Perumahan Bahagia ✓

Por erinsarchive

127K 19.9K 5K

"Apaan perumahan bahagia? Aku bentar lagi sedih." - Adelia 20th Más

Untitled Part 1
Untitled Part 2
Untitled Part 3
Untitled Part 4
Untitled Part 5
Untitled Part 6
Untitled Part 7
Untitled Part 8
Untitled Part 9
Untitled Part 10
Untitled Part 11
Untitled Part 12
Untitled Part 13.
Untitled Part 14
Untitled Part 15
Untitled Part 16
Untitled Part 17
untitled part 18
Untitled Part 19
Untitled Part 20
Untitled Part 21
Untitled Part 22
Untitled Part 23
Untitled Part 24
Untitled Part 25
Untitled Part 26
Untitled Part 27
Untitled Part 28
Untitled Part 29
Untitled part 30
Untitled Part 31
Untitled Part 32
Untitled Part 33
Untitled Part 34
Untitled part 35
Untitled Part 36
Untitled part 37
Untitled part 38
Untitled Part 39
Untitled Part 40
Untitled Part 41
Untitled Part 42
Untitled Part 43
Untitled Part 44
Untitled Part 46
Untitled Part 47
EPILOG

Untitled Part 45

2.2K 311 74
Por erinsarchive

Perlu waktu selama 4 bulan lebih, untuk akhirnya Adelia bisa bertemu kembali dengan Adimas. Itupun karena para perumahan bahagia ini memutuskan untuk berkunjung ke Jakarta dalam rangka menjenguk Safira yang satu bulan yang lalu melahirkan.

Perjalanan ke Jakarta ditempuh dengan mobil. Mencoba Tol Trans Jawa, begitu kata Randi suatu hari, saat mencetuskan untuk mengenguk Safira. Berbekal chat pendek di grup, dan manusia penuh ke-impulsifan, sehingga sebulan kemudian mereka memutuskan berangkat. Dari Malang, mereka berkumpul dulu di rumah Oriel di pasuruan, menunggu Tama dan Sherina, sebelum akhirnya beriringan menuju Jakarta. Kalau Tira dan Lumina, sudah berada di Jakarta semenjak beberapa minggu yang lalu, dikarenakan tempat residen beserta tempat Tira mengambil spesialis berada di Jakarta. 

"Lucunyaa." Begitu kata Rain dan Raleen saat melihat bayi mungil yang baru berusia satu bulan yang tidur di kasur tersebut. Sementara Shema dan Niel yang memang belum tahu apa-apa, hanya melihat dalam diam. 

"Kalau kayak gini, perjodohan baru bisa dilakukan kalau Milena punya anak." Kata Randi, yang tentu saja di jawab dengan dengusan oleh Azio. 

"Siapa yang mau menjodohkan anakku dengan anakmu?" Sahut Azio kemudian, sementara Safira hanya tertawa. 

"Antara Shema dan Aira, pilihan yang sulit buat Rain." Ujar Randi lagi. 

"Kalian tuh, kalau ngasih nama kok mainstream sih. Pasti Aira tuh dari Azio dan Safira, iya kan? Dari mbak Aileen sama Mas Randi, nama anaknya nama gabungan Ayah sama Ibunya Rain, Raleen. Terus mbak Sherina sama Mas Tama juga jadinya Shema. Paling cuman Mas Oriel sama mbak Indrani aja yang nggak gabungan." Celetuk Adelia. 

Indrani menggelengkan kepalanya, tetapi tidak dapat menahan tawanya. "Kita juga gabungan kok benernya. Niel tuh Indrani dan Oriel, tapi dijadikan permainan kata aja jadi Daniel. Ni-nya dari aku, El-nya dari Oriel." 

Adelia yang merasa terkhianati, kemudian menoleh ke arah Dipta dan Milena, "Please kalian nanti kalau punya anak jangan gabungan nama." 

Milena terbahak, secara melirik Dipta. "Jujur ya, semenjak tahu nama anaknya mas Zio sama mba Safira itu Aira, kita langsung mikir nama gabungan apa yang lucu gemes, kalau kita punya anak nanti. Kayaknya lebih lucu itu."

"Iya kalau satu, kalau kembar?" Tanya Adelia tidak habis pikir.

"Ya Aamiin." Kata Dipta, sementara Adelia hanya memutar bola matanya.

Lumina yang melihat kesempatan emas, tentu saja tersenyum terselubung. "Emang kalau Adelia, mau bikin nama anak kayak gimana sih? Coba, kasih tahu mbak."

"Entar dipakai lagi." 

"Loh udah ada?" Tanya Sherina, dengan raut wajah yang lucu, sesekali melirik Adimas hanya diam saja duduk di pojok ruangan. 

"Udah dong, aku semenjak mainan the Sims, udah punya nama-nama bagus."

"Bapaknya emang setuju, kalau nama anaknya itu?"

Adelia sudah siap membalas pertanyaan Tira tersebut, tetapi terhenti saat sadar semua mata dan raut wajah sudah berubah menjadi jahil. Adelia kemudian berdeham, lalu berkata. "Nggak jadi." yang menimbulkan tawa. 

"Pak, gimana nih pak, ibunya udah punya nama anak nih pak. Tolong disegerakan." Celetuk Tama, sementara Adimas hanya berdeham.

"Kalian di jakarta sampai minggu kan?" Tanya Azio. Posisinya hari ini memang hari jumat. Sementara Kamis kemarin libur, sehingga mereka berangkat dari kamis pagi, beristirahat sebentar di hotel ketika sampai dan datang ke rumah Azio setelah sholat jumat

"Ayahnya anak-anak sampai minggu, kita sampai senin. Kita pulang naik pesawat. Kasihan kalau harus naik mobil lagi." Kata Sherina. 

"Lho, kerjanya?"

"Cuti senin." Jawab Indrani. "Semuanya sudah diatur, pokoknya kita bisa main disini agak lama. Kan mau lihat Aira." 

"Aduh, aku jadi terharu." Kata Safira lagi. 

Sebenarnya, di grup yang satu lagi. Grup yang sudah lama mati, kemudian di hidupkan itu, para penghuni perumahan sebenarnya memiliki rencana misterius. Mereka berdoa agar yang satu ini berlayar, dan benar-benar berlayar. 

*** 

PASUTRI GEJE

Randi merubah nama grup menjadi  MENUJU ADEK MAS HALAL 20XX

Azio

Anjir

Tama

heh
ini kalau semua pada lihat hape
ntar curiga

Randi mengundang Adimas

Lulu

eh, jangan pada ketawa gitu
liat itu Adel 

Oriel
yang nggak lihat hape cuman Safira
alihkan perhatian woy

Adimas

apa nih?

***

Adelia mengedarkan pandangannya, hanya untuk melihat beberapa orang memasukkan handphonenya ke saku masing-masing. Kemudian dia mendekati Safira yang memang sedang di kelilingi anak-anak kecil yang amaze melihat bayi mungil yang dari tadi hanya memejamkan matanya.

"Aku buat makan malam ya." Kata Indrani. "Yang, ambil bahan makanannya" lanjut Indrani dengan melirik Oriel yang dengan segera bangun dari tempatnya, diikuti Tama yang memang memegang kunci mobil. 

"Aduh jangan repot-repot." Kata Safira. 

Jadi memang tadi, sebelum ke rumah Azio, mereka sempat mampir ke supermarket terdekat, untuk membeli bahan makanan yang memang ingin mereka makan. Mereka tahu mereka tamu, jadi seharusnya di jamu, tetapi perumahan bahagia ini sudah seperti keluarga sendiri, jadi mereka lah yang mempunyai niat untuk menjamu tuan rumah. Rata-rata dari mereka tahu bahwa punya anak kecil memang butuh perhatian khusus, jadi dibandingkan mereka merepotkan, jadi mereka yang membantu. Toh, mereka datang ke rumah Azio juga tiba-tiba, jadi mereka tidak minta di jamu.

"Adel, temani mba Safira aja ya." Kata Lumina sambil berdiri dari duduknya.

Adelia tentu saja, dengan senang hati menemani Safira. Memperhatikan bayi mungil, lebih menarik dari pada masak di dapur. 

Azio ikut berdiri, berniat melarang, tetapi para wanita di perumahan adalah wanita yang luar biasa keras wataknya, jadi Azio mau tidak mau mempersilahkan. 

"Dim, aku pengen ice cream deh." Mendengar kata ice cream, terutama yang mengucap adalah ayahnya sendiri, membuat Raleen dan Rain tiba-tiba turun dari kasur, membuat Aira kaget dalam tidurnya, sehingga bergerak. Shema dan Niel hanya memperhatikan si kecil Aira, sambil sesekali melihat Adelia yang mempermudah jalan Raleen dan Rain turun dari kasur. 

"Aku mau, ayah!" Kata Rain dan Raleen, sebelum melihat sang ibu, meminta persetujuan.

Aileen hanya bisa menggelengkan kepalanya.  "Belum makan. Kok udah makan ice cream?" 

"Nggak papa." Ucap Randi. "Beli sekarang, makan nanti. Anter aku ya, Dim. Aku nggak tahu jalan." 

"Naik motor?"

"Mobil aja. Barang-barangnya anak-anak pindah ke mobilnya Tama aja." Kata Randi.

"Mau kemana sih, Yah? Kok pakai di pindah?" tanya Aileen.

"Ya barangkali macet."

"Mau kemana macet?" tanya Aileen lagi.

"Udah nggak papa mbak," Kata Sherina seraya mengerlingkan matanya. Namun yang dikerling tidak paham.

"Aku ikut mas, mau beli chiki." Tira menyahut. 

Lumina kemudian melipat tangan ke depan dadanya, "Alah, bilang aja nggak mau bantuin masak." Ucap Lumina, sementara Azio menghela napasnya. 

"Makanya ku bilang, kalian nggak usah masak." 

Tapi anehnya Lumina malah menggelengkan kepalanya pelan, membuat bingung, karena ucapan dan tingkah laku berbeda jauh.

"Grup chat." lanjut Lumina lagi, dan barulah Azio sedikit paham. "Mending mas Zio bantuin kita masak. Mas Oriel ama mas Tama juga kalau udah mindahin barang, ntar juga masuk."

***

"Beli ice cream di Alfamart aja kan?" Tanya Adimas.

"Melawai aja Dim." Ucap Tira.

Mendengar kata Melawai, Dimas mengerutkan alisnya. "Ngapain kita ke Melawai mas? Jauh banget? Lagian emang di Melawai ada ice cream apa?"

"Ada toko emas tapi." Ujar Tira lagi. 

"Toko emas? Ngapain mas Tira ke toko emas? Kan mau beli ice cream."

Randi yang duduk di belakang bersama Rain dan Raleen yang duduk di Car Seatnya, hanya bisa menghela napas. "Kita ini mau bantuin kamu cepet halal sama Adel."

"Terus?" 

"Ya kita bantuin dari kamu pilih cincin, lah. Buat ngelamar."

Dimas melirik Tira yang duduk di sampingnya, dan melirik Randi dari rearview mirror mobil milik Randi, dan tertawa. Sampai-sampai Raleen dan Rain saling lihat. 

"Sorry sorry, kalian itu kok--" Dimas berjeda, berusaha menghentikan tawanya. "--kalian tidak perlu khawatir soal itu." lanjutnya setelah tawanya berhenti. "Kita ke Superindo saja ya beli ice cream." Lalu Dimas membelokkan mobilnya ke Superindo terdekat.

***

Melihat Randi dan Tira masuk setelah pergi selama 15 menit lebih, membuat Tama dan Oriel mengerutkan alisnya. Bukannya mereka tadi berencana untuk pergi cukup lama? Kenapa sudah pulang? 

MENUJU ADEK MAS HALAL 20XX

Tama

Kenapa kok udah pulang?
nggak jadi beli cincin?

Tira

apaan
udah punya dia

Dimas

makanya
kalau mau punya rencana tuh
kasih tahu aku dulu

Azio

jadi tadi tuh mau beli cincin?

Dimas

loh mas Zio nggak tahu?

Azio

nggak
tadi Lulu sempat bilang grup chat
jadi aku inget namanya doang,

Oriel

ada grup yang mau ke sini
mbak Aileen nggak tahu soalnya nggak di invite mas Ran
makanya tadi kayak gitu

Tama

terus kayak gimana cincinnya?

Dimas

rahasia lah

Dipta

Aku pikir kenapa ini hape kok getar terus
ternyata lagi ngobrol
kalian tuh kenapa nggak ngobrol pakai mulut sih
kalian nunduk semua megang hape gitu malah dilihatin tuh sama Aileen

Tira

kapan mau ngelamarnya?
mau dibantuin nggak?

Dimas

bukan sekarang sih

***

dan semua menggerutu, mengeluarkan desahan kesal, membuat Aileen mengerutkan alisnya bingung.

"Lagi pada main PUBG kali mba." Ujar Sherina, lalu mendorong Aileen kembali masuk dapur.

***

Dimas

kita masih jadi temen tapi mesra

Tama

tiga bulan dan masih teman tapi mesra?

Dimas

aku nggak mau buru-buru

Oriel

ayolah, Mas
dia bahkan udah punya nama anak buat kalian
itu nggak buru-buru

Dimas

Tunggu mas Tira nikah dulu deh
biar tinggal kita

Azio

capek gue

***

"Dek," terus Azio masuk ke kamarnya, dan menutup pintu kamarnya.

"Dek?" Ulang Indrani, menengok apa yang terjadi di luar dapur. 

"Safira ada di kamar kok kayaknya tadi." Kata Aileen. 

"Ya tapi ngapain nutup pintu kamar?" Tanya Milena, kurang paham.

"Ada anak aku di dalam." Kata Sherina tiba-tiba panik.

"Panik kamu tuh nggak beralasan mbak, emang mau ngapain mas Zio di situ sama mbak Safira sama Adek di dalam?" Ujar Lumina sambil menggelengkan kepalanya. "Mending mbak Sherina angkat tuh mendoannya. Ntar kematengan nggak enak."

*** 

Dipanggil Azio, dan tiba-tiba ditutup pintu kamarnya, tentu membuat Adelia kaget. Shema dan Niel juga yang tadi diam saja, ikutan kaget. 

"Nggak papa." Kata Safira, menenangkan dua anak kecil yang super anteng. Dari tadi Shema dan Niel tidak melakukan apapun selain melihat Aira yang sedang tertidur. Berbeda dengan Rain dan Raleen tadi yang berulang kali menganggu anaknya dengan menoel-noel lengannya, atau menyentuh pipinya. 

"Dek,--" Ucap Azio lagi. Sebenarnya semua perkataan sudah ada di kepalanya. Kamu sampai kapan kayak gini terus sama Dimas? Kamu kenapa kayak gitu sama Dimas? Emang kamu nggak suka lagi sama Dimas? tapi, dia ingat ada tiga anak kecil di kamarnya. Energi negatif dari dirinya, akan mempengaruhi anak-anak ini, jadi dia mengambil napas panjang, sebelum duduk di sebelah Safira. "--kamu bahagia nggak?"

"Konteksnya apa?" Tanya Adelia. "Kalau ngeliat Aira termasuk, ya aku bahagia." 

"Sama Dimas." Kata Safira kemudian. Seakan tahu apa yang membuat Azio uring-uringan. "Dimas tuh, biar diem gitu, sebenarnya mikirin kamu loh Dek. Sorry ya kita nosy, tapi kita tuh sebenarnya sayang sama Dimas. Dia juga sama bersalahnya sama kamu. Pulang dari Kalimantan waktu itu, dia minjem hape kita buat nanyain kabar kamu. Inget nggak? yang mas Zio nge WA kamu? Nanya kabar kamu gimana? yang nanya kamu sekarang kerja di mana? yang nanya kamu udah punya pacar atau belum? itu dia pakai hapenya Zio. Karena dia juga nggak berani buat ngehubungin kamu. Dia tahu dia nyakitin kamu, karena pergi kepedalaman, nggak ngasih kabar kayak gitu." 

"He love you. You know that?" Tanya Zio.

Adelia menganggukkan kepalanya. "Aku juga, cuman memang agak sulit mas. Maaf ya, aku ngecewain mas Zio sama mbak Fira." 

Safira menggelengkan kepalanya, tidak setuju. "Kamu nggak ngecewain kita. Asal kamu bahagia, cuman jangan gantungin Dimas juga ya." 

"Susah mbak, Mas, buat menata hati. Aku juga mau nikah, punya bayi kayak Aira, bahagia berdua sama dia, cuman masih sakit kalau diingat, padahal itu bukan salahnya dia. Aku marah sama diri aku sendiri yang nggak percaya. Aku takut, kalau aku bikin dia sakit hati lagi. Masalahnya bukan di dia, tapi di aku. Aku butuh waktu untuk percaya bahwa aku--aku nggak akan ngelakuin itu lagi ke dia. Dia terlalu baik untuk aku sakiti."

"Kalau gitu, lepasin aja dia buat yang lain." Ujar Zio. "Kalau kamu ngerasa dia nggak pantas sama kamu, atau kamu ngerasa bahwa kamu akan nyakitin dia lagi, mending kamu lepasin aja dia." 

Adelia melihat Azio, bersiap mengeluarkan kata-kata yang pantas di ucapkan, tetapi Azio lebih cepat melanjutkan ucapannya. 

"Kamu tuh egois. Kamu juga nggak berusaha--"

"Mas Zio." Tegur Safira, saat melihat Shema dan Niel terlihat ketakutan. "Ayo Shema sama Niel ikut tante keluar, yuk." 

Dua anak kecil tersebut, turun dengan pelan, dibantu Adelia juga, sebelum akhirnya pintu terbuka, dan terlihat beberapa orang di depan pintu. Berdeham. 

"Anaknya di ambil dulu pak," Kata Safira berusaha tersenyum, lalu kembali lagi untuk mengendong Aira. "Selesaiin" Lalu pintu ditutup Safira, saat dia keluar.

"Kenapa sih?" Tanya Tama, seraya menggendong Shema. Sementara Oriel mengendong Niel.

"Dimas, aku pinjam kamarnya ya."

"AC-nya aku nyalain bentar mbak." kata Dimas seraya masuk ke kamarnya, dan menyalakan AC.

"Mbak, aku kepo." Kata Tama.

"Biasa Zio nggak suka kalau anak sulungnya di kerjain Adek." 

Oriel lalu menganggukkan kepalanya, paham. Randi, anehnya tetap duduk di ruang tamu, bermain bersama Rain dan Raleen. 

"Kita itu harus stop deh ikut campur." Ucap Aileen tiba-tiba. "Biar Dimas sama Adek sendiri lah yang nyelesaiin. Mereka udah gede, kita tuh udah nggak perlu ikut campur. Udah aku bilang kan, Yang." Kini Aileen menatap Randi, yang membalas tatapan Aileen dengan pandangan polos.

"Aku loh nggak ngapa-ngapain. Aku cuma duduk disini main sama anak-anak." 

"Suami takut istri." Bisik Dipta, dan Milena yang ada di depan Dipta hanya menganggukkan kepalanya. "Paling nanti Mas Dipta gitu juga sama aku."

"Sudah jelas." 

***

"Aku nggak egois." Adelia menjawab dengan nada sedikit tinggi. "Aku itu malah ngasih dia kesempatan buat liat yang lain. Kalau dia mau sama yang lain terserah."

"Ya bilang. Jangan ngasih harapan begitu." 

"Aku--kenapa sih mas? biarin aja aku sama mas Dimas mau gimana."

"Gimana mau biarin aja? Doanya Dimas kalau lagi sholat malam itu loh, Del. Di dalam doanya dia ada kamu, tapi kamunya kayak gini.  Aku dulu boleh ada di kapal kamu sama Dimas. Sekarang aku nggak akan gitu lagi."

"Mas nggak lihat dari sisi aku, apa?"

"Apa yang harus aku lihat dari sisi kamu? Kamu yang bikin kesalahan sendiri kan? Kamu yang membuat kesalahan itu, kenapa kamu harus memaksakan Dimas untuk mengerti kamu? Kamu yang punya prasangka buruk, kenapa kamu harus membuat orang lain menderita untuk itu?"

"Makanya kan aku nggak jadian lagi sama dia. Aku jadi teman." 

"Teman yang ada di doanya Dimas. Apa susahnya sih untuk mencoba, memulai dari awal, memulai punya hubungan yang benar lagi? Apa susahnya?"

"Terus kalau aku nuduh mas Dimas macem-macem lagi gimana?"

"Itu yang harus kamu hilangin. Kebodohan kamu itu, yang kamu hilangin. Kalau kamu kayak gitu, berarti kamu yang nggak berusaha untuk percaya sama Dimas. Anak kayak gitu, kamu tuduh selingkuh, meanwhile dia di sana selalu inget kamu terus, that stupid of you." 

"Dia juga nggak berusaha untu--" Tapi Adelia tahu, kalau Dimas berusaha. Dianya saja yang memblock  nomor tersebut. "Terus maunya mas Zio apa?"

"Udahlah, jauhin aja Dimas. Udah,nggak adalagi Pasutri geje atau apaan itu yang berbau kamu sama Dimas. You're not worthy."

"Memang mas Azio siapa, kok bisa bilang aku nggak worthy?"

"Kamu nggak membuktikan apa-apa ke Dimas, kalau kamu sedang berusaha. Kamu cuman buat dia penuh harapan, tapi kamunya stuck di tempat yang sama. Harusnya Dek, kalau kamu tahu bahwa kamu juga salah, kamu sudah mulai membuka diri, menata diri, bahwa kamu itu nggak akan mengulangi hal yang sama. Kalau kamu terus-terusan bilang mau berusaha, sementara ini sudah 3 bulan berjalan, tapi kamunya saja masih seperti itu, terus aku harus percaya siapa? Kamu mau kasih waktu berapa bulan lagi buat Dimas? 6 bulan? setahun? dua tahun? Biar sama rasanya? Kamu tuh nggak ngerasa salah sama sekali." 

"Nggak mudah mas,--"

"Nggak mudah untuk apa?  Kalau kamu bilang kamu Trauma, ku kasih tahu ya, kamu itu trauma atas kesalahan kamu sendiri. Kalau kamu tahu kamu salah, harusnya kamu memperbaikinya, bukan menjadikan itu alasan untuk seperti sekarang. Randi nggak akan bilang kayak gini ke kamu, aku yang bisa." 

"Mas terlalu banyak ikut campur."

"Kamu cuman nggak mau setuju atas apa yang aku bilang. Kamu itu dari awal nggak pernah ngerasa bersalah sama sekali. Kamu itu cuman nyalahin Dimas terus di kepala kamu. Kalau kamu mau membuka pikiran kamu, kamu bisa lihat ini tuh simpel. Simpel banget." 

"Terserah." Lalu Adelia membuka pintu kamar, dan menutupnya.

*** 

"Sebenarnya mas Zio kenapa sih, mbak?" Tanya Dimas.

"Dia lagi marahin Adel--"

Mendengar kata itu, Dimas segera berdiri, tetapi di tahan Safira. "Biarin. Biar Adel kebuka sedikit pikirannya."

"Mas Azio nggak berhak ikut campur dong mbak. Ini urusan aku sama Adel."

Safira menghela napasnya. "Aku tahu, tapi kamu sadar kan setiap kamu singgung mengenai kapan bukan jadi teman tapi mesranya, dia selalu ngeles, bilang belum siap terus. Padahal, itu salah dia sendiri. Dia yang nuduh kamu punya selingkuhan, dia juga yang mutusin kamu, dia juga yang dicari nggak bisa." 

"Tapi itu juga salah aku mbak, nggak sepenuhnya salah dia." 

"Oke, then, kamu udah berusaha untuk membuktikan bahwa kalian memulai dari 0, dengan terus-terusan bersikap baik, dan membuat dia percaya kan? Tapi dia? Dia terus-terusan menghindar, mengelak, begitu terus. Azio jengah dengan sikap Adelia yang egois seperti itu. Menurut Zio, Adel itu nggak pernah merasa bersalah sama kamu sama sekali. Dia pikir, maksudku Adel, hanya dia yang tersakiti. Kamu nggak. Padahal kamu juga berusaha, dan dia tahu itu. Azio bilang suatu hari padaku, kalau Adel itu seperti playing victim, padahal dia sendiri yang playing victim,"

Dimas menggelengkan kepalanya. "Mbak, kalau aku liat Adel ngepost foto sama cowo, mesra, aku juga akan berprasangka buruk. Apalagi kalau Adel nggak bisa dihubungi, aku pasti ngerasa dia selingkuh. Dia nggak salah berpikiran seperti itu ke aku. Aku pun pasti akan gelap mata dan memutuskan dia kalau seperti itu kejadiannya. Aku juga nggak akan semerta merta, menerima penjelasan apapun dari Adel, karena bagi aku dia merusak kepercayaan itu. Dua tahun mbak, dua tahun dia hidup dengan pikiran bahwa aku merusak kepercayaannya. Lalu saat aku kembali, dia diharapkan untuk menerima aku kembali, itu nggak masuk akal. Aku memang berdoa sama Tuhan untuk di dekatkan lagi dengannya, memiliki hubungan selain teman tapi mesra ini, tapi kalau Adel tidak mau, ya udah."

"itu yang Zio nggak mau. You deserve better. Gitu katanya."

"Bukan mas Zio yang menentukan mbak, aku yang nentuin."

"I know, kamu udah dewasa, Mas. Cuman Azio tuh gimana ya, mungkin dia juga ngerasa bersalah. Dia kan yang ngasih tahu kamu kerjaan di kalimantan, yang kerja sama sama China jadi kerjanya gitu banget sampai nggak ada cutinya, dan setelah kontrak dua tahun baru bisa pulang. Mungkin dia ngerasa bersalah buat kamu, jadi dia pikir dengan sedikit memaksa Adel, itu bisa membuat semuanya lebih baik. But, you know, kadang figure seperti Zio juga kamu butuhin. Adel terlalu banyak yang sayang, jadi kadang dia nggak tahu kejelekannya dia sendiri. Ntar malam, kamu ajak pergi aja. Sampaikan maafku juga ya buat Adel, bilang Azio nggak bermaksud." 

Suara pintu di buka, membuat percakapan Dimas dan Safira terhenti. Safira mengerutkan dahinya karena melihat Adelia masuk ke dalam kamar.

"Kamu kenapa, Dek?" Tanya Dimas saat melihat Adelia terlihat kusut. Well, dia sebenarnya sudah tahu, tapi ada baiknya untuk bersikap tidak tahu. 

"Ya udah aku pindah lagi." Kata Safira, seraya mengendong Aira yang mulai bangun semenjak dipindahkan ke kamar Dimas. 

Sepeninggal Safira, dan pintu yang tertutup, Dimas menghampiri Adel yang berdiri di tempat yang sama dari tadi. 

"Kamu kenapa?" Tanya Dimas sekali lagi, tapi kali ini memeluk Adel, sementara yang dipeluk membalas pelukan itu.

"Kangen."

Dimas terkekeh "Aduh," lalu mengacak rambut Adel pelan. "Nanti malam kencan yuk. Aku ajakin makan cireng." 

Adel mendongak. "Kok cuman cireng?" 

"Mau makan taichan senayan nggak? Nanti kita naik MRT," 

"Maaf ya." 

"Maaf kenapa? Kamu kentut?"

Adel memukul lengan Dimas, tapi akhirnya tertawa. "Ih,"

"Loh beneran?"

"Nggak!" 

"Terus maaf kenapa?"

"Aku salah--"

"Dek, kan udah aku bilang kita mulai dari 0. It's okay. Jangan minta maaf lagi. Nggak ada yang perlu dimaafin, atau di minta maafin. Kan waktu itu udah ada perjanjian tidak tertulis." 

"Tapi mas Azio,--"

"Mas Azio ya mas Azio, kita ya kita. Mau hubungan kita kayak siput juga nggak papa. Okay? It's okay, and it's really okay. Mas Zio tuh--kalau pakai bahasa kamu, nggak percaya sama kamu. Dia butuh waktu untuk percaya sama kamu. Kalau aku, aku udah percaya sama kamu, jadi aku bakalan nunggu. Kita juga masih muda, dont worry." 

"Sayang banget sama mas Dimas."

"Aduh, jadi pengen yang nggak-nggak nih."

Adel sekali lagi memukul lengan Dimas "ih!" 

tetapi setelahnya hanya terdengar tawa.

***

Seguir leyendo

También te gustarán

47.2K 5.7K 15
Kisah dari Seokjin dan Joohyun
14.8K 1.1K 22
"SO MUCH MORE WAS SAID IN THE UNSAID." (Lebih banyak lagi yang dikatakan dalam kata yang tak terucapkan.) "Apa aku tidak pantas untuk bahagia?!" "In...
76K 6.9K 27
Seulgi merasa sangat bahagia saat Sehun membalas cintanya, tapi apakah Sehun benar-benar mencintainya?
48.5K 2.3K 23
#DrakorSeries Kisah ini bermula ketika sepasang insan ini bertemu dalam sebuah project yang sama. Republish : 1 Agustus 2020 Story by @chocolatterys...