekerjaan, begitu juga kamu. Emang udah risiko saya jadi public figure, kalau nggak ada yang ngajak foto, berarti emang saya udah nggak laku."

"Tetep saya akan minta maaf."

Evelyn terdiam menatap Wira. Pria itu tadinya jelas terlihat kesal padanya, namun saat ini raut wajahnya malah terlihat ... merasa bersalah, mungkin? Ia akhirnya memutuskan untuk mengangguk, kemudian membuka pintu mobilnya.

"I'll text you. Sampai ketemu hari Sabtu," ucap Evelyn sebelum meninggalkan Wira yang berdiri di pelataran parkir hingga ia berbelok dan menghilang dari pandangan.


***

Continue Reading

You'll Also Like

428K 45.4K 41
When your some kind of Brother fall in love with you, now you are in a serious trouble!!! ketika Rein menyadari kalau Ken si playboy, anak dari sahab...
1.9M 248K 61
Saat Nadia hadir di undangan makan siang sahabatnya, dia tidak menyangka akan bertemu kembali dengan Saka. Serpihan masa lalu memercik memori keduany...
10.9K 748 6
Ada dua alasan mengapa Tuhan mempertemukan kembali dua orang manusia; pertama, untuk menyelesaikan masalah yang belum tuntas atau Tuhan sedang menguj...
237K 27.6K 16
Reynaldi diputuskan Naina Perempuan itu beralasan tidak ingin menyakiti kedua orangtuanya karena tak kunjung mendapat restu. Jingga diputuskan Anton...