SHOW ME (Tamat)

By Unianhar

336K 41K 5.8K

(FOLLOW SEBELUM MEMBACA) Karma is real. Itu pepatah yang cocok menggambarkan nasib Saka Rivano Thomas, sang d... More

Part 02 || Gagal Keren
Part 03 || Serangan Telak Hero
Part 04 || Bertamu Pagi-pagi
Part 05 || Mimpi Indah
Part 06 || Mengecek Email
Part 07 || Hukum Aku Semaumu
Part 08 || Undangan Makan Malam
Part 09 || Enam Tahun Lalu
Part 10 || Perdebatan di Pagi Hari
Part 11 || Tutup Mulutmu Lena
Part 12 || Jalan ke KUA
Part 13 || Ternyata Memang Dia
Part 14 || Menyelesaikan Masalah
Part 15 || Dua Orang Asing
Part 16 || Jangan Menyia-nyiakan yang Tulus
Part 17 || Darah Biru Saka
Part 18 || Permintaan Kakek
Part 19 || Sialan Kamu Saka
Part 20 || Berkunjung ke Rumah Lama
Part 21 || Merayakan Bersama
Part 22 || Malam Yang Indah
Part 23|| Keputusan Untuk Menerima
Part 24 || Semua Karena Leon
Part 25 || Sedang Tidak Waras
Part 26 || Perdebatan Tak Berfaedah
Part 27 || Menyusul ke Bogor
Part 28 || Tamu Tak di Undang
Part 29 || Pertengkaran Renan-Kakek
Part 30 || Calon Menantu Pricillia
Part 31 || Sekat yang Terlihat
Part 32 || Kedatangan Sari dan Awan
Part 33 || Badai Menyerang
Part 34 || Perkenalan Resmi
Part 35 || 2 Lawan 1
Part 36 || Memanipulasi
Part 37 || Kebetulan yang Mengejutkan
Part 38 || Jessie Sakit Lagi
Part 39 || Hujan Punya Cerita
Part 40 || Bercocok Tanam
Part 41 || Serangan Telak Saka
Part 42 || Meminta Restu
Part 43 || Dua Keluarga
Part 44 || Uneg-Uneg Jessilin
Part 45 || Tak Berkesudahan
Part 46 || Rencana Masa Depan
Part 47 || Dipersimpangan Jalan
Part 48 || Perlahan Tapi Pasti
Part 49 || Fakta yang Menyakitkan
Part 50 || Flashback Juli 1999
Part 51 || Memori Kelam
Part 52 || Benang yang Kusut (Tamat)
Spin Off
Info Extra Chapter

Part 01 || Sapaan Hangat Tuan Muda

32.1K 1.9K 203
By Unianhar

Instagram : unianhar

Kicauan burung terdengar di dalam kamar bernuansa hitam putih itu. Awalnya pelan lama-kelamaan berubah nyaring membuat sang empunya kamar mengerling membuka mata mengintip sedikit keluar jendela tak jauh dari posisinya. Ia mendesah kembali menutup mata, mengangkat selimut sampai menutupi ujung kepalanya, bersiap kembali ke mimpi indahnya.

Tak berselang lama ia mengerang, kicauan burung itu lagi. Menyebalkan. Ia pun bangun membuka selimut kasar, meraih jam walker berbentuk burung di nakas memotek paruhnya.

"Makanya jangan bawel!" gerutunya melempar benda itu ke belakang.

Pria tampan bermata sipit itu berdiri dari ranjang king size-nya menutup mulut membiarkan air keluar dari matanya karena menguap. Kemudian berjalan menuju jendela, tubuhnya yang tinggi memberinya keuntungan untuk sampai lebih cepat.

Jendela terbuka, angin pagi menyapa malu-malu menerpah wajahnya. Ia tersenyum menghirup rakus oksigen pagi membuat ngantuknya menghilang. Matanya memandang ke arah langit biru berhias awan putih. Jarang sekali menikmati pemandangan langit pagi setenang sekarang.

Ia menutup mata, menarik napas dan menghembuskannya pelan memikirkan seseorang yang mondar-mandir di kepalanya, seperti setrika yang merapikan hidupnya yang kusut.

"SAKA!"

"Astagfirullah!" spontannya mendengar suara itu, lamunannya ambyar seketika. "Baru juga mulai belum ke intinya udah diganggunl," dengkusnya berbalik dongkol.

Pria bernama Saka itu tersenyum lebar melihat siapa berdiri di depan pintu melipat kedua tangan di dada menatapnya curiga, "A--apa?" tanya Saka gugup berjalan ke arah ranjang mengambil baju kaosnya yang terjatuh di lantai.

"Kamu abis mikir macam-macam, ya?!" tuduhnya curiga.

Saka tersentak sesaat sebelum menggeleng panik, wajahnya memerah berusaha menyangkal meski membenarkan, tapi itu tidak terjadi karena orang di depannya keburu datang.

"Aass...astagafi..firullah," gagap Saka mengelus dada telanjangnya menggeleng membantah, "Ngomong apa, sih? Nggak boleh nuduh!" sambungnya mengelak berusaha menghindari tatapan menyelidik itu. Saka bisa berbohong dengan mulutnya tapi matanya tidak.

"Kalau nggak..., kenapa bisa singa kamu berdiri?"

Saka reflek menutup tonjolan di selangkangannya syok, lalu melihat orang di depannya menyeringai menangkap basah dirinya, wajah Saka memerah padam menahan malu karena ketahuan.

"Mami ngomong apa, sih? Berdiri bukan berarti aku mikir jorok, tahu! Mami pernah dengar teori Dokter Boyke kalau singa sehat adalah singa yang berdiri di pagi hari mencari mangsa?" kelitnya mempertahankan harga dirinya di depan maminya, Pricillia Thomas.

Pricillia mendengkus. "Nggak usah bawa-bawa Dokter Boyke! Dasar mesum, Mami lapor ke Papi kamu kal...."

Saka menghadang Pricillia seraya mencak-mencak memohon agar tidak memberitahu siapa pun, "Ampuni Saka! Jangan bilang ke Papi, ya?" pintanya memeluk maminya dari samping.

"Kalau Abang kamu?"

"Yang itu apa lagi. Saka bisa mati karena bully-an mereka!" paniknya tak bisa memikirkan wajah-wajah setan menyebalkan itu.

"Bagus dong supaya makhluk pendosa berkurang satu."

"MAMI!"

"Makanya nikah Saka! Nikah!" lantang Pricillia menarik telinga anaknya sampai membungkuk di sampingnya, "Mami minta kamu nikah buat kebaikan kamu juga! Ngerti nggak, sih?!" Pricillia semakin menarik telinga putranya sampai Saka berteriak kesakitan berusaha melepaskan tangan maminya.

"Sa...sakit, mi! Lepasin telinga aku!" Saka merasa telinganya akan lepas dari tempatnya. Tidak, kalau lepas bagaimana? Masa Saka harus pakai telinga gajah buat penggantinya.

Pricillia melepaskan tangannya menatap Saka dongkol. Sedangkan yang ditatap sibuk mengelus telinganya yang memerah. Pricillia menghela napas kasar sebelum mengulurkan tangan pada Saka yang reflek menjauh.

"Mami mau ngapain lagi?" tanyanya horor.

Pricillia berdecak, "Suudzon kamu sama Mami!"

"Bukan suudzon tapi membela diri," tampik Saka.

"Halah! Mami capek ngomong sama kamu!" Pricillia mengibaskan tangan, "Rambut kamu udah panjang harus dipotong! Mami nggak mau tahu! Dan ya, orang-orang udah nunggu di bawah, jangan lama! Jangan sok penting kamu harus ditungguin!" pungkas Pricillia meninggalkan Saka yang cengo. Siapa yang duluan datang mengajaknya bertengkar? Lagian siapa yang minta untuk ditunggu sarapan?

"Sabar, Saka." Saka menunduk melihat singa-nya yang masih berdiri lalu berdecak, "Tidur! Jangan buat masalah lagi!" titahnya mengelus miliknya sekilas.

Saka Rivano Thomas, pria matang berusia 28 tahun. Tampan, mapan, kaya, terkenal dan seorang dokter yang baru saja menyelesaikan gelar spesialis sarafnya. Diusia sekarang ia selalu didesak untuk menikah oleh keluarganya, bukannya Saka tidak mau, bukannya juga tidak punya calon, hanya saja calonnya masih malu-malu membuka hati untuknya.

****

Saka berjalan menuju taman dekat kolam di mana seluruh keluarga besarnya berada. Setiap hari minggu keluarganya berkumpul untuk sarapan bersama, sesibuk apa pun mereka harus menyempatkan waktu, apa lagi sarapan di luar ruangan jarang mereka lakukan, palingan sekali sebulan.

"Pagi semuanya!"

Beberapa diantara mereka menoleh membalas sapaan Saka. Berbeda dengan beberapa pria sepantaran dirinya sibuk mengobrol tak mengubris sama sekali. Saka menghampiri meja di mana opanya, papi dan om-nya yang dipanggil papa duduk membicarakan usaha baru mereka dibidang entertaiment. Saka menarik kursi di samping papi, mengambil roti tawar dan memakannya seraya memperhatikan pembicaraan mereka.

"Mau apa, Ka?" Saka melihat ke arah wanita paruh baya menuangkan jus ke beberapa gelas di hadapannya.

"Susu aja, Ma," sahut Saka menelan rotinya.

Bella Thomas istri dari Aryan Thomas, om Saka sekaligus kakak papinya. Jika Saka memanggil orang tua kandungnya sebagai mami dan papi, maka ia memanggil om dan tantenya mama dan papa. Itu adalah peraturan yang sudah berjalan selama puluhan tahun di keluarga mereka. Bukan cuma Saka, seluruh anak keluarga Thomas akan memanggil demikian.

"Susu apa?" celetuk Pricillia menimang seorang bayi berumur setahun. Bayi itu tampak mengepakkan kedua kaki dan tangannta sesekali bersuara menatap penuh harap pada Saka.

"Emang adanya susu apa?"

"Susu sapi sama susunya Reya!" Pricillia memperlihatkan botol dot di tangannya, Saka menatap maminya datar.

Saka mengubah posisi duduknya miring, meletakkan sebelah tangan di sandaran kursi memperhatikan keempat pria yang sibuk dengan ikan koi di depan mereka. Di sana ada Rimba abang sepupunya yang paling tua, Lingga abang sepupunya sekaligus adik kandung Rimba, Sagarha yang membawa mangkok berisi makanan ikan adalah abang kandungnya sedangkan yang satunya lagi adalah Axel, sahabat sekaligus suami dari adik sepupunya, Ily. Mereka mengobrol tentang ikan-ikan di depan mereka. Saka menggeleng, dasar manusia-manusia tidak ada kerjaan.

Saka kembali merubah posisi duduknya ke depan sembari memainkan ponsel, sesekali mengangguk atau berdehem menanggapi opa, papa dan papinya jika mengajaknya mengobrol.

"Bang Garha ngapain?"

"Biasa Xel, absenin anak-anaknya."

"Diam."

Sayup-sayup telinga Saka menangkap pembicaraan mereka, ia pun mencondongkan tubuhnya ke belakang mempertajam indera pendengarannya, lalu berhenti bermain ponsel.

"Oh, kenapa tinggal 40?"

Pertanyaan itu membuat Saka mengusap wajah kalut, ia menarik kursinya mepet pada papinya yang menoleh sekilas padanya.

"Mama, Mami, tahu ikanku ke mana 2 ekor?" Suara bariton dari arah kolam ikan terdengar lantang.

Saka menoleh melihat Sagarha yang akrab dipanggil Garha itu kini berdiri di belakangnya, pandangannya mengarah pada mama dan mami mereka. Pricillia berbalik menggendong bayi bernama Freya, sedangkan Bella melirik Saka yang tiba-tiba berdiri menghampiri Pricillia.

"Eh, Reya ponakan Uncle unyu-unyu ngalahin boneka santet ceneng banget ya makan ikan Uncle Garha kemarin, hm?" tanyanya menekuk lutut sejajar dengan bayi yang maminya gendong, "Iya Sayang, masih pengen?" Bayi itu tertawa mengulurkan tangan pada Saka yang mengajaknya bicara. "No no no nggak boleh lagi! Itu punya Uncle Garha kalau Reya minta lagi bisa-bisa Reya yang dijadiin peliharaannya."

"Ngomong apa ngefitnah anakku?!" serobot Lingga mendekati Freya sang buah hati, "Beneran, Nak?" tanya Lingga mengelus pipi anaknya, lagi-lagi bayi itu terseyum menoleh pada papanya. "Kok kamu tega makan sepupu kamu sendiri, Sayang?"

"Lingga!" tegur Garha.

Lingga tergelak memegang perut melihat wajah masam Garha. Dari ketiga abang Saka hanya Lingga yang sudah berumah tangga dan kini memiliki putri berusia 1 tahun diberi nama Freya Ilyesa Thomas.

"Sudah! Jangan dipermasalahin! Kalau ikan kan bisa beli lagi!" Abimanyu tetua di rumah itu bersuara, meminta mereka duduk menunggu yang lainnya datang.

Masih kesal gara-gara ikan koinya, Garha pun duduk di samping papanya, menyusul Rimba dan Axel duduk di kursi yang sudah disiapkan untuk mereka. Lingga mengajak anaknya mengobrol, sementara Saka mengelus dada lega. Nama Freya ampuh meredamkan masalah yang dilakukan. Saka harap Freya tetap kecil tidak tumbuh-tumbuh lagi. Kalau Saka mencuri ikan Garha lagi tinggal menyebut nama Freya maka semuanya beres.

"Reya mau ke kamu, Ka." Lingga melihat sikap putrinya sejak tadi mengepakkan kedua tangan menatap Saka, celoteh khas bayinya terdengar menggemaskan. Saka memicing menatap Freya enggan.

"Uncle puasa gendong kamu dulu takut dipipisin kayak kemarin," tolaknya mentah-mentah, berbalik hendak pergi. Freya tiba-tiba menangis kencang.

"Saka!" tegur Arham Thomas-- ayah kandung Saka.

Kasihan dengan keponakannya menangis terus, akhirnya Saka mengambil Freya dari maminya untuk menimangnya. Freya berhenti menangis digantikan dengan kekehan lucu darinya. "Kamu lucu banget sih, Baby. Kalau gede nanti jangan kayak mama kamu, ya? Jadi Tante Ily aja biar Uncle Saka tambah sayang, oke?" Saka gemas mencium Freya bertubi-tubi.

"Sayang hati-hati!"

Saka refleks menoleh melihat Axel berlari menghampiri Ily yang mendekat. Saka tersenyum ingin beranjak namun Freya memukul hidungnya. Rimba ikut berdiri menghampiri wanita itu, lalu kembali dengan menggandeng sebelah tangan Ily dan sebelah lagi digandeng oleh Axel.

"Kabar keponakan Kakak gima...aduh!" pekik Saka memelototi pada Freya yang mencakar dagunya, "Apa sih kamu? Masih kecil udah cemburu," omelnya akan meletakkan Freya di meja tapi tiba-tiba punggungnya ditabok begitu saja.

"Uncle macam apa Kakak ini?" sungutnya melotot, Saka menghela napas kasar kembali mengulurkan Freya padanya.

"Ambil nih anak kam---"

"Selamat pagi semua, maaf aku telat," sapaan lembut itu membuat Saka berbalik. Tepat di samping maminya ada sosok gadis cantik berdiri menyingkap rambut ke belakang telinga, menatap malu-malu pada keluarga Thomas.

"Calon Aunty kamu dateng, Reya," gumam Saka tersenyum lebar tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya melihat gadis idamannya berada di tengah-tengah keluarganya.

Tbc

Ekspresi Saka nih liat cewek idamannya dateng wkwkwk

Btw kemarin yang nanyain cerita Saka mana nih? Nih udah dipublish ulang, jadi janjinya LUNAS ya. Tenang aja, cerita ini bakal aku selesaiin kok, nggak di unpublish lagi wkwkwkwk, semoga aja idenya ngalir terus ya 🤣

Continue Reading

You'll Also Like

69.5K 11.1K 39
(Cerita ini ikut serta dalam Event GMG Hunting Writers 2021) "Kalau kamu mau berteman denganku, kamu gak boleh gunain kekuasaan kamu. Aku mau kamu ja...
5.4M 287K 55
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
50.9K 2.5K 46
Bagas namanya,cowok dengan sejuta pesona,pendiam dan belum pernah mempunyai pengalaman dekat dengan seorang perempuan tapi semenjak bertemu Gita hidu...
2.5M 272K 48
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...