STALKER - Beside Me [REVISI] ✔

By smileracle

103K 13.8K 13.3K

Bagaimana jika setiap aktivitasmu diawasi oleh seseorang yang tak dikenal? Hidup Ruwi menjadi lebih tidak ten... More

Prolog
1 - Arti Nama
2 - New Friends
3 - Seseorang yang Peduli
5 - What I Feel (1)
6 - What I Feel (2)
7 - Preman dan Bunga
8 - Sebuah Surat
9 - The Incident
10 - It's okay, But...
11 - Kecurigaan
12 - Benang Merah
13 - Hidden Person
14. Chandra's Side Story
15 - Serpihan
16 - Serpihan 2
17 - Lindungi Ruwi!
18 - Save Me!
19 - Rumah Sakit
20 - Pengakuan
21 - Maaf...
22 - Happy Ending?
23 - 1004
24 - Siapa Mr. R?
CAST
25 - Pria itu...
26 - Belum Usai
27 - Sebuah Janji
28 - Ketemu
29 - Dua Perisai
30 - Memori Masa Lalu
31 - It's Okay not to be Okay
32 - Kembali pada Kenyataan
33 - H-1
34 - D-Day
35 - His Face
36 - Kepingan Rahasia
37 - Serious Talk
38 - Stalker Baru
39 - Laporan Terakhir
40 - Ayah Idaman
41 - Face to Face
42.a - Hari Yang Dinantikan
42.b - Hari Yang Dinantikan
43 - Black Memories
44 - Fakta Lain
45 - Untitled
46 - Sebuah Keputusan
47 - Kalimat yang Membunuh
48 - Kabar Buruk
49 - An Apology
50 - Lembaran Baru
51.a - (Stalker) Beside Me
51.b - (Stalker) Beside Me
52 - R, Si Baik
53 - Love You Goodbye
54 - Untitled
55 - Love to Love
56 - One Fine Day
EPILOG
Special Part - Mr. R's Side Story

4 - xxxx is Calling

3.4K 544 515
By smileracle


👣👣👣

Minggu, 12.00

Meja-meja kafe terisi penuh oleh pelanggan di siang itu. Para pelanggan terlihat menikmati fenomena hujan sembari menyeruput kopi hangat. Seperti minggu sebelumnya, tak ada lagi waktu istirahat untuk pekerja kafe karena pelanggan silih berganti memasuki kafe yang terletak dekat kampus itu.

Setelah selesai mencatat pesanan meja nomor sembilan, Ruwi langsung menyambangi meja nomor tujuh saat melihat pelanggan baru duduk di sana. Cewek itu segera menuju coffee bar untuk memberikan catatan pesanan itu pada salah satu barista yang bekerja.

"Meja nomor satu." Kata Vano seraya menaruh secangkir kopi hangat di nampan Ruwi.

Ruwi berjalan ke arah meja yang dituju. "Selamat menikmati, semoga harimu fun setelah datang ke kafe Vun." Ruwi tersenyum ramah saat mengucapkan slogan andalan kafe kepada pelanggan yang duduk seorang diri itu.

Setelah dua jam berlalu, kafe tak seramai sebelumnya. Hanya ada beberapa mahasiswa yang tetap tinggal di meja sembari serius berdiskusi mengenai tugas kuliah, proposal acara, atau hal lainnya. Para karyawan kafe pun bergantian ke rest area untuk makan siang, setelah waktu istirahat mereka harus ditunda tadi.

"Ruwi, aku udah selesai nih. Sekarang kamu makan siang sana," kata Dian.

"Oke, kak. Kalo gitu tolong antar pesanan meja nomor lima, ya."

"Siap."

Dari tempatnya berdiri, Vano langsung menyusul saat melihat Ruwi memasuki ruang istirahat. Ia sengaja mengundur waktunya agar bisa beristirahat bersama Ruwi --gadis yang ia taksir itu.

"Ruwi." Panggilnya agar cewek itu tahu keberadaannya. Ia pun mengambil tempat duduk di samping Ruwi yang tengah sibuk membuka nasi box yang sudah disediakan kafe.

"Lo udah sembuh?" Vano bertanya. Ruwi menjawabnya dengan anggukan, karena ia tahu Vano tengah menatapnya.

"Syukur, deh." Vano menatap lega. "Nih, makan yang banyak biar gak sakit lagi." Lanjutnya sambil memindahkan dua sendok penuh nasi miliknya ke box milik Ruwi.

"Ih, gak usah, punyaku udah banyak." Ruwi berusaha mengembalikan nasi itu, tapi Vano berhasil menjauhkan kotaknya dari jangkauan Ruwi.

"Makan yang banyak, ya. Gue suka cewek tembem kayak lo." Vano menampilkan senyum terbaiknya saat Ruwi menatapnya cemberut.

Mereka saling bertatapan sebentar sebelum deringan telepon milik Ruwi membuat tatapan mereka terputus secara sepihak.

Alis Ruwi bertautan saat melihat nomor tak dikenal meneleponnya.

+62 810-xxxx-1004
Calling ...

Tanpa pikir panjang, Ruwi langsung memencet tombol hijau, lalu menempelkan benda putih itu ke telinga kanannya.

"Halo."

"..."

Tidak ada jawaban apapun yang didengar Ruwi di seberang sana. Ia hanya mendengar suara keramaian yang entah dimana. "Halo? Ini siapa?"

Telepon dimatikan mendadak sebelum Ruwi mengatakan 'halo' untuk ketiga kalinya.

"Siapa?" Tanya Vano.

"Gak tau, salah sambung kali," jawab ruwi seraya mengedikkan bahu.

"Yaudah, cepat dimakan keburu jam istirahat habis."

Mereka diam satu sama lain saat menyantap makan siang. Suara sendok yang bertabrakan dengan bidang tempat makan mampu menghilangkan kesunyian.

"Eh, Van, gue mau nanya. Kemarin lo pesen taksi online buat gue, ya?"

"Taksi? Enggak, kok." Vano menggeleng santai. "Ngapain pesan taksi kalo gue bisa anterin lo pulang pake mobil."

Vano menggigit bibir bawahnya saat tak sengaja menyebut kata 'mobil' di hadapan Ruwi. Untungnya gadis itu tidak terlalu mempedulikan soal ucapannya itu. Jadi, Vano bisa bernapas lega lantaran statusnya sebagai anak sultan berledok orang biasa masih bisa dipertahankan.

"Kalo bukan lo terus siapa dong?" tanya Ruwi.

"Siapa, ya?" Vano ikut memikirkan hal itu.

👣👣👣

Sore yang cerah. Sayang, sudah tidak hujan lagi. Padahal Ruwi membawa payung kecil di dalam ranselnya. Prakiraan cuaca mencatat kalau hujan akan berlangsung seharian. Tapi, nyatanya, Ruwi melihat langit cerah tanpa satupun gumpalan mendung di atas sana.

"Liat, ada pelangi." Ujar Vano. Ruwi mengikuti telunjuk Vano yang tengah menunjukkan letak pelangi itu berada. Lalu tersenyum saat melihat pelangi yang sebagian wujudnya tertutup gedung pencakar langit di kota itu.

Keduanya kini berjalan berdampingan di trotoar jalan menuju halte bus.

"Besok mau gak gue anterin lo ke kampus?"

"Biar apa?"

"Ya, biar kita jadi dekat." Vano menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Gimana? mau ya~ please~" ucapnya bernada manja.

"Van, lo suka sama gue?" tanya Ruwi sedikit berhati-hati. Jika Vano menyanggah hal itu, sudah pasti Ruwi akan sangat malu karena terlalu ge-er.

Vano mengangguk semangat. "Lo baru sadar? Jumat kemarin kan gue udah nawarin ke lo, mau jadi gebetan dulu apa langsung jadi pacar."

"Gue kira lo cuma bercanda."

"Gue serius waktu itu, gue pengen pdkt sama lo."

Ruwi tersenyum kikuk. "Ohiya, ngomongin soal pdkt, gimana perasaan lo setelah kenalan sama Risti kemarin? Risti cantik 'kan?" tanyanya.

"Jangan coba-coba ngalihin topik," protes Vano. Tapi, akhirnya ia tetap menjawab. "Gue tuh sukanya sama lo. Secantik apapun dia, lo tetap yang tercantik menurut gue."

Ruwi hampir muntah mendengarnya.

"Gue harap lo gak salah paham soal kemarin. Lo tenang aja, gue gak bakalan jatuh cinta sama Kris. Yang ada di hati gue itu cuman ada lo, gak ada yang bisa gantiin. Only you." Terangnya dengan pede.

"Gue gak salah paham, kok."

"Kalo lo takut sama Kris, gue bisa ngomong sama dia supaya dia bisa mengerti situasi yang lo alami."

"Situasi yang gue alami? Emang situasi yang gimana yang gue alami saat ini?"

"Gue yakin lo pasti ada rasa sama gue. Tapi karena teman lo juga suka sama gue, lo berusaha memendam perasaan lo dan mencoba merelakan gue demi kebahagiaan teman lo itu. Ye 'kan? Ngaku deh, itu gampang ditebak." Cerocos Vano.

Ruwi menatap tak percaya dengan situasi yang ia alami saat ini. Jadi, cowok di sampingnya itu berpikiran demikian? Astaga, cowok itu memiliki tingkat narsistik terlampau tinggi.

"Apa lo lagi ngarang novel? Kisah cinta segitiga yang harus memilih antara cinta atau persahabatan? Ada-ada aja, deh. Hidup gue tuh gak se-klise novel remaja." Ruwi menatap dongkol. Ia langsung berjalan lebih cepat mendahului Vano.

"Eh, tungguin. Kita barengan naik busnya!" teriak Vano hingga berhasil menarik perhatian pengguna jalan lainnya.

"Lo ada rasa kan sama gue? Ya kan?" Godanya saat berhasil menyusul langkah kaki Ruwi.

Gadis itu tidak memedulikan ocehan Vano. Bahkan, ia semakin mempercepat langkahnya agar tidak mendengarkan hal seperti itu lagi.

👣👣👣

22.07

Ruwi menutup buku Pengantar Hukum Islam --buku terakhir yang ia pelajari di malam itu, setelah melihat waktu yang tertera di beranda layar ponselnya. Sudah hampir dua jam ia duduk bersila dengan pikiran terfokus pada tumpukan buku yang berbau hukum itu.

Terlalu lama duduk membuat kakinya mengalami kram. Ia pun langsung merebahkan tubuhnya ke kasur sembari memegang buku bindernya, hendak membaca ulang hasil catatan pokok-pokok materi yang tadi ia tulis. Mata Ruwi langsung beralih pada ponselnya yang berdering. Ia pun meraih benda itu dan mendapati sebuah panggilan dari nomor yang tidak terdaftar dalam kontaknya.

+62 812-xxxx-6677
Calling ...

"Halo." Tetap berada dalam posisi tidur, Ruwi mengangkat telepon itu.

Tut...Tut...Tut...
Panggilan telepon langsung dimatikan oleh si penelepon dua detik setelah Ruwi menyapanya.

"Hal- halo. Kok, dimatiin, sih?" Ruwi mengernyit heran.

Tak mau ambil pusing, Ruwi menggeletakkan kembali ponselnya. Kemudian, kembali fokus membaca. Tak sampai lima menit, kali ini ponselnya bergetar, menandakan ada pesan masuk. Fokus Ruwi kembali pecah. Ia langsung mengecek notifikasi itu.

+62 812-xxxx-6677 : Selamat malam Ruwi.
+62 812-xxxx-6677 : Aku harap kamu datang di mimpiku. Selamat tidur.

Ruwi langsung bangkit saking kagetnya saat membaca pesan itu. Ia lebih terkejut lagi saat menyadari bahwa nomor telepon si pengirim SMS itu sama dengan si penelepon yang menelponnya beberapa menit lalu.

Ruwi memposisikan kedua ibu jarinya di keyboard seraya memikirkan kata-kata untuk membalas pesan itu.

Siapa?

Ia menahan jempolnya di udara karena merasa ragu untuk menekan tombol send. Setelah terdiam beberapa detik, ia memutuskan me-delete kata itu. Mengabaikan pesan itu mungkin adalah keputusan yang tepat.

👣👣👣

Si pemilik nomor yang semalam menelpon itu rupanya masih saja usil mengganggu hari Ruwi. Keesokan harinya, di hari senin, saat Ruwi sedang bersantai sendirian di taman fakultas, nomor berakhiran 6677 itu lagi-lagi mengirim pesan teks aneh.

+62 812-xxxx-6677
Kamu terlihat cantik dengan baju itu. Warna kuning sangat cocok denganmu.

Tentu saja Ruwi langsung terkesiap. Hatinya bisa merasakan kalau ada yang tak beres dari pesan itu.

Pesan itu seakan-akan menyiratkan bahwa si pengirim tengah memperhatikannya hingga bisa mengetahui warna baju yang dipakai ia pakai. Ruwi yakin pemilik nomor itu pasti berada tak jauh dari tempatnya berdiri.

+62 812-xxxx-6677
Calling...

"Apa-apaan ini?!" batin Ruwi penuh kesal.

Ruwi tanpa ragu menolak panggilan. Namun, hal itu tidak mematahkan semangat si penelepon untuk kembali menelponnya. Dia terus melakukan panggilan hingga beberapa kali, dan itu membuat Ruwi semakin kesal.

Setelah cukup lama tidak ada panggilan lagi, Ruwi memutuskan untuk menelpon balik. Dengan begitu, ia bisa mencari orang itu hanya dengan  mendengarkan deringan ponsel di sekitarnya.

Sang pemilik tak kunjung mengangkat panggilan. Hal itu dimanfaatkan Ruwi untuk terus menatap sekeliling, mencari orang dengan gerak-gerik mencurigakan.

Ruwi menatap tajam semua orang di area taman itu. Hampir semuanya memegang ponsel. Sebagian terlihat sibuk mengetik sesuatu lewat layar ponsel, sebagian lagi tengah berbicara lewat telepon. Jika seperti itu, Ruwi kesulitan mengidentifikasi orang yang dia cari.

Risti yang baru datang terlihat bingung saat melihat Ruwi menengok ke sana sini layaknya mencari seseorang.

"Ada apa?" tanyanya.

"Hah?!" Ruwi terlihat bingung. "Eng-enggak ada apa-apa."

"Tapi, lo kelihatan bingung banget."

"Btw, gue tadi liat Vano. Kira-kira ngapain anak teknik ke fakultas kita?"

"Vano di sini?!"

Risti mengangguk. "Kenapa? Gak usah kaget gitu. Wajar aja anak Teknik main ke sini, soalnya 'kan fakultasnya di sebelah kita."

Ruwi memaksa seulas senyum untuk menutupi keterkejutannya. Berpikir sejenak, ia merasakan keanehan. Memang fakultas Teknik dan Hukum bersebelahan sehingga memungkinkan adanya mahasiswa Teknik yang datang ke fakultas Hukum, begitu juga sebaliknya. Tapi, mengapa Vano bisa berada di fakultas Hukum tepat saat Ruwi menerima panggilan dari nomor tak dikenal? Sebuah kebetulan 'kah atau Vano yang....

"Kantin, yuk. Laper nih."

Ruwi tak merespon ajakan Risti karena masih sibuk dengan pikirannya yang mulai berpikiran aneh soal Vano.

"Ruwi, i'm here." Risti mencoba menyadarkan Ruwi.

"Hah?"

"Let's go!"

"Let's go kemana?" Ruwi dengan polosnya bertanya. Ia tersenyum kikuk saat Risti hanya melongo menanggapinya.

👣👣👣

22.30

Pria dengan tudung jaket yang menutupi sebagian wajahnya sedang berjalan dengan santai. Matanya sesekali menatap Ruwi yang tengah berjalan di seberang jalan. Metode yang dia pakai untuk mengikuti Ruwi terlihat sedikit berbeda dari hari sebelumnya.

Begitu melihat Ruwi memasuki toko serba ada, pria misterius itu cepat-cepat menyeberang jalan. Ia seolah-olah tak ingin gadis itu menghilang dari pandangannya.

Saat masuk toserba, pria itu langsung menyadari ada CCTV di sudut atap toko. Hal itu membuatnya harus merapatkan tudung jaket yang dia kenakan supaya wajahnya tidak terekam kamera. Ia kemudian berjalan di antara rak makanan ringan sembari berpura-pura memilih, sementara matanya sibuk mencari keberadaan Ruwi.

Tak disangka, ia justru tanpa sengaja berpapasan dengan gadis itu di kelokan rak. Untung saja sosoknya yang misterius tidak menarik perhatian Ruwi. Ruwi terlihat sedang sibuk di meja kasir saat melakukan pembayaran barang yang dia beli.

Begitu melihat Ruwi keluar, pria misterius yang sedari tadi mengawasi langsung berjalan mengikuti.

"Selamat malam, kak." Tiba-tiba suara pegawai toserba berhasil menghentikan langkah pria itu.

"Kebetulan toko kami sedang mengadakan survei mengenai kepuasan pelanggan saat berbelanja di toko kami. Karena itu, kami minta bantuan kakak untuk mengisi kuesioner ini," lanjutnya seraya menyodorkan selembar kertas berisi berbagai pertanyaan.

Pria itu langsung menerimanya dan menuliskan sesuatu di kertas itu. Tak sampai semenit, kertas itu langsung dia berikan pada pegawai toko.

"Oh, sudah selesai? Cepat se--" Ucapan karyawan toko terhenti saat menyadari kepergian pria itu.

Pegawai itu segera mengecek kuesioner yang barusan dia terima.

Nama pelanggan : Mr. R
Pesan dan kesan :
CCTV luar sudah rusak. Tolong diperbaiki.

.
.
.
.
.

Love,
Arama 🐾

Continue Reading

You'll Also Like

12.1K 4.3K 62
[Jika ada kesamaan nama tokoh, latar dan alur harap maklum. Bukan berarti cerita ini copy paste dan dilarang plagiat.] ⚠Warning : There is violence;...
37.7K 4.7K 6
Ketika memperjuangkan cinta terasa sia-sia, maka pergi adalah pilihan terbaik.
120K 11.5K 61
❝ Sekalipun tentangmu adalah luka, aku tetap tak ingin lupa. ❞ --- Atilla Solana, Sang Cephalotus. Cewek tak berhati dengan segala aksi gilanya yan...
191K 18.7K 22
[HIATUS] [Content warning!] Kemungkinan akan ada beberapa chapter yang membuat kalian para pembaca tidak nyaman. Jadi saya harap kalian benar-benar m...