THE STITCHES (Sibling 2nd sea...

By AAWidarta

9.2K 1.2K 134

"Kau tetap yang teristimewa, kepalamu tetap jadi koleksiku yang ke 100. Mari kita mengulang semuanya kembali... More

SATU: Surat Kaleng
DUA: Korban Pertama
TIGA: Janggal
LIMA: Dia kembali
ENAM: Belum saatnya
TUJUH: Kenangan
DELAPAN
SEMBILAN: Rania
SEPULUH: Lengah
SEBELAS: Rahasia dan Rencana
DUA BELAS: Lilia
TIGA BELAS
EMPAT BELAS: One day before
LIMA BELAS: Ruang Rahasia
ENAM BELAS: Seorang Tamu
TUJUH BELAS: Pengakuan
DELAPAN BELAS: Rahasia
SEMBILAN BELAS
DUA PULUH
DUA PULUH SATU
DUA PULUH DUA
DUA PULUH TIGA
DUA PULUH EMPAT
DUA PULUH LIMA
DUA PULUH ENAM
DUA PULUH TUJUH

EMPAT: Mimpi

417 54 5
By AAWidarta


Lydya POV

Hari yang indah!

Mataku menatap ke pantulan cermin di kamar mandi kafe. Setelah bedak dan sedikit sapuan lipstik di bibir, semuanya terasa sempurna. Ini ulang tahunku, sesuatu yang selalu ku tunggu dan ingin kurayakan bersama semuanya, ayah, ibu, kak vivi.

Ku pikir tak akan pernah ada lagi perayaan ulang tahun di kehidupanku. Semua seperti bonus, hidupku benar-benar seperti hadiah. Setelah semua yang terjadi, ternyata masih ada yang mau merayakannya bersamaku.

Tak henti-hentinya air di mataku mengalir. Padahal bibirku tersenyum sempurna. Meski telah disapu berkali-kali, tetap saja ia berjatuhan.

"Aku tahu kau bahagia, tapi tolong berhenti dulu menangisinya" ujarku pada pantulan wajahku di cermin.

Kreeeet...

Sejenak aku berhenti bicara. Hanya diam saja. Setahuku pelanggan harusnya sudah pulang semua. Ini sudah dijadwalkan untuk tak menerima pelanggan lagi hari ini. Maka, siapa yang masuk ke kamar mandi perempuan. Harusnya hanya aku satu-satunya perempuan di sini. ya, meskipun ada beberapa pelayan wanita di kafe ini, tapi setahuku mereka semua sedang cuti.

"Atau mereka pura-pura cuti untuk surprise?"

BLAMMMM...

Suara bantingan pintu itu cukup keras menggema. Bahkan bayanganku di cermin bergetar sejenak. Diikuti hampir semua pintu wc yang ikut berbunyi. Aku tetap diam, sebab sama sekali tak ada langkah kaki setelahnya. Hanya sunyi. Sunyi yang cukup lama membuatku berdiri diam menahan nafasku sendiri. Mataku masih awas menatap ke cermin yang memantulkan bayangan sudut kamar mandi di dekat lorong pintu keluar. Sama sekali tak ada tanda-tanda sesuatu bergerak.

Crackkk...

Ujung mataku berhenti ke arah suara retakan itu, tepat di kaca cermin di depanku. Seperti karena dingin tiba-tiba, muncul retakan rambut yang menjalar di kaca cermin.

Nafasku tiba-tiba saja menimbulkan uap putih. Jelas ini bukan ulah pendingin ruangan, sebab kamar mandi tak dilengkapi dengan alat itu.

Tubuhku kali ini benar-benar bergidik. Bukan karena ketakutan, tapi lebih karena udara yang memang mengalami penurunan suhu yang jauh jatuhnya. Semuanya terasa ngilu dan kaku. Seperti berendam di dalam air es.

Ckitttt...Ckiiiiit....

Seperti seseorang baru saja menggosokkan jarinya ke muka cermin. Suara itu membuat telingaku berdenging geli.

Mataku mendelik melihat sebuah kata baru saja muncul di hadapanku, tertulis di cermin. "DIA"

"dia?" gumamku tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi di depan mataku.

"K-E..."

"K-E-M-B-A-L-I" bacaku terbata-bata. "Dia kembali?" tanyaku heran.

"Siapa yang kembali?" gumamku tak mengerti. Berharap setidaknya ada yang bisa kutanyakan balik. Sunyi. Tak ada lagi kelanjutannya, hanya itu saja.

Jujur saja, ini bukan kali pertama aku melihat hal aneh seperti ini. Melihat hantu kakakku di sepanjang hari, beraktifitas layaknya manusia yang masih hidup saja aku sudah pernah. Tapi siapa sebenarnya yang ingin menyampaikan pesan? Itu yang ingin aku ketahui.

Seketika suhu ruangan kembali normal, seolah hantu yang baru saja mengganggunya itu pergi jauh dari sini. Meninggalkan jejak tanya kembali di kepala Lydya.

***

Setelah menenangkan diriku sendiri, aku berjalan keluar ke arah semu orang yang ternyata sudah lama menungguku.

"Datang juga orangnya" ujar mas Doni. "kami tadi hampir saja mau pulang"

Aku sama sekali tak bisa merespon. Bergegas ku berjalan ke arah mereka, dan langsung mengambil posisi dudukku. Meskipun sudah cukup lama aku menenangkan diri, tetap saja masih tak bisa kembali normal. Hantu baru saja mengirimkan pesan singkat untukku, manusia mana yang bisa berpikir normal setelahnya?

Semua orang menatapku aneh. Aku hanya tersenyum datar sambil mengayunkan tangan memberi kode untuk melanjutkan kembali acaranya.

"Ayo mulai saja" ucap mas Bayu kepada mas Doni. Ia mengangguk setuju.

"Nah, terkhusus untuk pemilik kafe Melancholia yang sedang berulang tahun, silahkan pesan menunya" ujar mas Doni sambil menyodorkan buku menu kepadaku.

"Oh, kukira hanya kue ulang tahun saja" ujar Lilia, membuat semua orang tertegun karena suaranya yang ternyata begitu keras.

"Dia ini kalau ulang tahun harus lengkap menunya" jelas mas Bayu sambil tertawa lama.

Aku tak meresponnya. Suara mereka hanya bergema di luar kepalaku. Sementara apa yang terjadi tapi di kamar mandi, masih mengulang-ulang di otakku.

"Kau kenapa?" tanya mas Bayu yang ternyata menyadari ada yang aneh denganku.

"Tidak, tidak" jawabku mencoba meyakinkan kalau semuanya baik-baik saja. "Aku tak apa-apa"

Tanganku bergetar sambil mengangkat buku menu yang biasanya terasa ringan ini.

"Baiklah, buku menu" ujarku berusaha terlihat normal.

"Aaaarg......!!!" jeritku keras tepat setelah lembar buku menu itu ku buka.

Tanpa sadar buku itu ku lempar ke udara. Jeritanku yang tiba-tiba itu membuat semua orang tersentak dan berdiri dalam posisi siaga.

Jantungku saat ini benar-benar terasa melompat keluar.

"Kenapa?" tanya mas Bayu lagi.

BUKKK...

Buku itu terjatuh tepat di atas salah satu piring di atas meja.

Aku terdiam. Mataku membelalak takut. Sedangkan tanganku menunjuk lurus ke arah buku menu.

Lilia yang buru-buru meraih buku itu.

Aaaaargh....!!!

Kali ini giliran Lilia yang menjerit ketakutan. Buku menu itu terbanting dalam keadaan terbuka. Semua orang yang akhirnya melihat apa yang sebenarnya terjadi sontak ikut kaget. Bagaimana tidak, ada bekas telapak tangan berwarna merah, masih basah.

"Apa maksudnya dengan kata dia kembali" tanya mas Doni pada tulisan di bawah bekas telapak tangan penuh darah itu.

"Ini Cuma lelucon kan?" tanyaku. Rasanya keterlaluan kalau memang ada yang ingin mengerjaiku sampai seperti ini.

"Ini pura-pura kan?" tanyaku lagi. Air mata mulai mengalir lagi di wajahku.

Tak ada yang menjawab. Semuanya terlihat sama kagetnya dan sama takutnya dengan apa yang baru saja kami lihat itu.

"Tadi di kamar mandi, dan sekarang di buku menu" ujarku kesal bercampur isak tangis. "Kalau memang sekedar prank, tolong katakan sekarang!"

Tapi tetap saja, semuanya benar-benar dalam keadaan bingung.

"Kamar mandi?" tanya mas Bayu mengulangi pelafalannya.

Aku mengangguk, Ia segera berlari ke kamar mandi memastikan apa yang sebenarnya dikatakan olehku.

***

Benar-benar tak sesuai rencana. Sisa acara ulang tahunku hanya diselimuti kecanggungan dan ketakutan. Kami hanya cepat-cepat menghabiskan santap malam itu dan pulang.

Aku masih melamun di atas jok motor. Mas Bayu memilih mengantarkanku ke rumah. Di sepanjang jalan, ia hanya diam. Sesekali matanya melirik ke arahku lewat spion. Jelas ia sedang memastikan kalau aku baik-baik saja.

"Lyd" ucapnya. Itu kalimat pertama yang ia ucapkan hingga hampir separuh perjalanan kami.

"Kenapa mas?"

"Kau tak apa?"

"Hmm" jawabku datar.

Jujur saja, tak ada yang tidak apa-apa malam ini, baik itu aku ataupun semua orang yang ikut di acara makan malam tadi.

"Itu..." ucap mas Bayu. Suaranya terdengar ragu.

"Kenapa?"

"Soal kalimat yang ada di buku menu tadi..." semakin ia bicara, semakin aku tahu ia sedang berusaha berhati-hati melontarkan pertanyaan. Sepertinya apa yang ku pikirkan soal kalimat itu, sama dengan apa yang ia pikirkan.

"Pak Adri sudah lama menghilang" jawabku.

"Tapi ia masih hidup Lyd" ujar mas Bayu. "Di luar sana..."

"Sudah mas, jangan bicarakan soal orang tua itu lagi" ucapku mengakhiri paksa percakapan kami.

Sisa perjalanan kami hanya senyap dan saling fokus ke jalan saja. Rasanya aku ingin cepat-cepat pulang, mandi air hangat, lalu tidur.

***

Ternyata sekedar shower air hangat tak menghilangkan keruh pikiranku. Butuh satu jam berendam air hangat, barulah semua urat tubuhku terasa longgar lagi. Sambil menyisir rambutku di pojok sisi tempat tidur, aku terdiam.

"Kak, kalau itu memang kau, harusnya muncul saja lewat mimpiku" gumamku dengan kesadaran penuh. "Semua yang terjadi di kafe, justru membuatku ketakutan"

Tapi hanya sunyi, tak ada tanda-tanda adanya aktifitas yang tak wajar yang akan terjadi. Tak ada lampu berkedip-kedip, pun tak ada dingin suhu ruangan yang tiba-tiba terasa. Semuanya normal.

Setelah selesai dengan menyisir rambutku, ku tarik selimut hingga menutup dari ujung kaki hingga ke leher.

"Semoga hanya hal baik saja yang akan terjadi" gumamku. Lalu tertidur.

.

.

.

Seperti terbawa ke sebuah situasi, mimpiku benar-benar terasa nyata. Aku seperti terbawa kembali ke lorong bawah tanah tempat kami menemukan mayat Ratma, pembantuku malam itu.

"Berhenti!"

Suara berat laki-laki itu terasa sangat tak asing bagiku. Pak Adri?

Aku berbalik ke arah suara itu, nampak seorang pria dan seorang wanita muda tengah berdiri di sana. Wajah yang bahkan tak mungkin bisa aku lupakan. Ya, mereka benar-benar pak Adri dan Ratma.

"Kenapa kau menarikku?" Tanya pak Adri.

"Apa kau benar-benar ingin tinggal di penjara?" tanya Ratma kesal. "Aku hanya ingin menyelamatkanmu!"

"Hei, bodoh!" bentak pak Adri. Suaranya benar-benar terasa nyata. "Kau pikir dengan kita kabur seperti ini, semuanya bisa langsung selesai?"

"Aku ingin menikah denganmu, seperti yang kuceritakan padamu sejak dulu" ujar Ratma.

Aku tak habis pikir dengan ucapan Ratma. Menyaksikannya mengatakan hal bodoh tentang pernikahan dengan seorang pembunuh seperti Pak Adri, apakah ia memang benar-benar bodoh?

"Ya, ya, melahirkan dua pasang anak dan hidup bahagia sampai akhir hayat kita" ujar pak Adri dengan tertawanya yang mengejek. "Sepertinya kau benar-benar bodoh!"

"Apa maksudmu?" tanya Ratma. "Kau masih punya hati, kau bisa berubah!"

"Bodoh, aku menahanmu sampai saat ini, karena kau terlalu tahu banyak rahasiaku" ujar Pak Adri. "Dan kau satu-satunya orang bodoh yang mau membantuku dan membuat mulus rencanaku"

Pak Adri tertawa keras. Suara tawanya bahkan menggema ke seluruh dinding lorong bawah tanah ini.

"Kau menyukaiku, bukan?" tanya Ratma.

Dia hanya tertawa.

"Ayo!" ucap Ratma sambil mencengkram kerah kemejanya. "Setidaknya katakan kau menyukaiku juga"

Aku melihat air mata mulai membasah di pipi Ratma. Pria di hadapannya hanya terus-terusan tertawa. Seolah apa yang keluar dari mulut Ratma hanya sekedar gurauan saja.

"Memang seharusnya kau sudah ku bunuh sejak dulu" ujar Ratma sambil mengarahkan pistol ke arah pak Adri.

Dorr...Doorrr....

Suara itu membuatku memejamkan mata sambil menutup telinga, kaget.

Hingga yang terdengar hanyalah suara tawa pak Adri yang semakin menggema, aku membuka mata, kaget.

Harusnya Ratma yang tertawa, bukankah ia yang baru saja menembakkan pistol?

Brukk...

Tubuh Ratma limbung ke depan, menghantam lantai tanah, tepat di depan kedua kaki pak Adri, pria yang dicintai Ratma dengan sepenuh hati.

"Cukup sampai sini saja, jangan pinta aku membantumu lebih dari ini, Dri" ujar seorang wanita dari belakang Ratma.

Ada orang lain lagi? Jadi Ratma tak dibunuh pak Adri?

"Terima kasih, kak!" ujar mas Adri.

"Cepatlah pergi dari negara ini, menghilanglah seperti dulu!" ujar wanita itu.

Kakak? Apa maksudnya? Pak Adri punya kakak?

Mataku berusaha untuk fokus ke arah wanita itu, tapi tak sempat. Seolah keberadaanku di tarik kembali ke kesadaranku sendiri. Hingga semuanya menjadi gelap. Ya, hanya gelap.

"Lydya, Dia kembali"

Tatapanku masih kabur ketika menyadari suara itu. Suara seorang wanita. Sosoknya berdiri tak jauh dari tempatku terlelap, di dekat dinding.

Beberapa kali ku kedipkan mataku, memastikan bahwa yang ku lihat itu memang ada. "Ratma?" tanyaku.

"Dia kembali" ujar sosok wanita itu.

Tubuhku seketika diserang merinding. Segera saja aku berada dalam posisi duduk, meraih ponsel.

Satu yang terpikir saat ini hanyalah menelpon mas Bayu.

Ratma menggeleng menatapku. Seolah-olah ingin berkata agar aku tidak usah menelpon mas Bayu. Tapi panggilan itu sudah kulakukan.

Tangan Ratma, lebih tepatnya hantu berwajah Ratma, menunjuk lurus ke arah ponselku.

Sshuuuttt....

Bukkk...

Ponselku terlepas dari genggaman, terhempas ke lantai, jauh dariku.

Suara mas Bayu terdengar dari ponselku, panggilanku tersambung. Satu-satunya yang bisa kulakukan hanyalah menjerit, berharap mas Bayu menyadari ada yang tidak beres denganku saat ini.

Tolong aku!

*** 

Continue Reading

You'll Also Like

KENZOLIA By Alpanjii

Mystery / Thriller

12.2K 900 8
"Hidup lo, tubuh lo, cinta lo, itu semua milik gue." Ketika gadis bernama lengkap Lilia Armolla Zeidan itu sakit hati diputuskan oleh pacarnya...
166K 3.5K 122
ini semua kumpulan cerita,dan kata kata jomblo lainnya,di baca kuy😘😍 Gue gk minta duit ko cuma minta dibaca sama di vote juga comment juga follow g...
2.5K 126 23
Memiliki masa kecil yang berat membuat Nayla pesimis dengan masa depannya, terutama saat dia harus hidup sebatang kara. Namun semuanya mulai berubah...
ONA (COMPLETED} By audle2

Mystery / Thriller

418K 14.9K 53
❗REVISI❗ /Dia yang tampak baik tetapi licik/ >>>>>><<<<<<< Sadar dari koma setelah mengalami kecelakaan membuat gadis bernama Melia Onalen...