How To End Our Marriage

By pinetreeforest

1.5M 227K 24.9K

Keputusan sang Mama menjodohkan Evelyn dengan Wira menjadi satu-satunya jalan keluar untuk Evelyn bisa hengka... More

N O T E
1 - How to Know Who You Are?
2 - How to Break Up Properly?
4 - How to Make Friends?
5 - How to Look Less Stupid?
6 - How to Be a Good Public Figure?
7 - How to Not Fall in Love?
8 - How to Unheard?
9 - How to Heal a Broken Heart?
10 - How to Comfort a Broken Hearted Woman?
11 - How to Live My Life?
12 - How to Hold Up My Feelings?
13 - How to Cope with a Broken Heart?
14 - How to Know the Right Judgement?
15 - How to Not be 'Sinting'?
16 - How to Turn Back Time?
17 - How to Get Out of This Mess?
18 - How to Run Away?
19 - How to be Kind?
20 - How to Get Out of This War?
21 - How to Not Get Married?
22 - How to Face Regret?
23 - How to not be Awkward?
24 - How to Talk About the 'Thing'?
25 - How to Survive? #1
26 - How to Survive? #2
27 - How to Stop the Time?
28 - How to Ignore Netizen's Comments?
29 - How to Skip Your Wedding Day?
30 - How to Spend the First Night?
31 - How to Cope with a New Normal?
32 - How to be a Cloud?
33 - How to Look Like a Lovey-Dovey?
34 - How to Make a Plan for Pregnancy?
35 - How to Take Care of a Sick Person?
36 - How to sleep?
37 - How to be Not Kind?
38 - How to Prove that She is Wrong?
39 - How to Not Look Vulnerable?
40 - How to Tell You That It's Real? (1)
40 - How to tell you that it's real? (2)
41 - How to Act Like Usual?
42 - How to Know Your Own Feelings?
43 - How to Control Yourself?
44 - How to End Our Marriage?
45 - How to Remember?
46 - How to be Greedy?
47 - How to Have Faith in You?
48 - How to Go on a Date?
49 - How to Play Pretend?
50 - How to be Okay? (1)
50 - How to be Okay? (2)
51 - How to Go on Honeymoon?
52 - How to be an Artist?
53 - How to Fulfill Netizen's Standard?
54 - How to Have a Baby?
END - 55 - How to be not Surprised?

3 - How to Control My Mom?

35.8K 4.5K 255
By pinetreeforest

"Kamu karena belum kenal aja, kali. Ini kan baru pertemuan pertama. Siapa tau mungkin first impression agak jelek, tapi ternyata setelah kamu kenal dekat, ternyata nggak sejelek itu."

"Hmmm ...." Evelyn hanya menggumam menanggapi Mbak Titi. "Mungkin. Tapi yang jelas dia bukan tipeku banget."

Mbak Titi tergelak. Mengingat sepak terjang Evelyn di dunia percintaan yang hanya kencan dengan pria-pria yang mengajaknya jalan, Mbak Titi sangsi Evelyn memiliki pria idaman. Evelyn hampir tidak pernah menolak siapa pun karena tidak sampai hati untuk menolak, kecuali beberapa yang terkenal playboy dan PK-alias Penjahat Kelamin.

"Mbak nggak tau kamu punya tipe pria idaman?" tanya Mbak Titi sambil menaikkan salah satu sudut bibirnya seolah sedang mencibir.

Evelyn tertawa terbahak-bahak saat ucapan Mbak Titi benar-benar membuatnya tersinggung. "Sial! Punya, lah!"

"Kalo kamu punya, kamu nggak akan pacaran sama Dino, Edward, Rexy, Leon. Mereka berempat bahkan masing-masing personality-nya berkebalikan. Kamu juga nggak akan pacaran sama Ryan, Peter, Tirta, Beni, Satrio ...."

"Perlu, ya, disebutin semua?!" pekik Evelyn hingga bangun dari posisi tidurnya. Ia mendelik jenaka pada Mbak Titi, pura-pura marah karena ia jadi terkesan seperti wanita yang suka mempermainkan para pria.

"In case kamu lupa ...." Mbak Titi mengangkat kedua tangannya, menahan Evelyn untuk mengendalikan emosi walaupun ia tahu Evelyn hanya berpura-pura kesal terhadapnya. Tak lama suara tawa langsung membahana di seluruh ruangan apartemen yang biasanya sepi itu.

"Wira tuh ... dia off-limit," ucap Evelyn setelah ia dan Mbak Titi terdiam karena kelelahan tertawa. "Yah, mungkin dia baik untuk jadi teman. Tapi, as a lover, kayaknya kurang menantang."

"Once again, kamu baru ketemu dia sekali!"

"Ya, itu emang summary aku setelah ketemu dia sekali dan kayaknya akan gitu selamanya. I'm pretty sure about my judgement."

***

Bogor, 30 Juli 2016

Wira sedang duduk di sebuah saung ketika ia menyapa beberapa buruh kebun yang lewat. Kebun mamanya ini sebenarnya tidak terlalu luas, tetapi Mama juga jarang berada di sini, jadi ia memberdayakan orang-orang sekitar untuk mengurus kebunnya saat ia tidak bisa datang. Tanamannya juga bermacam-macam karena memang bukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Hanya untuk memenuhi kebutuhan dapurnya sendiri dan kedai kakak iparnya saja.

Wira kemudian terpaku menatap keranjang-keranjang kecil berisi selada, kol, wortel, apel, dan jeruk. Bukan sebesar keranjang panen, tapi tetap saja banyak! Wira menoleh ke kiri, terlihat mamanya datang dengan sekeranjang paprika hijau.

"Ini kurang nggak, ya, buat seminggu?"

Wira mengernyit bingung. "Ma, aku nggak bisa masaknya. Mau sebulan juga nggak bakal abis. Perasaan Mama udah tau kalau aku nggak punya bakat di dapur?"

Tanpa repot-repot menoleh pada Wira, Bu Liana menjawab, "Siapa bilang ini buat kamu? Mama, kan, mau titip untuk Evelyn."

Wira menatap ngeri keranjang-keranjang itu bergantian dengan wajah berbunga-bunga mamanya. "Siapa yang mau mama titipin?"

"Ya, kamu, lah!"

Wira meringis ketika tangan Bu Liana melayang ke arah lengannya. Cepat-cepat Wira menggosok kulit lengannya yang terasa panas sambil mendesis.

"Ma, aku belum kenal. Aku bahkan nggak tau di mana alamat dia di Jakarta." Wira lebih ngeri membayangkan harus membawa buah dan sayur itu ke bandara dan membungkusnya rapat agar tidak rusak, belum lagi kemungkinan terancam ditangkap petugas imigrasi karena menyelundupkan sayur-sayur ini. For God's sake, Wira bukan paman dari desa! Oh fuck, bahkan lagu anak-anak itu sudah berputar di kepalanya.

"Mama cuma nyuruh kenalan, ya, aku sama Evelyn masih mengenal," lanjut Wira.

"Iya, iya, Mama denger. Kamu udah ulangin itu berkali-kali. Mama belum pikun."

"Terus?" tanya Wira menuntut penjelasan. Ia sama sekali tidak mengerti kenapa mamanya malah jadi ngotot menitipkan ini untuk Evelyn.

"Ya, nggak ada terusannya. Kamu bilang sendiri Evelyn makan salad karena lagi diet. Mama mau support aja, sayuran Mama kan lebih segar dan organik," ucap Bu Liana sambil merapikan isi keranjang. "Lagian, kan, kamu pulang juga ke arah sana, nganter ini sambil kenalan lebih jauh juga nggak ada salahnya."

"Ya, Mama kasih sendiri aja deh, pake mobil kebun. Nanti Mama sekalian kenalan," jawab Wira lelah.

"Eh? Berani, ya, sama Mama?"

"Ma, Evelyn pasti sibuk. Mama lupa kalau dia artis?"

"Artis juga manusia, sama-sama butuh makan, Wir."

"Kenapa Mama ngebet banget biar aku sama dia, sih? Mama pengen banget punya mantu artis? Mau numpang tenar?"

"Astaga, makin lama makin berani, ya? Minta dicabein mulutnya. Mama cuma ngebet kamu nikah! Kakak kamu nikah umur 28, kamu udah 29 belum ada tanda-tanda bawa perempuan ke rumah."

Astaga, pembicaraan ini akan terus terulang setiap kali Wira dijodohkan. Wira memutar bola matanya lelah, kemudian mengatupkan mulut kuat-kuat agar tidak melontarkan jawaban yang sama sekali lagi. Ia benar-benar tidak mengerti kenapa orang-orang tua selalu menjadikan pernikahan sebagai tolak ukur. Apalagi dengan dijodoh-jodohkan. Padahal menikah juga belum tentu akan bahagia. Sebenarnya siapa sih yang membuat standar kolot itu? Orang itu wajib dihukum gantung, kemudian dipotong, dan diumpankan ke hiu-hiu yang sedang ingin kawin karena telah membuat jomlo-jomlo sengsara selama beratus-ratus tahun.

"Udah, bawa ke mobil. Minta bantuan Mang Eman. Mama capek."

"Wira bawa ke Trapesium aja, ya?" tanya Wira, berusaha memikirkan jalan lain selain membawa buah-buahan itu ke bandara. Mungkin Trapesium, kedai sehat milik kakak iparnya akan jadi tempat yang tepat untuk semua barang-barang ini.

"Eh, awas kalau kamu bawa ke Trapesium, Mama potong-potong kamu." Bu Liana mengacungkan telunjuknya, memperingatkan Wira untuk tidak bertingkah macam-macam. "Mama mau istirahat dulu."

Bu Liana melangkah pergi meninggalkan Wira yang masih duduk sendiri di saung. Wira kemudian hanya mendesah, merebahkan punggungnya sambil menatap langit-langit saung yang sebenarnya tidak ada apa-apa selain sarang laba-laba.

Evelyn. Evelyn. Evelyn.

Wira tidak habis pikir bagaimana bisa mamanya menjodohkannya dengan Evelyn. Seorang artis, demi ulat sayur. Setelah mahasiswa yang baru lulus, guru, sesama pengusaha, pegawai kantoran, perawat, dokter, lalu tiba-tiba artis? Tidak, bukannya Wira mendiskreditkan profesi orang lain, tapi mamanya sepertinya bukan orang yang peduli pada dunia showbiz. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba mamanya meneror hampir setiap hari untuk memintanya berkenalan dengan Evelyn. Kemudian meneror lagi setiap jam setelah ia bertemu dengan Evelyn, meminta di-update sedetail mungkin tentang pertemuan pertamanya.

Maksudnya begini, berani-beraninya mamanya menjodohkannya dengan artis, padahal banyak sekali artis pria tentu lebih kaya raya dan rupawan dibanding Wira? Ya, kan? Ini tidak masuk akal.

Lagi pula, dirinya juga belum siap untuk bisa berkomitmen. Bukannya ia pria yang suka main perempuan, hanya saja Wira masih belum ingin terikat norma sosial. Selama ini mungkin cuma wanita yang menggembar-gemborkan stigma harus berkelakuan baik setelah menikah, tapi kalau dipikir-pikir sebenarnya pria juga menerima cap yang sama. Yah, walaupun tidak sebanyak wanita. Harus jadi lebih bertanggung jawab, lebih baik, lebih dewasa, everything you do is to be devoted to your family.

Wira pikir, kenapa harus menunggu untuk menikah untuk menjadi orang yang bertanggung jawab dan lebih baik? Sekarang juga bisa. Memangnya bisa sikap seseorang berubah langsung setelah ijab kabul? Tidak mungkin. Itu ijab kabul, bukan ketok magic. Apalagi yang dibentuk adalah karakter dan personality manusia yang seharusnya terbentuk dalam hitungan tahun, bukan menit.

Ugh, ini semua semakin membuatnya pusing.

"Den, kata Ibu, Den Wira nyari saya?" panggilan Mang Eman membuyarkan lamunan Wira. "Aduuuuh, nembe sore, tong ngalamun*."

(*Masih sore, udah ngelamun)

Wira mendengkus, mau tak mau bangun dari posisi tidurnya.

"Saya cuma lagi mikir, nggak ngelamun. Bantuin saya masukin ini semua ke mobil aja, Mang."

"Siap. Mamang mah apa aja siap."

Dengan berat hati, Wira memindahkan keranjang-keranjang itu ke dalam mobilnya. Mungkin nanti akan ia bagi-bagikan ke orang pabrik saja.

***

Sepanjang perjalanan kembali ke Jakarta, Wira benar-benar dibuat merinding oleh mamanya sendiri. Kata-katanya sebelum Wira berangkat terputar di benaknya seperti kaset rusak.

"Harus sampai ke orangnya. Awas kalau sampai kamu anter ke Trapesium atau kamu bagi-bagikan ke orang pabrik."

Oh, ya ampun. Apa mamanya punya bakat untuk jadi cenayang? Wira baru menyadari hal ini. Kalau sampai iya, Wira tidak kaget kalau papanya tidak pernah sekalipun selingkuh. Tetapi sebelum ini Wira sudah sering berbohong, apakah mamanya mengetahuinya? Oh, tidak tidak, ini terlalu mengerikan untuk dibayangkan.

Setengah jam lalu, Wira menyerah dan akhirnya memutuskan untuk mengirimkan pesan pada Evelyn. Namun, hingga sekarang, ia masih belum mendapatkan jawaban. Oh, kalau sampai sayur dan buah ini membusuk di mobilnya, Wira akan menyalahkan mamanya atas ini semua.

Atau mungkin dirinya yang membusuk lebih dulu di mobil karena kemacetan yang sekarang ia hadapi.

Untuk ke-187 kalinya Wira mendesah. Namun, ketika hendak mengganti lagu yang sedang diputar, tiba-tiba nama Evelyn terlihat di layar monitor mobilnya. Wira langsung menggulir tombol answer dan memasang earphone Bluetooth di telinganya.

"Sayur apa maksudnya?" Evelyn terdengar setengah berbisik. Di belakangnya terdengar suara riuh.

"Mama nitip sayur buat kamu, sayur hasil kebun dia."

Evelyn yang tak kunjung merespon membuat Wira mulai sedikit panik. Tidak, dia tidak akan merepotkan dirinya sendiri. Semoga Evelyn tidak menyebut kata 'bandara'. Ia tidak akan melakukannya.

"Ev, saya harap kamu nggak nyuruh saya untuk nyelundupin ini semua ke Singapura. Ini lebih dari sepuluh kilo dan nggak gampang ngirimnya."

"Sepuluh? Buat apa? Saya belum pernah kepikiran untuk jualan sayur sekarang," pekik Evelyn tertahan.

"Buat program diet kamu."

"Dari mana Mama kamu tau kalau saya lagi diet?"

"Yaaah ... saya yang cerita."

Ucapannya barusan membuat Wira menyadari satu hal. Oh, tentu saja Wira saat ini terlihat salah. Ini semua memang salahnya sendiri. Tidak seharusnya Wira mengatakan segala sesuatu tentang Evelyn kepada mamanya. Namun, mengucapkan kata-kata pembelaan sekarang juga sudah sia-sia karena tidak bisa mengubah apa pun. Sayur dan buah itu sudah berada di mobilnya, tak bisa lagi ditancapkan di pohon.

"Habis, Mama saya tanya kamu suka makan apa, ya, saya bilang nggak tau karena kamu cuma makan salad."

"Saya sudah bilang kalau kita nggak bisa ketemu di sini ...."

"Kecuali tempat yang privat," sambung Wira cepat, memotong perkataan Evelyn, membuat Evelyn terdiam sejenak.

"Tapi, sekarang saya sedang syuting dan ini sama sekali bukan tempat privat."

"Jam berapa kamu pulang?"

"Dini hari?"

"Apa?! Emang sampai semalam itu? Oh wait, itu bahkan bukan lagi malam."

"Ya memang biasanya jam segitu. Kamu bawa dulu aja, besok ...."

"Nggak bisa, besok saya ada morning meeting. Hari ini aja, saya tunggu kamu. Kamu putusin tempatnya di mana, kirim lokasinya. Seladanya keburu layu," potong Wira lagi. Ia tidak ingin memikirkan sayur lagi saat ia bekerja besok.

Evelyn berdecak, berusaha memikirkan tempat yang tak banyak orang tahu atau tidak bisa sembarang orang masuk. Ia hanya bisa memikirkan satu tempat pada akhirnya. Tak ada yang lain lagi.

"Apartemen saya. I'll wait there. Setelah saya selesai, saya akan langsung pulang. Apa kamu oke?"

"Oke, kabarin aja. Lagian saya masih kejebak macet."

"Apa? Kamu di mana?"

"Bogor."

"What?"

"I think it's an obvious reason, kenapa saya tiba-tiba ngirimin kamu sayur."

"Right," jawab Evelyn.

"Right, see ya around. Kalo saya ketiduran, tolong telepon."

***

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 19.6K 5
Pernikahan yang diatur oleh orang tua demi bersatunya dua keluarga terpadang? Ah, Klasik! Nggak mungkin masih ada! Tapi nggak bagi Elea Kirana Dh...
5M 272K 54
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
155K 22.5K 25
Sudah cetak selfpub ISBN 978-623-289-108-1 Hatinya patah ketika anak laki-laki yang dia sukai ternyata menjatuhkan hati pada Bry, sahabatnya. Lalu a...
493K 26.4K 33
WARNING : Aturan pertama dalam jatuh cinta adalah cintai dirimu sendiri terlebih dahulu. Sudahkah kamu melakukannya? πŸ’ƒIngat Ya, Ini cerita FIKSI yg...