Hi, Captain! [COMPLETED]

By niqceye_

27.2M 1.6M 367K

18+ [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Ini tentang dua orang yang tidak mengenal, tiba tiba dijodohkan. Namun seiring... More

REYGAN ADITAMA
JENNIFER ALASYA
1|Kesan Pertama.
2| Berdebar
3| Look at her.
4 | Pilihan
5 | Tentang keduanya
6| Wedding day.
7| A night with you
8 | About caring
[REVISI] Feeling
[REVISI] Respect
[REVISI] Mulai berani
[REVISI] Keputusan
[REVISI] Broken
[REVISI] Satu permintaan
[REVISI] Pahit
[REVISI] A Regret
[REVISI] Unexpected
[REVISI] After all happened
[REVISI] A mistakes
[REVISI] A Chance
[REVISI] QuΓ­tatelo
[REVISI] Beginning
[REVISI] Heart Beating
[REVISI] Daily Routine
[REVISI] Meet Again & Feeling
[REVISI] A Happiness with you
[REVISI] Surprised
[REVISI] What's going on?
[REVISI] Honestly
[REVISI] Curious
[REVISI] True or False?
[REVISI] A Statement
[REVISI] Uncomfortable + CAST
[REVISI] Ardan and Rain
[REVISI] Salahkah?
[REVISI] Penyelesaian
[REVISI] Truth
[REVISI] Keputusan^
[REVISI] Sebenarnya ada apa?
[REVISI] Feeling good
[REVISI] Yay/Nay
[REVISI] U hurt Me
[REVISI] U Hurt Me^2
[REVISI] Apologize
[REVISI] Knowing
[REVISI] Knowing^2
[REVISI] Ingin Bertemu
[REVISI] Akhirnya bertemu
[REVISI] Kisah kita
[REVISI] Indonesia-Milan
[REVISI] Papi
[REVISI] Ketegasan
[REVISI] Finding you
[REVISI] Finally found you
[REVISI] Spend the time with you
[REVISI] Ragu dan rayu
[REVISI] A New Life Begin
[REVISI] Samudera Raga A
[REVISI] Raga & Reygan
[REVISI] Raga & Reygan^2
[REVISI] Happy Family
[REVISI] Happy family^2
[REVISI] Piccola Famiglia
[REVISI] Perfect day
[REVISI] A New Born
[REVISI] Piccola Famiglia^2
Hi, Captain! : Last chapter
SEKUEL

[REVISI] The most beautiful day

343K 18.8K 5.5K
By niqceye_

*****
Jangan lupa vote yup🌟

*****
Part terpanjang, 3200 kata.

*****
Happy reading💙

******

Kini keduanya sedang ada dalam mobil Reygan, dengan supir pribadi Ayah Reygan yang kini bekerja untuk Reygan.

"Kamu capek sayang?"

Jennie yang semula menghadap jendela, kini menoleh ke arah Reygan. "Pusing kepalanya, pegel kakinya."

Reygan dengan gesit langsung meluruskan kaki Jennie, diatas pahanya, memijat kaki Jennie dengan pelan. "Tidur aja nggak papa, nanti kalo misalnya udah mau sampe rumah Papa, aku bangunin."

"Iya Gan, aku tidur dulu ya."

Reygan mengangguk sambil memijat kaki Jennie. "Iya sayang, istirahat dulu."

Jennie membuka matanya, dan melihat Reygan yang sedang mengelus rambutnya sambil menghadap ke luar jendela, dan posisi Jennie sekarang tidur di paha Reygan. "Gan?"

"Kebangun? ini baru masuk komplek perumahan Papa."

Jennie menegakkan badannya, benar ini di lingkungan perumahan kedua orangtuanya. Artinya, siap atau tidak siap, dia harus menghadap Ayahnya bersama Reygan. "Gan, gimana kalo Papa nolak kamu?"

Reygan tersenyum. "Aku bakal berjuang buat kamu, buat kita. Gimana pun caranya."

"Kalo susah?"

Reygan mengelus tangan Jennie, "Kamu tenang aja, ini biar aku yang urus. Tugas kamu, cukup disamping aku terus, jangan kemana-mana. Oke?"

Keduanya turun dan masuk ke pekarangan rumah Jordi dan Risa. Seperti biasa, rumah tampak sepi dari luar, tapi bisa Jennie pastikan Ayahnya ada dirumah, karena ada mobilnya.

"Jennie?!"

Setelah memencet bel, dan menunggu Risa muncul dari dalam, tersenyum sumringah dan langsung memeluk anak bungsunya. "Kok pulang nggak bilang Papa sama Mama?"

"Surprise!"

Risa tersenyum, lalu mengelus perut anaknya. "Halo cucu Oma."

"Halo Oma."

Tidak lama kemudian, muncul Jordi, Eric dan Anya yang sedang menggendong bayinya. "Jennie?"

"Papa!" Jennie berpelukan dengan Jordi, membuat Ayahnya terkekeh kecil.

Jennie mengedarkan pandangannya ketika bertemu Anya dan anaknya. "Oh ini, si cantiknya Onty Jeje, halo Marsya."

"Halo Onty Jeje!" kata Anya sambil tersenyum. Anya dikaruniai bayi perempuan cantik yang diberi nama Marsya.

Anya tertawa, ketika Jennie dengan gemas mencium anak perempuannya.

"Kak Eric. Apa kabar?"

Eric tersenyum tipis, tapi pandangannya mengarah ke Reygan. "Baik. Kamu?"

"Baik Kak."

Jordi menatap tajam ke arah laki-laki yang pulang bersama anaknya. "Kamu kenapa bisa sama dia? Apa maksudnya ini Jen?"

"Pa, kita ngobrol didalam aja."

Mereka masuk ke dalam rumah, Jennie duduk bersebelahan dengan Reygan, sementara Anya dan Eric duduk di samping kanan, serta Jordi dan Risa duduk dihadapan Jennie dan Reygan.

"Kedatangan Reygan kesini, bersama Jennie mau bicara hal penting Pa. Jadi, Reygan kesini untuk minta ijin Papa dan Mama, karena Jennie sama Reygan mau rujuk, kita mau mengulang semuanya dari awal."

Hening, mereka semua diam.

Jordi berdecih. "Saya nggak mau mengulang kesalahan yang sama, saya nggak mau kasih Jennie, harta berharga saya, ke laki-laki yang salah."

Jennie menunduk.

"Pa, Reygan tau, kalau kesalahan Reygan dulu memang fatal---"

Jordi menggebrak meja. "Saya cukup tersinggung, saya cukup emosi, kamu memperlakukan anak saya seperti dulu!"

Reygan diam.

"Dulu saat kamu mencelakai anak saya, sampai membunuh calon cucu saya, saya tetap kasih kamu kesempatan. Tapi, untuk kali ini, jangan harap Reygan!"

Reygan menatap Jordi. "Pa, maafin Reygan, tapi selama nggak ada Jennie, hidup Reygan hancur berantakan. Tolong Pa, Jennie sama Reygan saling mencintai."

Jordi berdecih sinis. "Cinta? Cinta harus dilandasi rasa percaya, saya tanya sama kamu, pernah kamu percaya sama anak saya? HAH?!"

Si kecil Marsya sontak menangis, ketika mendengar suara Jordi yang besar, Anya langsung berdiri membawa bayinya dari sana, karena Marsya semakin menangis.

Reygan terdiam. "Papa, tolong percaya sama Reygan, kali ini Reygan bener-bener serius Papa. Reygan sayang sama Jennie, Reygan cinta sama Jennie. Papa, tolong."

Jordi diam, melipat tangannya didepan dada. "Saya nggak akan ijinin Jennie untuk rujuk sama kamu. Nggak akan!"

Jennie menoleh ke arah Reygan, laki-laki itu menunduk sedari tadi. "Papa, Jennie cinta sama Reygan. Dia rela ke Milan, cari-cari Jennie, karena dia cinta sama Jennie. Papa, kasih Reygan kesempatan Pa."

Risa mengelus lengan suaminya. Berusaha menenangkan. "Reygan, kami sekeluarga sudah berusaha memaafkan kamu, atas kesalahan kamu. Tapi, untuk memberi ijin untuk kalian rujuk, maaf Reygan kami nggak bisa. Maaf ya, Reygan." katanya lembut, dengan suara keibuannya.

Reygan menunduk. "Reygan harus apa Pa, Ma, biar Papa sama Mama percaya sama Reygan, kalau Reygan serius?"

Hening kembali. Sementara, Eric hanya diam, memandang semuanya.

Jordi berdiri. "Keluar, saya nggak perlu bukti apapun. Saya nggak ijinin kalian rujuk, Jennie pantas dapat yang lebih baik, dan calon cucu saya, nggak butuh Ayah yang kekanak-kanakan dan emosian kaya kamu! Keluar kamu! KELUAR!"

Reygan berdiri, namun dengan cepat Jennie mencekal tangan Reygan. "Papa, Jennie mohon Pa, kasih Reygan kesempatan lagi, dia udah berubah. Papa please.."

Reygan tersenyum. "Kamu baik-baik disini ya, jangan kemana-mana. Aku pergi dulu."

"Reygan. Nggak, please Gan,"

Jennie berdiri dengan susah payah, mencekal tangan Reygan. "Papa, Reygan pamit, titip Jennie. Reygan permisi."

"Reygan!"

Jennie berlari, ke arah pintu utama. "Reygan, jangan pergi, kita buktiin sama mereka, kamu janji sama aku. Iya kan?"

Reygan memeluk Jennie. "Aku janji, pantang buat aku, ingkar sama kamu. Kamu tetap dirumah, sebisa mungkin aku hubungi kamu. Jaga anak kita, aku pikirin cara biar Papa sama Mama, ijinin kita, karena aku juga perlu cari orang tua ku. Aku janji sama kamu, kita pasti bisa bareng-bareng lagi. Sama dia. Sabar sayang, sabar sebentar lagi."

Jennie menangis, memeluk Reygan. "Janji sama aku, jangan tinggalin aku."

Reygan mencium kening Jennie. "Aku tetap disini, aku udah bilang, gimanapun caranya kan? Kamu tenang. Tunggu aku, ya?"

Jennie mengangguk perlahan. Ketika Reygan mengusap air matanya.

Reygan berlutut, mencium dengan lembut perut Jennie. "Papi janji, everything gonna be okay, secepatnya kita bakal kumpul bareng, Papi, Mami sama kamu. Hold on!"

Jennie meneteskan air matanya. "Jadi, kamu mau kemana? Pulang?"

Reygan mengangguk. "Aku mau pulang dulu, kamu disini aja ya, baik-baik."

Jennie menangis, ketika Reygan berjalan meninggalkannya, dan masuk ke mobil, tangis Jennie kembali meraung, ketika mobil Reygan pergi meninggalkannya.

*****

Jennie duduk di ranjang kamarnya, menghela nafasnya. Berulangkali Risa memanggilnya untuk makan, namun berulangkali juga Jennie diam, mengunci dirinya di kamar.

"Jennie." itu suara Ayahnya.

Mungkin dengan kunci cadangan, Jordi bisa masuk ke kamarnya dan menatap Jennie yang duduk di ranjang. "Kenapa nggak makan malam, nggak kangen memangnya makan bersama?" katanya lembut sambil mengelus rambut Jennie.

Jennie menggeleng. "Lebih baik Jennie nggak usah pulang, kalo ternyata Papa sama Mama egois kaya gini. Mendingan, Reygan sama Jennie nikah siri disana."

Jordi menghela nafasnya. "Jen, Papa tau mana yang terbaik buat kamu, dan Reygan bukan----"

"Apa? Reygan bukan yang terbaik untuk Jennie? Gitu maksud Papa?"

Jordi diam. "Jen, Reygan---"

"Dari dulu Papa selalu egois, Papa nggak tau Jennie senangnya apa, Reygan udah berubah Pa, nggak kaya dulu lagi. Papa jangan mandang Reygan sebelah mata, Jennie lebih tau Reygan dibanding Papa."

Jordi diam. Sementara, diluar pintu kamar ada Risa dan Anya yang terdiam mendengar perkataan Jennie.

"Lebih baik Papa keluar, jangan ganggu Jennie, Papa egois, Jennie mau tidur."

Jordi terdiam, memandang anak bungsunya yang bergerak tidur, menyelimuti dirinya dengan selimut. Dan, memejamkan matanya.

*****

Reygan menatap Gavin didepannya. "Lebih baik lo jujur sama gue, lo tau dimana bokap nyokap gue?!"

Gavin menghela nafasnya. "Gue nggak tau Gan, gue udah bilang berapa kali?"

"Nggak usah bohong! Lo meeting sama mereka waktu gue di Milan! Gue ke kantor bokap gue, gue lihat berkas kerja sama lo, yang di tandatangani dengan tanggal, waktu gue di Milan!"

Gavin terdiam.

"Vin, please. Mereka dimana?"

Gavin menghela nafasnya. "Mereka yang ngomong sama gue, buat nggak kasih tau lo. Jangan buat posisi gue serba salah."

"Gue udah buat Jennie kembali kesini, gue butuh mereka, gue mau minta maaf sama mereka! Vin, please.."

Gavin tersenyum. "Yaudah, gue kasih tau lo, mereka ada di Melbourne. Di villa keluarga lo."

"Serius lo?"

Reygan langsung bangkit. "I need private jet, now!" katanya menelpon seseorang sambil berlalu, meninggalkan Gavin yang terdiam.

*****

Reygan menapaki kaki di Villa keluarga yang sudah sangat lama, tidak dia kunjungi. Mungkin terakhir kali, saat kelas 6 SD, kedua orang tuanya pun, sudah tidak pernah kesini lagi, makanya dia tidak terpikirkan untuk kesini.

Reygan memasuki gerbang kecil sepinggangnya. Disana terlihat, Papanya sedang duduk bersama Mamanya.

"Papa, Mama!"

Keduanya terkejut, mendapati Reygan berdiri di dekat mereka.

Reygan berjalan pelan ke arah mereka, dan berlutut didepannya. "Reygan minta maaf Pa, Ma. Reygan, sadar Reygan yang salah. Maafin Reygan."

Prayoga dan Sera terdiam, menatap anaknya yang terlihat lebih kurus dari biasanya.

"Reygan selama ini cari Papa sama Mama, nggak tau dimana Papa sama Mama. Maafin Reygan Pa, Ma. Maafin Reygan."

Enam bulan lamanya, tidak bertemu Reygan, hanya lewat Gavin mereka tau kabar anaknya. Prayoga menghela nafasnya. "Papa kecewa sama kamu Reygan, kamu selalu egois. Nggak memikirkan orang lain."

"Iya Pa, Reygan salah."

Sera berjalan, membantu Reygan berdiri dan memeluk anaknya erat. "Mama yang minta maaf, nggak ada waktu anak Mama lagi terpuruk. Mama juga salah, maafin Mama."

Reygan memeluk Sera erat.

"Papa juga minta maaf Reygan." Reygan bergantian membalas pelukan Ayahnya.

"Makasih Pa, Ma."

Reygan mengikuti langkah kedua orangtuanya, yang masuk ke dalam villa keluarga mereka. "Reygan sama Jennie udah ada niat, mau rujuk. Tapi, sama Papa Jordi belum di kasih ijin."

"Mau Papa bantu?"

Reygan menggeleng. "Reygan mau usaha sendiri Pa, membuktikan sama Papa Jordi, kalau Reygan serius, Papa sama Mama doain aja. Doain Reygan."

Keduanya tersenyum. Lalu mengangguk.

"Jadi, cucu Mama gimana kabarnya?"

Reygan tersenyum. "Baik, udah jalan tujuh bulan usia kandungannya Jennie. Bentar, lagi Reygan jadi orang tua."

Keduanya tersenyum senang. "Selamat Reygan, jadi, Jennie udah kembali ke Indonesia?"

Reygan mengangguk. "Pokoknya kali ini Reygan serius Pa, Reygan mau berubah,  nggak mau jadi Reygan yang dulu. Demi Jennie sama anak Reygan, Reygan bakal berubah."

*****

Jennie menghela nafasnya, ketika ketukan pintu kembali terdengar. "Makan dulu sayang, kasihan anak kamu." Risa muncul dengan membawa nampan berisi makanan dan susu hamil.

"Mama keluar aja. Jennie kalo laper juga keluar, mending Mama keluar."

Risa menghela nafasnya. "Mama sama Papa kaya gini, demi kebaikan kamu juga kan?"

"Mama sama Papa nggak usah berlagak paling tau kebaikan Jennie, apa salahnya si Ma, nurutin Jennie, waktu Jennie dijodohin sama Reygan, Mama sama Papa ada nanya pendapat Jennie nggak? Tapi, Jennie nurut nurut aja kan?"

Risa diam.

"Ma, Jennie cinta sama Reygan, kali ini Mama sama Papa dengerin Jennie. Reygan yang terbaik buat Jennie. Ma, pleasee.."

Risa masih diam, hatinya sakit melihat putrinya seperti ini.

"Kasih Jennie kesempatan, untuk bahagia dengan pilihan Jennie sendiri, dari kecil Jennie nggak dekat sama Papa, sampe Jennie besar, Jennie diam. Papa dari dulu lebih care sama Kak Anya, tapi Jennie nggak marah. Kali ini, Papa sama Mama bilang, demi kebaikan Jennie? Kebaikan dari mananya Ma! Kalian tau apa, soal Jennie?"

Risa meneteskan air matanya.

"Ma, Papa sama Mama nggak bisa memaksakan kehendak kalian ke Jennie, maaf kalo Mama tersinggung sama omongan Jennie, tapi Jennie mau bahagia Ma, bahagianya Jennie cuman Reygan."

Risa mengelus rambut Jennie dengan lembut. "Mama---"

"Lebih baik Mama keluar, Jennie nggak mau di ganggu."

Belum sempat Risa berbicara, Jennie sudah pergi ke kamar mandi yang ada didalam kamar.

Jennie keluar setelah Mamanya pergi, ponselnya berdering.

Reygan is calling...

"Halo?"

Jennie menangis ketika mendengar suara Reygan yang menenangkan, rasanya rindu sekali, bahkan Jordi melarang mereka bertemu. Sudah tiga hari, mereka tidak bertemu, hormon kehamilannya membuat emosi Jennie sensitif.

"Halo? Kamu nangis lagi ya?"

Jennie menutup mulutnya. "K-kamu dimana? Aku kangen."

Reygan menghela nafasnya. "Jangan nangis sayang, semuanya bakal baik-baik aja. Aku juga kangen sama kamu."

"Papa jahat Gan, dia larang kamu ketemu sama aku." katanya sambil terisak.

Reygan mengalihkan pandangannya ketika mendengar suara Jennie kembali terisak. "Itu artinya aku harus berjuang kan, aku janji semuanya bakal baik-baik aja, Papa sama Mama aku udah ada di Indonesia, mereka udah maafin aku. Masalah aku satu per satu selesai. Kamu tenang ya, aku nggak akan ingkar janji."

Jennie diam, tapi tangisannya tidak mereda.

"Kamu udah makan?"

Jennie mengusap air matanya, berjalan ke arah balkon kamar, dari sini terlihat bodyguard Ayahnya yang berjaga-jaga di bawah.

"Hei, kok diem? Kamu udah makan?"

Jennie menatap langit-langit kamarnya. "Nggak selera, aku nggak laper juga."

Reygan menghela nafasnya. "Makan dulu, dari kemarin kamu ngomong nggak selera, jangan gitu, kamu lagi nggak sendiri, ada anak kita juga. Dia kasihan dong, kamu sakit dia juga ikut sakit. Makan ya?"

Jennie terdiam.

"Mau video call? Aku temenin kamu makan, dari kemarin aku yakin, kamu nggak teratur makannya." katanya lembut.

Jennie meletakkan ponselnya di lampu kamar, sementara dia duduk di ranjang. "Iya, video call."

Tak lama panggilan berubah menjadi panggilan video, membuat Jennie bisa melihat wajah Reygan, setelah tiga hari tidak bertemu. "Makan sayang, aku temenin. Jangan nangis lagi ya,"

Jennie menarik nampan dan makan dengan tenang, sementara Reygan memandang Jennie dengan raut tidak tega.

"Kamu nggak ninggalin aku kan Gan?"

Reygan tersenyum. "Harusnya aku yang bilang gitu ke kamu, aku nggak bakal ninggalin kamu sayang. Aku tetap disini."

"Aku juga nggak bakal ninggalin kamu."

Keduanya berbincang, dengan susah payah Reygan kembali membuat Jennie tersenyum dan tertawa dengan cerita-ceritanya.

"Pa, Mama nggak bisa terus-terusan lihat Jennie kaya gini. Ijinin aja Pa, Jennie sama Reygan."

Jordi melepas kacamatanya. "Papa takut Jennie disakiti sama laki-laki itu Ma. Itu masalahnya."

"Tadi Jennie marah sama Mama, dia ungkit hal-hal yang dulu, waktu Papa pilih kasih sama Anya. Pa, Mama setuju dia rujuk sama Reygan, dia udah besar, bisa tau mana yang baik buat dia, mana yang nggak. Kalo memang, yang terbaik adalah Reygan, Mama setuju."

Jordi berdiri, sambil memandang keadaan luar yang tengah hujan deras. "Mama yakin setuju sama Reygan?"

"Mama yakin, nggak ada seorang ibu yang mau anaknya nggak bahagia. Mama sakit, kalo Jennie terus-terusan kaya gini Pa."

Jordi mengangguk. "Baik, Papa setuju. Kita omongin ini baik-baik ke Jennie."

*****

Reygan berjalan di kantor Jordi. Dan, masuk ke dalam karena kata sekretaris Jordi, laki-laki itu sedang lenggang waktunya.

"Papa."

Jordi berbalik. "Mau apa kamu?"

"Papa tau, kedatangan Reygan kesini dengan maksud apa. Kami saling mencintai Pa, Reygan mohon restui kamu Pa."

Jordi berdecih sinis. "Dengan apa kamu bisa yakinin saya, untuk kembali menyerahkan anak kesayangan saya ke kamu?"

"Papa mau Reygan ngapain, apapun Reygan lakukan demi Jennie. Demi anak Reygan juga, Papa tolong Pa."

Jordi terkejut, ketika Reygan berlutut dihadapannya. Laki-laki itu tampak lelah, dan putus asa. "Papa ngomong sama Reygan, harus apa. Pasti Reygan lakukan."

"Jangan ada kata perempuan lain dirumah tangga kalian, jangan ada main fisik ke anak ataupun cucu saya, jangan main-main sama keseriusan anak saya."

Reygan mengangguk sambil mendongak menatap Jordi.

"Saya nggak mau anak saya tersakiti, Reygan tolong. Jangan sakiti anak saya lagi."

Reygan mengangguk. "Reygan janji Pa."

"Baik, saya ijinkan. Titip anak saya ke kamu, sekali kamu melanggar janji ini, ke ujung bumi sekalipun saya cari kamu."

Reygan tersenyum dan bangkit, mencium tangan Jordi sebagai tanda hormat kepada calon mertuanya.

******

Jennie menatap bingung kedua orangtuanya yang ada di kamarnya. "Mama mau apa? Jennie lagu nggak mood."

Risa tersenyum. "Ganti baju dulu ya, kita mau pergi, kamu nggak bosan dirumah terus memangnya?"

"Papa, Mama pergi aja. Jennie mau dirumah."

Risa dan Jordi memang belum sempat membicarakan masalah ijin ini kepada Jennie. Pasti, Jennie bingung.

"Pake baju ini ya, nanti kalo udah panggil Mama. Oke?"

Dengan malas-malasan Jennie mengganti bajunya dengan pakaian yang dipilih Mamanya.

Lima belas menit memandangi dirinya depan cermin, pintu terbuka. "Udah?"

"Mama mau apa sih Ma, Jennie males."

Risa terkekeh. "Duduk yang manis, Mama mau pakein ini ke kamu."
Jennie hanya bisa pasrah ketika ibunya memoleskan make up ke wajahnya.

"Kita mau kemana?"

Risa memandang puas Jennie yang sudah sangat cantik dengan make-up. "Kita ada acara keluarga, seluruh anggota keluarga harus ada, termasuk kamu dan cucu Mama."

Risa dan Jennie turun ke bawah, disana sudah ada Anya, Eric dan Jordi.

Jordi tersenyum menatap anaknya. "Sudah siap sayang?"Jennie tidak menjawab, hanya melenggang keluar dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Jennie tetap diam walaupun berulangkali Papa atau Mama mengajaknya berbicara, sekaligus bercanda. Bahkan, ketika Anya menawarkan untuk menggendong Marsya, Jennie menolak. Dia sungguh malas, ketika tidak ada seorangpun yang mengerti dirinya.

Risa menggandeng  tangan Jennie membawanya masuk ke suatu tempat.

"Kamu kedinginan sayang?"

Jennie diam, matanya menatap lurus, mengabaikan Mamanya yang mengajaknya berbicara.

Jennie tidak tau ini dimana, yang jelas suasananya damai dan membuat Jennie tenang.

"Dimana mereka Pa?" tanya Risa.

Jordi mengecek ponselnya. "Semuanya udah siap, ayo. Jennie, ayo sayang."

"Papa mau apa? Jodohin Jennie lagi?"

Jordi dan Risa terkekeh. "Enggak, ini acara keluarga kok, jangan cemberut. Nanti nggak cantik."

Jennie mengernyitkan dahinya, ketika menyadari suasana seperti tidak seperti makan malam.

Kaki Jennie melangkah ke arah lilin-lilin kecil bertebaran disana, rasanya damai sekali.

Tiba-tiba musik mengalun, tapi tidak ada siapapun disana, termasuk keluarga dan orangtuanya.

Jennie berbalik ke tempat mereka tadi, tapi kosong. Tidak ada siapapun. "Papa? Mama?"

"Jennie." Suara itu?

Dengan cepat Jennie berbalik. "Reygan?"


Reygan berdiri tepat lurus didepan Jennie, dengan jarak beberapa langkah. Jennie berjalan menghampiri Reygan, kanan kirinya dibatasi lilin dan lampu-lampu kecil.

"Kamu kok bisa disini?"

Reygan tersenyum, menyelipkan rambut Jennie ke belakang telinganya. "Jennie, makasih udah kasih aku kesempatan untuk menebus kesalahan aku dulu. Kamu memang bukan yang pertama di hati aku, tapi kamu anugerah terindah yang pernah kumiliki, kehadiran kamu bikin hidup aku berwarna, jadi indah. Seindah mata kamu.
Waktu kamu pergi, ninggalin aku, hidup aku terbukti hancur berantakan. Bahagianya Reygan, cuman sama Jennie."

Jennie meneteskan air matanya.

"Kamu perjalanan cinta terindah yang pernah aku miliki, perjalanan terjauh yang aku punya, dan kamu yang terakhir disini. I'm happy to be with you."

Jennie mengangguk, sambil mengusap air matanya yang berjatuhan.

"Selama kita menikah dulu, aku nggak pernah kasi apapun ke kamu, malah kamu selalu tersakiti, kamu kecewa sama aku. Aku mau tebus itu kali ini."

Reygan mengecup tangan Jennie, lalu berlutut. "Jennifer Alasya, will you marry me?"

Jennie membulatkan matanya. Terkejut, musik yang terus mengalun dengan lembut, membuat malam ini terasa damai dan tenang. "Tapi Papa gimana?"

"Papa disini sayang."

Jennie menatap keluarganya yang tersenyum, dan menatap keduanya. Lalu menatap Reygan. "Kamu yang bikin rencana ini semua?"

Reygan mengangguk. "Jadi jawabannya?"

"Yes, i will!"

Reygan tertawa, lalu melingkarkan cincin di jari Jennie, lalu memeluk perempuan itu dengan erat. "I love you!"

Jennie membalas pelukan Reygan, menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Reygan. Sementara, Reygan menggoyang-goyangkan tubuh mereka ke kanan dan kiri dengan pelan. "I love you too!" katanya sambil tertawa.

Jennie memejamkan matanya ketika Reygan mendekatkan wajahnya, lalu mencium lembut bibir Jennie. Jennie mengalungkan tangannya di leher Reygan, dan membalas ciuman Reygan.

"Berkat kamu, aku tau, apa itu cinta, berkat kamu, hidup aku berwarna, berkat kamu aku jadi pribadi yang lebih baik lagi, berkat kamu, aku tau rasanya kehilangan sesuatu yang berharga. Berkat kamu, aku bahagia. Jangan pernah pergi lagi dari aku."

Jennie mengangguk. "Berkat kamu juga, aku jadi Jennie yang seperti sekarang."

Reygan tertawa, menatap Jennie yang tersenyum ke arahnya. Sementara, mereka yang ada disana, tersenyum.

Setelah Reygan melepaskan pelukannya, Jennie berbalik memeluk Ayahnya. "Makasih Papa, Jennie minta maaf."

Jordi mengangguk. "Papa juga, semoga bahagia sayang, Papa tetap disini buat kamu, putri kecil Papa."

Jennie mengangguk sambil menangis. Lalu perempuan itu menatap ibunya. "Mama, maaf. Jennie udah marah-marah."

Risa tersenyum. "Nggak apa-apa, Mama jadi tau isi hati kamu, Mama minta maaf sempet nggak mengerti kamu." Lalu memeluk Jennie erat.

Reygan mengangguk sambil tersenyum sambil berdiri di dekat Prayoga dan Sera sambil menatap Jennie tersenyum ke arahnya.

*****
Anaknya mau cowok/cewek?

****
Gimana sama part ini?

*****
Jangan lupa vote dan comment.

Terimakasih sudah membaca cerita ini.

See u next chapter❤️
*****

Continue Reading

You'll Also Like

5.7M 275K 51
Cerita ini bisa membuatmu gila!! Hati-hati jadi SARJANA BUCIN🚫🚫 [Follow dulu sebelum baca] *** Ini tentang Ana si gadis polos dan pekerja keras. Da...
6.5M 334K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
7.6M 673K 92
[SUDAH TERBIT @COCONUTBOOKS - DIJUAL ONINE] -And in the middle of my chaos, there was you.- Celine tidak mengira bahwa hidupnya, bukan, percintaannya...
8.5K 973 40
Baca Season 1 dulu, baru yang kedua. Karena ceritanya nyambung, oki doki.. Daizy dan Aldafi sudah mencapai hubungan yang baru, hubungan yang sama-sam...