Setelah Mendung

By highpororo

62.8K 5.2K 256

Rheva bertemu dengan Rega ketika ia mulai menata kembali hatinya yang hancur karena dikhianati oleh tunangann... More

Prolog
Gadis Berkebaya Biru
Dugaan yang Menjadi Fakta
Sebuah Kebetulan
Pindah Rumah
Can I Call You Tonight?
Getting Closer
And Our Story Begin From Here
Being Rega's Girlfriend
First Date, But...
Menyimpan
I Love Her
Happiness
Bad Day
My Queen, Rheva Agatha Pratama
Be Gentle
Duel

Meet His Family

3.5K 346 13
By highpororo

"Ada saya, kamu tenang aja." 

Satu kalimat menenangkan keluar dari bibir Rega. Laki-laki itu mengenggam tangan Rheva seraya tersenyum, lalu keduanya melangkah menuju teras belakang. 

Pandangan yang diberikan oleh sanak saudara Rega tak lepas dari keduanya. Membuat Rheva salah tingkah karena malu. Apalagi, ia dan Rega tak ada hubungan apa-apa namun ikut acara keluarga Rega. Teman bukan apalagi pacar yang sudah jelas juga bukan. Tapi yang lebih masuk akal, ya, memperkenalkan diri sebagai teman Rega seperti ia memperkenalkan dirinya pada Olive tadi. 

"Eh Rega, bawa pacar baru nih?" celetuk seorang perempuan paruh baya yang mirip dengan Olive.

"Bukan, ini temannya Rega, Tante Tika. Temannya Gisca dan Leo juga kok. " sahut Rega dengan nada tenang dan tersenyum.

"Halo Tante, saya Rheva." ucap Rheva pada Tante Tika, lalu bersaman.

Tika tersenyum. "Halo, Rheva. Kamu cantik banget, sih." ucapnya seraya melirik Rega dengan senyuman menggoda.

"Makasih Tante," sahut Rheva seraya tertawa pelan.

Lalu setelahnya, Rheva tersenyum pada sanak saudara Rega yang lainnya ketika mereka tersenyum padanya dan menyapa mereka. Ketika pandangannya pada Gisca bertemu, sahabatnya itu melempar tatapan tanya kenapa-lo-bisa-disini-bareng-Mas-Rega yang membuat Rheva bingung. 

Olive menghampiri Rheva lalu menatap gadis itu dengan ramah. "Ayo cantik, makan dulu."  ajaknya

Rheva mengangguk. "Iya, Tante." balasnya. 

"Mas, temenin Rheva makan ya. Siapa tahu Rheva malu kalau sendiri karena banyak orang di sini."

"Iya, Ma." ujar Rega.

Rega kemudian mengajak Rheva untuk mengambil makanan. Laki-laki itu baru melepaskan gandengannya ketika mereka sedang mengambil makan. Dan Rheva baru menyadarinya, namun ia tak merasa risih. 

Ini sebenarnya gue kenapa, sih? 

Seusai mengambil makan, Rheva memilih duduk di sebelah Gisca. Membuat sahabatnya itu menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan Rheva. 

"Lo kenapa bisa sama Mas Rega kesini? Can you explain to me?" bisik Gisca seraya menunjuk Rega yang sedang mengobrol dengan saudaranya menggunakan satu alisnya. "Nggak mungkin kan, lo diam-diam jadian sama Mas Rega di belakang gue—eh, kalau iya gapapa juga, sih." ujarnya. 

Rheva menghela napasnya. "Ca, bisa nggak nanyanya satu-satu? Gue bingung jawabnya." ucapnya. 

Gisca menggeleng. "Nggak bisa, lo harus jawab semuanya. Terserah mau yang mana dulu, nggak berurutan juga gapapa. Bebas." 

"Ck, lo pikir gue lagi jawab soal ujian?!" seru Rheva gemas. "Gue nggak mungkin jawab di sini juga, Ca. Nggak enak." 

"Yaudah, selesain dulu makan lo. Nggak enak sama Mama mertua gue kalau lo nggak habisin. Baru deh, habis itu lo jawab pertanyaan gue." ucap Gisca. 

Rheva memutar bola matanya malas. "Siap, tuan puteri." 

Sementara itu, Rega yang sedang makan bersama dengan sang Papa, juga mendapat pertanyaan. 

"Beneran temanmu, Ga?" tanya Adit, Papa Rega. 

Rega mengangguk. "Iya, Pa. Cuma teman kok." jawabnya. 

Aditmenepuk-nepuk pundak Rega. "Lebih dari teman juga nggak apa-apa, Ga. Cantik dan kelihatannya pintar, juga sopan. Bisa juga ya, kamu." 

Mendengar ucapan sang Papa, lantas membuat Rega terkekeh. "Papa restuin nih, kalau misalkan Rega sama Rheva?" 

"Hmm… namanya Rheva." gumam Adit. "Restuin lah. Mama-mu kayaknya juga setuju kalau kamu sama dia. Kelihatan kalau Mama suka sama Rheva." 

Tak lama setelah Rheva selesai menghabiskan makanannya, Gisca langsung membawa Rheva menuju kamar Leo yang saat ini juga ia tempati ketika sedang menginap setelah mereka menikah. 

"Rhe, jelasin yang sejelas-jelasnya kenapa lo bisa sama kakak ipar gue yang flat itu tapi kalau sama lo nggak perah flat." ucapnya. 

Rheva menatap Gisca. "Ya, nggak gimana-gimana. Gue nggak sengaja ketemu sama Mas Rega di supermarket. Terus gue ketemu lagi sama Mas Rega waktu mau pulang dan gue lagi mesen taksi online nggak dapet-dapet karena gue minta jemput sama supir bokap gue, ternyata udah pulang karena anaknya sakit. Nah, kakak ipar lo nawarin gue buat diantar pulang, padahal gue udah nolak." 

Gisca terlihat mendengarkan dengan serius. "Then?

"Ya, gue nggak ada pilihan lain. Awalnya dia mau langsung antar gue pulang, tapi ternyata Tante Olive telpon. Katanya udah nunggu belanjaannya yang dititip Mas Rega. Jadinya, Mas Rega antar belanjaan dulu baru antar gue. Eh, Tante Olive tahu ada gue dan ngajak gue masuk. Gitu deh ceritanya. Dan oh ya, gue nggak pacaran sama kakak ipar lo. Jelas, Ibu Gisca?" ujar Rheva. 

Wajah Gisca terlihat puas mendengarnya. "Oke-oke, gue paham." sahutnya. "Rhe, kalau lo pacaran sama Mas Rega juga gapapa. Gue sama Leo dukung lo, kok. 100 persen." 

Rheva menatap Gisca dengan mata melebar. "Lo diam-diam ngomongin gue, ya? Atau mau comblangin gue sama Mas Rega? Udah alih profesi nih, jadi mak comblang sekarang." 

"Hush! Tapi kayaknya tanpa gue dan Leo comblangin, Mas Rega udah jago deh." goda Gisca seraya mengedipkan mata pada Rheva. 

"Jangan ngaco deh, Ca." sahut Rheva. 

Suara ketukan di pintu kamar Leo membuat Gisca langsung membukanya. Ketika ia membuka pintu kamar, terlihat Rega sedang berdiri di depan pintu kamar. 

"Eh, Mas Rega. Cari Rheva, ya?" tanya Gisca dengan nada usil. 

Rega mengangguk. "Ada Rheva di dalam?" 

Gisca membuka pintu lebih lebar. Membuat Rheva menatap ke arah pintu dan Rega bisa melihat Rheva yang sedang berdiri tak jauh dari Gisca. 

"Kenapa Mas?" tanya Rheva. 

"Saya mau mandi dulu, ya. Habis itu baru antar kamu pulang." jawab Rega diakhiri senyuman. 

Rheva mengangguk seraya tersenyum. "Oke, Mas." 

Rega kemudian meninggalkan kamar Leo dan melangkah menuju kamarnya yang hanya berjarak beberapa langkah saja dari kamar Leo. 

"Giliran sama lo senyum, sama gue nggak. Pakai mantra apa sih, Rhe, bisa bikin kakak ipar gue senyum melulu?" tanya Gisca heran. 

Dengan cuek, Rheva mengangkat kedua bahunya. "Mana gue tahu, tanya Mas Rega aja sana." 

Gisca berjalan, lalu merebahkan tubhhnya di atas ranjang. "Rhe, lo cepetan nikah deh. Ternyata enak tahu, nikah. Ya, walaupun ada aja masalah kecil sih, pastinya." 

Rheva berdecak lalu ikut merebahkan tubuhnya di sebelah Gisca. "Calonnya aja nggak ada, Ca. Lagian ya, lo nyuruh gue nikah kayak nyuruh gue beli kopi di kedai kopi." 

Tawa Gisca terdengar. "Kan udah ada, Rhe. Mas Rega tuh, kayaknya siap kalau misalkan disuruh nikahin lo." 

Jitak kan di kepala Gisca mendarat dengan mulus. "Lo tuh ngomong nggak pernah disaring deh, Ca. Asal aja gitu!" 

"Kali aja ada malaikat yang meng-amin kan terus kalian jodoh, kan nggak ada yang tahu." ucap Gisca dengan santainya. 

"Gue nggak tahu, Ca. Kayaknya gue masih takut buat berkomitmen. Takut kalau gue disakitin lagi. Ternyata dampaknya sebesar itu buat gue, walaupun udah bertahun-tahun. Sementara umur gue, kayaknya kalau menjalin hubungan pasti udah bukan main-main lagi." 

"Tapi—lo nggak mati rasa, kan?" tanya Gisca. 

Rheva menggeleng. "Nggak, Ca. Sejujurnya gue mengagumi Mas Rega. I mean, gini deh, siapa sih yang nggak akan menganggumi Mas Rega? Laki-laki pintar, baik, sopan, tampan, dan mapan. Paket komplit. Idaman para perempuan dan Ibu-ibu di luaran sana yang punya anak gadis alias mantu-able gitu. Jujur gue senang karena bisa kenal sama Mas Rega. Tapi, gue nggak mau berharap lebih sama dia, even lo bilang dugaan lo waktu itu. Dan disatu sisi lainnya, gue masih takut berkomitmen lagi misal—" 

"Misalnya Mas Rega beneran suka atau ada rasa sama lo, gitu?" tebak Gisca seraya menatap Rheva yang sedang mentap langit-langit kamar. "Mas Rega nggak akan kayak gitu, Rhe. Percaya sama gue." 

"Oke kalau itu. Tapi nggak segampang itu, Ca, buat memulainya…" 

Gisca menghela napasnya. "Gue yakin, lo bisa kok lama-lama pulih. Lagipula, kita juga belum tahu kan gimana Mas Rega ke elo." 

"Itu, Ca. Itu juga yang gue maksud." sahut Rheva. 

***

Rheva dan Gisca kembali ke teras belakang setelah mengobrol berdua di kamar. Saat mereka berada di teras belakang, terlihat Rega sedang bermain kembang api bersama dengan anak dari sepupunya. Penampilan Rega  saat ini berbeda 180° dari biasanya. Rega yang biasa terlihat rapi dengan stelan kemeja dan celana serta sepatu pantopel-nya, maka kali ini hanya memakai kaus polo berwarna hitam polos dancelana pendek berwarna coklat. Oh, jangan lupakan sandal jepit yang ia pakai saat ini. 

Pandangan Rega teralih pada Rheva yang sedang duduk di kursi bersama dengan Gisca. Gadis itu langsung mengalihkan pandangannya ketika ia tertangkap sedang memperhatikan Rega saat laki-laki itu menatapnya. 

"Om ke sana dulu ya, Chilla. Minta sama Papa dulu ya, buat nyalain kembang apinya lagi. Oke?" ucap Rega dengan lembut pada ponakannya, anak dari salah satu sepupunya, lalu berjalan menghampiri Rheva. 

"Mau pulang sekarang, Rhe?" tanya Rega ketika ia berada di depan Rheva. 

Rheva mendongakkan kepalanya. "Pamit dulu, Mas." jawabnya.

"Oke, saya ambil kunci mobil dulu, ya." sahut Rega.

Pandangan Rheva kemudian beralih pada Gisca yang sedang sibuk memposting video di Instagram-nya.

"Ca, gue balik dulu ya." pamit Rheva.

Gisca langsung mengalihkan pandangannya pada Rheva, lalu mengernyit. "Kok balik, sih? Nggak mau nunggu sampai jam 12 aja? Kita mau pasang kembang api lagi, lho, Rhe. Nanggung, tiga jam lagi."

Rheva menggeleng. "Nggak ah, gue yang nggak enak lama-lama di sini." ucapnya.

"Yaampun Rhe, lo nggak lihat kalau dari tadi keluarganya Mas Rega sama Leo tuh welcome banget sama lo? Santai aja sih, Rhe."

"Tetep aja, Gisca."

Giaca menghela napasnya. "Oke-oke, kalau lo mau pulang." putusnya kemudian memanggil suaminya."Leoo, Rheva mau pulang nih." ujarnya.

Leo yang sedang memakan puding cokelat, langsung menghampiri istrinya. "Kenapa sayang?" tanyanya.

"Rheva," tunjuk Gisca. "Mau pulang." jawabnya.

Tatapan Leo langsung berubah pada Rheva. "Kok pulang sih, Rhe. Nggak asik lo!" ucapnya.

Rheva tertawa kecil. "Gue nggak enak tahu kalau lama-lama sama keluarga lo, Le."

"Ck, pakai nggak enak gitu. Papa sama Mama gue aja seneng kok ada lo di sini. Lebih tepatnya seneng karena akhirnya Mas Rega bawa cewek ke rumah, yaitu lo." celetuknya.

Mata Rheva langsung melebar. "Maksud lo—"

"Ayo Rhe, pamit ke Mama dan Papa saya dulu." ucapan Rega yang baru datang memotong ucapan Rheva.

Rega berdiri di sebelah Rheva. Membuat Leo dan Gisca bertukar tatap.

"Oh iya, Mas." ujar Rheva lalu kembali menatap Leo dan Gisca bergantian. "Gue balik dulu ya," ucapnya.

Pasangan suami istri itu mengangguk bersamaan. "Okey, Rhe." sahut mereka.

Leo menatap Rega. "Hati-hati lo, Mas, bawa sohibnya Gisca tuh. Lecet dikit, siap-siap di omelin Gisca." candanya seraya tertawa.

Gisca ikut tertawa. "Iya, hati-hati ya, Mas. Antar Rheva sampai depan rumahnya, jangan diturunin tengah jalan."

Rega hanya menatap keduanya datar. "Oke." ucapnya.

Keduanya lalu melangkah menghampiri kedua orangtua Rega yang sedang duduk di kursi ayunan sambil mengobrol.

"Ma, Pa, Rheva mau pamit pulang." ucap Rega.

Adit dan Olive menoleh bersamaan menatap Rega.

"Lho, Rheva mau pulang? Nggak mau di sini dulu sampai jam 12? BBQ-nya aja baru mau dimulai tuh, sama sepupu-sepupunya Rega." ucap Olive.

"Iya, kok mau pulang? Di sini aja dulu, Rhe." timpal Adit.

Rheva tersenyum lalu mendekat pada Adit dan Olive. "Iya Tante, Rheva mau pamit pulang dulu." ucapnya lalu mengulurkan tangan untuk mencium tangan Olive.

"Kita foto dulu ya, ramai-ramai. Sebelum kamu pulang." ajak Olive setelah Rheva mencium tangannya.

"Loh iya itu, Ma, harus. Ayo kita foto dulu." ajak Adit kemudian beranjak dari kursi dan mengajak semuanya untuk berfoto bersama.

Mau tidak mau, Rheva akhirnya ikut foto bersama dengan keluarga Rega. Dan jangan lupakan posisi mereka yang berdampingan ketika berfoto bersama. Yah, walaupun dengan senyum kaku tentunya yang terlihat di wajah keduanya. Hanya ketika foto bergaya bebas saja, Rheva terlihat menampilkan senyum lebarnya. Setelah selesai foto bersama, keduanya langsung menuju halaman rumah Rega.

Ketika mereka sudah berada di mobil dan mobil Rega sudah melaju di jalan raya, laki-laki itu kemudian mengeluarkan suaranya.

"Maaf ya, kamu jadi ke rumah saya dulu." ucap Rega.

Mendengar ucapan Rega, lantas membuat Rheva tertawa. "Kenapa harus minta maaf sih, Mas?" tanya Rheva. "Saya gapapa, walaupun agak awkward juga tadi karena banyak keluarga Mas Rega. Tapi mereka ramah sama saya dan kelihatan welcome kok sama saya. Jadi santai aja, Mas." jelasnya.

Rega tersenyum dan menatap Rheva sekilas. "Saya nggak enak aja sama kamu." sahutnya.

"Santai aja oke, Mas?"

"Oke-oke, Rhe." ujar Rega.

"Papa dan Mama-nya Mas Rega juga ramah banget ke saya. Titip salam buat mereka ya, Mas. Dan sampaikan terimakasih saya ke mereka, tadi saya lupa karena diajak foto." ucap Rheva.

Rega mengangguk. "Oke, saya sampaikan ya, nanti." sahutnya.

Selama sisa perjalanan, keduanya hanya terdiam. Tak ada yang kembali membuka pembicaraan. Padahal, Rega ingin mengucapkan suatu hal, namun ia ragu untuk mengucapkannnya pada Rheva. Hingga akhirnya mobil yang dikendarai Rega berhenti di rumah Rheva. Ini kali keduanya ia mengantar gadis itu setelah waktu itu ia mengantar Rheva pulang dari rumah sakit.

"Makasih ya, Mas, udah diantar pulang lagi." ucap Rheva dengan senyuman ketika Rega selesai membantunya menurunkan belanjaanya.

Rega tersenyum. "Sama-sama, Rhe." ucapnya. "Kamu bisa bawa ini semua sendiri ke dalam?" tanyanya seraya menunjuk belanjaan milik Rheva.

"Oh, bisa kok, Mas." jawabnya.

Tak lama setelah Rheva menjawab, terlihat satpam rumah Rheva keluar menghampiri gadis itu. "Sini Mbak, biar saya bantu bawa masuk ke dalam." ucapnya kemudian meraih plastik belanjaan Rheva. 

Rheva mengangguk. "Iya Pak Indra, makasih." sahutnya dengan ramah.

"Sama-sama, Mbak." ujar Pak Indra lalu masuk kedalam membawa belanjaan.

"Hmm.. kalau gitu, saya pulang dulu, ya." pamit Rega.

Rheva tersenyum. "Iya, makasih juga ya, Mas. Hati-hati nyetir di jalannya,"

Rega membalas senyuman Rheva. "Oke. Kamu jangan lupa istirahat." ucapnya.

"Kalau gitu, saya masuk ya, Mas. Udah mulai gerimis lagi."

"Oke."

Keduanya lalu saling memunggungi. Rheva berjalan masuk ke dalam halaman rumahnya, sementara Rega menuju mobilnya. Namun ketika Rega akan membuka pintu mobilnya, Rega memutuskan untuk mengucapkan hal yang sejak tadi ingin ia ucapkan pada Rheva. Dengan cepat, ia berlari menuju pagar rumah Rheva.

"Rhe," panggil Rega, membuat Rheva menghentikan langkahnya.

Gadis itu memutar tubuhnya, menatap Rega yang berada di depan pintu pagar rumahnya lalu kembali membuka pintu pagar.

"Kenapa Mas?" tanya Rheva bingung.

Rega menggeleng salah tingkah. "Nggak, saya cuma mau  nanya. Kamu besok free? Nggak ada planning, kan?"

"Free sih, Mas. Saya juga nggak ada planning. Memangnya kenapa, Mas?"

Rega menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kalau saya minta temanin cari prabotan untuk rumah baru saya—bisa? Sekalian juga saya mau pindahin beberapa barang saya ke sana. Tapi kalau kamu nggak mau, nggak apa, sih." ucapnya.

Rheva kembali tertawa dengan tingkah Rega. "Saya belum jawab, Mas. Kenapa Mas bisa menyimpulkan kalau saya nggak mau?"

"Jadi, jawban kamu?" Rega bertanya untuk memperjelas.

"Saya bisa kok temanin Mas Rega. Kebetulan saya juga nggak tahu mau ngapain besok." ucap Rheva.

Senyuman Rega kembali terpancar. "Oke, besok saya jemput jam sembilan."

"Oke, Mas." sahut Rheva dengan senyuman juga.

"Saya pulang dulu kalau gitu." pamit Rega, lagi.

Ketika ia menutup pintu pagar rumahnya, Rheva menyenderkan tubuhnya dan tersenyum. Sementara itu, Rega yang sudah berada di mobilnya juga tak henti-hentinya tersenyum.

Sama-sama tersenyum dan tak bisa menjelaskan perasaan mereka adalah perasaan mereka yang sebenarnya saat ini. Perasaan yang tak mereka sadari jika keduaya sedang bahagia dan jatuh cinta.

Continue Reading

You'll Also Like

338K 26.3K 57
Elviro, sering di sapa dengan sebutan El oleh teman-temannya, merupakan pemuda pecicilan yang sama sekali tak tahu aturan, bahkan kedua orang tuanya...
1M 1.9K 17
WARNING!!! Cerita ini akan berisi penuh dengan adegan panas berupa oneshoot, twoshoot atau bahkan lebih. Untuk yang merasa belum cukup umur, dimohon...
3.4M 49.7K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
7.2M 351K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...