EVALARA [✔]

By iyanapelangi

130K 8.9K 183

"Susah ya, buat bikin si kutu buku jatuh cinta sama gue..." Evan Ramdani, laki-laki berperawakan tinggi denga... More

[PROLOG]
[EVALARA • 1]
[EVALARA • 2]
[EVALARA • 3]
[EVALARA • 4]
[EVALARA • 5]
[EVALARA • 6]
[EVALARA • 7]
[EVALARA • 8]
[EVALARA • 9]
[EVALARA • 10]
[EVALARA • 11]
[EVALARA • 12]
[EVALARA • 13]
[EVALARA • 14]
INFO
[EVALARA • 15]
[EVALARA • 16]
[EVALARA • 17]
[EVALARA • 18]
[EVALARA • 19]
[EVALARA • 20]
[EVALARA • 21]
[EVALARA • 22]
[EVALARA • 23]
[EVALARA • 24]
[EVALARA • 25]
[EVALARA • 26]
[EVALARA • 27]
[EVALARA • 28]
[EVALARA • 29]
[EVALARA • 30]
[EVALARA • 31]
[EVALARA • 32]
[EVALARA • 33]
[EVALARA • 34]
[EVALARA • 35]
[EVALARA • 37]
[EVALARA • 38]
[EVALARA • 39]
[EVALARA • 40]
[EPILOG]
EKSTRA PART [1]
EKSTRA PART [2]
SEQUEL
PERHATIAN!

[EVALARA • 36]

1.8K 120 0
By iyanapelangi

"Vann! Dipanggil sama bu Ayu di ruang guru!" Kata Deon, salah satu teman sekelas Evan. Evan mengangguk dan berjalan keluar menuju ruang guru. Laras merasa bingung, ada apa bu Ayu memanggil Evan kesana? Ada hal yang pentingkah?

"Ngelamun mulu! Entar kesambet, syukur," ejek Ersya sambil duduk di depan bangku Laras yang kosong. Laras mendelik sebal,

"Ngapain? Gak ngapelin si Naura?" Tanya Laras pada cowok itu. Ersya menggeleng dan mulai memiringkan ponselnya untuk bermain game.

"Dia lagi ke rumah sakit," jawab Ersya datar. Laras mengernyit, "siapa yang sakit?"

"Ah, kepo lo," cibir Ersya yang pergi dari tempatnya duduk tadi. Ia berjalan keluar kelas untuk mencari angin.

Sesampainya di ruang guru, Evan dipersilahkan duduk oleh bu Ayu, guru mata pelajaran Fisika khusus kelas dua belas.

"Maaf, bu. Saya dipanggil kesini ada apa ya?" Tanya Evan bingung. Bu Ayu tersenyum dan mulai berbicara,

"Kamu bersedia untuk ikut olimpiade Sains tingkat Nasional di Bandung? Mengingat kalau kamu adalah satu-satunya juara umum 1 paralel. Ibu ingin, kamu mengikuti lomba itu yang berlangsung selama tiga hari berturut-turut. Ini lomba terakhir yang bisa kamu ikuti sebelum kamu benar-benar disibukan dengan segala macam ujian menjelang UN,"

Evan tersenyum tenang dan mengangguk, "saya siap bu untuk ikut itu. Kira-kira kapan?"

"Lomba itu akan diadakan minggu depan. Kamu tidak sendiri. Karena pihak lomba menyuruh sekolah mengutus tiga orang untuk satu tim. Ibu sudah menyuruh Rafa dan Erlin untuk ikut juga,"

Evan kenal dengan mereka berdua. Langsung saja ia mengangguk dan bu Ayu mempersilahkan cowok itu keluar dan Evan tersenyum senang saat mendengar pernyataan dari bu Ayu kalau ia diikut sertakan untuk mengikuti lomba olimpiade Sains tingkat nasional di Bandung, Jawa Barat selama tiga hari. Kalau ia dan tim nya bisa membawa pulang piala dan beberapa uang binaan yang jumlahnya tidak sedikit, pasti ia bisa membanggakan SMA Pasifik dan orang tuanya. Evan sangat tidak sabar untuk menunggu olimpiade itu tiba.

Ia memilih untuk berjalan ke arah perpustakaan untuk sekedar belajar disana. Iya, dia memang pintar dan berotak cerdas, tapi apa salahnya kalau ia belajar dan terus menggali ilmu?

Setelah mendapatkan beberapa buku tebal di tangannya, ia langsung mencari tempat duduk dan setelah mendapatkan tempat duduk, ia mendudukan diri. Membuka satu buku tebal berisi rumus-rumus kimia untuk sekedar ia baca dan ia pahami.

Sedangkan di kelas, Laras tampak gelisah karena sudah lebih dari tiga puluh menit, Evan tidak kembali lagi ke kelasnya. Kemana perginya cowok itu? Laras mendengus sebal. Ia memilih untuk tidur saja setelah melipat kedua tangannya di atas meja. Matanya mulai terpejam, perlahan ia masuk ke alam mimpi.

Laras mendengus, ia melirik ponselnya. Sudah beberapa hari ini, Evan tidak pernah mengirimnya pesan. Pesan yang ia kirimkan pada cowok itu tidak pernah mendapat balasan. Apa cowok itu sudah bosan padanya? Laras takut kalau sampai hal itu terjadi. Ia sebenarnya sudah berusaha menepis segala pikiran negatifnya. Tapi sayang, ia terus berpikiran yang tidak-tidak.

Di kelas pun, Evan banyak berubah. Hanya sekedar melemparkan senyum seadanya, lalu saat istirahat, ia tidak pernah ke kantin untuk sekedar makan bareng dengannya atau dengan kedua temannya. Evan jadi berubah sekarang, Laras sedih melihatnya.

Pada saat pulang sekolah, Evan tidak pernah mengajaknya pulang bareng lagi. Pernah Laras bertanya pada cowok itu,

"Kok kamu udah gak pernah mau pulang bareng aku lagi? Aku bau ya? Nanti aku beli parfum yang banyak kok. Tenang aja! Atau aku bawel ya? Padahal aku selama ini kalau lagi boncengan sama kamu selalu diem. Kamu kenapa sih?" Tanya Laras pada cowok itu. Evan hanya menjawabnya dengan sebuah gelengan kepala dan langsung pergi meninggalkannya di kelas sendiri. Laras menatap punggung itu dengan nanar, rasa sesak mulai menyelimuti hati kecilnya.

Ia kembali membuka pesan itu, air matanya perlahan turun. Evannya berubah. Entah berubah karena apa.

Evan ganteng😹💜
Evann..

Vann..

Bales dong

Aku kangen hiks

Kemana si? Abis kuota?

Bukannya dirumah kamu pasang wifi?

Oh apa jangan-jangan kamu belum bayar bulanan wifi ya?

Sayang, eh.

Sayang, opo koe krungu
Jerite atiku, mengharap engkau kembali
Sayang, nanti memutih rambutku
Rabakal luntur tresnoku

Duh, kok aku malah nyanyi si:(( maap hehe.

Laras menutup ponselnya, lalu mematikan lampu kecil di atas nakasnya. Matanya terpejam, semoga hari besok lebih baik.

Jam enam lewat dua puluh menit, Laras sudah sampai di sekolahnya setelah turun dari mobil Ferdi. Ia membelalakan matanya saat melihat Evan datang bersama seorang gadis yang mungkin seangkatan dengannya. Siapa? Sepertinya Laras tidak kenal dengan cewek itu. Apa Evan berpaling? Itu yang Laras pikirkan dari tadi. Mendadak, hatinya terasa sakit. Ternyata Evan berubah karena cewek itu. Laras berusaha untuk tersenyum menutupi kesedihannya yang mendalam.

"Nanti pas istirahat gue ke kelas lo," kata Evan pada gadis yang ada disebelahnya. Erlin mengangguk dan menatap kedepan lagi,

"Buku lo gue pinjem dulu ya buat disalin. Makasih, Van," kata Erlin yang langsung memasuki kelasnya. Evan berjalan kembali ke arah kelasnya.

Sesampainya di kelas, ia melihat baru segelintir orang yang datang. Matanya tertuju pada tas Laras yang ada disana namun pemilik tas itu tidak ada. Ia bertanya-tanya, tapi sekarang waktunya belajar untuk olimpiade yang tinggal dua hari lagi dilaksanakan.

Laras memakan roti di tangannya dengan tidak nafsu. Ia memang belum sarapan dari rumah dan memutuskan untuk ke kantin setelah menaruh tasnya di kelas. Ia tidak nafsu makan karena melihat cowok yang disayangi berangkat bareng dengan cewek lain. Bayangkan, nyeseknya seperti apa.

Lagipula ia sadar, ia bukan pacar. Jadi ia tidak berhak mengatur cowok itu untuk dekat dengan siapa. Tapi tidak tahu kenapa, perasaan sesak selalu datang saat melihat cowok itu dengan yang lain, ada perasaan tidak rela yang datang ke hatinya.

Ia menghabiskan roti itu dengan terpaksa dan meminum susu cokelat dalam kotak hingga habis. Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dan menoleh ke arah pelaku. Ternyata Bachtiar, ketua OSIS SMA Pasifik yang sebentar lagi akan purna dan akan digantikan oleh juniornya.

"Eh, lo. Ada apa?" Tanya Laras seraya tersenyum pada cowok itu. Bachtiar menggeleng,

"Lo kok tumben sendirian? Biasanya sama si Evan. Dia kemana?"

Laras mengangkat bahunya dan menggeleng pelan, "entah. Lagi sama cewek lain kali," jawabnya acuh. Bachtiar mengernyitkan kening,

"Sama cewek lain? Maksud lo? Dia selingkuh?"

"Ah, Evan bukan pacar gue. Biarin aja mau deketin siapa," kata Laras sambil mengibaskan sebelah tangannya.

"Lagian lo berdua udah cocok, dan kelihatan saling sayang. Masa iya Evan selingkuhin elo?" Tanya Bachtiar lagi. Laras menggeleng dan bangkit,

"Gue ke kelas dulu ya," pamitnya yang berjalan meninggalkan Bachtiar yang sedang bertanya-tanya dalam benaknya. Evan selingkuh? Yang benar saja.

Dua hari kemudian...

Evan menggendong tas ranselnya dengan benar dan menarik satu koper untuk dibawa menginap selama tiga hari dua malam di Bandung. Ia berpamitan pada Tria dan Dita. Meminta doa restu pada ibunya agar dipermudahkan olimpiadenya. Cowok itu meminta Sadam untuk mengantarnya ke sekolahan. Karena berangkatnya hari minggu, jadi jalan raya dipagi hari ini tidak begitu macet.

"Gue doain, semoga lo menang, Van," kata Sadam sambil terus fokus menyetir mobil. Evan mengangguk,

"Iya makasih doanya,"

"Oh iya, lo ikut lomba gini, si Laras udah tahu?" Tanya Sadam tiba-tiba yang membuat Evan teringat akan gadis itu. Sudah seminggu ini ia tidak mengabari gadis itu. Ia sengaja mematikan ponselnya dulu agar fokus karena mau menghadapi olimpiade. Sadam terkekeh,

"Kasihan loh dia. Apalagi kalau liat lo belajar bareng di perpustakaan sama si Erlin. Dia bilang ke gue, kalau dia cemburu. Tapi dia bilang lagi ke gue, dia gak bisa berhak ngatur lo buat deket sama siapa, dia bukan pacar lo," ucap Sadam yang membuat kepala Evan mendadak sakit. Ia mengusap wajahnya kasar dan ia menyalakan ponselnya kembali. Setelah menyalakan data seluler, ia pun melihat banyak sekali pesan masuk dari gadis itu. Ia jadi tidak tega, ia berasa jadi orang jahat sekarang.

"Kopernya mau gue bawain ga? Biar romantis," tawar Sadam yang membuat Evan bergidik ngeri,

"Najis. Btw makasih udah doain dan nganterin gue. Semoga gue pulang bawa piala ya," ucap Evan seraya melambaikan tangannya. Sadam mengangguk dan melajukan mobilnya meninggalkan Evan didepan gerbang SMA Pasifik.

Ia menoleh ke belakang, sudah ada Rafa dan Erlin yang duduk di bangku panjang dekat parkiran. Sebentar lagi pak Tian datang untuk mengantar mereka bertiga ke Bandung. Dan bu Ayu yang menjadi pembimbing mereka selama disana.

"Udah lama kalian disini?" Tanya Evan ramah. Rafa menggeleng,

"Baru aja, Van. Btw, gue degdegan banget nih," ujar Rafa sembari mengelus dadanya. Evan tersenyum,

"Doa aja, semoga dipermudahkan,"

Keduanya mengangguk dan bertos ria. Setelah itu, mobil hitam yang pak Tian bawa sampai disekolah. Guru itu menyuruh mereka bertiga memasukan barang-barang bawaan terlebih dahulu. Setelah itu, mereka semua berangkat menuju Bandung, Jawa Barat.

Keesokan harinya, Laras sudah rapi dengan mengenakan seragam pramukanya. Ia sengaja mengurai rambutnya hingga terjuntai ke bawah. Ia meraih ponselnya yang memang dari kemarin sengaja tak ia nyalakan. Banyak sekali pesan masuk dari grup kelas, ekskul dan lainnya. Ada satu kontak yang membuat ia rindu dengan orang itu.

Ia juga melihat riwayat panggilan Evan yang tak ia angkat. Ternyata Evan meneleponnya lebih dari lima puluh kali. Ia merasa bersalah, langsung saja ia menelepon cowok itu. Tapi percuma saja, nomor cowok itu sedang tidak aktif. Nanti ia akan menghubunginya kembali.

Sesampainya di sekolah, Laras pun mendudukan diri di bangkunya yang ada di barisan paling depan. Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya, langsung saja ia menoleh. Ternyata Tasya, sekretaris kelasnya.

"Eh, ada apa?" Tanya Laras bingung. Jarang sekali Tasya mengajaknya berbicara.

"Lo udah tahu kalau Evan izin tiga hari?"

Kening Laras mengernyit, "izin? Tiga hari? Dia kemana?" Perasaannya mulai tidak enak.

"Ah anu. Evan izin buat ngikut Olimpiade Sains di Bandung tiga hari. Ini juga gue baru dapet WA dari bu Ayu, soalnya guru itu jadi pembimbing disana," jelas Tasya yang membuat hati Laras semakin sakit. Jadi, cowok itu berubah karena mengikuti olimpiade? Seharusnya Laras senang dan bangga melihat cowoknya ikut dengan lomba itu. Apalagi Evan merupakan juara umum 1 paralel se-SMA Pasifik. Laras menghela nafas, ia kecewa karena cowok itu sama sekali tidak memberi tahunya. Apa karena cowok itu meragukannya? Atau tidak percaya padanya? Dia bilang, katanya harus saling terbuka dan jujur kalau ada apa-apa. Tapi buktinya? Cuma masalah olimpiade saja, ia tidak tahu. Ini bukan karena Laras yang kurang update informasi kan?

Kalau Laras tahu bahwa Evan mengikuti olimpiade, pasti sudah dari kemarin-kemarin Laras menemaninya belajar dan menyemangati cowok itu. Tanpa sadar, air matanya jatuh. Tasya terkejut dan langsung menatap wajah sedih Laras dengan tidak tega,

"Ya ampun, Ras. Maaf gue gak bermaksud buat bikin lo nangis gini," ujarnya yang merasa tidak enak. Laras menggeleng seraya mengusap air matanya,

"Gapapa kok. Makasih ya, udah ngasih tau gue. Gue juga ikut izin boleh?" Tanya Laras, Tasya mengernyit,

"Mau kemana?"

"Ke Bandung. Nyemangatin Evan," jawab Laras jujur. Tasya terbelalak,

"Seriusan? Ke Bandung? Sama siapa?"

"Sama gue! Cewek gak baik pergi sendirian," sahut Sadam saat memasuki kelas bersama Ersya di sebelahnya. Laras dan Tasya menoleh,

"Nah iya, tuh gue ditemenin sama dua dayang gue," kata Laras tersenyum geli. Tasya menggeleng heran dan kembali ke kursinya.

"Dam, Sya. Kenapa lo berdua gak ngasih tau gue kalau Evan ikut olimpiade di Bandung?"

Pertanyaan Laras seketika membuat kedua cowok itu terkejut. Sepertinya mereka berdua belum tahu,

"What? Seriously? Evan olimpiade? Dih anjirun si kutil onta ikut olimpiade? Kita berdua sama sekali kagak tahu soal ginian! Padahal kita sahabatnya," jawab Sadam dengan tampang terkejutnya. Laras mendengus,

"Gue kira kalian udah tahu,"

"Kalaupun kita emang udah tahu, pasti salah satu dari kita bakal kasih tau lo," sahut Ersya datar. Laras mengangguk,

"Kalian berdua beneran mau temenin gue besok kesana?" Tanya Laras lagi untuk memastikan. Sadam dan Ersya saling mengangguk bersamaan. Laras tersenyum senang dan akhirnya bel tanda pelajaran pertama pun berbunyi.

Tak sabar ia ingin ke kota kembang besok. Ia rindu pada sosok itu.


SADAM BOHONG NIII. PADAHAL DIA UDAH TAHU KALAU EVAN IKUT OLIMPIADE. POSITIF THINKING GAES, SADAM GAMAU LARAS SEDIH WKWK.

MAKASIIII UDAH TERUS IKUTIN CERITA ANEH GAK JELAS INI. SEMOGA KALIAN SUKAAA HM;(

THANK YOU!

Continue Reading

You'll Also Like

189K 9.4K 40
#16 in teenfiction (8 April 2018) Kehidupan Kayla yang tadinya baik-baik saja, sekarang berubah drastis karena adanya sosok Alka. Hari-harinya menjad...
211K 9K 35
Vector ; Mirasusanti916 Kisah 2 remaja SMA yang saling mencintai namun memilih untuk diam dan membiarkan takdir untuk mempersatukan mereka Shakira An...
2.3M 98.3K 40
Berawal dari sekuter butut yang tak sengaja menabrak motor sport miliknya, membuat samudra sangat dongkol dengan si empunya sekuter "Woy liat liat d...
179K 19.3K 55
Kisah Vano si murid nakal, yang mencintai Jisya si guru dingin di sekolahnya. Berkali-kali penolakan yang diberikan Jisya, tidak membuat anak remaja...