SEPTIHAN

By PoppiPertiwi

54.3M 4.2M 4.2M

Selamat membaca cerita SEPTIHAN: Septian Aidan Nugroho & Jihan Halana BAGIAN Ravispa II Spin Off Novel Galaks... More

SEPTIAN AIDAN NUGROHO
1. RAVISPA!
2. SELAMAT BERJUANG, JIHAN
3. AVEGAR! PENGKHIANAT SMA GANESHA
4. ONE BY ONE
5. SEPTIAN JELEKKKK
6. KEJUTAN PAGI
7. RASA YANG BERBEDA
8. KARENA TERPAKSA
9. DIA PERNAH SINGGAH LALU MENJAUH BEGITU SAJA
10. DIA TIDAK CINTA KAMU
11. TERNYATA TIDAK UNTUKKU
12. DIA YANG SEDERHANA
13. SEBASTIAN: SEBATAS TEMAN TANPA KEPASTIAN
14. EUFORIA
15. PERASAAN BARU
16. KEPINGAN
17. CEMBURU
18. UNTUK YANG PERTAMA
19. KITA
20. FEELING + MNG
21. PERGI
22. AWAL BARU
23. KEMAJUAN PESAT
24. ISI KAMERA SEPTIAN? (1)
24. ISI KAMERA SEPTIAN (2)
25. KAMU MAU JADI PACAR SAYA?
26. DAY 1
27. KEJUTAN
28. MEMAAFKAN
29. PESTA
30. PROBLEM
31. TITIK AWAL
33. HIS CHARACTER
INTERMEZZO: WARJOK, QNA & Trailer Story
34. RUANG FOTOGRAFI: Jihan?
35. AWAN
36. 9X - 7i > 3 (3x - 7u)
37. EVERYTHING I DIDN'T SAY
VOTE COVER NOVEL SEPTIHAN + VISUAL
38. FILOSOFI MAWAR, BUNNY & RASA SAKIT (1)
38. SEPTIAN, THALITA & JIHAN + INFO NOVEL SEPTIHAN(2)
38. EXCLUSIVE: BERJUANG (3)
39. EXLUSIVE: 520 & PERAHU KERTAS : NOVEL SEPTIHAN
40. EXLUSIVE: PERINGKAT PERTAMA | JIHAN HALANA (SELESAI)
1. EXTRA PART SEPTIHAN: DISTRO SEPTIAN AIDAN NUGROHO
2. EXTRA PART SEPTIHAN: PERAYAAN UNTUK SEPTIAN AIDAN NUGROHO
3. EXTRA PART SEPTIHAN: LANTAI 80 || A SKY FULL OF STARS
4.1 EXTRA PART SEPTIHAN: PARADE KUMPUL RAVISPA [RULES OPEN RPPI]
4.2 EXTRA PART SEPTIHAN: SUIT & LUXURY
4.3 EXTRA PART SEPTIHAN: PODIUM
4.4 EXTRA PART SEPTIHAN: RESTU
4.5 EXTRA PART SEPTIHAN: MENGERTI?
4.6 MENENANGKANNYA
4.7 EXTRA PART SEPTIHAN: TENTANG WAKTU
4.8 EXTRA PART SEPTIHAN: BETTER BELIEVE ME
4.9 EXTRA PART SEPTIHAN: DITERIMA

32. PERTANDINGAN BASKET GANESHA

901K 70.4K 46.1K
By PoppiPertiwi

32. PERTANDINGAN BASKET GANESHA

Siap baca? Siap untuk mengisi semua paragraf dengan komentar kalian?❤❤

Begini ya rasanya cemburu?” Septian Aidan Nugroho

“Jelaslah Jihan marah,” komentar Jordan ketika Septian berdiskusi dengannya. Galaksi juga ikut mengangguk membenarkan.

“Salah besar Sep! Salah besar!” Galaksi berkata hiperbola.

Septian memilih bercerita dengan Jordan dan Galaksi. Tidak detail namun dari sana pun Jordan serta Galaksi tahu bahwa apa yang dilakukan Septian tadi malam jelas hal yang terlarang untuk perempuan.

“Kesalahan terbesar lo itu seperti menilai harga Jihan,” kata Galaksi.

“Serem amat lu Lak!” balas Jordan.

“Ya iyalah! Gak kaya lo. Makanya ngerti!” balas Galaksi.

“Jadi maksud lo, gue ini bego lo itu pinter gitu?” Jordan menatap Galaksi.

“Kurang lebih gitu,” ujar Galaksi.

“Kita di sini buat ngasih saran ke Asep bukan berantem!” Jordan mengingatkan.

“Oke lanjut,” Galaksi mengambil sikap.

“Lo melukai perasaannya Sep. Nah coba gue balik. Kalau lo marah dan lo dikasih duit segepok 5 juta supaya maafin tuh orang lo marah gak?” tanya Galaksi pada Septian.

“Kalau gue sih gue maafin.”Jordan cengengesan.

“Kapan lagi kan dapet duit segepok lima juta?”

“Duit aja mata lo!” Galaksi memarahinya.

“Duit lo udah banyak masih aja mau lebih," kata Galaksi membuat Jordan tambah cengengesan.

“Pada dasarnya sifat manusia emang gitu.” Jordan membela diri.

“Lo aja kali.” Galaksi menyahut kesal.

“Canda kali Gal.”

“Kok bisa sih lo ngelakuin hal jelek kaya gitu Sep? Kaya bukan lo. Gue masih gak habis pikir sampe sekarang Sep.” Jordan melipat kedua tangannya di dada.

“Namanya juga manusia Dan. Gak ada yang sempurna. Sekalipun kaya Asep yang keliatan sempurna gini. Pasti ada celahnya,” kata Galaksi.

“Perempuan itu apa ya? Sesuatu yang gak bisa kita mengerti. Pokoknya cowok selalu salah. Mau sesalah apapun cewek. Cewek selalu benar dan cowok selalu salah. Kita gak akan pernah menang.” Jordan mendadak jadi ahli cinta.

“Buru-buru sana minta maaf.«

“Hm,” Septian menjawab.

“Jangan ham hem ham hem aja lo.”

“Iya Gal.”

“Gue tau akan sedikit sulit buat lo. Apalagi ini hubungan pertama lo,” Jordan melirik. “Gapapa pengalaman kan selalu dipake buat belajar.”

“Dari dulu banget gue pengen bilang ini sama lo Sep. Dari dulu banget,” Jordan menyeringai. “Makan tuh bucin!”

“Gue juga! Gue juga!” Galaksi ikut-ikutan. “Akhirnya bisa goblok karena cinta juga lo Sep.”

****

Septian menuruti kemauan Jihan. Tidak mengobrol dan menyapanya. Tiap Septian melihat Jihan. Cowok tersebut akan pergi begitu saja meninggalkan keramaian dalam diam. Apalagi tadi Jihan melihat Septian sedang berduaan di ruang laboraturium dengan salah satu teman perempuannya.

Niat membuat Septian tersiksa malah Jihan yang uring-uringan karena tidak dapat bertemu Septian.

"Kalau ada masalah itu diselesain jangan diem-dieman gini. Malah jadi gue juga kan yang serba salah?" Febbi membawa Pop Ice taro kesukaannya.

"Cerewet banget sih lo," balas Jihan.

"Gue cuman kasih solusi."

"Iya-iya udah deh jangan bahas dia lagi," kata Jihan.

"Septian?"

"Jangan sebut-sebut!"

"Marah sih marah Han cuman emang bakal seterusnya lo kaya gini? Dateng-dateng ke sekolah udah kaya mayat idup jalan sana sini. Misuh-misuh gak jelas. Kan orang lain juga yang kena jadinya," kata Febbi.

"Udahlah suram banget duduk di sini. Ntar ikut-ikutan galau lagi gue. Gue pindah dulu." Febbi beranjak pergi.

Jihan menelungkupkan tangannya di atas meja. Kesal karena Septian menggunakan kesempatan ini untuk dekat dengan orang lain dan bahkan cewek itu lebih cantik darinya! Seharusnya Jihan tidak memberikan kesempatan seperti ini waktu itu.

"Han, Han," Febbi datang lagi. Mengguncang-guncang lengannya.

"Apalagi sih Feb?"

"Nih dikasih sama pujaan hati lo," kata Febbi. Jihan menatap botol minuman yang diberikan Febbi padanya.

"Siapa?"

"Siapa lagilah!" sahut Febbi.

Jihan mengambilnya. "Septian? Terus sekarang dia mana?"

"Balik mungkin ke kelasnya."

Jihan buru-buru keluar kelas. Mencampakkan Febbi begitu saja. Febbi mencibir lalu duduk di bangkunya sendiri sementara Jihan mengejar Septian. Ia tidak melihat Septian ada di mana pun. Jihan melirik ke jendela kelas XII IPA 5 namun Septian tidak ada di dalam yang membuat harapan Jihan pupus.

"Cari siapa?" Jihan tersentak kaget. Ia mengenali suara yang ada di belakangnya. Suara Septian. Jihan menoleh dan mendapati Septian sedang berdiri di depannya.

"Cari..." Jihan kelabakan menemukan alasan yang tepat. "Cari Fifi!"

"Di dalem," ujar Septian dingin lalu Jihan melihat Septian pergi begitu saja darinya.

Lidah Jihan kelu ingin mengatakan yang sebenarnya. Akhirnya Jihan urung menemui Septian karena tidak bisa berhadapan dengan Septian.

****

"Lesu amat kaya gak ada kehidupan," kata Marcus pada Jihan.

"Eh, Marcus." Jihan tersenyum. Yah mau gimana lagi? Menerima Marcus adalah jalan satu-satunya karena sebentar lagi mungkin mereka akan menjadi saudara. "Mau jalan gak ke tempat coffee shop atau minum es gitu?"

"Enggak deh. Lagi gak nafsu."

"Kenapa?"

"Males aja."

"Gara-gara Septian nih?" meskipun dulu tidak menyukai Jihan tapi lambat laun Marcus mengerti. Ia tidak bisa begitu terus. Jihan adalah cewek yang baik dan Marcus merasa bersalah karena sering memperlakukan perempuan ini dengan tidak baik. Bahkan mulutnya dulu sangat kasar pada Jihan dengan mengata-ngatainya dengan kata-kata yang tidak sepantasnya.

"Entahlah."

"Emang cinta tuh gitu. Membingungkan," Marcus berdiri di sampingnya. "Tapi kalau dipikirin terus malah bakal jadi beban. Tujuan pacaran kan juga untuk cari kesenangan. Supaya happy. Supaya bisa diajak tukar pikiran. Tapi memang ada saatnya bakal terasa berantakan. Gapapa nikmatin aja."

Jihan tersenyum. "Lo kedengeran seperti bapak-bapak yang lagi nyeramahin anaknya putus cinta deh."

Marcus tertawa renyah. "Sekadar menghibur calon adik tiri gue gapapalah?"

"Tapi habis ini traktir gue ya?" ujar Marcus.

"Ih uang dari mana?!"

Marcus tertawa kembali lalu mengusap kepala Jihan membuat Jihan menoleh padanya. Jihan tahu Marcus sudah mulai berubah. Perlahan-lahan karena keadaan. Namun apa tidak aneh cowok ini melakukan hal seperti ini untuknya?

"Iya udah deh gue aja yang traktir," ujar Marcus. "Mau di mana aja atur gue yang bayar."

"Bener ya? Oke deh! Tapi janji ya?"

"Iya." Marcus menyahut panjang.

"Nah gitu dong senyum. Lo kalau senyum sama ketawa tuh cantik." Marcus membenarkan perkataannya. "Maksud gue lo tuh emang cantik. Tapi kalau senyum sama ketawa malah keliatan lebih cantik," imbuh Marcus membuat Jihan tersenyum.

"Apaan sih jayus banget!"

Dalam hati Marcus hanya dapat tersenyum miris. Andai saja keadaan tidak mengharuskan mereka untuk menjadi adik dan kakak nantinya.

"Jangan membenci terlalu dalam. Nanti lo suka sama dia," begitulah kata Banu, temannya kepada Marcus. Dan Marcus tahu bahwa ia sudah menyukai Jihan sejak lama.

****

"Bukan gitu Thal. Tapi gini," Septian menulis jawaban yang benar di kertas membuat Thalita menatapnya dengan tatapan memuja.

"Ngerti gak sekarang?"

Thalita manggut-manggut sekarang namun tatapannya masih kepada Septian. Thalita sangat terpesona. Di mana ia akan dapat orang seperti Septian untuk menjadi pacarnya?

Mungkin dicari sampai ke belahan bumi manapun tidak akan dapat yang seperti Septian.

"Gue denger-denger tadi di kelas. Lo sama Jihan berantem ya?" karena tidak tahan. Thalita bertanya. "Gara-gara apa?" Thalita sangat kepo dengan alasannya.

"Ngerti gak?" Septian malah bertanya kembali, mengabaikan pertanyaannya.

"Jangan ngalihin pembicaraan." Thalita membuat Septian menyeret ke depan buku tulis yang diberikan Thalita tadi padanya.

"Gue gak akan membicarakan hal pribadi sama lo," kata Septian ketus.

"Kenapa sih? Lo gak suka ya sama gue?" tanya Thalita.

"Gue gak mau berbagi hal pribadi gue sama lo." Septian tetap tidak mau.

"Ayolah Sep. Lo cerita kalau emang lo lagi ngerasa gak tenang sekarang. Siapa tau gue bisa bantu kan?" ujar Thalita memaksa.

"Gue mungkin akan minta bantuan Thal. Tapi gak sama lo," jawab Septian lugas.

"Lo ke sini bukan karena nanya soal tapi karena hubungan gue sama Jihan kan?" tebak Septian yang serratus persen benar. Thalita memang ke ruang perpustakaan untuk bertemu Septian dan bertanya langsung tentang masalahnya dengan Jihan.

"Gue kan cuman mau nanya Sep," dalih Thalita.

"Lo kenapa sih selalu tau isi kepala gue?" tanya Thalita kesal.

"Karena sikap lo nunjukin kaya gitu," jawab Septian enteng.

"Segampang itu ya gue dibaca sama lo?" tanya Thalita.

Septian malah berdiri. Tidak mau membahas terlalu panjang. Septian tidak ingin membagi cerita pada orang lain. Mungkin mereka memang teman tapi Septian tidak akan bercerita pada orang seperti Thalita.

"Mau ke mana Sep?" lagi Thalita bertanya.

"Septian! Lo ninggalin gue?!"

Namun Septian tidak membalasnya dan juga tak mau repot-repot menoleh ke belakang.

****

Jihan harus memaafkan Septian. Ia tidak bisa begini terus. Bagaimana pun Septian tidak terlalu salah karena memang hidup laki-laki tersebut dari kecil memang serba ada. Mungkin cara tersebut selalu dipakai Kakek atau Neneknya dulu ketika Septian sedang marah untuk meluluhkannya.

Jihan juga tidak tenang kalau jauh lama-lama dari Septian. Septian masih sangat layak mendapatkan pacar baru dan orang-orang sama sekali tidak peduli padanya yang notabene adalah pacar Septian. Cewek-cewek itu tetap saja mencari-cari Septian agar Septian melihatnya. Dan Jihan juga tidak mau Septian sampai memutuskannya dan mencari penggantinya nanti.

Maka di sinilah Jihan. Di depan Febbi yang memberikannya tas belanjaan jaket yang waktu ini diberikan Septian.

"Lo yakin bakal ngembaliin ini?" tanya Febbi.

"Yakinlah."

"Mending buat gue aja jaketnya daripada lo balikin," ujar Febbi.

"Heh fokus!"

Febbi cengengesan pada Jihan.

"Iya-iya ini fokus."

"Tapi bener gak sih gue ambil pilihan ini?"

"Enggak sih kayanya Han. Orang kalau dikembaliin lagi barang pemberiannya bakal marah. Dia pasti merasa kesel karena lo gak mau nerima. Gitu sih kalau menurut gue." Febbi bersender di tangga.

"Serius Feb?"

"Iya iyalah serius. Gak usah dikembaliin. Lo jual aja lagi." Saran Febbi S3 Perdagangan.

"Itu malah lebih salah Feb!" seru Jihan.

Febbi cengengesan. "Iya habisnya lo plin plan banget sih!"

"Kalau kembaliin ya kembaliin aja. Lagian lo kembaliin karena ngerasa bersalah kan?" tanya Febbi pada Jihan.

Kenapa Jihan merasa bersalah? Tadi Jordan bercerita bahwa Septian membelikan Jihan jaket dengan uang gaji milik Septian sendiri dari usahanya. Kalau dihitung-hitung mungkin bisa dipakai modal balik Septian atau mungkin bisa digunakan Septian untuk membeli sesuatu yang lebih berguna. Meskipun murni gajinya tapi Jihan merasa bersalah karena hanya menyalahkan Septian saja.

Dari kemarin Jihan juga melihat Septian dekat dengan cewek cantik di laboraturium. Mungkin adik kelas dan Jihan sangat tidak suka melihatnya.

"Gue takut dia marah."

"Dicoba dulu. Sana," Febbi mendorong pundak Jihan agar naik tangga.

"Yakin bakal berhasil?" Jihan menoleh ke belakang. Mendadak jadi deg-degan karenanya.

"Gak tau kan kalau gak dicoba?"

"Udah sana. Dikasih aja. Gak susah. Tinggal ngasih aja."

"Lo sih enak ngomongnya. Gue nih yang susah ngelakuinnya!" protes Jihan membuat Febbi nyengir.

"Udah sana jangan banyak perhitungan. Gimana hasil akhirnya itu masalah belakang. Ayo go, go semangat Jihan!" Febbi menyemangatinya membuat Jihan yakin dengan pilihannya.

Setidaknya jaket ini masih baru dan bisa Septian jual lagi karena labelnya masih tertera di jaket miliknya.

"Oke deh bagus kalau gitu. Tetep semangat ya." Mauren menepuk lengan atas Septian. Memberi semangat.

"Thanks," balas Septian singkat.

"Eh tunggu bentar deh." Mauren membuat Septian berhenti. Mauren mendekatinya. Semakin dekat dan bodohnya Septian hanya diam saja ketika wajah perempuan itu ada di depan wajahnya. Mauren bernafas yang Septian bisa merasakannya. Dadanya bergemuruh hebat. Septian memperhatikannya semakin dekat dengan wajahnya. Mauren bahkan memiringkan wajahnya agar lebih dekat.

Jihan terpaku. Menyaksikan sendiri apa yang dilakukan Septian di belakangnya.

Kedua mata Septian melebar ketika melihat Jihan berdiri di koridor depan. Jihan memperhatikan mereka berdua dengan sorot tercekat. Septian mendorong kedua pundak Mauren membuat perempuan tersebut menjauh secara tiba-tiba.

"Kenapa Septian?" tanya Mauren kaget.

"Jihan!" panggil Septian tidak peduli dengan apa yang tadi dikatakan Mauren padanya.

Jihan yang sejak tadi terpaku pun berbalik badan dan berjalan dengan cepat. Mencoba menjauh karena apa yang sudah ia lihat.

Jihan tidak salah lihat. Tadi Jihan melihat Mauren dan Septian sedang berciuman.

****

Septian merutuk.

Septian masih memiliki pengelihatan yang sangat normal. Ia yakin melihat Jihan tadi. Ia berlari ke koridor depan namun tidak ada Jihan di sana. Ia membalikan badan ke tangga. Septian mengejar Jihan sampai ke tangga namun Jihan juga tidak ada di sana. Akhirnya ketika mendapati tangga yang satunya. Septian benar-benar melihat Jihan di sana. Berdiri dengan wajah pucat pasi dan tubuh gemetar.

"Jihan," Septian memanggilnya pelan.

"Ya?" Jihan membalasnya dengan sangat dingin dan Septian tidak bisa melihat bahwa benar Jihan yang sedang berbica padanya saat ini. Jihan yang ia kenal selalu ceria di depannya.

"Gak seperti yang kamu liat," ujar Septian pada Jihan.

Jihan memalikan wajahnya. Ia hanya menatap lantai tangga dan sepatunya. Sementara di sampingnya Septian tidak tahu harus melakukan apa. Di lain sisi Septian sangat ingin mendengar suaranya lebih lama tapi di sisi lain Septian takut Jihan malah semakin menjauh darinya kalau Septian salah langkah dan mendekat padanya.

"Aku mau jelasin kalau—"

Suara panggilan untuk para pemain agar segera berkumpul di lapangan membuat Septian menatapnya sementara Jihan juga ikut menyadari bahwa pertandingan basket SMA Ganesha dengan SMA Kencana akan segera dimulai.

"Aku bakal jelasin nanti sesudah pertandingan selesai. Jangan pulang," pinta Septian. Berharap Jihan mau mengerti namun Jihan hanya memandangnya.

Saat itulah Septian tahu bahwa Jihan benar-benar terluka karenanya.

****

Suara peluit terdengar sangat nyaring di dalam lapangan.

Pertandingan dimulai sejak tadi. Marcus dan Septian dalam satu tim. Tentu saja karena Marcus adalah ketua basket dan Septian adalah anggota intinya. Sementara teman-teman Septian menyemangati dari tribune atas. Semuanya tampak hadir namun Jihan hanya diam saja di sebelah Febbi yang sangat heboh menyemangati Septian dan kawan-kawan.

"Sep! Oper bolanya!" Septian yang sedang memperhatikan Jihan sebentar lalu mengoper bola ke Marcus.

Hari ini Septian bermain dengan tidak fokus. Septian yang selalu nyaris sempurna bermain basket malah seperti orang yang baru mengenal lapangan, bola dan ring. Pikirannya terpecah belah karena Jihan.

"Lo kenapa sih dari tadi bengong terus?!" Marcus malah menyalahkan Septian.

Suara peluit terdengar. Mereka diperbolehkan untuk istirahat sebentar dan mengubah tak tik agar bisa menyusul angka yang jauh dari SMA Kencana.

"Lo bisa main gak?" tanya Marcus kasar pada Septian. "Kalau gak bisa ngomong! Jangan diem aja. Bisa gue ganti!" Marcus tampak kesal dari apa yang dilakukan Septian terus-menerus sejak tadi.

"Enggak usah gantilah. Emang lo yakin bakal menang kalau ngeganti Septian? Gak juga kan?" Lemos membela Septian.

"Bilangin temen lo. Main yang becus dikit." Marcus lalu melempar air minum pada Lemos dan duduk menjauh dari Septian dan Lemos.

"Lo kenapa sih?" Marcus berbisik padanya.

"Biasanya lo main oke kok. Tapi sekarang kenapa lo gak fokus?" tanya Lemos.

"Sorry gue gak bakal gitu lagi ntar." Septian meminum airnya. Ia menatap Jihan. Meski perempuan tersebut duduk jauh di tribune. Jihan tampak lebih kecewa sekarang padanya.

Sementara teman-temannya seperti Jordan, Nyong dan Guntur sibuk membagikan ale-ale sekardus untuk para pendukung sambil menyanyikan yel-yel yang entah sejak kapan dibuat oleh mereka.

"Septian maaf. Gara-gara yang tadi ya lo mainnya kurang fokus?" ujar Mauren sungguh-sungguh namun Septian masih tetap bersikap dingin dari tadi sampai sekarang.

"Emang kenapa?" Lemos memberanikan diri untuk bertanya.

"Ada deh. Gue ke anak cheers dulu ya." Lemos mengangguk membiarkan Mauren duduk di bangku anak-anak cheers. Septian yang duduk di pinggir lapangan sangat sadar bahwa ia tidak boleh seperti ini. Ia menatap angka yang ada di arah depannya.

Mereka harus menang lagi kali ini. Itu tekadnya.

"Septian kamu mainnya gimana sih?" Pak Nurdin datang untuk memarahinya. "Kalau begini terus kamu bisa bapak ganti sama pemain cadangan!"

Dari siluet matanya Septian dapat melihat Marcus tersenyum mengejek padanya.

"Maaf Pak. Saya gak akan gitu lagi ntar. Kasih saya kesempatan," ujar Septian.

Pak Nurdin mengangguk. "Bapak tahu kamu bisa. Jangan kecewakan Bapak."

Lagi kata-kata yang sejenis. Jangan kecewakan Kakek dan Nenek. Jangan kecewakan Bapak. Septian selalu merasa terikat dengan kata-kata "Jangan kecewakan" tadi.

"Lo baik-baik aja bro?" Septian mengangguk pada Lemos setelah Pak Nurdin memantau pemain yang lain. "Tapi keliatannya lo gak lagi baik-baik aja."

"Gue fine. Tenang aja."

"Gue ragu lo baik-baik aja. Muka lo kaya mau musuhan sama semua orang." Lemos berkata jujur.

"Jangan diem-diem aja walaupun gue tau lo emang pendiem."

Septian melirik pelan. "Gue baik-baik aja Mos."

Pak Nurdin lalu mengintruksi untuk merapat untuk memberi pengarahan juga Taktik. Biasanya Pak Nurdin akan membebankan semua tugas untuk Septian tapi kali ini sepertinya tidak. Septian bahkan mendengar namanya hanya sekali disebut Pak Nurdin dan nama Marcus lah yang banyak muncul dari bibirnya.

Suara peluit terdengar lagi yang mengharuskan mereka untuk segera berkumpul di tengah lapangan untuk memulai pertandingan lagi. Seluruh orang bersorak riang gembira. Anak-anak cheers juga.

Septian tidak pernah mengecewakan. Kali ini piala tersebut harus jadi milik sekolahnya.

****

SMA Ganesha membawa piala tersebut untuk dimiliki. Septian bermain sangat bagus tadi. Membalas keteledorannya saat di sesi pertama. Septian lalu diangkat teman-teman setimnya membuat cowok tersebut tertawa karenanya. Mereka semua merayakan kemenangan kecuali Marcus yang berdiri di tempatnya.

Marcus memilih pergi meninggalkan lapangan tanpa ada satu pun orang yang bertanya bagaimana keadaannya.

"Good job Sep!" Lemos melempar pujiannya.

"Teh gelas, teh gelas, teh gelas," Guntur jadi penjual dadakan saat ini.

"Cocok," Galaksi menertawainya.

"Laku keras dagangan gue kalau kaya gini terus." Bams tertawa di atas tribune. Ia melihat Jordan dan Guntur sangat semangat berjualan. Daya tariknya jatuh pada muka dan penampilan. Di sekolah ini siapa yang tidak tahu Jordan dan Guntur?

Bahkan adik kelas yang antisosial saja tahu mereka. Memang benar-benar sudah tidak diragukan lagi kalau anggota Ravispa jualan. Pasti ludes!

"Tuh dua kardus udah habis. Bisa jadi juragan kaya raya mendadak nih gue kalau gini ceritanya!" Bams berapi-api menatap dus-dus tersebut.

Oji mendengus tapi tak urung terkekeh melihat Jordan dan Guntur yang senang-senang saja dikerumuni cewek-cewek bahkan penonton dari SMA Kencana pun ikut membeli teh gelas yang dijual oleh mereka.

"Emang daya tarik anak Ravispa gak bisa diragukan lagi," ujar Nyong.

"Lo gak ikutan lagi Nyong?" tanya Galaksi.

"Gaklah gue emang seneng dikerubungin cewek-cewek tapi rasanya mau mati tadi. Sesek banget sumpah!" Nyong berkelu kesah.

"Bang boleh fotoan juga? Mau masukin Instagram. Boleh ya?" ujar salah satu adik kelas kepada Jordan. Jordan memperbolehkan dengan ramah sambil merangkulnya membuat adik kelas tersebut tahan napas selama proses foto diambil oleh temannya dan mereka juga sempat selfie bersama.

"Oh gitu jadi sama gue gak nih?" Guntur bertanya cemburu membuat adik kelas tersebut tersenyum malu-malu dan meringis senang.

"Boleh foto juga Bang?"

"Iya boleh dong! Gratis buat kamu," kata Guntur membuat adik kelas tersebut tersenyum lebar karenanya.

"Tangannya woi! Tangan. Jangan macem-macem. Adik kelas gue tuh!" Bams mengingatkan dari jauh membuat Guntur tertawa namun langsung tersenyum begitu fotonya diambil.

"Aduh Bang makasi ya. Seneng banget bisa foto!" ujar adik kelas perempuan tersebut pada Jordan dan Guntur.

"Siapa nama lo?" tanya Guntur penasaran. Guntur memang begitu pada semua orang. Sangat ramah. Orang-orang saja yang segan mengobrol dengannya. Apalagi Jordan. Melihat perawakannya saja orang sudah takut duluan padahal Jordan tak kalah ramah dari Guntur.

"Gita," jawabnya. "Kalau yang ini Bila."

"Oke deh kalau gitu. Nanti kalau ketemu gue lagi jangan sungkan buat nyapa ya." Guntur menepuk lengan atas Gita membuat perempuan tersebut salah tingkah.

"Gimana bor? Laku keras nih kayanya," ujar Galaksi ketika Jordan dan Guntur kembali dan dus di tangan mereka sudah habis terjual.

"Wo iyalah! Habis ini kita party!" ujar Guntur.

"Nih! Inget bayaran gue," Jordan memberikan Bams uang hasil mereka berjualan tadi.

Bams terkekeh. "Mang-mang kantin judes amat tadi mukanya. Kita borong semua pelanggannya."

"Susah sih emang kalau ganteng kaya gue." Jordan dengan pedenya berkata demikian.

"Muntah ajalah gue." Guntur memperagakan orang muntah.

"Ayo turun Asep di bawah!" ajak Oji.

Mereka lalu meninggalkan dus-dus tadi di sana dan menuju ke bawah untuk Septian.

"SEP!" panggil Galaksi ketika Septian baru saja diturunkan oleh teman-temannya.

"Selamat Sep!" Jordan memeluknya sebentar dengan pelukan khas laki-laki.

"Makasi." Septian tidak fokus. Ia tidak bisa menemukan Jihan dari atas tribune lagi. Jihan sudah menghilang dari tempat duduknya. Pandangan Septian menyeluruh namun tidak ada tanda-tanda bahwa Jihan ada di tempat ini.

"Lo bisa bawain pialanya dulu gak Gal?" Septian memberikan piala yang tadi ia pegang.

"Kenapa?" tanya Galaksi.

"Ada yang lebih penting." Setelah Septian mengatakannya. Ia langsung pergi. Keluar dari pintu tribune lapangan meninggalkan banyak orang dengan tanda tanya di kepala masing-masing.

****

Seperti menemukan oase di padang pasir. Marcus menangkap sosok Jihan ketika membuka pintu tribune. Perempuan yang sangat cantik. Kalau dilihat-lihat memang hasil fotocopy Ibunya. Tante Arum memang cantik sama seperti Jihan. Tapi Jihan... Marcus bahkan tidak bisa menggambarkan bagaimana perasaannya bahkan hanya memandang Jihan dari kejauhan.

Kalau nanti Marcus resmi menjadi Kakaknya. Apa mungkin kasih sayangnya hanya sebatas Kakak untuk Jihan? Atau bahkan lebih?

"Kok gak diselametin pacarnya?" Marcus berbicara membuat Jihan tersentak begitu merasakan kehadirannya padahal sejak tadi Marcus sudah berjalan di sebelahnya.

"Enggak biar dia aja sama temen-temennya."

"Kenapa gitu?"

"Kenapa?" Jihan malah mengulang. "Enggak tau."

"Eh Zaki yang ngejar-ngejar lo itu udah punya pacar sekarang?" tanya Marcus.

Jihan memicingkan matanya begitu melihat Zaki dengan seorang perempuan sedang berpegangan tangan. Jihan mengangkat kedua bahunya tapi Jihan mengenal perempuan yang sedang digandeng Zaki.

"Bukannya dia salah satu mantan pacar lo?" tanya Jihan.

"Iya sih," Marcus juga ingat mantan pacarnya meski cukup banyak. "Namanya Kara. Gue pacaran sama dia cuman sebulan. Dia anak OSIS super ambis yang paling gue kenal."

"Baguslah kalau Zaki udah ada ceweknya jadi gak bakal ngejar-ngejar gue lagi," kata Jihan.

Marcus tertawa. "PD banget lo kalau Zaki ngejar-ngejar lo?"

"Orang emang gitu kok kenyataannya!"

"Baguslah jadi saingan gue sekarang cuman satu," gumam Marcus membuat Jihan menoleh.

"Apa?"

"Apa?" Marcus malah balik bertanya.

"Tadi lo ngomong apa?"

"Oh itu," Marcus tersenyum simpul. "Bukan apa-apa."

Jihan melirik namun ia akhirnya diam saja. Di sebelahnya pun sama Marcus juga diam saja. Tidak ada tanda-tanda mereka akan berbicara lagi sampai akhirnya Marcus memberanikan diri untuk berkata-kata. Pelan namun sanggup membuat Jihan terkejut.

"Jihan gue suka sama lo." Tembak Marcus membuat Jihan menoleh.

Sejenak mereka terdiam lalu tiba-tiba Jihan tertawa. "Iya gue juga suka lo. Suka sebagai Abang adik kan?"

Marcus terhenyak. Menyatakan perasaan memang sangat sulit. Tapi kali ini. Bagaimana bisa Jihan mengiranya bercanda?

"Lo Abangable banget deh Marcus," kata Jihan.

Apa katanya tadi? Abangable? Abangadik zone?

"Lo cantik Jihan. Perasaan gue lebih dari itu. Gue bener-bener suka sama lo," kata Marcus. Sudah tidak peduli lagi dengan kenyataan bahwa Jihan sudah punya pacar dan pacarnya adalah rivalnya sendiri.

Jihan terpaku kaget. "Lo bercanda ya?"

Marcus menarik tangan Jihan. Mengarahkan tangan cewek tersebut pada pipinya sendiri. Jihan tersentak kaget karena gerakan tiba-tiba Marcus. Jihan tidak menyangka Marcus akan melakukan ini padanya. Karena sejak dulu Marcus hanya menggodanya dan tidak benar-benar serius. Marcus memaksa menggerakan tangan Jihan hingga Marcus bisa merasakan tangan hangat dan lembut Jihan mengusap pipi Marcus.

"Apa lo liat kalau gue lagi bercanda?" tanya Marcus sungguh-sungguh.

"Lo apaan sih." Jihan menarik tangannya dengan gelisah namun Marcus menahannya agar tetap pada tempatnya.

"Lo pasti bingung kan? Sama. Gue apalagi." Marcus menarik napas.

"Gue sering ngejahatin lo dulu. Ngebenci lo bahkan ngelakuin banyak hal supaya lo sengsara. Tapi ujungnya hal yang gak pernah gue duga malah muncul. Gue suka sama lo. Bener-bener suka. Gue berpikir gue udah gila karena suka sama lo tapi saat liat lo. Gue tau gue emang udah suka sama lo. Lo selalu bersikap baik sama gue bahkan pas gue udah niat jahatin lo," tutur Marcus.

"Marcus lo gak bisa kaya gini." Jihan menurunkan tangannya. Namun Marcus mendekatkan tubuhnya pada Jihan.

"Gue tau lo udah punya Septian. Gue bakal nunggu lo untuk nanti. Tenang aja." Marcus berkata mantap.

"Lo gak boleh gitu!" Jihan mendorong dadanya.

"Kenapa gak boleh?" Marcus menatap mata Jihan dalam-dalam.

"Emangnya gue gak pantes ya buat lo? Gue gak akan rusak hubungan lo sama Septian. Yang gue lakuin adalah nungguin lo." Marcus membuat Jihan ketakutan dengan kata-katanya.

Bagaimana kalau benar Marcus menunggunya?

"Marcus... tolong," Jihan mencoba menghindar namun Marcus menarik kedua tangannya. Membawa kedua tangannya menangkup pipi Marcus. Jihan mencoba menarik tangannya namun Marcus menahannya.

"Terlambat itu gapapa daripada enggak sama sekali kan," kata Marcus. "Maaf buat lo takut."

Jihan memejamkan matanya semakin ketakutan. Ia berontak menarik tangannya dari pegangan tangan Marcus namun Marcus masih ingin menahannya. Marcus tidak ingin menjahatinya seperti dulu. Tidak ada maksud apa-apa. Marcus hanya ingin mengutarakan perasaannya pada Jihan.

"Sampai sini lo paham kan apa yang gue mau?" tanya Marcus. "Gue maunya lo."

Septian mendengar semuanya. Namun yang ia lakukan hanya diam. Tidak menghampiri Jihan dan Marcus. Perasaan cemburu melihat Jihan mengusap wajah Marcus mengalir deras dalam tubuhnya membuat Septian hanya membatu di tempat. Untuk kali ini Septian merasa sangat tidak berguna menjadi laki-laki.

"Rasa sayang gue. Mungkin lebih besar dari sayang Septian ke lo Han," ujar Marcus.

"Gue gak bisa lupain lo Han. Tinggalin Septian buat gue ya?" tutup Marcus.

*****

AN: Halo! Maaf yaa kemarin wattpadnya eror mungkin lagi perbaikan jadi baru di post hari ini. Iya habis ini Galaksikejora sabar yaa<3 Tetep semangat kan nunggunya?❤❤

SPAM NEXT UNTUK LANJUT? BIAR GAK SIDER AJA

1 KATA BUAT MARCUS

SPAM SEPTIHAN SUPAYA INGET TERUS JUDUL CERITANYA?

Ini final visual Novel Septian & Jihan, Gimana? :D


1 KATA BUAT PART INI?

KAMU TIM SEPTIHAN / SEPTIANTHALITA?

ATAU MARCUSJIHAN / SEPTIHAN?

Buat yang mau pesen novel Mozachiko bisa di shopee: dsdstore jugaaa<3

NEXT LAGI KAPAN???

Add line: @xgv8109t & @856kszhn untuk info update. Jadi bakal ada BC dari Line untuk update-update cerita Poppi Pertiwi

OH IYA YANG BELUM ADD LINE@ GALAKSI ALDEBARAN ADD @bdz5193b YAA NANTI AKAN DIBALAS OTOMATIS <3

FOLLOW INSTAGRAM:

POPPIPERTIWI
POPPIPERTIWII
POPPIPERTIWISTORY
WATTPADPI

GALAKSIMOVIE (Jangan lupa follow akun ini yaa untuk info-info selengkapnya)

SEPTIANAIDAN
JIHANHALANA
RAVISPA

GALAKSIALDEBARANNN
JORDANADITAMA
BAMSADNYANA
GUNTURGUTAMAA
OJIANURAGARS
NYONGBRAY

FOLLOW IG BARU OJI: OJIANURAGARS & GALAKSIALDEBARANNN

Follow Twitter:

@PoppiPertiwi_
Septianaidan
Jihanhalana

Subscribe Youtube: Poppipertiwi (Ada dua channelnya)

Order novel Galaksi di shopee: Melvanamediastore, Order novel Mozachiko di shopee: Dsdstore / bisa kalian dapatkan di seluruh Gramedia Indonesia. Jadi buat yang tanya-tanya dimohon untuk baca AN sampai bawah ya

Sebutin aku lagu yang sedang kamu suka dong?

Salam sayang, Poppi Pertiwi. Jodohnya Doyoung & Jhonny NCT<3

Mau next lagi kapan?

Continue Reading

You'll Also Like

373K 39.1K 44
Rasa sakit menjadi alarm atau penanda bagi kita bahwa tubuh sedang tidak baik-baik saja. Ia memberikan sinyal kepada kita untuk lebih peduli atau mul...
2.6M 148K 41
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...
2M 70K 44
Seorang santriwati yang terkenal nakal dan bar-barnya ternyata di jodohkan dengan seorang Gus yang suka menghukumya. Gus galak itu adalah musuh bebuy...
4.4M 187K 48
On Going ❗ Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...