AMBISIUS : My Brother's Enemy...

By Karanaga

1.7K 53 2

Suatu hari, kelas Malta kedatangan seorang murid baru super tampan dari San Fransisco yang bernama Austin. Da... More

Book Cover
Tokoh
Prolog
Aku dan Jason yang Menyebalkan
Austin si Anak Baru yang Tampan
Jason Menghilang
Orang Tuaku Menghilang
Aku Menyukai Malta
Rahasia Jason
Pertemuan Austin dan Jason
Kencan dengan Austin?
Aku Membenci Larry
Wanita Berkumis dengan Senyuman Manis
Menonton Film dengan Austin
Rumah Berhantu
Catherine Hamlin
Pertandingan Basket Austin
Hari Sial Jack
Hoax
Miami
Larry Holmes (Part 1)
Larry Holmes (Part 2)
Allison James
Pesta Dansa Sekolah
Perpisahan
Surat dari Austin

Epilog

42 2 0
By Karanaga

[LARRY]

Dua tahun setelah aku pergi meninggalkan Chicago.

Keadaan ibuku sudah jauh lebih baik. Saat ini, ia masih berlatih untuk bisa berjalan normal. Waktu itu, ia sempat terbaring koma selama satu bulan lebih. Untungnya, Tuhan masih berbaik hati padaku dan membiarkan ibuku untuk kembali sadar dari tidurnya.

Aku belum pernah kembali lagi ke Chicago setelah aku pergi meninggalkan kota itu dua tahun yang lalu. Kami memutuskan untuk menetap di kota ini. Kini aku belajar di sekolah yang berbeda. Aku juga menemukan teman-teman yang baru. Tetapi, tetap saja, tidak ada teman yang jauh lebih menyenangkan dari mereka semua.

Sepulang sekolah, aku bekerja paruh waktu di salah satu restoran cepat saji. Terkadang, ada beberapa gadis yang meminta nomor ponselku, tetapi tidak aku beri karena mereka sama sekali tidak bisa menggantikan posisi Malta di hatiku. Titik! titik! titik!

Kami memang masih sering berbicara lewat Facebook atau WhatsApp, tetapi semakin lama, pesan yang kuterima semakin sedikit. Itu bukan sepenuhnya kesalahan Malta. Akhir-akhir ini, aku memang sangat sibuk. Aku sibuk bekerja dan juga belajar untuk ujian masuk Perguruan Tinggi. Begitu pula dengan Malta dan teman-teman yang lain.

Besok, aku akan mengantar ibuku ke rumah sakit untuk melakukan check-up. Terkadang ia pergi dengan Josh, suaminya yang sekarang. Tetapi, saat Josh sibuk, aku yang mengantarkan ibu ke sana.

Aku memang merasa kesal selama beberapa tahun terhadap ibuku. Ia mungkin banyak melakukan kesalahan di masa lalu. Namun, bagaimanapun, ia masih tetap ibu kandungku. Aku harus bisa memaafkannya. Hari demi hari yang aku lalui bersamanya membuatku tersadar bahwa waktu memang tak bisa kuulangi, tapi setidaknya aku masih bisa memperbaiki hari ini. Aku berpikir bahwa Tuhan sengaja melakukan semua ini agar aku bisa kembali bertemu dengan ibuku.

Di kota ini, aku tetap tinggal bersama ayah. Hanya saja, setiap akhir pekan, aku akan menginap di rumah ibu. Josh juga tidak keberatan.

Saat aku di sana, ibu selalu bercerita jika ia ingin sekali memberikanku seorang adik perempuan agar aku bisa memiliki saudara. Ibuku bilang, aku selalu ingin memiliki seorang adik perempuan ketika aku kecil. Aku bahkan sempat menangis tersedu-sedu setelah seorang anak perempuan yang bermain denganku di taman bermain pulang ke rumahnya. Aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri hanya dalam beberapa jam saja.

"Larry!" Seru ayah.

"Ada apa?" Sahutku.

"Sepertinya, aku lupa mengambil koran baru hari ini. Bisa tolong kau ambilkan untukku?"

"Di zaman seperti ini, kelihatannya hanya Ayah saja yang membaca berita di koran."

"Tolong jangan berdebat denganku pagi ini!"

"Baiklah...baiklah..."

Aku berjalan menuju pintu depan. Sebelum aku sempat membukanya, seseorang menekan bel rumahku.

Sejenak aku berpikir, "Siapa yang berkunjung ke rumah sepagi ini?"

Tanpa ragu, aku membuka pintu lebar-lebar dan melihat seseorang yang aku tunggu selama ini berdiri di hadapanku.

Aku tidak bisa mengatakan apapun. Aku hanya bisa diam, memperhatikannya dari atas hingga ke bawah.

"Dua tahun kita tidak bertemu. Akhirnya kau datang kemari!" Kataku dengan gembira.

Malta tersenyum padaku, "Bukan hanya aku saja yang datang! Lihatlah!"

Ketika Malta bergeser ke pinggir, aku melihat kedua temanku yang lain berdiri di sana sambil membawa sebuah kue ulang tahun.

"Happy birthday to you... happy birthday to you..."

Mereka bertiga menyanyikanku lagu ulang tahun sambil membawa kue itu ke arahku.

"Sekarang, saatnya meniup lilin. Ucapkan dulu harapanmu!" Pinta Malta.

Aku menutup mata untuk memanjatkan do'a. Setelah itu, aku meniup lilin dengan embusan yang kuat seperti seorang anak kecil.

"Bagaimana kalian bertiga bisa ke sini?!" Tanyaku kaget.

"Dengan pesawat terbang," Jawab Branton.

"Bukan itu! Maksudku, mengapa kalian datang kemari? Kalian tidak perlu jauh-jauh ke sini hanya untuk merayakan ulang tahunku!"

"Apa kau tidak senang kami datang?" Tanya Leticia sambil cemberut.

"Oh, bukan! Bukan itu maksudku! Tentu saja aku senang sekali! Hanya saja...aku tidak ingin merepotkan kalian semua."

"Tidak merepotkan! Lagi pula ini kemauan kami sendiri. Sudah lama kita tidak bertemu dan kami semua merindukanmu. Jadi, kami manfaatkan saja kesempatan ini untuk memberikanmu kejutan," jelas Malta.

"Bung, tidak perlu banyak dipikirkan! Lebih baik sekarang kita makan kuenya! Apakah kau akan membiarkan kami bertiga di luar?" Tanya Branton.

"Oh, maaf! Silakan masuk!"

Ayahku datang menghampiri kami.

"Selamat datang semuanya! Silakan masuk! Terimakasih sudah mau berkunjung," kata ayah.

"Oh, ya! Aku lupa korannya!" Aku segera keluar untuk mencari koran itu.

"Larry! Tidak perlu! Aku hanya ingin membantu Malta untuk memberikanmu kejutan. Itu semua sudah direncanakan. Korannya sudah aku ambil pagi ini. Jadi, percuma saja jika kau cari. Pasti tidak akan pernah ketemu!" Jelas ayah.

"Jadi, selama ini kau tahu mereka akan datang?"

"Yap!"

Kami berempat duduk di ruang tamu sambil menikmati kue itu. Mereka menceritakan banyak hal yang terjadi setelah aku pergi meninggalkan kota itu. Kemudian, kami berdiskusi mengenai universitas yang akan kami pilih untuk belajar nanti.

Sejujurnya aku tidak tahu apakah aku akan lanjut kuliah atau tidak. Sebab, aku memang tidak pernah berminat untuk kuliah. Aku hanya ingin membuka bisnis saja. Namun, jika aku harus kuliah, sepertinya aku akan memilih universitas yang sama dengan Malta. Aku tidak ingin berpisah dengannya lagi.

"Larry, Jason memberikan salam untukmu. Dia juga ingin meminta maaf karena tidak bisa hadir ke sini. Awalnya aku mengajaknya, tetapi dia tidak bisa ikut karena masih banyak urusan di kampusnya," kata Malta.

"Apakah dia senang tinggal di Stanford?" Tanyaku.

"Tentu saja! Setiap kali aku mengunjunginya, ia selalu menceritakanku banyak hal dengan penuh ketertarikan. Ia bahkan kelihatannya tidak merindukan rumah sama sekali. Awalnya, ia memang pernah memberi tahuku jika hari-harinya di kampus tidak berjalan semulus itu. Tetapi, setelah ia menemukan banyak teman dan melakukan banyak kegiatan di sana, sepertinya itu tidak menjadi masalah lagi."

"Baguslah kalau begitu! Aku turut senang mendengarnya."

Setelah berbincang-bincang, aku mengajak mereka untuk pergi ke pusat kota dan melihat festival yang sedang berlangsung saat itu. Kami membeli banyak barang dan juga makanan yang dijual di pasar loak. Lalu, kami berpisah di persimpangan jalan karena mereka harus kembali ke hotel tempat mereka menginap.

"Besok, kami harus langsung pulang. Jadi, mungkin di sinilah kita akan berpisah. Kau tidak perlu mengantar kami besok!" Ucap Malta.

"Secepat itu! Mengapa?" Tanyaku heran. Aku masih ingin bermain dengan mereka semua.

"Leticia dan Branton harus melakukan wawancara untuk universitas pilihan mereka, sedangkan aku akan pergi mengunjungi rumah nenek besok. Jadi, dari bandara aku akan langsung ke sana. Tadinya ibu memintaku untuk tidak ke sini hari ini. Tapi, kita bertiga tidak memiliki waktu lain yang kosong. Jadi, hanya hari ini saja pilihannya. Tidak masalah, kan?" Jawab Malta.

"Oh, begitu ya. Aku mengerti. Tidak apa-apa! Tapi, izinkan aku untuk mengantar kalian ke bandara. Tolong..."

"Malta, biarkan saja dia! Lagi pula kita mungkin tidak akan bertemu lagi untuk waktu yang lama," kata Leticia membelaku.

"Baiklah. Aku bukannya melarangmu. Aku hanya tidak ingin merepotkanmu. Lagi pula kau harus mengunjungi ibumu besok, kan?"

"Tidak masalah! Aku akan langsung pergi mengunjungi ibuku setelah mengantar kalian pulang."

"Oke kalau begitu!"


***


Keesokan harinya, aku menunggu mereka di depan hotel untuk mengantarkan mereka ke bandara dengan mobilku. Aku membantu Malta memasukkan barang-barangnya ke bagasi mobil. Kemudian, mereka masuk ke dalam mobilku. Malta duduk di kursi depan denganku, sedangkan Leticia dan Branton duduk di kursi belakang.

Jarak yang perlu ditempuh untuk sampai ke bandara tidak begitu jauh. Hanya perlu 30 menit saja.

Selama perjalanan ke sana, kami tidak banyak berbicara. Leticia hanya memainkan ponselnya, Branton tertidur sambil mangap, dan Malta melihat-lihat ke luar jendela. Aku tidak tahu harus berkata apa. Selama dua tahun kami tidak bertemu. Memang terasa sedikit canggung setelah bertemu lagi.

Aku memperhatikan Malta diam-diam. Ia tidak memulai pembicaraan sama sekali. Aku tidak tahu apa yang ia pikirkan. Andai saja aku bisa membaca pikirannya. Apakah ia sedang memikirkanku? Apakah ia memiliki perasaan untukku? Apa mungkin ia ingin mengatakan sesuatu padaku, tetapi dia terlalu malu?

Jujur saja, selama dua tahun ini, walaupun kami terpisah jauh, tetap saja, aku masih terus memikirkannya. Aku tidak ingin kehilangannya lagi. Karena mungkin suatu saat, ia akan benar-benar pergi dariku. Aku bahkan tidak tahu dimana ia akan kuliah. Bagaimana jika ia pergi ke tempat yang sangat jauh? Mungkin aku tidak akan memiliki kesempatan lagi untuk mengungkapkan perasaanku padanya. Sepertinya, inilah satu-satunya kesempatanku untuk melakukan hal itu.

Apa aku harus mengatakannya sekarang?

Tanpa terasa, kami telah sampai di bandara. Bahkan beberapa menit lebih cepat dari yang diperkirakan. Mungkin karena kami pergi terlalu pagi, sehingga jalanan masih cukup sepi.

Aku memarkirkan mobilku di pinggir bandara.

"Sudah sampai," ucapku.

Leticia membangunkan Branton dari tidurnya. Malta merapikan isi tasnya. Aku tidak punya banyak waktu. Ini adalah satu-satunya kesempatanku.

Leticia dan Branton keluar dari dalam mobil. Aku membuka pintu bagasi dan membantu mereka mengeluarkan barang-barang dari dalam sana.

"Larry, terimakasih sudah mau mengantar kami ke sini," kata Malta.

"Apa kita masih bisa bertemu lagi?" Tanyaku.

"Tentu saja! Kenapa tidak?"

Sebelum berpisah, mereka bertiga memelukku satu per satu. Seorang petugas bandara memintaku untuk segera pergi karena banyak mobil yang ingin menepi. Waktu kami sepertinya telah habis.

Mereka bertiga melambaikan tangan padaku. Tenggorokanku terasa sakit. Aku harus mengatakannya sekarang.

Setelah mereka beranjak pergi, aku memanggil Malta kembali.

"Malta! Tunggu!" Teriakku.

Mereka menoleh ke arahku.

"Ada apa?" Tanya Malta.

Aku berlari menghampirinya.

"Malta, aku ingin mengatakan sesuatu padamu," kataku.

Malta terlihat bingung, "Katakan saja!"

"Malta, aku ingin berkata jujur. Mungkin aku tidak akan memiliki kesempatan ini lagi. Entahlah. Aku tidak tahu sampai kapan aku akan tinggal di kota ini. Aku juga tidak tahu kapan kita akan bertemu lagi. Jadi, inilah satu-satunya kesempatanku. Malta, sudah lama aku menyukaimu. Bahkan hingga detik ini. Aku tahu kau pasti sudah mengetahuinya. Maksudku, itu pasti terlihat jelas, bukan? Jadi, Malta, jika kau memiliki perasaan yang sama untukku, maukah kau menemuiku lagi di sini? Tolong beri aku kesempatan sekali saja! Aku akan mengikutimu kemanapun kau pergi. Jadi, bagaimana? Apa kau juga menyukaiku?"

Malta terdiam untuk sejenak. Namun selanjutnya, ia tersenyum padaku.

Saat itu, ia memberi tahuku jawabannya. Kemudian, ia kembali memelukku. Lalu, ia melambaikan tangannya padaku dan kami berpisah.


TAMAT


P.S: TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA HINGGA SELESAI! BERSAMBUNG DI BUKU KE-DUA YA... 😁

Continue Reading

You'll Also Like

528K 87.3K 30
βœ’ λ…Έλ―Ό [ Completed ] Mereka nyata bukan hanya karangan fiksi, mereka diciptakan atau tercipta dengan sendirinya, hidup diluar nalar dan keluar dari huk...
15.5M 874K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
13.3M 1.1M 81
β™  𝘼 π™ˆπ˜Όπ™π™„π˜Ό π™π™Šπ™ˆπ˜Όπ™‰π˜Ύπ™€ β™  "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...
717K 67.2K 50
{Rilis in :1 February 2021} [Fantasy Vampire series] Ivylina terjebak di sebuah Museum kuno di negara Rumania dan terkunci di kamar yang penuh dengan...