EVALARA [✔]

By iyanapelangi

130K 8.9K 183

"Susah ya, buat bikin si kutu buku jatuh cinta sama gue..." Evan Ramdani, laki-laki berperawakan tinggi denga... More

[PROLOG]
[EVALARA • 1]
[EVALARA • 2]
[EVALARA • 3]
[EVALARA • 4]
[EVALARA • 5]
[EVALARA • 6]
[EVALARA • 7]
[EVALARA • 8]
[EVALARA • 9]
[EVALARA • 10]
[EVALARA • 11]
[EVALARA • 12]
[EVALARA • 13]
[EVALARA • 14]
INFO
[EVALARA • 15]
[EVALARA • 16]
[EVALARA • 17]
[EVALARA • 18]
[EVALARA • 19]
[EVALARA • 20]
[EVALARA • 21]
[EVALARA • 22]
[EVALARA • 23]
[EVALARA • 24]
[EVALARA • 25]
[EVALARA • 26]
[EVALARA • 27]
[EVALARA • 28]
[EVALARA • 29]
[EVALARA • 30]
[EVALARA • 32]
[EVALARA • 33]
[EVALARA • 34]
[EVALARA • 35]
[EVALARA • 36]
[EVALARA • 37]
[EVALARA • 38]
[EVALARA • 39]
[EVALARA • 40]
[EPILOG]
EKSTRA PART [1]
EKSTRA PART [2]
SEQUEL
PERHATIAN!

[EVALARA • 31]

1.8K 130 1
By iyanapelangi

Untuk bab ini ada dua bagian ya hehe. Makasih buat kalian yang udah nyempetin baca cerita ini. Maaf udah terlambat update:)

Happy reading gaes!

"Ke toko sepatu dulu yuk," ajak Ferdi kepada Laras. Gadis itu mengangguk dengan terpaksa. Sebenarnya badannya sudah remuk ingin beristirahat di atas kasur tercintanya. Kalau dia memaksa Ayahnya untuk pulang, pasti Ferdi akan marah. Laras tidak mau, dan trauma pastinya. Ia sangat takut melihat Ferdi marah.

"Emang mau beli sepatu buat siapa? Ayah?" Tanya Laras bingung. Ayahnya malah berjalan ke arah sepatu khusus sekolah. Banyak sepatu hitam yang berjajar di atas kardus sepatu yang bertumpuk.

"Buat kamu lah, sayang. Ayah mau beliin kamu sepatu. Biar bisa ganti-ganti terus,"

Laras menatap sepatunya yang sudah hampir jebol. Maklum, ia beli sepatu itu pada saat awal memasuki kelas sepuluh. Sekarang ia sudah mau menginjak kelas dua belas. Pasti sepatunya sudah semakin menipis dan hampir jebol.

"Ya sudah,"

Ferdi tersenyum seraya mengelus puncak kepala anaknya. Gadis itu duduk dan bermain ponsel. Ayahnya sibuk mencarikan model sepatu yang cocok untuk Laras sekolah. Sampai akhirnya, pilihan Ferdi jatuh kepada sepatu hitam polos yang terdapat sedikit warna putih di pinggir sepatu itu.

"Ras, ukuran kaki kamu berapa? 37 atau 38?"

"38, Yah," jawab Laras datar. Laki-laki itu mengangguk lalu membawa sepatu itu ke kasir untuk dibayar. Ferdi datang kembali sambil membawa plastik berisi sepatu yang sudah dibayarnya tadi.

"Ayo pulang," ajak Ferdi. Akhirnya, ia bisa istirahat sekarang. Ferdi senang, akhirnya anaknya bisa menerimanya kembali. Ia berjanji, tidak akan menyakiti putrinya lagi seperti dulu. Masih ada kesempatan untuknya, ia harus memperbaiki semuanya dari awal. Menjadi kepala keluarga dan Ayah yang baik bagi keluarganya.

"Kayaknya mereka mau pulang deh," kata Ersya melihat sosok Laras dan Ayahnya ke arah parkiran mall. Evan mengangguk,

"Yaudah lah, syukur kalau Laras gak kenapa-napa,"

Sadam pun menguap, kantuknya menyerang,

"Ayo pulang. Gue ngantuk nih," ajak Sadam. Ersya dan Evan mengangguk, lalu berjalan menuju parkiran.

"Mulai besok, kamu pakai ya sepatu ini. Ayah minta maaf sama kamu kalau Ayah belum bisa jadi Ayah yang baik buat kamu," lirih Ferdi sambil mengusap pipi Laras dengan sayang. Ia menyesal, tidak melihat pertumbuhan sang anak. Ternyata Laras sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang kuat tanpanya, padahal sosok anak perempuan sangat membutuhkan motivasi juga kasih sayang seorang Ayah selain ibu.

Air mata Laras jatuh seketika. Gadis itu menghamburkan tubuhnya ke dalam pelukan Ferdi. Ferdi mengelus punggung juga mengecup kepala anak berkali-kali. Sungguh, ia berjanji tidak akan menyakiti Laras lagi. Untung saja ia masih diberi kesempatan, ia tak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.

Sedangkan di lain tempat, Evan baru saja sampai dirumahnya. Ia melihat Dita yang sedang asik bermain boneka di ruang tamu, lalu memandang Tria yang baru saja balik dari dapur membawa makanan untuk adiknya,

"Loh, baru pulang?"

"Iya, bun," kata cowok itu sambil mencium punggung tangan Tria. Wanita itu duduk di sebelah Dita.

"Ayo sayang, makan dulu,"

Dita mengangguk dan membuka mulut saat Tria menyuapinya makanan. Evan duduk di sofa sebelah Tria dan membuka ponselnya. Ia rindu bertukar pesan dengan gadis cantik itu, siapa lagi kalau bukan Laras. Matanya memutar malas saat melihat pesan masuk dari Sheila. Gadis itu menanyainya terus sejak malam, seperti wartawan saja.

"Harus banget ya, nanyain gue mulu?" Tanya Evan pelan pada dirinya sendiri. Tria menoleh dan mengernyit,

"Kamu kenapa?"

"Eh, gapapa bun," Evan tersenyum kikuk dan mematikan ponselnya. Ia ingin sekali bertemu Laras. Ia memutuskan untuk ke kamar. Ia ingin berganti baju dan pamit untuk ke rumah Laras.

Tak lama kemudian, cowok bertubuh tinggi dengan mata sipit itu turun dan menyalimi tangan Tria,

"Bun, Evan mau ke rumah Laras,"

Tria mengangguk, "hati-hati. Jangan kemalaman,"

Evan memutar-mutar kunci motornya dan mulai menaiki motornya. Setelah mesin nyala, ia langsung menuju ke rumah Laras. Ia rindu pada gadis itu.

Tak sampai sejam, motor yang Evan kendarai sudah sampai di halaman rumah gadis itu. Langsung saja ia turun dan merapikan rambutnya ke belakang. Baru sadar, kalau rambutnya sudah mulai panjang sekarang. Ia malas untuk mencukur rambutnya, ia lebih baik menunda-nunda sampai bu Tia menegurnya.

"Loh? Evan? Lo ngapain kesini?" Tanya Laras saat melihat cowok itu didepan rumahnya. Evan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu berjalan mendekati gadis itu,

"Gue rindu,"

Laras mengernyit, "rindu siapa?"

"Rindu mantan," jawab Evan lembut.

"Nih, mantannya didepan gue," sambung cowok itu, tangannya terulur untuk mengelus rambut panjang gadis itu. Laras tersenyum, keduanya saling melempar senyuman masing-masing. Sampai akhirnya suara dehaman membuat keduanya menoleh, ternyata Ferdi. Pria paruh baya itu sedang menatap Evan tajam. Cowok yang ditatap pun hanya bisa meneguk salivanya kasar, lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ngapain kamu kesini? Masih belum puas sama hajaran saya?" Tanya Ferdi dingin. Evan menggeleng,

"Bu-bukan, Om. Saya kesini mau main, udah lama gak kesini," jawab Evan sesekali melirik gadis yang ada dihadapannya. Ferdi mendengus,

"Apa gak ada tugas sekolah?" Tanya Ferdi lagi.

Kan kan, kena introgasi calon mertua kan.

"Yah, Evan itu pinter. Kerjain PR disekolah juga gak jadi masalah," sahut Laras yang membuat Evan dan Ferdi menoleh padanya,

"Ayah nanya sama dia, bukan sama kamu,"

"Aku cuma ngewakilin," jawab Laras enteng. Lelaki itu memilih untuk mengalah dan masuk ke dalam rumah. Tapi sebelum Ferdi benar-benar masuk, ia sempat menoleh ke belakang dan memperingati Evan,

"Awas, diluar aja bertamunya! Jangan macem-macemin anak saya,"

Lalu, Ferdi masuk ke dalam meninggalkan kedua pasang remaja yang sudah menjadi mantan. Entah, mereka tidak ada niatan untuk balikan dan memulai hubungan kembali. Lagipula, Laras lebih nyaman tanpa terikat siapapun. Ia tidak suka dikekang.

"Mau minum apa?" Tanya Laras sambil melipat kedua tangannya,

"Apa aja, sayang,"

Mata Laras melotot saat mendengar Evan memanggilnya sayang. Langsung saja, gadis itu menoyor kening Evan keras hingga cowok itu mengaduh kesakitan,

"Kasar kamu, ah. Entar aku nikahin loh," goda Evan sambil mengedipkan sebelah matanya. Laras kesal dan langsung memukul-mukul pundak cowok itu, tapi langsung dihindari oleh Evan.

"Sini! Jangan ngejauh!"

"Cie, maunya deket sama gue terus ya?" Ejek Evan sambil menunjukan senyum smirknya. Laras menggeleng cepat dan langsung masuk ke dalam untuk mengambil air buat Evan. Cowok itu tersenyum geli melihat tingkah Laras yang membuatnya semakin cinta pada gadis itu.

Tiba-tiba, ponselnya berdering. Memperlihatkan nama Sheila disana. Evan tidak tahu, kenapa gadis itu meneleponnya? Mau mengganggu waktunya bersama Laras? Oh tidak, Evan tidak bisa biarkan itu. Walaupun Sheila menyukainya, tapi di hatinya hanya ada nama Laras disana.

"Siapa, Van?" Tanya Laras saat melihat Evan memegang ponselnya dalam keadaan berdering. Evan tersadar dan menggeleng. Lalu memutuskan untuk mematikan daya ponsel itu, karena kalau di reject percuma saja. Gadis pengkhianat itu terus-terusan menghubunginya.

Evan duduk di sebelah gadis itu dan tangannya terulur untuk meraih tangan mungil Laras yang pas di tangannya,

"Ras," panggil Evan lembut. Laras merasa jantungnya berdegup kencang, matanya melirik ke arah tangannya yang sedang digenggam erat oleh mantannya, Evan Ramdani.

"A-apa?"

"Gue rasa, kayaknya kita gak perlu balikan," ujarnya. Cowok itu tiba-tiba merubah ekspresi wajahnya menjadi serius. Laras menoleh dan mengernyit bingung,

"Ke-kenapa?"

Sial! Kenapa harus gugup segala!

"Gapapa. Lagipula masih banyak yang harus kita perbaiki. Kalau lo mau cari yang lebih baik dari gue, gapapa kok. Gueㅡ"

"Gak! Lo ngomong apasih, Van?" Potong Laras cepat. Cowok itu terkekeh geli dan menoyor kening gadis itu pelan,

"Dengerin dulu kalau gue ngomong, Ras. Gue belum selesai,"

Laras ber-oh saja. Lalu menyuruh Evan agar melanjutkan ucapannya,

"Gue tau, alasan lo putusin gue pasti karena Sheila suka sama gue kan? Dan lo pasti nyangkanya, dengan gue putus sama lo, Sheila langsung pacaran sama gue. Lo salah, Ras. Gue sama sekali gak suka dan gak ada rasa apapun sama Sheila. Gue juga gak nyangka aja sih, ternyata dia suka sama gue. Tapi ya gimana? Gue sukanya sama lo, gue cintanya sama lo. Jadi sekeras apapun usaha Sheila buat menarik perhatian gue, gue gak bakal kepancing. Gue cuma nyaman dan sayang sama lo. Sejak awal ketemu lo di perpustakaan, gue langsung jatuh cinta," tutur Evan panjang lebar. Laras tersenyum, lalu mengelus punggung tangan Evan dengan ibu jarinya,

"Maaf, gue udah salah ngambil keputusan. Harusnya gue gak mutusin lo begitu saja," lirih Laras, tapi bibirnya masih mempertahankan senyuman. Ia memberanikan diri untuk menatap manik mata Evan yang teduh, cowok itu membalasnya,

"Kita saling komitmen aja ya, karena cinta itu ga perlu status kan?" Tawar Evan serius, Laras mengangguk tanpa pikir. Evan mengulurkan kelingkingnya,

"Ayo kaitin,"

"Harus banget?" Tanya Laras mengulum senyumnya. Evan mengangguk dan menatap kelingkingnya lagi, menyuruh Laras agar segera mengaitkan kelingkingnya dengan kelingkingnya.

"Yaudah. Aku harap, kamu jangan tinggalin aku ya, Van. Aku sayang banget sama kamu,"

Evan mengangguk, dan tersenyum saat Laras membalas kaitan kelingkingnya. Saat mereka saling mengaitkan kelingking, tiba-tiba Sadam dan Ersya datang mengacaukan suasana,

"Cieelah! MASIH JAMAN EMANG KAITAN KELINGKING?!" Tanya Sadam jahil sambil berteriak. Laras melotot, takut kalau Ferdi keluar dan memarahinya,

"Ish, kalian berdua! Ganggu tau gak!?"

"Gak tau!" Jawab Ersya dan Sadam serempak. Evan hanya terkekeh dan meraih tubuh gadis itu dalam pelukannya, sedangkan Ersya dan Sadam hanya bisa melongo melihatnya.

"Jangan kemana-mana," bisik Evan lembut tepat di telinganya.

"Pulang sekolah, Ayah yang jemput, ya," kata Ferdi saat melihat anak putrinya mau keluar dari mobilnya. Laras menoleh sebentar dan menggeleng,

"Gak usah, Yah. Aku sama Evan aja," jawab Laras yang membuat Ferdi geram,

"Gak! Entar malah diajak keluyuran sama dia. Ayah gak mau," kata Ferdi melarang, Laras tertawa pelan lalu mengecup pipi Ferdi sekilas,

"Gak usah khawatir oke. Evan anak baik-baik, kok. Gak seperti apa yang Ayah pikirkan," kata Laras lembut. Ayahnya hanya terdiam,

"Aku masuk kelas ya, dikit lagi bel bunyi," sambung gadis itu. Lalu keluar dari mobilnya. Mobil hitam Ferdi sudah melaju meninggalkan Laras yang berdiri di depan gerbang sekolahnya. Lalu, ia melihat sosok adik kelas yang sepertinya sedang mencari seseorang. Laras langsung saja menghampiri gadis itu,

"Loh, dek? Kamu nyari siapa?"

Gadis itu terkejut dan menggeleng, "gak kok, kak. Gak nyari siapa-siapa. Hehe,"

"Jangan bohong, hayo jujur aja sama kakak,"

"Gak kak, ih," malunya, Laras hanya tertawa pelan dan terkejut saat melihat Ersya berdiri didekat gadis itu, ada hubungan apa antara Ersya dengan adik kelas ini?

"Loh? Sya? Lo ngapain?"

"Mau nyamperin cewek gue, lah. Emang lo doang yang bisa komitmen," Laras membelalakan matanya, apa? Ersya punya cewek? Sejak kapan? Padahal, selama ini Ersya tidak pernah terbuka sedikitpun tentang hubungan asmaranya.

"Oalah, kok gue baru tau. Selamat ya! Semoga lo betah sama cowok misteri kayak dia," kata Laras pada adik kelas itu yang ia ketahui bernama Naura Ariestya. Ia melihatnya dari name tag yang tersemat di dada kanan gadis itu.

Ersya hanya bergumam pelan, sedangkan Naura pamit padanya untuk duluan ke kelas sambil memeluk lengan kekar Ersya. Ia kembali terkejut saat merasakan sebuah tepukan di pundaknya. Ia menoleh ke belakang, ternyata...

HEHE MAAP YAAAA GANTUNG:v btw yang nepuk pundak Laras siapa hayo??? Kepo kan? Kepo kan?

Btw, Evan kalo main gitar tambah gantenggg ya:") ga kuat liatnya:)

Febriyanti,
Istri sah V BTS

Continue Reading

You'll Also Like

211K 9K 35
Vector ; Mirasusanti916 Kisah 2 remaja SMA yang saling mencintai namun memilih untuk diam dan membiarkan takdir untuk mempersatukan mereka Shakira An...
570K 24.3K 48
Sequel "DafFania" Rafael Anton Pranata A cover by : @yongsoemt_ ~~~~~~~~~~~~ Mencintai kawan kecil tidak dilarang agama maupun negara bukan? Itu yang...
255K 7.2K 44
Ini cerita tentang Kayra yang menyukai seorang ketua osis disekolahnya yang terkenal akan ketampananya dan keahlianya dalam bermain basket. Awal mula...
6.9M 293K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...