Setelah Mendung

By highpororo

62.8K 5.2K 256

Rheva bertemu dengan Rega ketika ia mulai menata kembali hatinya yang hancur karena dikhianati oleh tunangann... More

Prolog
Gadis Berkebaya Biru
Dugaan yang Menjadi Fakta
Sebuah Kebetulan
Meet His Family
Pindah Rumah
Can I Call You Tonight?
Getting Closer
Being Rega's Girlfriend
First Date, But...
Menyimpan
I Love Her
Happiness
Bad Day
My Queen, Rheva Agatha Pratama
Be Gentle
Duel

And Our Story Begin From Here

3.3K 357 26
By highpororo

"Mohon maaf Pak, untuk room di hotel kami saat ini hanya ada satu room yang available karena sudah full booked."

Ucapan sopan dan ramah dari resepsionis hotel yang melayani Rega membuat laki-laki itu menoleh pada Rheva yang duduk di kursi sebelahnya.

"Apa mau cari hotel lain aja, Rhe?" tanya Rega pada gadis itu.

"Untuk room yang masih available di hotel kami tinggal yang tipe suite, Pak. Dilengkapi kamar tidur, kamar mandi, ruang tamu, dan dapur bersih." ucap resepsionis hotel lagi, menjelaskan kamar yang masih tersedia.

Lantas, pandangan Rega beralih pada resepsionis hotel sejenak sebelum ia kembali menatap Rheva. "Gimana, Rhe?" tanyanya, lagi.

Rheva menatap Rega. "Saya terserah Mas Rega aja. Kalau kita cari hotel lain, pasti buang-buang waktu lagi. Sementara acara teman Mas Rega tinggal empat jam lagi. Butuh siap-siap dan acaranya juga di hotel ini, jadi menurut saya, sih, kalau Mas mau ambil room itu nggak apa-apa."

Rega menatap Rheva dengan serius. "Kamu serius, nggak apa-apa satu kamar sama saya?" tanya Rega memastikan.

Rheva terkekeh pelan. "It's okay Mas Rega. Soal tidur dimana, itu gampang deh." jawabnya. "Saya percaya sama Mas Rega, kok."

"Okay, Rhe." sahut Rega lalu menatap resepsionis hotel yang baru saja duduk kembali di kursinya. "Saya check-in deh, Mbak." ucapnya.

Respsionis hotel itu tersenyum. "Baik Bapak, untuk kamar yang suite ya, Pak." ucapnya.

Sementara Rega yang sedang mengurus kamar mereka, Rheva pamit pada Rega untuk pergi ke toilet untuk membuang air kecil. Ketika gadis itu selesai dan sedang mencuci tangannya, seorang perempuan yang Rheva benci dan tak ingin ia lihat lagi wajahnya keluar dari bilik toilet lain. Gerakan tangan Rheva terhenti saat ia melihat wajah perempuan itu dari pantulan kaca.

Kenapa gue harus ketemu perempuan ini, Ya Tuhan.

Buru-buru, Rheva menyelesaikan urusannya dan bergegas untuk keluar dari toilet. Namun gerakannya tak secepat itu sehingga perempuan yang paling ia benci memanggilnya.

"Rheva, long time no see." ucap perempuan itu.

Langkah Rheva terhenti. Sesaat, ia menarik napas dan menghelanya untuk menenangkan diri. Baru setelahnya, ia memutar tubuhnya dengan memasang wajah datarnya.

"Long time no see, Amanda." sahut Rheva dengan senyum miring.

Perempuan bernama Amanda itu menghampirinya. "Apakabar?" tanyanya.

Rheva memutar bola matanya. "Basa-basi, huh?" sahutnya. "Kayaknya gue lagi sial hari ini, bisa ketemu sama elo."

Amanda tertawa meremehkan. "Oh ya, harusnya gue nggak nanya soal kabar lo. Percuma nanya sama orang sensi. Yah, nggak ada orang yang baik-baik aja sih, ya, setelah ditinggalin." ucapnya.

Wah ngajak ribut ini cewek!

"Oh gitu ya, setidaknya gue sih nggak merebut tunangan orang lain." sarkas Rheva dengan senyum meremehkan lalu melangkah meninggalkan Amanda.

Namun lagi-lagi, perempuan itu mengeluarkan kalimat yang membuat Rheva menghentikan langkahnya lagi.

"Harusnya lo sadar, kenapa Kemal bisa selingkuhin elo. Itu karena elo yang egois, terlalu sibuk sama pekerjaan lo!" ucap Amanda.

Rheva menoleh, menatap Amanda dengan datar. "Terus, lo bangga gitu jadi selingkuhannya Kemal? Eh, dengar ya, urus sendiri urusan lo dan jangan usik-usik hidup gue. Satu lagi, gue udah nggak ada rasa dengan Kemal. Jadi, lo nggak perlu khawatir soal itu." ucapnya dan melangkah keluar dari toilet.

Dengan langkah terburu-buru, Rheva keluar dari toilet. Yang ada di kepalanya saat ini, ia hanya ingin menghampiri Rega. Jantungnya mendadak berdetak dengan kencang, merasakan sesak, serta air mata yang ia tahan. Entah mengapa bertemu dengan Amanda membuatnya merasakan sesak itu lagi. Sama seperti tiga tahun lalu saat memergoki Kemal-mantan tunangannya-sedang bersama dengan perempuan itu di sebuah restoran.

Rheva tak mempedulikan sekitarnya lagi. Gadis itu hanya melangkah cepat dan menundukkan kepalanya seraya memegang dadanya yang terasa sesak. Hingga membuatnya menabrak sebuah bahu.

"I'm sorry." ucap Rheva dengan suara seraknya tanpa melihat orang yang ia tabrak.

"Rhe, are you okay?" tanya sebuah suara yang memegang kedua lengannya.

Rheva mengangkat kepalanya, menatap Rega yang sedang menatapnya khawatir. "No, I'm not." jawabnya dengan gelengan.

Melihat kedua mata Rheva yang sudah menahan air mata, Rega meraih Rheva kedalam pelukannya. Memeluk gadis itu dengan erat tanpa mengeluarkan sepatah kata atau kalimat untuk menanyakan keadaan gadis itu lagi. Walaupun banyak pertanyaan di kepalanya akan apa yang menyebabkan Rheva bisa menangis seperti ini. Dan begitu Rheva berada di dalam pelukan Rega, gadis itu baru menangis sejadi-jadinya. Menumpahkan semua apa yang ia rasakan.

Marah, kesal, sesak, dan benci yang sejak tadi ia rasakan tak mampu Rheva bendung lagi. Semuanya pecah begitu saja ketika Rega memeluknya erat.

"Nangis aja sepuasnya, Rhe. Saya nggak akan ganggu kamu." ucap Rega lalu meletakkan dagunya di puncak kepala Rheva.

Satu tangan Rega juga laki-laki itu gunakan untuk mengelus punggung Rheva, menangkan gadis itu. Sementara Rheva hanya menangis terisak dengan menyembunyikan wajahnya di dada bidang Rega. Beberapa pengunjung hotel yang melewati mereka tampak tercuri perhatiannya saat mendengar Rheva yang menangis.

Alih-alih merasa cemas karena takut mendapat persepsi buruk dari orang-orang yang melihatnya, Rega malah melempar senyum ramah ketika mendapat berbagai pandangan dari pengunjung hotel.

Entah sudah berapa lama Rheva menangis di pelukan Rega, akhirnya Rheva bisa meredakan tangisnya. Ia lalu mengusap pipinya yang dipenuhi oleh air mata dan menatap Rega dengan malu.

"Mas, maaf. Saya—"

Rega tersenyum dan menghapus sisa air mata di pipi Rheva dengan ibu jarinya. "Saya yakin, pasti ada hal yang buat kamu menangis tadi. Tapi saya nggak akan minta kamu cerita sekarang, kok. Nanti aja kalau kamu sudah siap." ucap Rega.

Gerakan tangan Rega yang berada di wajahnya membuat Rheva terkesima sesaat. Ketika ia baru menyadari sesuatu, buru-buru Rheva menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Mas! Pasti muka saya jelek banget habis nangis." ucap Rheva.

Lantas, Rega tertawa pelan. "Rhe, percuma kamu tutupin gitu. Saya udah lihat." ujarnya.

Rheva merogoh tasnya dengan satu tangan untuk meraih kacamata hitamnya. "Ah, pasti jelek banget. Mas Rega ilfeel deh, pasti." ujarnya seraya memakai kacamata hitamnya. "Nah, kalau kayak gini kan nggak kelihatan jeleknya banget."

Ketika kacamata hitam sudah terpasang di wajahnya, baru Rheva menatap Rega kembali. Namun fokus Rega tertuju pada hidung mungil Rheva yang masih memerah karena menangis. Laki-laki itu terkekeh, lalu mencubit hidung Rheva yang masih memerah dengan pelan.

"Kamu nggak jelek, Rhe. Tapi gemesin." ucap Rega.

Senyum Rheva muncul saat mendengarnya. "Belajar gombal dari Leo ya, Mas?" ledeknya.

Rega mengangkat kedua bahunya bersamaan. "Maybe yes, maybe no." sahutnya. "Kalau Leo sih, kerjaanya memang gombal almost everytime. Nggak heran sebelum nikah dan akhirnya bertekuk lutut karena Gisca, pacarnya Leo banyak."

Keduanya lalu tertawa bersamaan ketika membicarakan tingkah Leo sambil menuju kamar mereka. Dan seolah lupa dengan kejadian tadi, Rheva kembali tertawa bersama dengan Rega. Walaupun kacamata hitamnya masih setia bertengger di wajah Rheva.

***

Pukul empat sore, Rheva sudah siap dengan penampilannya untuk menemani Rega menghadiri acara pernikahan temannya yang akan mulai pukul lima sore nanti. Rheva memilih untuk menggunakan dress berbahan brokat dengan warna pink pastel yang dipadukan dengan ankle strap heels berwarna nude. Tak lupa juga polesan makeup serta rambut yang ia tata rapi semakin menunjang penampilannya.

Namun ketika Rheva menggeser sliding door yang memisahkan antara kamar tidur dan ruang tamu di kamar hotel mereka, terlihat Rega masih tertidur pulas di atas sofa. Memang sejak mereka sampai di kamar hotel, Rega yang baru tidur satu jam dan itu pun karena tertidur di pesawat tadi, berpesan pada Rheva untuk membangunkannya ketika gadis itu sudah siap dengan penampilannya.

Bukan tanpa alasan mengapa Rega baru tidur satu jam. Itu karena laki-laki itu habis melakukan operasi semalam dan belum tidur hingga pagi. Rheva juga cukup terkejut ketika mengetahuinya dan melihat Rega yang menjemputnya tadi masih mengenakan kemeja serta celana bahan. Raut lelah di wajah Rega pun juga tampak terlihat jelas.

Dengan ragu-ragu, Rheva menghampiri Rega dan berlutut di hadapan Rega untuk menjajarkan tingginya dengan sofa sebelum akhirnya ia menepuk pelan lengan Rega.

"Mas Rega," panggil Rheva membangunkan Rega yang masih tertidur pulas.

Kedua kalinya, Rheva kembali menepuk lengan Rega dengan sedikit kencang. "Mas Rega, bangun. Udah jam empat sore, Mas." ucap Rheva.

Baru setelahnya Rega menggerakan tubuhnya, berpindah posisi. Laki-laki itu lalu membuka matanya perlahan dan mendapati Rheva berada di hadapannya.

"Eh, Rhe, saya tidur lama banget, ya? Udah jam berapa sekarang?" tanya Rega dengan suara seraknya seraya mengusap wajahnya pelan.

Rheva tersenyum. "Lumayan, Mas. Hampir tiga jam dan sekarang udah jam empat." jawabnya.

Rega langsung bangun dan menegakkan tubuhnya. "Hah? Udah jam empat sore?" ia memastikan. "Saya belum mandi lagi."

"Mandi sekarang, Mas. Masih keburu kok. Saya tunggu di sini, ya." ucap Rheva lalu duduk di sofa yang tadi ditiduri oleh Rheva.

"Oke, Rhe. Saya cepet kok mandinya." sahut Rega lalu berjalan menuju kamar tidur untuk mandi.

Setengah jam kemudian, Rega keluar dengan penampilannya yang terlihat lebih segar. Membuat Rheva yang tadinya sedang serius menonton film di TV untuk menunggu Rega, mengalihkan pandangannya. Laki-laki itu tampak terlihat semakin tampan memakai stelan jas dan celana berwarna cokelat muda dengan kemeja berwarna putih. Rambut yang tadi ketika bangun tidur terlihat berantakan, sudah Rega tata dengan rapi menggunakan gel rambut.

Merasa diperhatikan oleh Rheva ketika ia sedang merapikan jasnya, Rega menatap Rheva. "Rhe," panggilnya. "Ada yang salah ya, sama penampilan saya?"

Rheva tersadar ketika Rega melemparkan pertanyaan padanya. "Oh nggak kok, Mas." jawabnya dengan cepat.

Iya Mas, ada yang salah. Salah banget pokoknya karena Mas Rega makin terlihat ganteng. Bikin saya pusing lihatnya. Jerit Rheva dalam hati.

Rega tersenyum. "Yakin, nggak ada yang salah atau aneh?" ia memastikan.

Rheva beranjak dari sofa dan menghampiri Rega. "Nggak kok, tapi kayaknya ada yang kurang." ucap Rheva lalu memperhatikan penampilan Rega. "Kayaknya Mas Rega lupa pakai dasi, ya?"

Ucapan Rheva barusan membuat Rega menepuk jidatnya. "Saya lupa, dasinya masih ada di koper."

Laki-laki itu kemudian mengambil dasinya yang masih berada di koper dan mengalungkannya dengan asal. Sesaat, ia melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul lima kurang lima belas menit lagi.

"Rhe, lima belas menit lagi acaranya mulai. Saya nggak enak kalau datang telat, soalnya saya jadi groomsmen." ucap Rega menghampiri Rheva.

Mendadak, Rheva melebarkan matanya kaget. "Hah? Saya kira Mas cuma mau dateng buat kondangan aja." sahutnya.

Buru-buru, Rega duduk di atas sofa dan memakai kaos kakinya. Sementara Rheva yang melihat dasi Rega masih menggantung asal, berinisiatif untuk memasangkan dasi.

"Sini, dasinya saya pasangin, Mas." ucap Rheva lalu membungkuk untuk memasangkan dasi Rega.

Ketika Rheva sedang memasangkan dasi, Rega yang baru selesai memakai sepatunya langsung mengangkat kepalanya. Membuat jarak wajah mereka terkikis hingga hidung mereka kembali bersentuhan.

Lantas saja, gerakan tangan Rheva yang sedang merapikan letak dasi terhenti. Pandangan mata mereka bertubrukan, tak ada yang mengalihkan pandangan sama sekali. Jantung Rheva langsung berdetak dengan kencang, sama seperti Rega yang merasakan hal yang sama.

Pikiran di otak mereka pun kabur begitu saja. Tak ada yang fokus. Bahkan, Rega melupakan hal jika ia akan telat menghadiri acara pernikahan temannya. Laki-laki itu malah mengikis jarak di antara wajah mereka. Refleks, Rheva memejamkan matanya saat merasakan wajah mereka yang sudah semakin dekat. Berbeda dengan Rega yang masih menatap wajah cantik Rheva tanpa berkedip.

Ketika jarak bibir mereka tinggal sedikit lagi, Rega tersadar. Ia mengurungkan niatnya untuk mencium bibir Rheva dan meraih pinggang Rheva sebelum akhirnya ia berdiri, lalu mengecup kening Rheva dengan dalam. Gerakan Rega barusan membuat Rheva membuka matanya dan menatap Rega yang baru saja mengecup keningnya.

"Saya bisa aja cium kamu, Rhe, but I won't. Saya menghormati kamu dan nggak mau buat kamu merasa nggak nyaman karena hubungan kita belum jelas untuk saat ini." ucap Rega seraya menatap Rheva dengan dalam dan tersenyum pada Rheva. "And you look so beautiful today."

Rheva tersenyum, membalas tatapan Rega. "Thank you, Mas." ucapnya lalu merapikan dasi Rega. "Nah, dasinya udah rapi."

Senyum Rega masih tersungging di wajahnya. Ia lalu mengulurkan lengannya pada Rheva. "Yuk, turun." ujarnya.

Gadis itu mengaitkan tangannya di lengan Rega. "Yuk."

***

Acara pernikahan teman Rega malam ini akan ditutup dengan dansa. Resepsi pernikahan yang digelar secara outdoor membuat semilir angin laut menerpa. Rheva yang hadir menemani Rega malam ini pun tak luput dari sorotan teman-teman kuliah Rega tadi ketika baru datang. Alunan lagu yang mengiringi dansa tampak membuat para tamu undangan yang berdansa pun menikmatinya.

Sama seperti Rega dan Rheva saat ini. Keduanya tampak sedang berdansa, Rheva mengalungkan kedua tangannya di leher Rega sementara laki-laki itu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Rega.

"Rheva Agatha Pratama," panggil Rega pelan ketika ia mendekatkan wajahnya pada telinga Rheva.

"Ya?" sahut Rheva. "Kenapa?" sambungnya.

"No, I just want to call your name." jawab Rega dengan kekehan.

Rheva tersenyum dan ikut terkekeh. "Tumben," ujarnya.

Keduanya saling bertatapan. "Biasanya saya cuma panggil kamu 'Rhe' atau 'Rheva' aja, ya?" ucap Rega.

"Biasanya gitu, memang Mas Rega mau manggil saya siapa?"

Rega menaikkan satu alisnya. "Arnetha, Netha, Tha, or Pratama maybe?" tanyanya.

"No, no, no. Jangan Pratama, Mas. Itu nama Papa saya." jawab Rheva dengan kekehan.

Sesaat keduanya hanya terkekeh.

"Rhe, kamu nggak dingin kena angin laut malam-malam gini?" tanya Rega yang baru tersadar jika dress yang dipakai Rheva sedikit tipis.

"Lumayan dingin, sih, kena angin ma—"

Kalimat Rheva tergantung ketika Rega menghentikan gerakan mereka yang sedang berdansa dan malah membuka jasnya lalu memakaikan jas tersebut pada Rheva.

"Nanti saya kena omel Gisca lagi, bawa sahabatnya ke Bali pulang-pulang masuk angin dan sakit." ucap Rega.

Lantas, Rheva tertawa geli. "Yaampun, Mas Rega. Ada-ada aja, deh!" serunya. "Lagipula, Gisca nggak tahu kalau saya ke Bali sama Mas Rega."

Pandangan Rega tertuju pada Rheva. "Oh ya? Saya kira, kamu bilang ke Gisca kalau mau ke Bali sama saya."

Gelengan kepala Rheva terlihat. "Gisca lagi sibuk shooting film-nya, jadi saya nggak terlalu sering komunikasi sama dia. Kalau Mas sendiri, Leo tahu?"

Rega ikut menggelengkan kepalanya. "Nggak. Saya belum ketemu Leo lagi. Lagipula, saya udah beda rumah juga kan sama dia. Saya di rumah sendiri, Leo di rumahnya dengan Gisca. Nggak kayak dulu, walaupun saya nggak terlalu sering juga ngobrol sama Leo. Pasti Leo selalu bilang saya nggak asik karena terlalu serius nanggepin obrolannya kadang-kadang."

"Leo mana pernah serius coba, Mas? Seriusnya kalau lagi sama Gisca aja dia sih." canda Rheva.

"Kan saya udah bilang, Leo itu bertekuk lutut sama Gisca. Udah cinta mati sama Gisca soalnya." sahut Rega dengan tertawa.

Ketika acara selesai, keduanya pun berpamitan pada kedua mempelai sebelum akhirnya menuju kamar hotel. Sepanjang jalan menuju kamar hotel, Rega tak melepaskam genggaman tangannya pada tangan Rheva hingga mereka sampai.

"Ehm... Mas Rega tidur dimana?" tanya Rheva setelah melepas heels-nya.

Rega menoleh pada Rheva yang berdiri di sebelahnya. "Gampang. Saya tidur di sofa lagi aja." jawabnya seraya menunjuk sofa yang ada di hadapan mereka dengan dagunya.

"Yakin, Mas? Apa saya—"

"Kamu tidur di kamar, Rhe. Saya nggak mungkin tidur di kamar sementara kamu tidur di sofa. Dan nggak mungkin juga kan, kalau kita tidur satu kamar?" potong Rega dengan tertawa pelan.

Rheva langsung salah tingkah dan melempar cengirannya. "Oke, kalau gitu. Saya mau hapus makeup dan ganti baju. Biar Mas Rega bisa gantian habis itu." ucapnya.

Rega mengangguk lalu duduk di sofa. Sementara itu Rheva langsung masuk ke kamar untuk menghapus makeup dan mengganti bajunya.

Sambil menunggu Rheva yang masih berada di dalam kamar, Rega memilih untuk menonton TV sambil memakan camilan yang disediakan oleh hotel. Walaupun pandangannya terpaku pada TV, namun sebenarnya pikiran Rega melayang entah kemana. Memikirkan sesuatu hal yang membuatnya sedikit uring-uringan beberapa hari ini.

Lebih tepatnya memikirkan perasaanya pada Rheva yang tak mampu ia bendung lagi.

Apalagi, ketika tadi beberapa temannya yang masih single seperti dirinya menatap Rheva dengan terpesona. Rasa-rasanya ingin sekali Rega membawa Rheva kembali ke kamar hotel dan menyesal mengapa ia harus membawa Rheva bertemu dengan teman-temannya. Sialnya lagi, posisi Rega dan Rheva saat ini tidak berada di dalam hubungan yang spesial. Teman bukan, pacar juga bukan.

"Lapar, Mas?" tanya Rheva yang sudah berganti baju dan duduk di sebelah Rega.

Rega tersadar, lalu menoleh pada Rheva. "Nggak kok, iseng aja sambil nonton TV." jawabnya. "Rhe, ada yang mau saya omongin ke kamu." sambungnya.

Pandangan mereka bertemu.

"Apa Mas?" tanya Rheva dengan mengeryitkan dahinya.

Rega menatap Rheva dengan dalam, walaupun ada hening beberapa saat. "Kalau saya bilang saya jatuh cinta sama kamu, apa kamu percaya?" tanya Rega.

Pandangan Rega tetap menatap Rheva tepat di manik mata gadis itu. Sementara Rheva hanya terdiam akan pertanyaan Rega barusan. Terkejut? Jelas. Bahkan jantung Rheva saat ini berdetak dengan kencang. Lidahnya pun kelu, tak tahu harus berbicara apa.

"Saya jatuh cinta dengan mu, Rheva. Lebih tepatnya, love at first sight. Saya nggak bisa menjelaskan kenapa saya bisa jatuh cinta dengan mu, tapi yang saya tahu, saya selalu kepikiran tentang wajah kamu yang sedang tersenyum. Karena ada sesuatu yang buat saya penasaran setiap kali saya memikirkan tentang kamu. Ada sesuatu yang membuat saya bahagia, setelah enam tahun lamanya saya harus terpuruk dan lupa rasanya bahagia karena jatuh cinta. Dan kamu, adalah orang yang kembali menghidupkannnya lagi." 

Rheva menelan ludahnya pelan, tanpa melepaskan padangannya.

"Umur saya juga udah nggak pantas kayaknya untuk sekedar main-main. Saya mau menjalin hubungan dengan kamu, Rhe."

"Mas Rega yakin?" tanya Rheva. "Tapi kita belum saling mengenal satu sama lain lebih dalam, Mas. Paham kan maksud Rheva?"

Rega mengangguk. "Saya paham maksud kamu, Rhe. Semua butuh proses dan saya nggak akan memaksa kamu kok, Rhe. Tapi saya nggak bisa terus-terusan ada di hubungan yang nggak jelas ini kepastiannya."

Rheva tersenyum. "Lalu, Mas Rega maunya gimana?" tanyanya. "Saya perlu jujur nggak sih, kalau selama ini saya juga ada rasa ke Mas Rega?"

Kali ini, Rega yang terkejut mendengarnya. Namun hanya beberapa saat hingga akhirnya laki-laki itu mengeluarkan suaranya lagi.

"Jadi, saya perlu nggak sih, nembak kamu kayak ABG yang nembak gebetannya?" tanya Rega dengan kekehan.

Rheva tertawa kecil. "Nggak deh kayaknya, Mas." jawabnya.

Rega tersenyum menatap Rheva seraya merapikan rambut Rheva ke belakang telinga gadis itu. "Rhe, pacaran sama saya mungkin nggak bisa romantis kayak pasangan lain. Bahkan bosenin kalau kata Leo, karena saya orangnya nggak pintar buat jadi romantis. Nggak apa, kan?"

Sambil menompang dagunya dengan satu tangan, Rheva menatap Rega seraya menaikan satu alisnya.

"Dan nggak harus romantis kan, buat menjalin suatu hubungan? Aku nggak keberatan, selama Mas Rega selalu ada buat aku, kok." ucap Rheva.

Gemas dengan ucapan Rheva membuat laki-laki itu mengelus pelan kepala Rheva. "That's my girl!" ujarnya.

*
*
*

Mas Rega udah gas pol nih, gimana para readers-ku baca part ini barusan? Apakah kalian senyum-senyum bahagia? Apa ada yang baper sama couple gemes yang malu-malu tapi mau ini?

Kalau gitu, see you on next part buat ketemu couple ini lagi okeh? Bye-byeeeee

Continue Reading

You'll Also Like

500K 2.8K 24
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.
335K 26.2K 57
Elviro, sering di sapa dengan sebutan El oleh teman-temannya, merupakan pemuda pecicilan yang sama sekali tak tahu aturan, bahkan kedua orang tuanya...
826K 77.1K 51
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
3.5M 38K 32
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...