Hi, Captain! [COMPLETED]

Od niqceye_

27.2M 1.6M 367K

18+ [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Ini tentang dua orang yang tidak mengenal, tiba tiba dijodohkan. Namun seiring... VĂ­ce

REYGAN ADITAMA
JENNIFER ALASYA
1|Kesan Pertama.
2| Berdebar
3| Look at her.
4 | Pilihan
5 | Tentang keduanya
6| Wedding day.
7| A night with you
8 | About caring
[REVISI] Feeling
[REVISI] Respect
[REVISI] Mulai berani
[REVISI] Keputusan
[REVISI] Broken
[REVISI] Satu permintaan
[REVISI] Pahit
[REVISI] A Regret
[REVISI] Unexpected
[REVISI] After all happened
[REVISI] A mistakes
[REVISI] A Chance
[REVISI] QuĂ­tatelo
[REVISI] Beginning
[REVISI] Heart Beating
[REVISI] Daily Routine
[REVISI] Meet Again & Feeling
[REVISI] A Happiness with you
[REVISI] Surprised
[REVISI] What's going on?
[REVISI] Honestly
[REVISI] Curious
[REVISI] True or False?
[REVISI] A Statement
[REVISI] Uncomfortable + CAST
[REVISI] Ardan and Rain
[REVISI] Salahkah?
[REVISI] Penyelesaian
[REVISI] Truth
[REVISI] Keputusan^
[REVISI] Sebenarnya ada apa?
[REVISI] Feeling good
[REVISI] U hurt Me
[REVISI] U Hurt Me^2
[REVISI] Apologize
[REVISI] Knowing
[REVISI] Knowing^2
[REVISI] Ingin Bertemu
[REVISI] Akhirnya bertemu
[REVISI] Kisah kita
[REVISI] Indonesia-Milan
[REVISI] Papi
[REVISI] Ketegasan
[REVISI] Finding you
[REVISI] Finally found you
[REVISI] Spend the time with you
[REVISI] Ragu dan rayu
[REVISI] The most beautiful day
[REVISI] A New Life Begin
[REVISI] Samudera Raga A
[REVISI] Raga & Reygan
[REVISI] Raga & Reygan^2
[REVISI] Happy Family
[REVISI] Happy family^2
[REVISI] Piccola Famiglia
[REVISI] Perfect day
[REVISI] A New Born
[REVISI] Piccola Famiglia^2
Hi, Captain! : Last chapter
SEKUEL

[REVISI] Yay/Nay

283K 18.9K 2.8K
Od niqceye_

*****

Note : Aku ngetik ini bolak-balik, hapus ketik lagi, hapus ketik lagi. Mikir juga biar kalian nggak bosen bacanya. Nggak jenuh. Jadi, lama update nggak papa kan?😭

Belum lagi, aku punya kesibukan, tapi sebenernya disela-sela kesibukan juga, muter otak buat cerita ini:")

*****

Jangan lupa vote ya, sebagai bentuk apresiasi kalian hehe. Ini udah 2600 kata lho. Gimana udah tekan? Oke, happy reading💙

****

Jennie menghembuskan nafasnya pelan, beban pikirannya sedang berat akhir-akhir ini, beberapa kali revisi skripsi miliknya, dan sikap Reygan yang tidak henti-hentinya mencurigai dirinya. Bukannya, tidak ingin bercerita, tapi untuk mengingat kejadian itu saja, dia takut setengah mati. Apalagi saat lima belas sebelum dia berangkat kerja pagi tadi, Reygan memperingatinya. "Awas ya, kalo kamu ada main sama dia dibelakang aku. Aku bakal bikin dia nggak selamat."

Astaga.

Jennie mengusap kasar wajahnya. Lalu melirik jam dinding, Reygan sudah berangkat kerja, dan selama tiga hari dia akan sendirian dirumah, tanpa siapapun menemani. Dan, akhir-akhir ini badannya seperti kurang fit, dan pusing mungkin karena beberapa masalah yang dia alami.

Jennie membuka kulkas dan melihat bahan makanan, tapi aneh sekali selera makannya hilang entah kemana. Tapi, nggak mungkin juga kalau tidak makan. Akhirnya, dari sekian banyak bahan makanan, pilihannya jatuh pada mie instan, dan telor.

Sambil menunggu rebusan air, pikiran Jennie menerawang pada kejadian beberapa hari lalu, dimana Reygan memukuli Tama dengan begitu beringas, dan apalagi kalau Reygan tau apa yang sudah Tama lakukan. Bisa-bisa Reygan bunuh Tama beneran.

"Kok gue bisa nggak tau Reygan segalak itu ya?"
Setelah lama membuat mie, dia membawanya ke kamar, sambil mengetik revisi skripsi miliknya. Jennie melirik ponselnya yang bergetar, ternyata panggilan dari Reygan. Padahal, baru sekitar dua jam mereka berpisah.

"Halo Mas?"

Reygan disana duduk di kursi, sambil memegang mug coklat hangat. "Halo sayang. Lagi ngapain?"

"Ngerjain skripsi. Kamu?"

Reygan menyesap coklat hangatnya. "Duduk aja, bosen nggak ada kamu."

Jennie terkekeh, rasanya ingin memeluk Reygan sekarang juga, tidak ingin berjauhan seperti ini. Bahkan, untuk pertama kali Jennie menangis, karena Reygan harus pergi. Biasanya dia tidak se melankolis ini. "Aku juga kangen."

Reygan tersenyum. "Tiga hari doang kok. Nanti aku langsung pulang kerumah."

"Iya. Ini memangnya kamu dimana?"

Reygan berdeham, "Di Singapura. Deket kan?" katanya sambil tertawa kecil.

"Jauh."

Reygan tertawa. "Aku tutup dulu ya, kamu dirumah aja, jangan kemana-mana. Jangan nakal. Oke?"

"Oke."

Reygan mengangguk. "Bye. I love you."

Jennie mengulum bibirnya, astaga padahal ini bukan kali pertama Reygan mengatakan kalimat itu. Tapi tetap saja rasanya berdebar dan deg-degan. "Me too."

*****

Jennie turun dari taksi online yang dipesannya, karena Reygan melarangnya untuk berpergian menggunakan mobil sendiri. Dan, menyuruhnya untuk menggunakan taksi online saja.

Kaki Jennie melangkah ke arah ruang dosen pembimbing, dan ternyata disana kosong, padahal dia sudah membuat janji dengan dosen itu. Jennie mengetikkan pesan kepada dosennya, dan menunggu beberapa saat didepan ruangan itu.

"Jennie?"

Jennie mendongak ke arah suara yang memanggilnya, dan ada Ardan disana tersenyum ke arahnya. "Lo ngapain?"

Ardan duduk disebelahnya. "Gue remed. Terus sama ada beberapa matkul yang belum tuntas. Lo skripsi?"

Jennie mengangguk. "Iya."

Keduanya diam, tapi Jennie merasa tatapan Ardan yang begitu lekat terhadapnya, membuatnya risih. "Lo kenapa liatin gue segitunya?"

"Gue mau tanya sesuatu. Lo keberatan nggak?"

Jennie menatap Ardan, sambil mengangkat alisnya. "Mau tanya apa?"

"Emm, tempo hari lalu. Gue lihat laki-laki agak sedikit lebih dewasa dari kita, keluar dari kamar mandi ujung. Dan nggak lama lo keluar dari sana...kalian ngapain?"

Badan Jennie menegang. Astaga. Kenapa bisa Ardan melihatnya? "G--gue..."

Ardan menyampingkan badannya, menghadap Jennie, dan menatapnya. "Kalian ngapain disana Jen?"

Jennie menunduk.  "Gue nggak ngapa-ngapain. Kok lo bisa mikir gitu ke gue?"

Ardan mengangkat dagu Jennie agar menatapnya. "Siapapun yang lihat kalian berdua dari kamar mandi, pasti mikir yang sama kaya gue. Mending, lo jujur."

Jennie menunduk lagi, memilin jari-jarinya. Lalu menggeleng. "Nggak. Gue nggak ngapa-ngapain."

Ardan menggelengkan kepalanya. "Lo kaya ketakutan. Cerita sama gue, janji ini jadi rahasia. Tapi, lo harus jujur."

"Jennifer Alasya?"

Keduanya mendongak, ketika mendengar suara berat itu, dan melihat dosen tua berdiri disana, sambil menatap keduanya. "Iya Pak. Saya. Jadi, sudah bisa konsultasi Pak?"

Dosen itu mengangguk. "Silahkan masuk. Dan, Ardan tugas penggantinya kirim email saya saja 45 menit dari sekarang."

Ardan berdiri dan mengangguk. "Baik Pak." katanya sambil menggaruk pelipisnya.

"Gue masuk dulu Ar."

Ardan mencekal tangannya. "Gue tunggu lo di kantin FEB. Gue harap lo mau cerita ke gue. Oke?"

"Gue masuk duluan."

Ardan menatap punggung perempuan itu, perasaannya mengatakan ada yang aneh dengan Jennie, terlebih saat keluar dari kamar mandi, pakaian perempuan itu lusuh sekali. Ardan menggelengkan kepalanya berusaha menghilangkan pikiran buruknya terhadap perempuan itu.

Jennie celingak-celinguk ke kanan dan kiri, dia harus menghindar dari Ardan, karena pasti dia ingin tahu. Tapi, baru saja berjalan dengan tenang, di ujung sana sudah ada laki-laki itu, berjalan ke arahnya. "Kan gue nunggu lo di kantin. Lo kok nggak kesana?"

Jennie meringis. "Gue lupa." kilahnya.

Ardan menggandeng perempuan itu, dan membawanya ke kantin ujung yang sepi, sehingga pembicaraan mereka bisa lebih leluasa. "Kalo lo menghindar. Gue semakin yakin lo ada apa-apa sama laki-laki itu."

Keduanya duduk berhadapan, Ardan menatap lekat Jennie. "Oke, lo bisa bilang sekarang. Ada apa antara lo sama laki-laki itu. Apa lo ... selingkuh?"

Jennie menggelengkan kepalanya. "Gue nggak selingkuh. Gue cu--cuma,"

"Jen, lo bisa bilang sama gue. Asal lo tau, gue memang cinta beneran sama lo. Tapi, gue nggak segila itu mau rebut lo dari suami lo. Gue kemarin lihat lo sekacau itu, waktu mau gue samperin malah suami lo datang. Jadi, ada apa? Lo kenapa?"

Jennie meneteskan air matanya. Dia bener-bener tidak bisa cerita, rasanya masih takut, dan lagi sepertinya itu membuka aibnya sendiri.

"Lo diganggu sama dia? Gue percaya lo nggak sejahat itu, biar selingkuh."

Jennie mendongak. "Lo---rahasiain hal ini. Ya?" katanya sambil mengusap air matanya.

Ardan terpaksa mengangguk, sepertinya perempuan dihadapannya ini memang ketakutan.

"Gue kemarin dilecehkan sama dia. Dia pegang-pegang gue, dia sentuh gue. Tapi, dia nggak sampe memperkosa gue. Atau mungkin .... belum."

Raut wajah Ardan menegang. Tangannya mengepal, buku-buku tangannya memutih, berusaha meredam emosinya. "Dia sentuh lo...sejauh apa?"

"Tangannya sentuh semua bagian tubuh gue, gue nggak bisa ngelawan tangan gue diikat dasi sama dia. Gue----takut Ar."

Ardan menatap prihatin Jennie, firasatnya benar. Perempuan ini sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. "Laki-laki itu, siapa lo? Dan, lo tau kenapa dia bisa kaya gitu?"

"Dia kakaknya Kris anak FK. Dia bilang dia jatuh cinta sama gue, tapi gue bilang kalo gue udah nikah. Dan, dia nggak perduli, dia bawa gue ke kamar mandi, dan---"

Ardan langsung berdiri, memeluk Jennie dari samping, mengelus punggungnya. "Nggak usah dilanjut. Kalo lo nggak bisa."

Perempuan itu terisak. "Gue takut sama dia. Gue bahkan nggak berani bilang sama suami gue sendiri. Gue takut dia marah, kecewa." katanya sambil terisak.

Ardan menghembuskan nafasnya. "Gue nggak akan biarin perempuan yang gue sayang, diperlakukan seperti ini. Gue akan jamin keselamatan lo. Kalo dia macam-macam, gue sendiri yang akan turun tangan."

Jennie melepaskan pelukan Ardan, lalu mendongak. "Lo---serius? Tapi, gue nggak bisa balas perasaan lo. Maaf Ardan."

"Nggak apa-apa. Banyak cara buat buktiin kalo gue beneran cinta sama lo. Nggak harus memiliki, tapi menjamin keselamatan lo, kebahagiaan lo. Itu cara gue."

Jennie menunduk.

"Jangan jadikan perasaan gue sebagai beban. Perasaan gue, ya urusan gue."
Jennie mengangguk pelan. Lalu menatap lurus ke depan.

"Kapanpun lo minta tolong. Gue bakal selalu ada. Untuk itu, jangan jauh-jauh dari gue ya?"

****

Jennie duduk di sofa ruang tamu, badannya lemas sekali hari ini, pusing terus menerus mendera kepalanya. Ponselnya bergetar.

Mama is calling...

"Jen! Gimana? Masih pusing? Lemes ya? Makanya kamu tuh, kalo ditinggal Reygan kerja tuh, makan yang bener. Ini malah makan mie sama telor. Mama tuh---"

Jennie berdecak. "Ma! Aku nggak papa."

"Enggak papa gimana? Kamu sendirian disana, Mama sama Papa lagi di Palangkaraya, Reygan lagi kerja. Kamu sakit. Jen, kamu tuh kalo lagi sakit dropnya kebangetan. Terus, kalo pingsan nggak ada yang tau gimana? Belum--"

Jennie memijat pelipisnya. "Ma. Ya Tuhan aku nggak papa, kenapa sih."

Terdengar helaan nafas dari seberang sana. "Reygan tau kamu sakit? Mama telpon ya? Mama khawatir beneran Jen!"

"Enggak tau dia. Lagi kerja Ma, nggak usah diganggu. Mama kapan pulang?"

"Minggu depan."

Jennie mengangguk. "Yaudah Ma, aku tutup dulu. Mau ngerjain skripsi. Bye Ma."

"Makan yang teratur, minum obat, jangan begadang. Ya?"

"Iya Mama."

Jennie menatap ponselnya, lalu menghela nafasnya. Perutnya melilit sekali. Jennie berlari ke kamar mandi, ketika mual sudah tidak bisa lagi dia tahan.

Jennie memuntahkan makanannya, "Males deh kalo udah kambuh gini."
Lama di kamar mandi, dan memuntahkan segala sesuatu, Jennie semakin lemas, dan duduk di undakan tangga. Memejamkan matanya.

*****

Ardan meletakkan telapak tangannya di kening Jennie. "Lo kenapa? Sakit?"

"Nggak. Biasa perut kambuh."

Ardan mengernyitkan dahinya. "Pulang aja, batalin aja bimbingannya, lagian cepet-cepet lulus biar apa?" kekehnya.

"Ish! Biar kerja lah gue. Emang lo."

Ardan menggelengkan kepalanya, "Tapi, asli deh, lo keliatan kaya mayat hidup njir. Pucet amat."

"Iya, keringat dingin terus gue. Kayaknya, lo bener deh, gue balik aja kali ya?"

Ardan mengangguk. "Iyoii, balik aja. Gue anter ya? Laki lo nggak ada dirumah kan?"

"Nggak ada. Tapi, bukan berarti gue mau pulang sama lo ya Ar. Mau di cap pebinor?"

Ardan terkekeh. "Peduli setan sama omongan orang. Yok, ah balik."

Jennie terpaksa menuruti Ardan yang menyeret tangannya, dan membawanya ke parkiran. "Ardan. Gue mau beli steak."

"Hah? Steak? Oke. Mampir."

Jennie mengangguk senang, lalu memakai helm dan pergi dari kampus, mengabaikan jadwal bimbingannya dengan dosen.

Keduanya berjalan di pusat perbelanjaan, dan memesan steak yang enak disana. "Lagi sakit, malah keluyuran di Mall."

Jennie terkekeh. "Disini steaknya enak. Lo pasti belum pernah coba."

"Apalah daya gue, mainnya nasi kucing sama warteg."

Jennie tertawa, lalu menggelengkan kepalanya. "Ada-ada aja."

Satu porsi steak sudah tersaji, didepan mereka, mencium aromanya saja membuat Jennie keroncongan. Astaga nafsu makannya berantakan sekali.

Ardan memerhatikan Jennie, menatapnya lamat-lamat. "Lo ngidam ya?"

Jennie tersedak, lalu menyeruput jus melon. "Eh! Ngagetin! Ngidam apaan sih!"

"Lo tadi lemes, pucet, tiba-tiba pengen steak, terus jadi serakus itu makannya. Apa namanya kalau bukan ngidam?"

Jennie terdiam. "Apaan sih! Udah ah, ganggu gue aja lo. Makan gih."
Namun, sesungguhnya dia memikirkan perkataan temannya ini, tapi memang iya?

*****

Jennie melirik kalender di kamarnya. "Kok gue nggak nyadar udah telat ya? Tapi, kalo telat nggak selalu berarti hamil kan?"

Lama menatap kalender, fokus Jennie buyar kala ponselnya bergetar.

Mas Reygan is calling...

"Hai sayang!"

Reygan terkekeh. "Manis banget suaranya. Bikin kangen."

"Makanya pulang," kekehnya.

Reygan tertawa, dan duduk di ranjang setelah mandi dan pulang kerja. "Kamu disana sehat kan?"

"Sehat kok. Kamu?"

Reygan meletakkan ponselnya di lipatan lehernya, karena mengambil air putih. "Sehat dong. Kuliahnya hari ini gimana? Lancar? Revisi lagi apa nggak?"

Astaga. Tadi, bahkan Jennie membolos bimbingan hari ini. Lalu, ini dijawab apa?

"Lancar kok, masih revisi. Nggak segampang itu kali Mas."
Dan, terpaksa pilihannya harus berbohong.

Reygan tertawa. "Kamu pasti bisa. Jangan dibawa tegang, santai aja. Walaupun nanti kamu nggak lulus, aku tetep cinta kamu kok. Kamu, lulus uji di hati aku."

"Ih!"

Reygan tersenyum membayangkan perempuan itu, tertawa seperti ini. Membuatnya jantungnya berdegup kencang.

"Mas, nyanyiin aku dong."

Reygan mengernyitkan dahinya. "Aku nggak pinter nyanyi sayang. Yang lain deh."

"Nggak mau. Nyanyi buruan."

Reygan menghembuskan nafasnya. "Jangan ketawa lho. Jelek banget sumpah."

"Ih, nggak apa-apa. Buruan."

Reygan berjalan ke pinggir ranjang, dan memeluk bantal hotel sambil tersenyum. Astaga rasanya kenapa seperti mengikuti audisi menyanyi?

I'd spend ten thousand hours and ten thousand more
Oh, if that's what it takes to learn that sweet heart of yours
And I might never get there, but I'm gonna try
If it's ten thousand hours or the rest of my life
I'm gonna love you
I'm gonna love you

[Justin Bieber----10.000 hours]

Reygan terdiam. Kok nggak ada suara balasan dari Jennie, apakah dia pingsan ketika mendengar suaranya tadi. Astaga.

"Sayang? Kok diem aja? Tuh kan jelek, aku bilang juga apa, nge---"

Sementara disana, Jennie menggigiti jarinya, suara berat Reygan tadi membuat perutnya seperti ada kupu-kupu berterbangan. Romantis sekali. "Bagus banget Mas. Aku suka."

Reygan tertawa kecil. "Suka? Padahal suaraku jelek." tapi, dadanya berdesir hangat saat mendengar pujian Jennie tadi.

Jennie melepas ikatan rambutnya. Lalu berbaring di ranjang. "Video call Mas. Kangen."

"Nggak mau, akunya malu abis nyanyi. Pasti mau ngeledek nih."

Jennie tertawa. "Yaampun, dibilangin bagus juga. Kok gitu sih."

"Iyaudah. Bentar bentar, aku cari posisi dulu. Kamu juga, cari posisi."

Tak lama panggilan telah berubah menjadi panggilan video, disana Jennie melihat Reygan tersenyum ke arahnya. "Mana tadi yang nyanyi."

Reygan memutar bola matanya. "Tuh kan. Ledekin aja terus, ikhlas kok aku."

"Itu kalo nggak salah baru reff aja ya Mas? Nyanyiin full dong. Nemenin aku tidur."

Reygan mengusap wajahnya kasar. "Yaampun, malu akunya sumpah deh."

Jennie berdecak. "Ah! Yaudah lah, malu terus. Aku matiin nih."

"EH! Jangan! Iya-iya aku nyanyi."

Jennie tersenyum manis, menatap Reygan.

Do you love the rain, does it make you dance
When you're drunk with your friends at a party
What's your favorite song, does it make you smile
Do you think of me

When you close your eyes, tell me, what are you dreamin'
Everything, I wanna know it all

I'd spend ten thousand hours and ten thousand more
Oh, if that's what it takes to learn that sweet heart of yours
And I might never get there, but I'm gonna try
If it's ten thousand hours or the rest of my life
I'm gonna love you

Do you miss the road that you grew up on
Did you get your middle name from your grandma
When you think about your forever now, do you think of me

When you close your eyes, tell me, what are you dreamin'
Everything, I wanna know it all

I'd spend ten thousand hours and ten thousand more
Oh, if that's what it takes to learn that sweet heart of yours
And I might never get there, but I'm gonna try
If it's ten thousand hours or the rest of my life
I'm gonna love you
I'm gonna love you

Ooh, want the good and the bad and everything in between
Ooh, gotta cure my curiosity
Ooh, yeah

I'd spend ten thousand hours and ten thousand more
Oh, if that's what it takes to learn that
Sweet heart of yours
And I might never get there, but I'm gonna try
If it's ten thousand hours or the rest of my life
I'm gonna love you
I'm gonna love you

And I'm gonna love you
I'm gonna love you.

Jennie menatap Reygan. "Good night. I love you." katanya lalu memejamkan matanya.

"Night. I love you too."
Reygan membiarkan ponselnya tetap tersambung, dan melihat wajah polos istrinya itu.

*****

Jennie menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi, sudah tidak terhitung lagi, berapa kali dia muntah pagi ini, sejak pukul lima pagi.
Dan, pikirannya mengacu pada omongan Ardan. Ngidam? Dan, semalam entah kenapa ingin sekali dinyanyikan oleh Reygan.

Jennie bergegas ke toko, untuk membeli alat tes kehamilan, dan akan segera mengeceknya. Setelah lama berjalan, dalam kondisi yang lemas, akhirnya sampai juga dirumah, dan bergegas ke kamar mandi, perasaannya campur aduk. Astaga, bagaimana kalau iya?

Jennie mengulum bibirnya, berulangkali mengacak rambutnya, menunggu alat itu. Dan, ya, waktunya tiba setelah beberapa menit menunggu.

Matanya membelalak kaget.

Pregnant.

Jennie menutup mulutnya, lalu berlari ke luar kamar mandi, dan tersenyum senang. Yang ditunggu, akhirnya datang juga. Asik.

Jennie merogoh ponselnya. Hendak menghubungi Reygan, tapi sayang hanya suara operator yang terdengar. Membuat bahu Jennie merosot.

"Kalo udah pulang, bisa jadi kejutan kali ya?" gumamnya seraya memperhatikan testpack itu.

*****
Dan, dari part ini semuanya dimulai. So, stay tune and stay safe yup~

*****
Jangan lupa vote dan comment.

Terimakasih sudah membaca cerita ini.

See u next chapter ❤️
*****

PokraÄŤovat ve ÄŤtenĂ­

Mohlo by se ti lĂ­bit

1.3M 69.2K 68
[Follow sebelum membaca ya] [COMPLETED] *** "Lalu setelah saya melahirkan?" "Setelah kamu melahirkan, kamu bebas. Saya akan melepaskan kamu." Dan N...
8.5K 973 40
Baca Season 1 dulu, baru yang kedua. Karena ceritanya nyambung, oki doki.. Daizy dan Aldafi sudah mencapai hubungan yang baru, hubungan yang sama-sam...
251K 12.6K 22
Follow dulu sebelum BACA. . . Karin sudah mempersiapkan kue dan hadiah terindah untuk hari jadi pernikahannya. Namun, belum sempat dia memberikan had...
2M 22.4K 11
PART TIDAK LENGKAP! SEBAGIAN SUDAH DI HAPUS! Menikah dengan seorang Direktur tak pernah menjadi salah satu impian dalam hidup seorang Gea. Memikirkan...